Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 29 Januari 2024

AWAL MULA PERMUSUHAN MANUSIA DENGAN IBLIS/SETAN (PART 2 OF 3)


C.      ILMU  NABI ADAM as, LEBIH TINGGI DARI ILMU MALAIKAT

 

Allah SWT memberikan ilmu kepada Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya lebih tinggi dari Ilmu yang dimiliki oleh malaikat termasuk juga lebih tinggi dari syaitan. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari  apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (surat Al Baqarah (2) ayat 32). “Adanya ilmu yang lebih baik dan lebih tinggi dari malaikat, akan makin memudahkan dan memuluskan Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya untuk menjalankan tugasnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya di muka bumi untuk menjadi makhluk pilihan.

 

Sekarang coba kita bayangkan, jika sampai Allah SWT tidak mengajarkan, tidak memberikan bekal berupa ilmu dan pengetahuan yang cukup kepada Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya, apa yang dapat diperbuat oleh Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya dalam rangka menjadi abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi? Jika kita membutuhkan ilmu, kemana kita harus mencari ilmu serta meminta tambahan ilmu? Ilmu adalah salah satu sifat Allah SWT, dimana ilmu yang dimiliki oleh Allah SWT sangatlah maha, berdiri sendiri dan tidak akan mungkin habis sehingga hanya kepada Allah SWT sajalah kita mencari dan meminta ilmu karena Allah SWT gudangnya perbendaharaan ilmu.

 

Di lain sisi, Allah SWT adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi beserta isinya berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu dan yang paling mengerti tentang apa-apa yang telah diciptakannya. Sekarang sudahkah kita meletakkan dan menempatkan bahwa hanya Allah SWT sajalah yang memiliki ilmu apapun juga dikarenakan alam semesta beserta isinya ada karena adanya Kehendak dan Kemampuan serta Ilmu Allah SWT? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menumpang di langit dan di muka bumi ini  maka sudah sepantasnya dan sepatutnya  kita hanya berguru kepada Allah SWT semata, agar diri kita selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Untuk itu kita harus memiliki ilmu tentang Allah SWT terlebih dahulu sebelum diri kita mempelajari ilmu-ilmu lainnya yang tidak lain adalah ciptaan Allah SWT juga. Hal ini harus kita lakukan karena dengan mendahulukan mempelajari dan memiliki ilmu tentang Allah SWT berarti kita telah mengetahui siapa pemilik dari ilmu ilmu yang ada lalu akan memudahkan  kita untuk belajar tentang ciptaan-Nya karena kita sudah bersama pemilik-Nya. Ajak pemilik ilmu saat mempelajari ilmu-ilmu yang ada maka pemilik dari ilmu akan mengajarkan ilmunya kepada diri kita.

 

 

D.     PERINTAH SUJUD KEPADA NABI ADAM as, KECUALI IBLIS.

 

Setelah Allah SWT meniupkan ruh ke dalam jasmani Nabi Adam as, lalu hiduplah Nabi Adam as, sebagai manusia pertama yang akan menjadi cikal bakal abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya pertama di muka bumi. Selanjutnya apa yang terjadi? Lalu turun perintah sujud kepada Nabi Adam as kepada seluruh malaikat, baik malaikat yang diciptakan dari Nur (cahaya)  dan malaikat yang diciptakan dari Naar (api). Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (surat Al Baqarah (2) ayat 34). 

 

Timbul pertanyaan, pada waktu perintah sujud turun kepada malaikat seperti apakah kondisi Nabi Adam as? Kondisi Nabi Adam as, saat perintah sujud kepada malaikat sudah terdiri dari ruh dan jasmani, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya. (surat Shaad (38) ayat 72).” Timbul pertanyaan lagi, turunnya perintah sujud kepada Nabi Adam as, kepada malaikat, apakah sujud kepada jasmani Nabi Adam as, yang sudah sekian lama diperlihatkan ataukah sujud kepada ruh Nabi Adam as, yang berasal dari Allah SWT melalui proses peniupan? Jika kita melihat keberadaan jasmani Nabi Adam as, yang sudah sekian lama diperlihatkan kepada malaikat, berarti perintah sujud yang diberlakukan oleh Allah SWT adalah perintah sujud kepada ruh Nabi Adam as, dikarenakan ruh inilah yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi dibandingkan dengan jasmani.

 

Lalu apa yang terjadi setelah perintah sujud ini? Ternyata tidak seluruh malaikat yang ada pada waktu itu mau tunduk patuh kepada perintah Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as, (maksudnya sujud kepada ruh Nabi Adam as, yang berasal dari Allah SWT), lalu siapakah yang tidak mau tunduk patuh kepada perintah Allah SWT itu?

 

Malaikat yang dijuluki Iblislah yang tidak mau sujud kepada Nabi Adam as, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 34 di atas. Sekarang kenapa iblis dikatakan juga malaikat? Sebelum Nabi Adam as, diciptakan yang ada pada waktu itu hanyalah malaikat baik yang berasal dari Nur (cahaya) dan Naar (api). Dan setelah terjadinya peristiwa pembangkangan Iblis kepada perintah Allah SWT maka malaikat yang berasal dari Naar (api) tidak diperkenankan kembali menyandang status malaikat.

 

Timbul pertanyaan baru, siapakah Iblis yang berani menentang perintah Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as? Iblis sebenarnya dan pada awalnya adalah malaikat-Nya Allah SWT yang selalu memuji, bertasbih dan bertahmid serta selalu mensucikan Allah SWT, seperti halnya malaikat yang diciptakan dari Nur (cahaya). Akan tetapi setelah diperintahkan oleh  Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as, iblis tidak mau melaksanakan perintah Allah SWT dan sejak saat itulah Allah SWT menamakannya si pembangkang yang nekat atau disebut juga iblis dan selanjutnya titel malaikat yang ada pada diri iblis sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut oleh Allah SWT, walaupun iblis telah mengabdi kepada Allah SWT ribuan tahun sebelum Nabi Adam as, as, diciptakan. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, maka berlakulah hal-hal sebagai berikut:

 

1.        Setelah adanya peristiwa pembangkangan atas perintah Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as, maka malaikat dapat dibedakan menjadi 2(dua) golongan yaitu malaikat yang taat dan patuh kepada perintah Allah SWT dan malaikat yang membangkang perintah Allah SWT. Selanjutnya malaikat yang  tidak  taat  dan  tidak  patuh  kepada perintah  Allah SWT tidak diperkenankan lagi menyandang status malaikat;

 

2.        Malaikat yang mematuhi segala perintah dari Allah SWT tetap dinamakan malaikat sedangkan malaikat yang membangkang perintah Allah SWT disebut iblis atau si pembangkang yang nekat.

 

Lalu apa yang melatarbelakangi iblis menjadi pembangkang yang nekat? Iblis melakukan hal tersebut pasti ada sesuatu yang melatar-belakanginya, apakah itu? Jawaban dari pertanyaan ini ada pada pembahasan berikut ini.

 

E.      PENYEBAB IBLIS TIDAK MAU SUJUD KEPADA NABI ADAM as,.

 

Iblis berani membangkang perintah Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as, disebabkan iblis merasa lebih baik, iblis merasa lebih terhormat dari pada Nabi Adam as, dikarenakan Nabi Adam  as, diciptakan dari tanah sedangkan iblis diciptakan dari api. Menurut kacamata Iblis, menurut Ilmu Iblis yang terbatas “Api Lebih Baik dan Lebih Terhormat dari pada Tanah” sebab api berada 3(tiga) tingkat di atas tanah, sebagaimana surat Al A'raaf (7) ayat 12 berikut ini: “Allah berfirman; “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”

 

Dan juga berdasarkan ketentuan hadits sebagaimana berikut ini: Sabda Nabi Muhammad SAW: “Ketika Allah menciptakan bumi terjadilah goncangan dan getaran-getaran, maka Allah ciptakan gunung-gunung hingga bumi menjadi tenang dan tetap. Malaikat kagum atas kehebatan gunung-gunung itu, mereka bertanya: “Tuhan kami, adakah Engkau ciptakan satu ciptaan yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?” Firman Allah: “Ada yaitu Besi”. Adakah yang lebih hebat dari Besi? “ Ada Api” Adakah yang lebih hebat dari Api? Ada! Yaitu Air, yang lebih hebat dari semua itu ialah Anak Adam yang bersedekah tangan kanannya lalu sembunyikan dari tangan kirinya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).

 

Hal ini benar adanya jika kita memandang dari asal usul jasmani yang berasal dari tanah atau jika jati diri manusia yang sesungguhnya adalah jasmani. Iblis berani melawan Allah SWT dan berani sombong kepada Allah SWT hal ini disebabkan oleh latar belakang dari dzat awal pembentuk dirinya yaitu api. Dimana sifat dasar api adalah ingin menang sendiri; Tidak mau kalah apalagi mengalah; apapun akan dibabat dan dilawannya tanpa pandang bulu; Semuanya dibakar dan dihajar sampai habis sampai luluh lantah; selalu merasa jagoan dan seterusnya.

 

Iblis dengan kemampuan yang terbatas hanya mampu melihat unsur tanah sebagai dzat pembentuk tubuh Nabi Adam as,.  Iblis hanya mampu menilai unsur jasmani atau phisik Nabi Adam as, semata. Iblis tidak memiliki pengetahuan bahwa di dalam tubuh atau di dalam jasmani Nabi Adam as, terdapat ruh yang berasal langsung dari Allah SWT melalui proses peniupan.

 

Selanjutnya Iblis yang tidak mempunyai ilmu tentang ruh yang berasal dari Allah SWT ditambah dengan sifat dasar api yang dimilikinya, maka terjadilah apa yang disebut dengan pembangkangan iblis melawan perintah Allah SWT untuk sujud kepada Nabi Adam as. Adanya kondisi ini, berlakulah ketentuan sebagai berikut :

 

1.        Unsur api dan unsur cahaya adalah dzat pembentuk dari malaikat-malaikat Allah SWT, yang diciptakan jauh sebelum Nabi Adam as, diciptakan. Malaikat yang berasal dari unsur api dalam hal ini diwakili oleh iblis disebut juga dengan malaikat pembangkang yang nekat dan selanjutnya iblis tidak diperkenankan lagi menjadi malaikat. Sedangkan malaikat yang berasal dari unsur cahaya (unsur nur) disebut juga dengan malaikat yang patuh dan taat kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api. (surat Ar Rahman (55) ayat 14-15). Dan Rasulullah bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya, Jin diciptakan dari nyalanya api dan Adam diciptakan dari sesuatu yang disifatkan kepada kalian”. (Hadits Riwayat Muslim)

 

2.        Unsur api melambangkan kenekatan dan pembangkangan untuk melawan, membandel dari perintah Allah SWT, sedangkan unsur cahaya (nur) melambangkan  taat dan  patuh  terhadap perintah Allah SWT  dan  Ingat Allah SWT adalah Maha Bercahaya. Untuk itu lihatlah cahaya, adakah kebengkokan di dalam sinarnya?.

 

3.        Unsur api dan unsur cahaya (nur) dapatkah disatukan? Jika dapat disatukan bagaimanakah caranya menggabungkan unsur api sebagai bahan dasar pembuat iblis dan jin dan unsur Nur sebagai bahan dasar pembuat malaikat? Apakah pembangkang akan disamaratakan dengan yang patuh dan taat, dan jika disatukan dimanakah letak keadilannya? Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya  sebagai pemimpin selain daripadaKu, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (surat Al Kahfi (18) ayat 50). Allah SWT sebagai perencana yang handal sudah memikirkan dengan matang dimana keduanya akan ditempatkan. Untuk itu kelak dikemudian hari Allah SWT akan membedakan tempat bernaung unsur api dan tempat bernaung unsur nur secara terpisah. Apakah nama tempat bernaung yang dikemudian hari diciptakan oleh Allah SWT? Jawabannya adalah syurga dan neraka. 

 

4.        Iblis digolongkan termasuk orang-orang kafir, sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Kecuali Iblis, dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir. (surat Shaad (38) ayat 74). Sekarang iblis/setan sudah ditetapkan menjadi golongan orang-orang kafir lalu apakah diri kita mau begitu saja mengikuti ajakan iblis untuk pulang kampung ke neraka. Semoga diri kita dan anak keturunan mampu menjadi makhluk yang terhormat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita memiliki ilmu dan juga pengetahuan tentang iblis (setan) sehingga kita mampu menempat-kan dan meletakkan posisi iblis (setan) sebagaimana mestinya? Ingat, iblis (setan) saat ini selalu menunggu kesempatan yang diberikan oleh manusia barulah ia melaksanakan aksinya. Contohnya, saat diri kita memperturutkan malas, maka setan mulai melancarkan aksinya kepada diri kita. Demikian pula saat diri kita pelit, maka setan mulai melaksanakan aksinya kepada diri. Jadi setan baru akan melaksanakan aksinya jika diberi kesempatan terlebih dahulu oleh manusia. 

AWAL MULA PERMUSUHAN MANUSIA DENGAN IBLIS/SETAN (PART 1 of 3)


Untuk dapat memperlihatkan secara tegas tentang awal mula adanya permusuhan antara manusia dengan iblis/setan. Ada baiknya kita merenungi terlebih dahulu hal-hal berikut ini: Siapakah saya? Apakah saya ada dengan sendirinya? Siapakah  Nabi Adam as, itu? Adakah hubungan saya dengan Nabi Adam as, sebagai manusia pertama di muka bumi? Jika kita tidak mempunyai hubungan apapun dengan Nabi Adam as, sebagai manusia pertama, darimanakah asal-usul kita, apakah berasal dari monyet seperti Teori Darwin? Asal usul diri kita semuanya akan kembali kepada Nabi Adam as, sebagai manusia pertama dan Siti Hawa sebagai istrinya. Tanpa ada keduanya maka tidak akan ada kehidupan manusia saat ini. Adanya kondisi ini berarti keberadaan diri kita saat ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Nabi Adam as dan Siti Hawa sebagai istrinya sehingga diri kita tidak lain adalah anak cucu dari keturunan-keturunan Nabi Adam as.

 

Jika kita adalah anak cucu dari keturunan-keturunan Nabi Adam as, adakah hubungan antara diri kita saat ini dengan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa Nabi Adam as, di syurga (maksudnya jannah dalam arti kata kebun) ataupun pada masa Nabi Adam as, setelah turun ke bumi? Untuk menjawab pertanyaan ini, akan kami kemukakan terlebih dahulu beberapa ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan pada waktu Nabi Adam as, di syurga dan juga setelah  Nabi Adam as, turun ke bumi, yaitu:

 

1.        Allah SWT telah menetapkan Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya akan dijadikan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi untuk selanjutnya harus menjadi makhluk pilihan;

 

2.        Allah SWT juga telah menetapkan Nabi Adam as, besera anak dan keturunannya harus bermusuhan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan dengan iblis/setan beserta sekutunya;

 

3.        Allah SWT telah menetapkan tempat kembali manusia yaitu syurga dan juga neraka. Dimana syurga adalah tempat kembali bagi orang yang taat dan patuh kepada perintah Allah SWT. Sedangkan neraka adalah tempat kembali bagi orang yang taat dan patuh kepada perintah setan.

 

Sebagai anak cucu dari keturunan Nabi Adam as, maka apa yang terjadi dan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada Nabi Adam as, baik pada waktu Nabi Adam as, masih di syurga (jannah) dan juga setelah turun ke bumi, berlaku pula kepada diri kita tanpa terkecuali atau dengan kata lain kita mewarisi segala ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan kepada Nabi Adam as, seperti yang kami kemukakan di atas. Lalu berdasarkan keterangan di atas ini, mari kita perhatikan hal hal sebagai berikut:

 

1.        Nabi Adam as, akan dijadikan oleh Allah SWT sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka diri kitapun sebagai anak dan keturunannya juga akan dijadikan oleh Allah SWT sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

 

2.        Nabi Adam as, dan iblis (setan) ditakdirkan untuk saling bermusuhan sampai batas waktu yang ditentukan maka kitapun sebagai anak dan keturunannya ditakdirkan juga oleh  Allah SWT untuk saling bermusuhan dengan iblis (setan) sampai batas waktu yang telah ditentukan.

 

3.        Allah SWT juga telah menentukan 2 (dua) buah tempat kembali yaitu syurga dan juga neraka, maka ketentuan tempat kembali syurga dan neraka juga berlaku kepada diri kita sebagai anak dan keturunan Nabi Adam as,. Dimana syurga diperuntukkan untuk orang yang patuh dan taat kepada Allah SWT, maka ketentuan ini juga berlaku juga untuk diri kita sebagai anak dan keturunan Nabi Adam as. Sedangkan neraka diperuntukkan untuk orang yang patuh dan taat kepada setan, maka ketentuan ini juga berlaku juga untuk diri kita sebagai anak dan keturunan Nabi Adam as,  jika kita  patuh dan taat kepada setan.

 

Lalu apa yang harus kita lakukan dengan adanya ketentuan Allah SWT tersebut? Kita tidak dapat memprotes warisan yang telah diwarisi oleh Nabi Adam as, akan tetapi kita harus menjalaninya dengan sebaik-baiknya untuk menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya untuk menjadi makhluk pilihan di muka bumi sehingga kita dapat pulang ke kampung halaman kita yang bernama syurga sebagai kampung kebahagiaan.

 

Sekarang timbul pertanyaan, dapatkah kita sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya untuk menjadi makhluk pilihan di muka bumi? Sepanjang diri kita tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang penghambaan dan juga tentang kekhalifahan di muka bumi atau sepanjang diri kita tidak tahu diri, tidak tahu aturan main dan tidak tahu tujuan akhir maka akan sangat menyulitkan bagi diri kita untuk melaksanakan tugas di muka bumi. Sekarang semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Disinilah letak betapa pentingnya diri kita harus belajar dalam kerangka tahu diri, tahu aturan main dan tahu tujuan akhir.

 

Selanjutnya agar konsep hidup adalah permainan dapat terlaksana, atau dapat mengisi syurga dan neraka dengan adil, atau untuk mengaktifkan kebesaran dan kemahaan Allah SWT maka Allah SWT menciptakan makhluk baru yang bernama manusia, dimana manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT adalah Nabi Adam a.s.. sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (surat Al Baqarah (2) ayat 30).”

 

Berikutnya Allah SWT berfirman dalam surah Adz-Dzariyat (51) ayat 56 sebagaimana berikut ini: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku," Dan berdasarkan 2 (dua) ketentuan di atas ini maka Nabi Adam as, beserta anak dan keturunannya akan dijadikan oleh Allah SWT sebagai makhluk dwifungsi yaitu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

 

Dan ini berarti  ilmu tentang manusia hanya diketahui oleh Allah SWT semata, sehingga tidak ada satupun makhluk yang mengetahuinya. Apa buktinya? Hal ini dikarenakan malaikat baik yang diciptakan dari cahaya (nur) dan juga dari api (naar) sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT ribuan tahun sebelum rencana besar tersebut dikemukakan para malaikat tidak pernah tahu rencana tersebut dan malaikat baru tahu setelah diberi tahu oleh Allah SWT tentang akan adanya makhluk baru yang dinamakan dengan manusia sehingga rencana besar penciptaan manusia  di  muka  bumi  hanya Allah SWT sajalah yang tahu.

 

Timbul pertanyaan, apakah malaikat tahu tentang arti dan maksud dan tujuan dari penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi yang ada dalam rencana besar Allah SWT? Apakah malaikat punya kemampuan untuk mempelajari tentang penghambaan dan juga kekhalifahan di muka bumi? Selanjutnya jika malaikat tahu arti penghambaan dan kekhalifahan apa yang akan malaikat lakukan? Kemungkinan besar malaikatlah yang pertama-tama mengajukan diri menjadi abd’(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi sebab malaikat telah diciptakan oleh Allah SWT lebih dahulu dibandingkan dengan Nabi Adam as, (malaikat lebih senior daripada Nabi Adam as,).

 

Akan tetapi justru malaikat menyatakan kepada Allah SWT, dalam surat Al Baqarah (2) ayat 30 berikut ini“apakah tasbih, pemujaan dan pensucianku kepada Engkau tidak cukup bagi-Mu, sehingga Engkau mau menciptakan khalifah yang akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi?” Malaikat menyatakan seperti itu dikarenakan hanya itulah yang dia ketahui dan yang dia mengerti dan juga karena keterbatasan ilmu yang dimilikinya.

 

Hasil akhir dari perdebatan ditutup dengan pernyataan Allah SWT yang menyatakan di akhir surat Al Baqarah (2) ayat 30 berikut ini “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Adanya pernyataan di akhir surat Al Baqarah (2) ayat 30 di atas ini, menaunjukkan  bahwa Allah SWT telah memiliki konsep yang matang lagi sempurna tentang konsep penciptaan manusia yang akan menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang tidak diketahui oleh malaikat baik yang diciptakan dari nur (cahaya) dan dari naar (api).

 

Lalu apa yang terjadi setelah Nabi Adam as, diciptakan dan dihidupkan oleh Allah SWT. Untuk itu mari kita pelajari keberadaan Nabi Adam as, ditinjau dari sisi “Manusia Pertama” yang diciptakan oleh Allah SWT serta apa-apa saja yang masih terus berlaku sampai dengan saat ini, sebagaimana berikut ini:

 

A.     NABI ADAM as, DICIPTAKAN SEBAGAI MANUSIA PERTAMA DAN  DICIPTAKAN DARI TANAH.

 

Nabi Adam as, diciptakan oleh Allah SWT sebagai manusia pertama. Nabi Adam as, diciptakan oleh Allah SWT dari tanah. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 59 berikut ini: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa disisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia) maka jadilah dia.” Lalu seperti apakah kondisi jasad dari Nabi Adam, as sewaktu diciptakan?

 

Jawaban dari pertanyaan di atas, ada pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana berikut ini: Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: Allah SWT menciptakan Adam setinggi enam puluh hasta. Setelah selesai penciptaan Adam. Allah SWT berkata, ‘Pergilah. Ucapkan salam kepada para malaikat yang sedang duduk di sana, lalu dengarkan apa jawaban mereka atas salammu karena sesungguhnya mereka member salam kepadamu dan anak cucumu. Nabi Adam as, berkata, Assalamu ‘alaikum.’ Para Malaikat menjawab, “Assalamu alaika wa rahmatullah.” (mereka menambah kalimat Wa rahmatullah) Maka seluruh manusia yang masuk syurga seperti penampilan Adam, dan semakin abad penciptaan (tinggi) manusia semakin berkurang hingga saat ini.” (Hadits Riwayat Bukhari). menciptakan Adam setinggi enam puluh hasta. Setelah selesai penAdanya ketentuan ayat dan hadits di atas, yang diciptakan oleh Allah SWT dari tanah adalah jasadnya atau phisiknya atau jasmaninya Nabi Adam as,.

 

Dan setelah jasad atau phisik Nabi Adam as, diciptakan oleh Allah SWT dari tanah, maka jasad dari Nabi Adam as, tersebut diperlihatkan kepada seluruh malaikat dalam kurun waktu tertentu dalam hal ini selama 40 (empat puluh) tahun sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, katanya" Nabi SAW bercerita bahwa Adam dan Musa pernah berbantahan. Kata Musa, "Hai, Adam! Engkau adalah bapak kami. Tetapi engkau telah mengecewakan kami karena menyebabkan kami keluar dari syurga". Jawab Adam, "Engkau, hai Musa! Engkau telah dipilih dan diistimewakan Allah ta'ala. Dengan kehendak-Nya dapat bercakap-cakap dengan-Nya. Apakah kamu menyesaliku karena urusan yang telah ditaqdirkan Allah atasku sejak 40 (empat puluh) tahun sebelum aku diciptakan-Nya?" Sabda Nabi SAW., " Demikianlah Adam dan Musa saling berbantah. (Hadits Riwayat Muslim No.2276).

 

Setelah dipertontonkan, setelah dipertunjukkan, serta setelah diperlihatkan keberadaan jasad atau phisik Nabi Adam as, beberapa waktu lamanya, barulah Allah SWT meniupkan ruh ke dalam jasad Nabi Adam as, tanpa bantuan, atau tanpa perantaraan siapapun juga sehingga hiduplah Nabi Adam as, menjadi manusia pertama yang berkedudukan di syurga dalam arti kebun (jannah). Sebagaimana dikemukakan dalam  surat Shaad (38) ayat 72 berikut ini: “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.”  Ayat ini mengemukakan bahwa ruh yang ada dalam diri Nabi Adam as, berasal dan diciptakan oleh Allah SWT secara langsung melalui proses peniupan, tanpa melalui perantaraan siapapun juga.

 

Disinilah letak perbedaan yang paling mendasar antara jasmani Nabi Adam as, dengan ruh Nabi Adam as, dimana jasmani diciptakan sedangkan ruh ditiupkan. Sesuatu yang diciptakan, baru ada jika ia telah diciptakan, sedangkan sesuatu yang ditiupkan sudah ada terlebih dahulu pada yang meniupkannya, dalam hal ini Allah SWT. Ini berarti keberadaan ruh tidak bisa dilepaskan dari keberadaan peniup ruh itu sendiri, dalam hal ini adalah Allah SWT.

 

Sekarang adakah makhluk lain selain manusia yang memiliki ruh yang ditiupkan langsung oleh Allah SWT? Sampai dengan saat ini dan bahkan sampai dengan hari kiamat kelak, tidak ada satu makhlukpun yang memiliki ruh seperti ruh manusia. Adanya kondisi ini berarti manusia sudah sejak awal dipersiapkan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang terrhomat, hal ini disebabkan hanya manusialah satu-satunya makhluk yang memiliki sesuatu yang berasal dari Allah SWT melalui proses peniupan, yaitu ruh yang diciptakan dari nur-Nya. Selanjutnya dalam rangka memperbanyak dan menambah jumlah anggota keluarga Nabi Adam as, maka Allah SWT menciptakan Siti Hawa sebagai pasangan hidup yang sekaligus istri dari Nabi Adam as, lalu ke duanya hidup dan berkedudukan di syurga. 

 

B.      NABI ADAM as, DIAJARKAN LANGSUNG OLEH ALLAH SWT.

 

Nabi Adam as, sebagai calon abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang pertama di muka bumi dan sebagai bukti Allah SWT adalah inisiator dan perencana yang sangat handal, maka Nabi Adam as, diajar oleh Allah SWT secara langsung. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang  orang-orang yang benar!”. (surat Al Baqarah (2) ayat 31). Nabi Adam as, diajarkan langsung oleh Allah SWT dalam rangka diberikan pembekalan, dalam hal ini diberi Ilmu dan Pengetahuan,  sehingga jika Nabi Adam as, mampu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka Nabi Adam as, mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar atau akan dapat memudahkan Nabi Adam as, melaksanakan tugas-tugasnya di muka bumi.

 

Allah SWT tahu dan sangat mengetahui bahwa tanpa adanya ilmu dan pengetahuan maka Nabi Adam as, atau anak dan  keturunannya tidak akan mampu menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang baik dan benar di muka bumi. Adanya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh Nabi Adam as, atau manusia diharapkan akan sangat membantu serta memudahkan tugas penghambaan dan juga tugas kekhalifahan Nabi Adam as, atau manusia di muka bumi kelak. 

Kamis, 25 Januari 2024

SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK


WAHAI PEROKOK KETAHUILAH BAHWA “MEROKOK ADALAH AKTIFITAS (KEGIATAN) UMAT MANUSIA YANG TIDAK DIDAHULUI DENGAN MEMBACA BASMALAH”.

 

 

Agar pernyataan yang kami kemukakan di atas ini dapat terlaksana dan diterima oleh perokok dengan baik dan benar maka kami ingin mengajak para perokok dan juga masyarakat umum untuk merenungkan hal-hal sebagai berikut:

 

1.        Allah SWT adalah pencipta langit dan bumi beserta apa-apa yang ada di dalamnya. Ini berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu, yang paling mengerti dan yang paling memahami apa-apa yang telah diciptakan-Nya. Allah SWT adalah pemilik langit dan bumi beserta apa-apa yang ada di dalamnya. Ini berarti bahwa Allah SWT penguasa mutlak di langit dan di muka bumi sehingga kondisi ini menunjukkan Allah SWT adalah tuan Rumah. Dan jika sekarang Allah SWT adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi maka segala ketentuan, segala hukum, segala peraturan yang berlaku di langit dan di muka bumi adalah ketentuan, hukum, peraturan yang berasal dari Allah SWT. Lalu sebagai apakah diri kita di langit dan di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT? Diri kita adalah orang yang sedang menumpang sehingga wajib mentaati dan melaksanakan segala hukum, ketentuan dan peraturan yang telah diberlakukan oleh tuan rumah.

 

Selanjutnya Allah SWT selaku tuan rumah telah mengemukakan adanya ketentuan yang termaktub di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Wahai manusia! Makanlah dari makanan yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kami mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu.” Dan juga di dalam surat Al Abasa (80) ayat 24 berikut ini: “Maka hendaknya manusia itu memerhatikan makanannya”. Ayat di atas ini merupakan ketentuan dasar yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat manusia, yaitu memperhatikan dan wajib mengkonsumsi sesuatu yang memenuhi syarat halal dan juga syarat baik (tayyib) yang bermakna harus sesuai dengan konsep ilmu kesehatan dan ilmu gizi dalam satu kesatuan. Kita tidak boleh memaknai konsep ini secara terpisah, namun harus keduanya dilaksanakan secara berbarengan. Kita tidak bisa hanya berpedoman kepada konsep halal semata dengan mengabaikan konsep baik (tayyib). Kita juga tidak bisa hanya berpedoman kepada konsep baik semata dengan mengabaikan konsep halal. Halal dan baik (tayyib) harus kita laksanakan dalam satu kesatuan. Allah SWT menentukan hal ini untuk kebaikan umat manusia selaku orang yang menumpang.

 

Sekarang kita dihadapkan dengan apa yang dinamakan dengan rokok, apakah yang terbuat dari tembakau ataupun rokok elektrik (vape) yang mana rokok jika ditinjau dari sisi ilmu kesehatan dan ilmu gizi bukanlah sesuatu yang baik lagi dibutuhkan bagi kesehatan tubuh manusia. Adanya kondisi ini berarti rokok ataupun merokok bertentangan dengan ketentuan Allah SWT yang telah dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 di atas. Jika sekarang ada orang yang berani merokok padahal bertentangan dengan ketentuan yang telah diberlakukan oleh Allah SWT di muka bumi ini. Ini berarti orang yang merokok itu telah menjadikan dirinya sebagai tamu atau orang yang menumpang yang tidak tahu diri dengan berani menantang tuan rumah di langit dan di muka bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT.

 

2.        Allah SWT melalui hadits qudsi berikut ini mengemukakan, “Ibnu Abbas ra, berkata, Nabi SAW bersabda, Allah ta’ala berfirman: “Berkata Iblis: Ya Tuhan, semua makhluk-Mu telah Engkau tentukan rezekinya, maka manakah rezekiku. Allah berfirman, “Rezekimu adalah makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya. (Hadits Qudsi Riwayat Abussyekh; 272:259).  Dan jika sekarang perokok tidak pernah membaca Basmallah sebelum merokok maka ketentuan hadits ini berlaku pada perokok. Sehingga yang buruk-buruk yang berasal dari rokok masuk ke dalam tubuh sang perokok yang mengakibatkan ketergantungan dalam diri sang perokok terhadap rokok sehingga makin sehat dan makin suburlah kondisi iblis beserta bala tentaranya di dalam diri perokok. Kondisi ini akan menjadi lebih parah jika uang atau penghasilan untuk memperoleh rokok berasal dari sesuatu yang haram yang pada akhirnya berat untuk melepaskan diri dari kecanduan merokok.

 

Di lain sisi, dengan mengucapkan basmalah pada setiap hendak melakukan suatu aktivitas, niscaya ucapan Basmallah tersebut dapat membawa sesuatu keberkahan dan kebaikan. Dengan kita memahami makna Basmallah, tentu hal ini akan membuat kita semakin sadar tentang keutamaannya di kehidupan sehari-hari. Adapun dalil yang menunjukkan tentang memulai sesuatu dengan Basmallâh.

 

Segala urusan penting yang tidak diawali Bismillah, maka akan berkurang (atau bahkan hilang) keberkahannya”. (Hadits Riwayat  Ibnu Hibban)

 

“Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah, maka terputus berkahnya.” (Hadits Riwayat Ahmad)

 

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (Hadits Riwayat Al-Khatib )

 

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah)

 

Dan jika sekarang para perokok mengalami kecanduan dan juga mengalami sakit parah sebagaimana tertulis di bungkus rokok maka  jangan pernah menyalahkan  Allah SWT karena Allah SWT sudah memperingatkan umat manusia. Untuk itu ketahuilah wahai perokok bahwa “SEBAB BUKANLAH KARENA AKIBAT” sehingga terimalah akibat buruk dari merokok dan bersiaplah untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran ketentuan yang telah diberlakukan oleh Allah SWT di akhirat kelak.

 

3.        Selain daripada itu, kami juga ingin mengajak para perokok untuk merenungkan tentang 3 (tiga) hal berikut ini:

 

a.      Saat diri kita mendirikan shalat wajib sehari 5 (lima) waktu maka kita akan membaca Basmallah sebanyak 27 (dua puluh tujuh) kali. Dan jika seorang perokok, merokok sebanyak 1 (satu) bungkus yang isinya 12 (dua belas) batang maka saldo Basmallah dari shalat yang kita dirikan akan hilang sebanyak jumlah rokok yang dihisap sehingga Basmallah yang kita baca saat shalat akan tersisa hanya 15 (lima belas) kali. Dan apabila seorang perokok, merokok sebanyak 2 (dua) bungkus maka saldo Basmallah dari shalat hanya akan tersisa 3 (tiga). Lalu bagaimana jika seorang perokok, merokoknya sebanyak 3 (tiga) bungkus dalam sehari maka saldo Basmallah dari shalat akan difisit sebanyak 9 (Sembilan). Tidakkah hal ini membuat diri kita sadar!

 

b.      Seorang perokok biasanya akan mampu tidak merokok pada saat melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Namun setelah berbuka puasa dan/atau setelah bulan Ramadhan berlalu ia kembali merokok. Jika ini yang terjadi berarti perokok tersebut adalah orang-orang yang tidak mendapatkan hikmah yang hakiki dari perintah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tidakkah hal ini membuat diri kita sadar!

 

c.      Mulut adalah salah satu organ tubuh manusia yang dipergunakan untuk bertasbih, untuk bermunajat, untuk berdoa, untuk berzikir, untuk bertahlil kepada Allah SWT yang kesemuanya untuk kebaikan ruh (kefitrahan ruh) dan jiwa kita. Lalu apakah kondisi yang baik ini akan kita rusak dan/atau akan kita kotori melalui aktivitas merokok yang juga dilakukan melalui mulut. Tidakkah hal ini sangat merugikan bagi kepentingan kefitrahan ruh dan kesehatan jasmani!

 

4.        Akhirnya konsep “Etos ala Zainuddin MZ” yang berbunyi “Allahumma Paksa” wajib diterapkan bagi perokok yang ingin berhenti dari merokok dengan menyatakan, “Ya Allah paksa aku untuk berhenti merokok”. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama sebuah  kisah yang dikemukakan oleh “Asfa Davy Bya” dalam bukunya “Sebening Mata Hati: Oase Penyejuk Jiwa dan Pikiran” berikut ini: Ada satu pelajaran menarik yang dapat ditarik oleh para pezikir yang sampai saat ini masih terlena dalam kepulan asap rokok. Kisah mengenai seorang perokok berat, ulama besar Alm. Buya A.R Sutan Mansyur, guru dan ipar almarhum Buya Hamka. Pada suatu ketika beliau tafakur, “Setiap amalan-amalanku selalu kuawali dengan kalimat Basmallah. Tetapi ada satu hal yang lolos dari filter Basmallah, yaitu ketika merokok. Berarti merokok itu perbuatan yang menjauhkan diri dari mencari ridha Allah SWT. Dikisahkan bahwa sejak saat itu beliau menjatuhkan talak tiga kepada rokok. Karena itu, jadikan kisah ini sebagai potret untuk membentuk pribadi yang berzikir. Pribadi yang tidak akan menggunakan mulutnya untuk hal yang tidak diridhai Allah SWT. Sudahilah berbagai dalil dan dalih yang membuat diri kita jauh dari zikir kita menjadi omongan. Hormatilah mulut sebagaimana kita menghormati organ tubuh yang lain. Tempatkanlah mulut kita ke dalam derajat mulut yang sungguh-sungguh berzikir.  

 

 

 

 

Demikian surat terbuka ini, mohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak berkenaan. Semoga Allah SWT membimbing dan menjaga diri, keluarga, anak keturunan diri kita dari bahaya laten merokok. Aamiin.

Rabu, 24 Januari 2024

KETENTUAN DASAR HIDUP DI MUKA BUMI (PART 3 OF 3)

 D.     JANGAN TUKAR AKHIRAT DENGAN DUNIA.

 

Allah SWT selaku pencipta dan selaku pemilik langit dan bumi beserta isinya, telah mengemukakan bahwa kehidupan dunia tidak sama dengan kehidupan akhirat, kehidupan dunia tidak sebanding dengan kehidupan akhirat, kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan dunia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 28-29 berikut ini: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah[1212] dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.(surat Al Ahzab (33) ayat 28-29)

 

[1212] Mut'ah Yaitu: suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami.

 

Dan juga berdasarkan surat Al Qashash (28) ayat 60-61 yang kami kemukakan  berikut ini: “dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, Maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? Maka Apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi[1131]; kemudian Dia pada hari kiamat Termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)? (surat Al Qashash (28) ayat 60-61)

 

[1130] Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi Seperti, pangkat kekayaan keturunan dan sebagainya.

[1131] Maksudnya: orang yang diberi kenikmatan hidup duniawi, tetapi tidak dipergunakannya untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat, karena itu Dia di akhirat diseret ke dalam neraka.

 

Selanjutnya apa yang harus kita sikapi dengan ketentuan Allah SWT ini? Jangan sampai diri kita menukar kehidupan akhirat yang lebih baik dengan kehidupan dunia yang kelihatannya baik padahal buruk. Timbul pertanyaan dari manakah asalnya kehidupan dunia dapat ditampilkan seolah-olah lebih baik dibandingkan dengan kehidupan akhirat? Disinilah letak dari kelihaian setan, kehebatan setan mempengaruhi manusia dengan membuat suatu yang sebenarnya hanya tujuan sementara menjadi tujuan akhir, yang sebenarnya kehidupan dunia tempat mencari bekal untuk kehidupan akhirat diputar bahwa kehidupan dunia itulah yang sebenarnya.

 

Sekarang mari kita lakukan perbandingan antara kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin yang dikehendaki Allah SWT dibandingkan dengan kehidupan dunia dari sudut pandang orang kafir yang dikehendaki setan. Timbul pertanyaan, apakah sama kondisinya ataukah berbeda kondisinya? Berikut ini akan kami kemukakaan beberapa ketentuan tentang kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin, yaitu:

 

1.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh rahmat Allah SWT atau saat untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT atau saat mendapatkan kebajikan bagi kehidupan dunia dan juga bagi kehidupan akhirat kelak. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A'raaf (7) ayat 156 berikut ini: “dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami.” Sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT?

 

2.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk mengumpulkan pahala untuk kebaikan hidup di dunia dan pahala untuk kebaikan hidup di akhirat kelak. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 148 berikut ini: “karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia[236] dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

 

[236] Pahala dunia dapat berupa kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT?

 

3.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh atau mendapatkan kebaikan dari Allah SWT sebagai balasan atas perbuatan baik yang kita lakukan saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 30 berikut ini: “dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.”

 

4.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh, kesempatan untuk mendayagunakan, kesempatan untuk merasakan segala perhiasan yang telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk kepentingan dunia dan kepentingan akhirat serta untuk aktualisasi diri dan juga untuk memperoleh tiket masuk ke syurga. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A'raaf (7) ayat 31-32-33 berikut ini: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharam-kan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

 

[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.

[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.

 

5.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat merasakan atau menerima berita gembira atau merasakan janji-janji Allah SWT baik untuk kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 62-63-64 berikut ini: “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawa-tiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”

 

6.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat  diberikannya kesenangan yang berasal dari Allah SWT serta saat dihilangkannya azab yang menghinakan yang kita alami saat hidup di dunia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 98 berikut ini: “dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.”

 

7.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh perlin-dungan saat diri kita  hidup di dunia yang berasal langsung dari Allah SWT untuk kepentingan akhirat. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Fushshilat (41) ayat 30-31 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.”

 

8.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita  diberikan kesempatan untuk menjadi penguasa atau melaksanakan misi sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya di muka bumi. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yusuf (12) ayat 101 berikut ini: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganuge-rahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”

 

9.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita dicintai oleh Allah SWT.  Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Hamba-Ku yang mukmin Aku cintai lebih dari sementara Malaikat-Ku. (Hadits Riwayat Aththabarani; 272:113).” 

 

10.    Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat dosa-dosa manusia diampuni oleh Allah SWT.  Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini:  Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun tidak bersyirik menyekutukan sesuatu pada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Riwayat Ath Thabarani; 272:127).”

 

Jika saat ini kita masih hidup di dunia ini, sudahkah kita memanfaatkan sepuluh kesempatan yang telah Allah SWT sediakan dalam rangka menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga atau dalam rangka merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Apabila diri kita hanya diam saja atau kita tidak bereaksi untuk menyambut 10 (sepuluh) fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita, dikarenakan kita sudah merasa hebat karena sudah tidak membutuhkan Allah SWT lagi.

 

Ingat, sepuluh kesempatan yang telah disiapkan oleh Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT, melainkan untuk kepentingan diri kita saat hidup di dunia. Jika sekarang kita mampu memperoleh kesempatan itu. Timbul pertanyaan, mungkinkah kehidupan yang kita jalani di dunia menjadi susah, menjadikan diri kita miskin, menjadikan diri kita bodoh, menjadikan diri kita sebagai antek setan? Adanya fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita, akan dapat menghantarkan diri kita bahagia, akan dapat menghan-tarkan diri kita berkecukupan, akan dapat menghantarkan diri kita menguasai ilmu dan pengetahuan, akan dapat menghantarkan diri kita menjadi warga kelas satu di muka bumi ini serta akan dapat menjadikan syaitan sebagai pecundang. Yang menjadi persoalan saat ini adalah kita mau memperoleh segala yang dipersiapkan oleh Allah SWT, namun kita tidak mau memenuhi segala yang dikehendaki oleh Allah SWT. Jika ini yang terjadi maka sia-sialah fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita.

 

Sekarang bagaimana dengan posisi kehidupan dunia bagi orang kafir, atau orang yang memiliki jiwa fujur atau bagi seseorang yang hidupnya sudah sesuai dengan kehendak setan? Kehidupan dunia bagi orang kafir dapat kami kemukakan sebagai berikut:

 

1.        Orang kafir adalah orang yang menukar kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia atau orang yang mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat (syurga telah ditukar dengan neraka). Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 107 berikut ini: “yang demikian itu disebabkan karena Sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. dan juga berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 86 yang kami kemukakan berikut ini; “Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, Maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.”   

 

2.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat dimana anak dan harta benda dijadikan azab bagi mereka atau saat anak dan harta benda menjadi alat penyiksa bagi orang kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat At Taubah (9) ayat 55 berikut ini: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.” dan juga surat At Taubah (9) ayat 85 berikut ini: “dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam Keadaan kafir.”  

 

3.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT melakukan penghinaan atau saat orang kafir menerima stempel terhina. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Maaidah (5) ayat 33 berikut ini: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”

 

4.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat dihapusnya segala amalan yang telah dilakukan sehingga apa yang dilakukan tidak mendapatkan ganjaran apapun. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 21-22 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih. mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong.”

 

5.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat tertipunya mereka dengan kehidupan dunia sehingga kehidupan dunia di anggap lebih baik dari kehidupan akhirat. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam  surat Al A'raaf (7) ayat 51 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan Pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.”

 

6.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat atau kesempatan  untuk membeli tiket masuk ke neraka atau saat mengadakan persahabatan dengan setan agar bisa menempati neraka bersama-sama. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 7-8 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) Pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.”

 

7.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT menyiksa atau saat Allah SWT tidak akan memberikan pertolongan.  Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 56 “Adapun orang-orang yang kafir, Maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.”

 

8.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT mengadu domba antara orang kafir dengan orang kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Jabir ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku membalas hamba yang Aku benci dengan hamba yang Aku benci pula kemudian Aku masukkan ke dalam Neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:75)  

 

Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, terlihat sangat jelas perbedaan yang sangat mencolok antara kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin dibandingkan dengan sudut pandang orang kafir. Untuk itu kita harus dapat menjadikan kehidupan dunia yang saat ini kita lakukan adalah kesempatan bagi diri kita memperoleh 2 (dua) buah kebaikan yaitu kebaikan dunia dan juga kebaikan untuk akhirat serta mampu menjadi kebanggaan Allah SWT.

 

E.      BERLAKUNYA HUKUM SEBAB AKIBAT (HUKUM KAUSALITAS)

 

Dalam kehidupan yang kita jalani saat ini terdapat satu pepatah, yang mana pepatah ini mengikat kepada setiap manusia. Pepatah itu adalah: “Siapa yang berbuat maka dialah yang bertanggung jawab. Apa yang ditanam (ditabur) itulah yang dituai (dipanen)” yang keduanya memilik arti apa yang dimiliki atau apa yang didapat oleh seseorang adalah hasil dari perbuatannya sendiri, jika ia berbuat kebaikan maka akan mendapat kebaikan dan sebaliknya, jika ia berbuat keburukan maka keburukan pula yang ia dapatkan dan kondisi ini tidak akan pernah tertukar.

 

Lalu apa pentingnya diri kita mengetahui dan memahami hukum sebab akibat? Allah SWT di dalam melaksanakan proses meminta pertanggungjawaban kepada setiap manusia akan  melakukan proses keadilan dengan mempergunakan hukum sebab akibat yang sangat jelas dan baku (standart) yakni: “Apa yang engkau perbuat maka begitu pula yang Aku perbuat.” Inilah ketentuan dasar yang diberlakukan oleh Allah SWT saat proses berhisab dilaksanakan ataupun saat Allah SWT memberi balasan kepada umat manusia. Sekarang pilihan untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan hukum sebab dan akibat ada di tangan diri kita masing-masing dan yang perlu diingat dalam hidup ini adalah:  Sebab Bukanlah Karena Adanya Akibat, Melainkan Akibat Karena Adanya Sebab.Lalu sadarkah kita dengan pernyataan ini!

 

Di dalam AlQuran banyak sekali ayat yang menjelaskan hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) ini, salah satunya terdapat dalam surat Ibrahim (14) ayat 7 berikut ini: “Sesung-guhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Ayat ini mengemukakan dengan sebab kamu bersyukur maka akibatnya Allah menambah nikmat dan sebaliknya dengan sebab kamu tidak bersyukur maka akibatnya azab yang sangat pedih lagi berat. Demikian pula yang dikemukakan dalam surat Al Zalzalah (99) ayat 7-8 sebagaimana berikut ini: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.

 

Berikut ini akan kami kemukakan 2 (dua) buah ayat yang isinya bisa dapat dikatakan saling bertolak belakang, yang pertama adanya pernyataan tentang jaminan dari Allah SWT untuk menyelamatkan orang yang beriman, sebagaimana termaktub dalam surat Yunus (10) ayat 103 berikut ini: “Kemudian kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban Kami menyelamatkan orang yang beriman.”.

 

Sedangkan yang kedua adanya pernyataan dari Allah SWT untuk  menimpakan laknat-Nya kepada orang yang dzalim sebagaimana dikemukakan-Nya dalam surat Hud (11) ayat 18 berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, “Orang orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka.” Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang dzalim. 

 

Adanya contoh yang kami kemukakan di atas ini, menunjukkan bahwa konsep hukum sebab dan akibat sudah dan akan terus berlaku sampai hari kiamat tiba. Lalu untuk apakah hukum sebab akibat ini? Berikut ini akan kami kemukakan hikmah dibalik adanya ketentuan dasar hukum sebab dan akibat (kausalitas) yakni:

 

1.        Adanya hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) mengharuskan manusia mawas diri terhadap apa-apa yang dilakukannya. Hal ini dikarenakan dibalik setiap perbuatan yang kita lakukan terdapat sesuatu yang berdampak negatif ataupun dampak positif yang kembali kepada pelakunya.

 

2.        Adanya hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) kita tidak bisa menyalahkan orang lain atau bahkan menyalahkan setan (baik setan dari golongan jin ataupun setan dari golongan manusia) akibat adanya keburukan yang menimpa diri kita. Semua kesalahan yang menimpa diri kita akibat ulah diri kita sendiri, terutama kenapa mau ditipu oleh setan. Dan dengan adanya hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) berarti sebab bukanlah karena adanya sebuah akibat melainkan akibat merupakan karena adanya sebab.

 

Dari hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) ini, akan dapat diturunkan 4 (empat) hukum yang lainnya, sebagaimana dikemukakan di dalam laman “dalamislam.com” berikut ini:

 

1.        Hukum Keyakinan. Apapun yang kita yakini dengan sepenuh hati, maka ia akan menjadi kenyataan. Jika kita meyakini bahwa manusia itu baik maka niscaya kita akan menemui orang baik, namun sebaliknya jika kita meyakini manusia itu buruk maka kita akan menemui orang yang buruk. Hal ini juga sesuai dengan isi AlQuran yang mengatakan bahwa Allah SWT mengikuti prasangka hamba-Nya. Jadi berhati-hatilah dengan keyakinan.

 

2.        Hukum Harapan. Apapun yang kita harapan dengan penuh percaya diri akan menjadi harapan yang terpenuhi.

 

3.        Hukum Ketertarikan. Kita adalah magnet hidup yang menarik orang-orang, situasi dan keadaan yang sejalan dengan pikiran dominan ke dalam hidup kita.

 

4.        Hukum Kesesuaian. Dunia luar merupakan cermin dari dunia yang ada di dalam diri kita. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Hud  (11) ayat 15 berikut ini: “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Dan yang juga dikemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 86 sebagaimana berikut ini: “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”.

 

Inilah hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) yang berlaku di dalam hukum Islam dan semoga kita mampu menyadarinya dan mampu pula melaksanakannya.

 

Dan sebagai informasi tambahan bagi kita semua, setiap manusia yang terdiri dari jasmani dan ruh yang hidup di muka bumi ini maka ia terikat dengan 2 (dua) buah ketentuan secara langsung, yaitu:

 

1.        Terikat dengan ketentuan hukum Allah SWT selaku “Tuan Rumah” dari langit dan bumi ini, dalam hal ini Diinul Islam;

 

2.        Terikat dengan ketentuan hukum dimana kita berdiam diri, katakan kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti kita tidak bisa terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Hal yang harus kita ketahui dan pahami adalah jika kita melanggar ketentuan Allah SWT yang termaktub dalam Diinul Islam, katakan diri kita tidak mau shalat, tidak mau berpuasa ataupun tidak mau berzakat dan berhaji, tidak mau bersilaturahmi, bertuhankan kepada thagut maka pelanggaran ketentuan ini tidak mengakibatkan diri kita melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Namun, apabila kita melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia seperti melakukan tindakan korupsi, menipu, terorisme, penyalah-gunaan narkoba dan zat adiktif lainnya, perjudian, menyebarkan kebencian dan lain sebagainya maka kita telah melanggar 2 (dua) buah ketentuan secara langsung yaitu:

 

1.        Ketentuan Allah SWT yang termaktub dalam Diinul Islam dan juga;

2.        Ketentuan yang telah diatur oleh negara.

 

Dan apabila pelaku pelanggaran ketentuan hukum negara lalu seseorang dihukum penjara dalam periode tertentu berdasarkan ketetapan pengadilan bukan berarti diri kita telah lepas dari ketentuan hukum Allah SWT. Hukuman di dalam penjara bukanlah hukuman pengganti, bukan pula hukuman penebus atau sesuatu yang bisa disejarkan dengan kesalahan diri kita saat melanggar ketentuan hukum Allah SWT yang berlaku dan yang berarti urusan dengan Allah SWT belum selesai dengan dipenjaranya diri kita”. Sekali lagi kami kemukakan bahwa “Hukuman penjara yang kita jalani tidak mengakibatkan selesainya urusan diri kita dengan Allah SWT. Untuk itu bersiap-siaplah mempertanggungjawaban hal ini di hari berhisab kelak terkecuali diri kita melakukan taubatan”.  Selanjutnya bertanyalah kepada diri sendiri, sanggupkah kita menahan panasnya api neraka, atau sanggupkah kita memasukkan onta ke dalam lubang jarum? Jika jawaban ini kita tidak mampu maka katakan tidak kepada pelanggaran ketentuan hukum lalu jadilah abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang dibanggakan-Nya!    


Sebagai orang yang tidak pernah menciptakan dan memiliki langit dan bumi ini, maka tidak berlebihan jika kami mengatakan bahwa diri ini adalah orang-orang yang menumpang di langit dan di muka bumi ini. Lalu apakah patut orang yang menumpang justru menjadi musuh bagi pemilik langit dan bumi dengan melakukan tindakan-tindakan yang tidak sejalan dengan ketentuan dasar yang berlaku di muka bumi ini. Bahkan menempatkan diri layaknya pemilik dari langit dan bumi ini.