Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Minggu, 07 Januari 2024

AKHLAK DAN PENAMPILAN ORANG YANG TELAH BERTAUHID (PART 1 OF 2)


Sebagai orang yang telah melaksanakan syahadat ketauhidan dan juga syahadat kerasulan dalam satu kesatuan maka apa yang telah kita nyatakan, atau yang telah kita ikrarkan, atau yang telah kita janjikan harus tampil dalam hidup dan kehidupan yang kita jalani, sebagaimana orang yang telah melaksanakan mandi maka ia harus menampilkan hasil dari mandi yaitu mampu menjadikan diri ini sehat dan bersih lalu menjadi orang yang bersemangat. Hal yang samapun berlaku setelah diri kita bertauhid kepada Allah SWT. Dan inilah akhlak dari orang-orang yang telah bertauhid itu:

 

A.     HATINYA SELALU INGAT ALLAH SWT.

 

Orang-orang yang telah bertauhid, maka hatinya akan selalu mengingat Allah, dimanapun, kapanpun dan dalam kondisi apapun ia akan selalu mengingat (dzikir) kepada Allah. Hal ini berrbeda jauh dengan orang-orang yang masih sering dan banyak melupakan Allah dan mereka lebih banyak mengingat urusan rezeki, susah, senang dan masalah. Padahal hanya dengan mengingat Allah, maka hati ini akan tenang. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikuti ini: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. (surat Ar Rad (13) ayat 28).

 

Sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya di muka bumi, ada satu hal lainnya yang harus kita perhatikan yaitu ingat kepada Allah SWT (dzikrullah) bukanlah sekedar ingat. Akan tetapi ingat kepada Allah SWT haruslah ingat yang harus disertai dengan perbuatan yang sesuai dengan yang kita ingat. Katakan jika kita ingat Allah SWT adalah Maha Kaya, maka jika kita memiliki kekayaan yang berasal dari Allah SWT sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan di dalam kehendak Allah SWT, atau sudahkah sebahagian kekayaan yang kita miliki kita keluarkan hak Allah SWT kepada orang yang memerlukan, atau sudahkah kekayaan yang kita miliki kita pergunakan untuk membeli tiket masuk syurga atau jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru membawa diri kita ke Neraka Jahannam.

 

Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Besar tidak butuh dengan dzikir yang kita lakukan, melainkan kitalah yang sangat membutuhkan dzikir kepada Allah SWT. Jika kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka akan mampu menghantarkan diri kita mengenal siapa diri kita dan siapa Allah SWT yang sesungguhnya lalu mampu meng-hantarkan diri kita hanyalah sebagai hamba semata (abd) sedangkan Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh alam semesta (Rabb).

 

Dan agar diri kita mampu berdzikir yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian, atau pemaknaan dari berdzikir sebagaimana dikemukakan oleh Asfa Davy Bya” dalam bukunya “sebening mata hati: oase penyejuk jiwa dan pikiran” berikut ini:

 

1.   Dzikir itu adalah Warisan Rasulullah SAW. Seorang sufi bernama Sulaiman Ad Darani berkata, “Di syurga ada lembah lembah tempat para malaikat menanam pohon pohon ketika seseorang mulai berdzikir kepada Allah SWT. Terkadang salah satu malaikat itu berhenti bekerja dan teman temannya bertanya kepadanya, “Mengapa engkau berhenti? Malaikat itu menjawab, “sahabatku telah malas/kendur dzikirnya.” Sebagai orang yang beriman tentu kita tidak akan menjadikan kata kata di atas ini sebagai hiasan dalam buku harian atau menjadikannya kata kata mutiara untuk disampaikan atau dihadiahkan kepada teman. Akan tetapi kita harus bisa menjadikan kisah di atas untuk meyakini bahwa dengan berdzikir, diri kita akan mendapatkan manisnya keimanan yang akan membawa kita pada kebahagiaan dunia dan akhirat.

 

Dzikir merupakan warisan yang dibagi bagikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya, dalam sebuah riwayat, Abu Hurairah ra, berkata bahwa ketika masuk pasar, dia berkata, “Aku melihat kalian disini sementara warisan Rasulullah di bagian dalam masjid.” Orang orang lalu pergi ke masjid dan meninggalkan pasar. Setibanya di masjid mereka tak melihat warisan itu, lalu mereka berkata, “Wahai Abu Hurairah, kami tidak melihat warisan dibagikan di dalam masjid. Abu Hurairah balik bertanya, “Apa yang kalian lihat? “ Mereka menjawab, “Kami melihat sekelompok orang sedang berdzikir kepada Allah SWT dan membaca AlQur’an!” Abu Hurairah berkata, “ Itulah warisan Rasulullah SAW!”.

 

Sebagai umat yang telah diberikan warisan oleh Nabi Muhammad SAW tentunya kita harus bisa memanfaatkan warisan ini dengan sebaik baiknya, apalagi warisan ini adalah warisan yang tidak akan habis habisnya dimakan oleh waktu. Sepanjang kita mau menerima warisan ini maka sepanjang itu pula warisan akan diberikan. Untuk itu jadikan warisan ini sebagai modal dasar bagi kita untuk merasakan nikmatnya bertuhankan Allah SWT atau meraih kesuksesan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Amiin.

 

2.  Dzikir itu adalah makanan bagi orang orang yang mencari Tuhan. Dzikir dapat dikatakan sebagai makanan bagi orang yang mencari Tuhan, hal ini dikarenakan pedzikir itu sadar bahwa penyesalan akan tiba jika mereka lalai sedetikpun jika tidak berdzikir. Air mata tumpah di kesendirian tatkala tahajud merupakan saksi akan munajatnya pedzikir kepada Sang Khaliq. Muadz bin Jabal ra, pernah berkata: “Tidak ada yang disesali penghuni syurga selain ketika sesaat saja mereka tidak berdzikir kepada Allah SWT”. Menyesal adalah sebuah perasaan kecewa yang timbul dari hubungan sebab akibat. Rasa sesal pasti dimiliki oleh setiap anak manusia karena rasa sesal termasuk salah satu sifat dari jasmani manusia. Hal yang berbeda adalah bagaimana setiap manusia mengekspresikan bentuk penyesalannya. Adanya kondisi ini maka dapat dipastikan antara orang mukmin dibandingkan dengan orang kafir tentu akan berbeda cara melampiaskan penyesalannya.

 

Bagi orang kafir atau yang tidak beriman selalu mengkaitkan penyesalannya dengan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan dan kepentingan duniawi. Misalnya, dia menyesal karena telah salah dalam membuat perhitungan sehingga dia mengalami kerugian. Penyesalan itu biasanya dibarengi dengan berbagai tindakan yang menyesatkan seperti, pergi ke bar untuk menghilangkan pikiran dengan meminum alkohol atau mengkonsumsi narkoba, bahkan ada yang terjun bebas dari bangunan tinggi untuk menghabisi dirinya. Menyesali diri atas setiap perbuatan dosa yang telah dilakukan di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT karena kita sesungguhnya masih diberi kesempatan olehNya untuk memperbaiki diri.

 

Untuk itu, kehidupan dunia haruslah dipandang sebagai ladang akhirat, makin banyak kita menanam amal di dunia, insya Allah kita akan menuai hasilnya di akhirat kelak. Dan penyesalan yang amat dahsyat sesungguhnya terjadi ketika kita belum sempurna bertaubat saat malaikat maut datang menjemput. Tidak ada penyesalan yang melebihi dari semua penyesalan yang ada di dunia ini ketika kita wafat dalam keadaan suul khatimah.

 

3.  Dzikir itu adalah sarana bagi kita untuk mendapatkan syurga. Agar dzikir yang dilakukan oleh pedzikir mampu menjadi sarana untuk mendapatkan syurga, renung-kanlah dengan hati yang bersih lagi fitrah, hal yang kami kemukakan ini. Ketahuilah bahwa sementara kita berdzikir di muka bumi, pada saat yang bersamaan dengan itu para malaikat menanam pohon untuk para pedzikir pedzikir di syurga untuk kepentingan para pedzikir. Para pedzikir pedzikir sesungguhnya juga tengah menikmati indahnya taman taman syurga melalui majelis majelis dzikir saat mereka di dunia minimal ia memperoleh ketenangan dan ketenteraman bathin (sesuatu yang sangat mahal hari ini) sehingga ia mampu hidup sesuai dengan kehendak Allah . Di samping itu, dzikir akan menjaga diri kita dari setiap ancaman dan menjadi pedang untuk membantai setiap musuh yang akan menggoda diri kita di dunia.

 

Imam Al Qusyairy berkata: “Apabila dzikir kepadaNya telah menguasai hati manusia, maka ketika syaitan datang mendekat, ia akan menggeliat geliat di tanah seperti halnya manusia menggeliat geliat manakala syaitan syaitan datang mendekatinya. Apabila ini terjadi, maka semua setan akan berkumpul dan mendatanginya seraya bertanya, ‘Apa yang terjadi padanya? Setan yang lain berkata, ‘Seorang manusia telah menghantam (dengan dzikir)nya!”. Dan ketika Rasulullah SAW dimikrajkan oleh Allah SWT, Nabi Ibrahim as, berpesan kepadanya, “Sampaikan salam untuk umatmu, beritahukanlah kepada mereka bahwa syurga tanahnya subur dan airnya sangat jernih, tetapi tanahnya kosong. Tanamannya ialah dengan membaca ‘Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar’ karena dengan demikian dia telah menanam pohon di syurga.” Dan pada kesempatan yang lain, ketika Rasulullah SAW sedang berjalan, beliau melihat Abu Hurairah ra, sedang menanam pohon. Ketika ditanya, dia menjawab: “Saya sedang menanam pohon.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Aku beritahukan kepadamu sebaik baik pohon, yaitu bacaan ‘La haula wala Quwwata illa billah’ karena akan menyebabkan tumbuhnya pohon di syurga. Jika ini kondisinya, ayo sekarang kita berlomba lomba menanam sebanyak banyaknya pohon di syurga mulai saat ini juga. Jangan biarkan pohon itu layu dan tidak berkembang karena ulah perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan. Lalu sudah berapa banyak pohon yang telah kita investasikan di syurga kelak?

 

4.  Dzikir itu adalah salah satu terapi bagi kalbu karena dzikir akan menye-hatkan ruhani. Orang yang dzikirnya sedikit pertanda bahwa hatinya sedang sakit, dan orang yang tidak pernah berdzikir hatinya telah mati. Dzikir adalah milik jiwa, yang menjai sulit diraih apabila kita berpaling kepada ego. Mengingat Allah bukanlah milik ego atau pikiran. Ego tidak memiliki keabadian. Sedangkan pikiran tidak dapat meraih dimensi cahaya di atas cahaya. Jadi, dzikir itu sesungguhnya adalah obat ruhani yang sekaligus inti jalan ruhani. Dzikir sebagai jalan ruhani atau jalan spiritual sebenarnya adalah jalan yang sangat sederhana. Intinya adalah, “Kalbu mencari Allah dan Allah mencari kalbu yang diperkuat dengan menjadikan diri kita sebagai hamba Allah SWT semata dan Allah SWT adalah satu satunya Rabb bagi diri kita. Ironisnya, mengapa masih banyak orang yang berdzikir, menangis, bertaubat dalam dzikir dan doanya, tetapi perilaku maksiatnya tak kunjung reda? Air mata dzikir dan air mata taubat pun menjadi sia sia. Air mata itu akhirnya menjadi bahan gunjingan bagi orang orang yang melihatnya.

 

Hal yang harus kita jadikan pedoman saat berdzikir adalah: Air mata bukanlah ukuran pertobatan dan lisan bukanlah jaminan pengakuan. Banyak orang yang berdzikir dengan lisannya, tetapi belum dengan hatinya.Untaian tasbih di tangan bukanlah jaminan bahwa hatinya juga bertasbih. Surban dan jubah putih  ataupun gamis panjang yang membungkus tubuh tidak menunjukkan bening dan putihnya hati si pemakai. Dzikir yang belum disertai dengan kehadiran hati telah membuka peluang pada pikiran, ego, dan hawa nafsu untuk melalaikan hati kita. Kita melupakan misi dari dzikir kita, tugas dan kewajiban personal kita. Kita tidak menghargai apa yang telah dikaruniakan kepada kita dan kita tidak mengenal nilai sejatinya. Dzikir kita kepada Allah SWT seharusnya tidak bergantung kepada kondisi internal atau eksternal diri kita.

 

Dunia ini akan selalu berupaya mencampakkan diri kita ke dalam jurang kealpaan. Dalam jurang ini kita diuji. Mereka yang ingat akan diingatkanNya, dan mereka yang lalai akan dilalaikanNya. Saat ini masih banyak manusia yang menjalani kehidupannya dalam kealpaan dan kelalaian. Mereka berdzikir tetapi tidak mampu mengenali sifat sifat ilahiah mereka secara sadar. Tak heran jika kalbunya sudah terjaga dan dalam dirinya telah tertanam benih dzikir, mereka sering berpaling dari jalan ruhani dan melupakanNya. Karenanya, tidak setiap pejalan ruhani dapat menemukan jalan pulang, begitu banyak pedzikir yang berpaling dari untaian dzikirnya.

 

Untuk itu jangan pernah belenggu hati kita dengan kealpaan dan kelalaian yang berkepanjangan. Berdzikirlah dengan lisan dan hati sehingga akal kita akan menterjemahkan nya ke dalam perilaku yang berdzikir atau pribadi yang berdzikir. Berdzikir yang demikian akan membentuk ketaqwaan kita kepadaNya sehingga tidak ada lagi celah bagi syaitan untuk menghembushembuskan bisikannya di hati kita. Mengingat Allah adalah satu satunya senjata kita untuk melawan kekuatan setan. Kita tahu bahwa setan tidak pernah tidur, mereka kuat, tetapi Allah SWT jauh lebih kuat. Dan dengan diri kita terus menerus mengingat Allah, hati kita akan terus terjaga sepanjang waktu. Dengan demikian tak ada ruang bagi setan untuk mencelakakan kita. Untuk itu jangan biarkan lidah dan hati ini lelah apalagi berhenti berdzikir. Jangan biarkan tangan ini malas bersedekah setiap pagi karena sedekah merupakan penolak bala. Jangan biarkan mata ini malas bangun malam untuk shalat tahajjud, jangan biarkan anak istri kita memakan makanan yang syubhat dan haram. Jangan biarkan setan menerobos pintu pintu hati yang telah bercahaya dengan dzikir.

 

5.  Dzikir adalah pembentuk akhlak yang mulia. Bukankah kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah dzikir? Bukankah kehidupan para sahabat, tabiin, tabiutabiin juga adalah dzikir? Tidak ada waktu yang tersisa dalam kehidupan mereka tanpa mengingat Allah SWT. Mulai dari bangun malam, berdiri mendirikan shalat, bermunajat di keheningan malam, mencari nafkah, hidup bermasyarakat, berkeluarga, mendidik anak, belajar, sampai dengan hal hal yang berhubungan dengan tata cara atau adab keseharian, semuanya penuh dan dimulai dengan kalimat kalimat dzikir. Ingat, tak ada satupun ajaran agama di dunia ini yang mengatur secara paripurna kehidupan manusia mulai dari lahirnya jabang bayi sampai wafat dengan dzikir dan doa, kecuali Islam.

 

Tak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan akhlak yang begitu sempurna, kecuali hanya agama Islam. Bukankah Rasulullah SAW diutus untuk menyempurna-kan akhlak. Sungguh banyak orang yang keliru. Mereka mengira bahwa hal terpenting dalam agama adalah mempelajari fiqih, menghafal AlQuran, wirid tiada henti, dan seterusnya. Mereka lupa bahwa tujuan utama dari semua ibadah (shalat, puasa, doa, dzikir, zakat, haji dan seterusnya) adalah untuk membenahi akhlak manusia. Kalau tidak, ibadah yang dilakukannya akan menjadi semacam latihan olah raga atau kebisaan semata atau penghapus kewajiban.

 

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan manusia pada hari Kiamat daripada akhlak yang baik.” (hadits riwayat Abu Dawud dan Ath Thirmidzi)

 

Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” (hadits riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad).

 

Benar Rasulullah SAW berkata bahwa air mata adalah wujud kasih sayang yang Allah tanamkan di hati para hambaNya. Tetapi tangisan dari Rasulullah tidak diikuti dengan perilaku buruk! Beliau adalah seorang yang lembut hatinya, baik saat beribadah maupun di luar beribadah karena hidupnya adalah ibadah. Sedangkan tangisan kita baru sampai tahap menyadari dosa dosa yang kita lakukan, atau baru sampai tahap mensyukuri nikmat yang Allah berikan, atau ada yang menangis karena jamaah kanan dan kirinya menangis, akhirnya ia ikut menangis.

 

Dan agar ibadah dzikir mampu sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah SWT, maka  ibadah dzikir yang kita lakukan setiap saat, haruslah dipahami sebagai salah satu sarana untuk mencapai akhlak yang mulia atau mampu menjadikan diri kita menampilkan penampilan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini (dalam hal ini Asmaul Husna).

 

6.   Dzikir itu adalah kunci pembuka pintu hati. Dzikir adalah kunci pembuka pintu hati. Apabila pintu hati terbuka maka muncullah di dalamnya pemikiran yang brilian dan juga kata kata hikmah untuk membuka mata hati. Bila mana mata hati telah terbuka maka tampaklah sifat sifat Allah serta kemahaan dan kebesaran Allah SWT di hadapan mata hati kita. Dzikir yang seperti ini sesungguhnya adalah dzikir kepada Allah berarti mengingat dan mengikatkan diri kepada sifat sifat Allah dan juga dengan kemahaan dan kebesaran Allah WT sebagai Tuhan yang berhak disembah dengan sebaik baiknya.

 

Dan sekarang katakanlah, Allah SWT adalah Dzat Pemberi Rezeki dan jika Allah SWT kita ingat sebagai Dzat Yang Memberi Rezeki berarti kita juga harus mengikatkan diri kepada sifat pemberi ini. Sehingga kita wajib meminta rezeki hanya kepadaNya dan setelah memperoleh rezeki maka kita wajib pula membantu sesama melalui infaq dan sedekah. Jika kita mampu melakukan berarti kita telah mampu membuka hati kita melalui dzikir, terutama melalui nilai kebaikan dari memiliki rezeki bukanlah pada saat saldo keuangan bertambah banyak melainkan saat mau berbagi rezeki kepada orang orang yang membutuhkan dari rezeki yang telah kita terima dari Allah SWT.

 

Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas, dzikir (mengingat Allah SWT) juga dapat kita katakan sebagai cara yang paling efektif untuk berdialog langsung dengan Allah sehingga membuat pedzikir atau hamba hamba-Nya mampu secara aktif berpartisipasi dalam komunikasi langsung dengan Allah SWT. Apalagi pedzikir yang sudah mampu menampilkan penampilan Allah SWT setelah mereka berdzikir berarti ia mampu membuat Allah SWT tersenyum bangga kepadanya. Adanya kondisi dzikir yang seperti ini tentu saja tidak bisa serta merta terlaksana karena kondisi spiritual dari pikiran atau hati dari setiap orang yang berbeda-beda dalam menerimanya. Kesemuanya sangat tergantung dari ketinggian atau kefitrahan spiritual yang dialami pedzikir pada saat berdzikir.

 

B.      SELALU MERASA BERDOSA.

 

Orang yang telah bertauhid tidak akan mungkin lagi melakukan dosa-dosa besar. Jangankan yang besar, dosa-dosa kecil pun tidak akan berani melakukannya. Jika ada dosa kecil yang tidak sadar dilakukan, maka dia akan segera beristighfar. Meskipun secara hakikat dia tidak melakukan dosa apapun, tapi dalam hatinya ia selalu merasa berdosa di depan Allah. Dia merasa dosanya begitu banyak, hingga membuatnya selalu memohon ampunan kepada Allah. Karena selalu intropeksi pada diri sendiri, orang yang bertauhid tidak akan disibukan oleh keburukan orang lain.

 

Hal ini sesuai dengan apa yang termaktub dalam surat Ali Imran (3) ayat 133-134-135 berikut ini: “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yan bertakwa. (yaitu) orang yang berinfaq baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkah (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mendzalimi diri  sendiri (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruska perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.

 

Berdasarkan ayat ini, setidaknya melekat pada diri mereka 4 (empat) buah sifat mulia pada diri orang yang bertauhid: Pertama, senang berinfak di kala lapang atau susah. Kedua, sanggup menahan amarah dan emosi. Ketiga, suka memaafkan orang lain. Keempat, jika berbuat keji atau menzalimi diri sendiri, mengingat Allah, memohon ampunan kepada-Nya serta tidak mengulanginya.


C. JIKA DIBERI NIKMAT BERSYUKUR DENGAN UCAPAN DAN AMAL PERBUATAN.

 

Bersyukur itu jangan hanya diucapkan oleh mulut dengan mengucapkan “Hamdallah” semata, tetapi harus dibuktikan pula oleh amal perbuatan. Intinya bersyukur tidak cukup dengan mengucapkan “Hamdallah” melainkan harus dibuktikan dalam perilaku atau perbuatan yang sesuai dengan harapan yang memberi. Salah satu contoh bersyukur dengan amal perbuatan yaitu memberikan sebagian rezeki yang kita dapat kepada orang-orang miskin, atau yang membutuhkan. Ketika diberikan nikmat, orang yang bertauhid selalu bersyukur dengan ucapan dan amal.

 

Dan dia sepenuhnya yakin kalau nikmat yang dimilikinya berasal dari Allah. Diberikan nikmat sehat, syukurilah dengan memanfaatkan sehat untuk beribadah secara sungguh-sungguh. Diberikan nikmat rezeki, manfaatkanlah rezeki di jalan Allah dengan menyantuni yatim dan orang-orang yang mengalami kesusahan. Diberikan nikmat ilmu, ajarkan ilmu kepada sesama tanpa ada yang disembunyikan dan tanpa pamrih. Itulah ciri yang benar dari bersyukur. Dan Alangkah hebatnya umat Islam ini jika setiap orang yang telah bertauhid mampu menjalankan konsep jika diberi akan bersyukur dengan ucapan dan amal perbuatan. Hal ini dikarenakan orang yang bertauhid pasti mampu melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

 

1.  Memberi bukanlah sebatas sedekah yang berasal dari harta kekayaan atau penghasilan semata;

2.  Memberi juga bisa kita lakukan dengan cara membela kaum dhuafa yang teraniaya melalui zakat (sedekah) yang berasal kekuatan atau kekuasaan yang kita miliki;

3.   Memberi juga bisa kita lakukan dalam kerangka untuk mengokohkan hujjah dan dalil dalil agama melalui zakat (sedekah) argumentasi dan kefasehan lidah yang kita miliki;

4.   Dan yang terakhir memberi juga bisa kita lakukan dengan cara mengajarkan ilmu pengetahuan yang melalui jalan zakat/sedekah ilmu pengetahuan yang kita miliki.

 

Apalagi jika apa-apa yang kami kemukakan di atas ini terlaksana tanpa diketahui oleh tangan kiri sewaktu tangan kanan memberi (maksudnya adalah berbuat dan bertindak secara ikhlas karena Allah SWT semata), yang mana kekuatannya sangat luar biasa dan hasil yang akan kita rasakan juga sepadan yaitu sangat luar biasa pula, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi bersabda; “Seseorang yang memberi sedekah satu dirham selama hidupnya, lebih baik baginya daripada memberi seratus dirham di waktu matinya”. (Hadits Riwayat Abu Dawud).” .

 

D.    JIKA DITIMPA MUSIBAH AKAN BERSABAR DAN TETAP BERSYUKUR

 

Tidak hanya urusan nikmat, urusan musibah dan cobaan pada hakikatnya berasal dari Allah. Orang yang jiwa tauhidnya sudah mengakar kuat meyakini hal tersebut. Ketika diberikan nikmat kita harus bersyukur dan ketika diberikan cobaan kita harus bersabar dan ikhlas menerimanya. Hal ini sejalan dengan jiwa dari hadits Nabi SAW yang mana beliau bersabda: “Perkara orang mukmin itu mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu`min; bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya, dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya. (Hadits Riwayat Bukhari Muslim).

Di samping itu, Allah SWT juga menjanjikan keutamaan besar bagi mereka yang mampu bersabar dalam menghadapi segala ujian (bala) ataupun musibah. Berikut ini akan kami kemukakan 3 (tiga) keutamaan dimaksud, yaitu:

 

1.    Mengangkat  derajat  dan  menghapus dosa, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Ujian senantiasa menimpa orang beriman pada diri, anak dan hartanya hingga ia bertemu Allah dengan tidak membawa satu dosa pun atasnya. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).”

 

2.  Tanda kebaikan dari Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah. (Hadits Riwayat  Ath Thirmidzi).”

 

3.     Memperoleh pahala yang tidak terbatas, sebagaimana firman-Nya berikut ini:  “…….. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (surat Az Zumar (39) ayat 10).

 

Itulah 3 (tiga) buah keutamaan dari orang-oramh yang mampu bersabar dan semoga diri kita termasuk orang-orang mampu memperoleh dan merasakan keutamaan dari sabar.

 

E.      SELALU MEMBALAS KEBURUKAN DENGAN KEBAIKAN.

 

Jika kita ingin jadi orang yang bertauhid, kita harus menunjukkan akhlak yang mulia. Salah satu contohnya adalah membalas keburukan dengan kebaikan. Jika ada orang yang memfitnah kita, mencaci maki kita dan berbuat sesuatu yang buruk kepada kita, jangan balas lagi dia dengan keburukan, tapi balaslah dia dengan kebaikan dimulai dari mendoa-kannya. Untuk itu ada baiknya kita memperhatikan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada kita.

 

Dikisahkan, setiap kali melintas di depan rumah seorang wanita tua, Nabi Muhammad SAW selalu diludahi oleh si pemilik rumah tersebut. Saat menerima perlakuan tak pantas itu, tidak pernah beliau mengeluarkan kata-kata kasar, apalagi memaki. Yang dilakukannya hanya tersenyum, lalu kembali berjalan.Namun, pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW melewati rumah wanita tua itu, tidak dijumpainya gangguan seperti biasa. Karena penasaran, beliau pun bertanya kepada seseorang tentang wanita tua itu. Justru orang yang ditanya itu merasa heran, mengapa beliau menanyakan kabar tentang wanita tua yang telah berlaku buruk kepadanya. Setelah itu Nabi SAW mendapatkan jawaban bahwa wanita tua yang biasa meludahinya itu ternyata sedang jatuh sakit. Bukannya bergembira, justru beliau memutuskan untuk menjenguknya. Wanita tua itu tidak menyangka jika Nabi mau menjenguknya.

 

Ketika wanita tua itu sadar bahwa manusia yang menjenguknya adalah orang yang selalu diludahinya setiap kali melewati depan rumahnya, ia pun menangis di dalam hatinya, “Aduhai betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjengukku.” Dengan menitikkan air mata haru dan bahagia, wanita tua itu lantas bertanya, "Wahai Muhammad, mengapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?" Nabi SAW menjawab, "Aku yakin engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau telah mengetahuinya, aku yakin engkau tidak akan melakukannya." Mendengar jawaban bijak dari Nabi, wanita tua itu pun menangis dalam hati. Dadanya sesak, tenggorokannya terasa tersekat. Lalu, dengan penuh kesadaran, ia berkata, “Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu." Lantas wanita tua itu mengikrarkan dua kalimat syahadat, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

 

Demikianlah salah satu kisah teladan tentang kesabaran Nabi Muhammad SAW yang sungguh menakjubkan dan sarat akan nilai keteladanan. Nabi SAW tidak pernah membalas keburukan orang yang menyakitinya dengan keburukan lagi, tetapi Nabi justru memaaf-kannya. Lalu bagaimana dengan diri kita yang telah menyatakan syahadat kerasulan, tentunya kita pun mampu melaksanakan hal ini dengan baik!.

 

F.      TIDAK TERLALU MENCINTAI DUNIA.

 

Jika kita telah mengaku bertauhid, seharusnya kita yakin kalau dunia ini hanya sementara, sementara di akhirat kekal. Oleh sebab itu, sudah seharusnya kita lebih mengedepankan urusan akhirat ketimbang urusan dunia. Namun kenyataannya tidak demikian. Karena tauhid dalam hati kita masih lemah, kita masih terlalu mencintai dunia ini. Kita tahu akan mati, tapi kita merasa tidak akan pernah mati, kita tahu hidup di dunia ini hanya sementara, tapi kita mencari harta seperti akan hidup selamanya.

 

Dan bagi orang yang bertauhid, dunia itu bukan untuk mencari kekayaan atau kesenangan, tapi sebagai jembatan untuk meraih keridhaan Allah dengan cara beramal shaleh dari waktu ke waktu selama hayat masih di kandung badan.

 

Agar diri kita tidak salah langkah, Allah SWT telah memberikan pedoman-Nya sebagai-mana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (surat Al Qasas (28) ayat 77).

 

Akhirnya diri kita tidak boleh tertipu oleh kehidupan dunia. Dan hendaklah kita mencurahkan waktunya untuk beribadah kepada Allah. Banyak manusia yang terlalaikan sehingga banyak waktu yang terbuang sia-sia hanya untuk mengejar dunia, waktu yang digunakan mulai dari pagi hingga malam hanya untuk mengurusi dunia, seperti mencari nafkah, dagang, kerja, lembur, mengerjakan tugas kantor serta menyalurkan hobbi (kesenangan sesaat).

 

Sedangkan rezeki itu datangnya dengan pasti, setiap anak yang lahir itu sudah membawa rezeki. Akan tetapi yang belum pasti adalah keadaan kita dihadapan Allâh pada hari Kiamat, apakah amal kita diterima atau tidak, apakah kita akan masuk syurga atau neraka. Oleh karena itu, jangan jadikan dunia ini sebagai tujuan. Orang yang tujuannya dunia akan dicerai beraikan dengan urusannya dan dijadikan kefakiran di depan pelupuk matanya. Sehingga ia selalu merasa kurang, tidak cukup, dan fakir, padahal Allah  SWT telah memberikan nikmat yang begitu banyak kepadanya.

 

Selain daripada itu, sebagai orang yang telah bertauhid maka kita harus bisa menempatkan diri bahwa kita adalah seorang perantau. Dimana seorang perantau yang menetap di negeri orang, suatu saat pasti akan kembali ke kampung halaman. Jika ini adalah konsep dasar merantau berarti hidup di rantau yang dilakukan oleh seseorang bukanlah tujuan akhir, akan tetapi tujuan sementara dalam rangka untuk mencari bekal pulang kampung atau untuk pembuktian diri atas keberhasilan hidup di rantau.

 

Adanya kondisi ini berarti kualitas hidup di rantau sangat berhubungan erat dengan keberhasilan di kampung halaman. Ini berarti segala apa yang kita lakukan saat hidup di rantau, akan mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan hidup di kampung halaman kelak. Sekarang bagaimana dengan diri kita yang saat ini sedang merantau ke muka bumi, apakah kualitas merantau yang kita lakukan saat ini akan memberikan dampak keberhasilankah atau memberikan dampak ketidakberhasilankah untuk pulang ke negeri akhirat? Agar diri kita berhasil menuju negeri akhirat yang bernama syurga, tentu saat ini kita harus mencari bekal sebanyak mungkin di dalam koridor ketentuan untuk masuk syurga.

 

Hal yang harus kita perhatikan adalah bekal untuk masuk syurga tidak sama dengan bekal untuk masuk neraka. Adanya perbedaan bekal untuk masuk syurga dan neraka, hal ini akan mempengaruhi pula pola kerja saat diri kita menjadi khalifah di muka bumi. Untuk itu sewaktu menjadi khalifah kita harus menentukan mau pulang kemanakah diri kita, apakah mau ke syurga ataukah ke neraka.

 

Jika pilihan kita adalah neraka jahannam, nomorsatukan kehidupan dunia, nomor-akhirkan kehidupan akhirat, atau cintai kehidupan dunia saja, lalu lalaikan kehidupan akhirat. Akan tetapi jika kita mengambil keputusan untuk pulang kampung ke syurga berarti kita tidak boleh mencintai dunia, kita tidak boleh menomor-satukan dunia, dengan mengakhirkan akhirat.

 

Apalagi Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan di muka bumi melalui surat Al Baqarah (2) ayat 204 berikut ini: “dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.” telah mengingatkan agar jangan sampai kehidupan dunia menarik hati kita sehingga mengabaikan kehidupan akhirat. Adanya peringatan dari Allah SWT seharusnya dapat menjadikan diri kita mawas diri saat menjadi khalifah di muka bumi karena kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang hakiki.

 

Yang menjadi persoalan saat ini adalah kita berkehendak untuk pulang kampung ke syurga namun perilaku hidup kita selalu tidak konsisten dengan apa yang kita hendaki. Seolah-olah dengan perilaku ziq-zaq, kadang baik kadang buruk, dapat menghantarkan diri kita ke syurga. Dan jika ini yang kita lakukan kita akan berada di daerah abu-abu, sedangkan Allah SWT hanya menetapkan hitam (neraka) atau putih (syurga) saja.

 

Untuk itu perhatikanlah firman Allah SWT sebagaimana berikut ini: Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (surat An Najm (53) ayat 29-30).”

 

Selain daripada itu Allah SWT juga mengingatkan kepada diri kita untuk tidak banyak bergaul dengan orang yang menomorsatukan kehidupan dunia dibandingkan kehidupan akhirat atau orang yang selalu menginginkan kehidupan duniawi. Hal ini agar diri kita tidak tergoda atau digoda oleh mereka sehingga maksud dan tujuan kita yang seharusnya pulang ke syurga justru berubah menjadi ke neraka Jahannam.

 

G. SELALU MEMOHON, SELALU MENGADUKAN PERSOALAN HANYA KEPADA ALLAH SWT.

 

Di dalam kehidupan sehari-hari, jika kita bekerja di suatu kantor tertentu lalu ditugaskan sebagai kepala cabang di daerah tertentu pula. Sebagai kepala cabang kita diharuskan untuk selalu berkoordinasi dengan kantor pusat sehingga kita harus selalu berjalan sesuai dengan arahan kantor pusat atau kita tidak diperkenankan untuk putus hubungan dengan kantor pusat. Selanjutnya dalam perjalanan waktu, terjadi suatu permasalahan di kantor cabang yang kita pimpin, apa yang harus kita lakukan? Kantor pusat akan membebankan segala tanggung jawab termasuk kerugian yang terjadi di kantor cabang kepada pimpinan cabang, jika segala sesuatu yang terjadi tidak pernah dilaporkan, tidak pernah dimusyawarahkan dengan kantor pusat.

 

Akan tetapi jika permasalahan yang terjadi di kantor cabang di koordinasikan, di laporkan ke kantor pusat, maka secara otomatis kantor pusat akan membantu, akan memberikan masukan, atau bahkan akan mengambil alih persoalan yang terjadi di kantor cabang yang kita pimpin. Sekarang bagaimana dengan kedaaan diri kita yang saat ini sedang melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi? Ketentuan yang sama juga berlaku pada saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Dimana Allah SWT tentu akan memberikan bantuan dan pertolongan kepada diri kita sepanjang diri kita meminta perto-longan dan bantuan kepada Allah SWT. Jika manusia, termasuk diri kita enggan dan malas untuk memintanya maka Allah SWTpun akan enggan dan malas pula memberikannya.

 

Selanjutnya, jika yang kami kemukakan di atas ini  adalah kondisi dan keadaan dari hubungan antara Allah SWT kepada manusia yang  telah dijadikannya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi lalu apa yang harus kita lakukan jika kita yang telah bertauhid mengalami, menghadapi problematika hidup seperti masalah anak, masalah istri atau suami, masalah pekerjaan, masalah keuangan dan lain sebagainya? Jika kita termasuk orang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri dengan baik dan benar berarti kita telah menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan di alam semesta ini yang mampu menyelesaikan segala apapun problem yang kita hadapi.

 

Untuk itu jangan pernah sekalipun kita mengadukan segala persoalan hidup yang kita hadapi kepada selain Allah SWT. Adukanlah, laporkanlah, beritahukanlah apa-apa yang telah terjadi hanya kepada Allah SWT karena kita ada karena Allah SWT juga. Lalu mintalah jalan keluar yang terbaik kepada Allah SWT, atau mintalah perbaikan hidup yang terbaik kepada Allah SWT, termasuk untuk anak dan keturunan kita kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (surat Al Baqarah (2) ayat 144)

 

[96] Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.

 

Untuk maksud tersebut di atas, jangan pernah sekalipun diri kita melakukan tindakan atau perbuatan atau usaha-usaha sebagai berikut kepada Allah SWT, baik langsung ataupun tidak langsung, seperti :

 

1.  Jangan memalingkan wajah atau pandangan atau pengharapan atau permo-honan kepada Tuhan selain Allah  SWT dan jangan pernah memutuskan hubungan komuni-kasi dengan  Allah SWT serta jangan pernah sekalipun meninggalkan Allah SWT dan jangan pula sekalipun untuk mengadakan konfrontasi baik langung ataupun tidak langsung dengan Allah SWT.

 

2.    Jangan pernah menjadikan tuhan-tuhan selain Allah SWT apakah itu manu-sia, jin, harta, pangkat, jabatan, pekerjaan, atasan menjadi pelindung, menjadi penjaga, menjadi pemelihara diri kita sehingga mereka semua kita anggap segala-galanya diban-dingkan dengan Allah SWT.

 

3.     Jangan pernah menjadikan apa-apa yang telah dilarang oleh Allah SWT men-jadi sebuah petunjuk atau menjadikan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah SWT menjadi sesuatu yang dilarang sehingga hal-hal itulah yang kita jadikan pedoman sewaktu menjalankan tugas di muka bumi. Apabila ini yang terjadi maka kita akan sangat di sayang oleh syaitan sang Laknatullah.  

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, tahukah anda dengan hadits qudsi yang kami kemukakan berikut ini: “Abi Umamah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Pergilah hai Malaikat-Ku kepada hamba-Ku dan timpakanlah musibah diatasnya, lalu pergilah si Malaikat menimpakan musibah di atas si hamba Allah yang menerimanya dengan syukur dan segala pujian bagi Allah. Kembalilah Malaikat itu kepada Tuhan seraya berkata: Ya, Tuhan kami, kami telah menimpakan musibah di atasnya sebagaimana perintah-Mu, lalu berfirman Allah: Kembalilah kepadanya (hamba-Ku) karena Aku ingin mendengar suaranya. (HQR At Thabarani, 272:76)

 

Hadits di atas ini mengemukakan tentang Allah SWT yang memang sengaja atau memang telah membuat skenario tertentu untuk menilai kualitas para hamba-Nya melalui musibah atau cobaan. Jika ini adalah asumsi dari apa yang kita alami dan rasakan saat ini, siapakah yang sanggup melawan kehendak Allah SWT di atas dan  siapakah yang sanggup mencarikan jalan keluar persoalan yang kita hadapi. Lalu siapakah yang memiliki kemam-puan untuk menyelesaikan segala persoalan yang tengah kita hadapi jika semuanya berasal dari Allah SWT serta siapakah yang mampu menolong diri kita jika apa yang kita alami asalnya dari  Allah SWT?

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang telah mampu telah memiliki ketauhidan dalam diri dengan baik dan benar maka kita harus dapat menyatakan dengan baik dan benar pula bahwa hanya Allah SWT lah satu-satunya Tuhan yang ada di alam semesta ini yang mampu menolong diri kita. Hasil akhir dari ini semua sangat tergantung seberapa jauh tingkat keyakinan dari diri kita sendiri kepada Allah SWT. Semakin tinggi tinggi tingkat keyakinan diri kita maka akan semakin tinggi pula perhatian Allah SWT kepada diri kita. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tingkat keyakinan diri kita maka akan semakin rendah pula perhatian Allah SWT kepada diri kita.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar