Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 05 Januari 2024

KEWAJIBAN MANUSIA YANG TELAH MEMILIKI KETAUHIDAN DALAM DIRI (PART 2 of 2)

  

1.    Buah dari Sikap Istiqamah Dalam Diri. Istiqamah memiliki beberapa keutamaan yang ti-dak dimiliki oleh sifat-sifat lain dalam ajaran Islam. Diantara keutamaan dari sikap istiqamah adalah :

 

a.   Istiqamah merupakan jalan menuju ke surga. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata) . “Janganlah kamu merasa takut  dan janganlah kamu bersedih  hati dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan kepadamu. (surat Fushsilat (41) ayat 30).” Ayat ini dengan jelas mengemu-kakan bahwa istiqamah merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mendatangkan motivasi dan pertolongan Allah SWT kepada diri kita.

 

b.     Istiqamah juga merupakan amalan (perbuatan) yang paling dicintai oleh Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan di dalam sebuah hadits berikut ini: Dari Aisyah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit. (Hadits Riwayat Bukhari)”. Hadits ini mengemu-kakan tentang diperintahkannya diri kita untuk senantiasa beristiqamah sehingga perbuatan istiqamah dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari pengama-lan sunnah Nabi SAW.

 

c.   Istiqamah juga merupakan ciri mendasar dari orang-orang mukmin. Dalam sebuah riwayat digambarkan: Dari Tsauban ra, Rasulullah saw. bersabda, ‘istiqamahlah kalian, dan janganlah kalian menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu’ (baca; istiqamah dalam whudu’, kecuali orang mukmin.) (Hadits Riwayat Ibnu Majah)”.

 

Semoga 3 (tiga) buah dari pelaksanaan sikap istiqamah dalam diri mampu kita raih dan rasakan terutama di sisa usia yang kita miliki. Selain daripada itu, berikut ini akan kami kemukakan beberapa ciri-ciri (penampilan) dari orang yang telah memiliki sifat istiqamah dalam diri, yaitu:

 

a.        Mampu konsisten dalam komitmen untuk memegang teguh aqidah tauhid

b.     Mampu  konsisten  dalam komitmen untuk menjalankan ibadah baik yang mahdoh atau ghoiru mahdoh.

c.   Mampu konsisten dalam komitmen untuk menjalankan syariat agama, baik berupa perintah maupun larangan

d.   Mampu konsisten dalam komitmen untuk bekerja dan berkarya nyata dengan tulus dan ikhlas karena Allah SWT.

e.   Mampu konsisten dalam komitmen untuk selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan selama hayat masih di kandung badan.

 

Dan yang terakhir yang harus kita ketahui adalah bahwa Allah SWT menjanjikan balasan yang besar kepada orang-orang yang istiqamah. Hal ini sebagaimana dikemu-kakan dalam firman-Nya berikut ini: “Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al-Ahqaf (46) ayat 13-14)”. Dan kami berharap agar kita semua bisa istiqamah dalam segala hal yang dikehendaki oleh Allah SWT. Amiin.

 

E.  BERHATI-HATI TERHADAP HAL-HAL YANG BERTENTANGAN DENGAN KE-TAUHIDAN.

 

Seseorang yang telah bertauhid maka ia berkewajiban untuk mengenal (mengetahui) apa saja perkara yang bertentangan dengan tauhid dan berhati-hati terhadapnya. Agar ia tidak terjerumus ke dalamnya. Ilmu tentang hakikat tauhid tidak akan menjadi sempurna jika tidak disertai dengan ilmu tentang perkara-perkara yang bertolak belakang dengan tauhid. Dan tauhid tidak akan tegak jika padanya masih terdapat perkara-perkara yang berten-tangan dengannya, dalam hal ini perbuatan musrik dan syirik, yang mana keduanya adalah sangat bertentangan dengan ketauhidan. Untuk lebih mempertegas kedudukan diri kita dihadapan Allah SWT.

 

Berikut ini akan kami kemukakan hal-hal yang mengakibatkan diri kita bertentangan dengan ketauhidan (dan juga dengan Allah SWT) sehingga berada di dalam kehendak syaitan, yaitu:

 

1.    Akibat dari manusia tidak mau mematuhi perintah dan larangan Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” dan juga berdasarkan surat An Nahl (16) ayat 114 berikut ini: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni’mat Allah, jika kamu hanya kepadaNya saja menyembah.”

 

Di dalam kehidupan sehari-hari, rambu lalu lintas dibuat oleh kepolisian bukan untuk mencelakakan penggunan jalan. Berlaku atau tidaknya rambu lalu lintas sangat tergantung kepada penggunan jalan. Jika sekarang terjadi kecelakaan akibat pelanggaran rambu lalu linta, apakah pihak kepolisian dapat dipersalahkan? Kesela-matan di dalam berkendara adalah tanggung jawab diri kita sendiri apakah mau mematuhi atau apakah mau melanggar aturan lalu lintas. Resiko atas pelanggaran akan menjadi tanggung jawab diri kita masing-masing. ditilang atau terjadi kecelakaan adalah buah dari apa yang kita perbuat atas pelanggaran rambu lalu lintas.

 

Jika sekarang di dalam kehidupan sehari-hari saja berlaku ketentuan lalu lintas, selanjutnya bagaimana dengan larangan dan perintah Allah SWT? Hal yang samapun berlaku pada larangan dan perintah Allah SWT. Untuk itu ketahuilah bahwa larangan Allah SWT maupun perintah Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT karena Allah SWT tidak butuh dengan larangan ataupun perintah. Akan tetapi yang membutuhkan larangan maupun yang membutuhkan perintah adalah yang dilarang ataupun yang diperintah, dalam hal ini adalah diri kita. Adanya hal ini maka segala sesuatu yang terdapat di balik larangan ataupun sesuatu yang ada dibalik perintah kesemuanya untuk kebaikan diri kita yang mampu mematuhinya. Dan jika sekarang manusia, ataupun diri kita tidak sesuai lagi dengan kehendak Allah SWT maka sampai dengan kapanpun juga larangan dan perintah Allah SWT tidak pernah salah, yang salah adalah yang dilarang dan yang diperintahlah yang tidak mampu melaksanakan larangan dan perintah yang sesuai dengan pemberi larangan dan perintah.

 

2.       Manusia malas belajar, taklik buta dengan sesuatu yang baru, tidak mau menambah ilmu dan pengetahuan yang baru, apatis, apriori dengan sesuatu yang baru, memper-turutkan apa kata ulama tanpa mau memilah dan memilih, serta mempertahankan tradisi dengan mengabaikan syariat yang berlaku.

 

3.     Akibat manusia ditipu atau tertipu ajakan setan. Setan sebagai musuh utama manusia akan selalu menggoda dengan cara membisiki dan membujuk manusia untuk selalu melanggar apa yang telah menjadi larangan dan perintah Allah SWT. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Israa’ (17) ayat 64 berikut ini: “Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipun belaka.”

 

Untuk apakah setan melakukan itu semua? Setan yang telah mendapat restu dari Allah SWT untuk menggoda seluruh anak dan keturunan Nabi Adam as, tentunya wajib melaksanakan apa yang telah dimintanya kepada Allah SWT. Selanjutnya setan dengan segala tipu dayanya akan melakukan apapun untuk mengajak manusia ke luar jalan Allah SWT yang lurus. Lalu untuk apakan setan melakukan itu? Setan berkeinginan mempunyai teman di dalam mengarungsi bahtera kehidupan di Neraka Jahannam dan sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi keinginan setan tersebut, apakah mau menuruti ataukah tidak? Pilihan ada pada diri kita sendiri.

 

Sekarang diri kita sudah ada di muka bumi Allah SWT, berarti saat ini kita sedang melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang sedang menumpang di muka bumi. Untuk itu jadilah abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang tahu diri, yang tahu aturan main dan yang tahu tujuan akhir, terkecuali jika kita ingin dinilai tidak tahu diri oleh Allah SWT.

 

F.       TIDAK MEMBIKIN-BIKIN TUHAN SENDIRI.

 

Kewajiban orang yang bertauhid berikutnya adalah kita tidak diperkenankan sama sekali oleh Allah SWT untuk membuat-buat atau membikin-bikin adanya tuhan-tuhan baru selain Allah SWT sebagaimana yang terjadi pada waktu yang lalu dan jika ini sampai terjadi setelah diri kita melaksanakan syahadat ketauhidan berarti ada sesuatu yang salah di dalam syahadat yang kita laksanakan, dalam hal ini tidak mampu menjadikan Allah SWT adalah Tuhan yang Esa. Untuk itu kita wajib memperhatikan dengan seksama firman-Nya berikut ini: “Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan. Lalu pergilah pemimpin-pemimpin  mereka (seraya berkata), “Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir, ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan. (surat Sad (38) ayat 5-6-7).

 

Lalu seperti apakah tuhan-tuhan baru yang di buat oleh manusia itu? Untuk itu mari kita perhatikan apa yang dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan juga Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (surat AT Taubah (9) ayat 31).Ayat ini mengemukakan bahwa diri kita dilarang oleh Allah SWT untuk tidak menjadikan atau tidak mempertuhan  guru, ulama, pemimpin, ustadz, kyai, ajengan, tuan guru atau siapapun juga sebagai tuhan-tuhan pengganti selain Allah SWT ataupun menjadikan mereka orang-orang yang wajib dinomorsatukan dibandingkan dengan Allah dan Nabi-Nya. Serta kita juga tidak diperkenankan pula taklid buta terhadap mereka sehingga apa yang dimukakan oleh mereka semuanya mutlak kebenarannya. Padahal telah kita ketahui bahwa keberadaan guru, ulama, ustadz, kyai, ajengan, tuan guru maupun pemimpin dalam umat ini adalah sebuah keberkahan yang akan membawa kebaikan bagi umat.

 

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits Riwayat Ath-Tirmidzi; Ahmad; Ad-Darimi; Abu Dawud; Ibnu Majah;  Al-Hakim dan Ibnu Hibban). Hadits ini mengemukakan bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Merekalah yang meneruskan estafet dakwah para nabi dalam rangka meninggikan kalimat tauhid di muka bumi. Dan bukan berarti ulama ini adalah penerus dari kenabian. Akan tetapi, dengan berbagai keutamaan yang terdapat dalam diri seorang ulama, mereka tetaplah berbeda dengan nabi. Jika nabi itu ma’shum, maka ulama tidaklah ma’shum. Dan seorang ulama bisa saja tergelincir dalam suatu permasa-lahan. Maka yang wajib bagi kita adalah mengikuti apa yang sesuai dengan AlQuran dan hadits Nabi SAW, meskipun kita harus menyelisihi ulama yang tergelincir tersebut, meskipun mengaku keturunan Nabi SAW betapa pun kita mencintai dan menyanjungnya.

 

Selain daripada itu, berdasarkan surat Al An'am (6) ayat 144 yang kami kemukakan berikut ini: “dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (surat Al An'am (6) ayat 144).  

 

Orang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri dengan baik dan benar maka ia tidak dibenarkan untuk membikin-bikin hukum, atau membuat aturan-aturan yang bukan menjadi kewenangannya. Apalagi melakukan tindakan untuk menambah atau mengurangi atau menyesuaikan hukum-hukum atau ketentuan-ketentuan yang telah Allah SWT tetap-kan berlaku, dirubah untuk kepentingan diri sendiri atau untuk keuntungan kelompok tertentu saja serta tidak mau menghukum diri sendiri dengan hukum atau dengan ketentuan Allah SWT tanpa sebab yang dibenarkan oleh syariat.

 

G.     HATI-HATI TIDAK BERTAUHID MAKA KAFIRLAH DIRI KITA.

 

Kewajiban orang yang bertauhid selanjutnya adalah kita harus menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa setelah diri kita telah menyatakan syahadat ketauhidan dan syahadat kerasulan berarti diri kita telah menyatakan bahwa kita telah siap untuk bertuhankan hanya kepada Allah SWT Tuhan Yang Satu, Tuhan Yang Esa. Namun apabila kita tidak mampu menyatakannya dalam ucapan dan perbuatan maka kafirlah diri kita saat itu. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Maaidah (5) ayat 73 berikut ini: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”. Padahal sekal-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakana itu, pasti orang-orang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”  Ayat ini menyatakan bahwa konsep trinitas tidak berlaku di dalam konsep ketauhidan karena Allah SWT adalah Tuhan yang Esa. Dan jika sampai kita umat Islam melaksanakan konsep trinitas ini berarti kita telah melakukan perbuatan syirik dengan menduakan Allah SWT.  

 

Untuk menggambarkan kondisi dan keadaan tentang orang kafir, berikut ini akan kami kemukakan beberapa perumpamaan tentang orang kafir sebagaimana dikemukakan oleh “Al Hakim Al Tirmidzi” dalam bukunya, “Menyibak Tabir: Hal-Hal Tak Terungkap dalam Tradisi Islam”, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005 berikut ini:

 

1.      Lebih Keras daripada Batu. Hati orang kafir digambarkan oleh Allah SWT sebagai seke-ras atau bahkan lebih keras daripada batu. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 74 berikut ini: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu)  seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai  yang (airnya) memancar dari padanya. Adapula yang terbelah lalu keluarlah mata air  daripadanya. Dan adapula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” Selanjutnya Allah SWT menggambarkan  bahwa ada batu yang mengeluarkan air, terbelah atau jatuh karena takut kepada Allah. Dengan kata lain, batu saja tunduk dan tersungkur bersujud, sementara itu, hati yang keras tidak akan basah, tidak mau membuka diri serta tidak mau tunduk dan bersujud kepada Allah. 

 

2.    Bagai Tuli, Bisu dan Buta. Orang kafir tidak memahami makna kata-kata nasihat yang disampaikan kepadanya. Ia tidak mengerti makna ayat AlQuran dan ucapan bijak selain sebagai seruan kosong belaka. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan perumpamaan bagi (penyeru) orang yang kafir adalah seperti (pengembala) yang meneriaki (binatang) yang tidak mendengar selain panggilan dan teriakan. (Mereka) tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti. (surat Al Baqarah (2) ayat 171). Allah SWT selanjutnya mengatakan bahwa orang kafir itu “tuli” dari kebenaran sehingga tidak dapat mendengar petunjuk, “bisu” untuk mengucapkan kebenaran sehingga tidak dapat berbicara menurut petunjuk, serta “buta” dari kebena-ran sehingga tidak bisa melihat petunjuk. “Mereka tidak mengerti” ucapan Nabi Muhammad SAW dan tidak menghendaki kebenaran. Itu karena Nabi SAW mengajak mereka untuk bertauhid dan mengikuti nasihat-nasihat AlQuran.

 

3.     Bagai Pengembala dan Binatang Gembalaan. Inilah salah satu bentuk perumpamaan dari Nabi Muhammad SAW kepada orang kafir. Sang pengembala memanggil binatang gembalaan, namun binatang gembalaan hanya mendengar panggilan dan teriakan saja. Binatang gembalaan tersebut mendengar suara tanpa memahami maknanya. Begitulah orang kafir. Ia hanya mendengar nasihat-nasihat AlQuran tanpa memahaminya. Yang didengarnya hanyalah suara belaka.

 

4.   Keledai Si Pembawa Kitab. Allah SWT menyerupakan bangsa Yahudi dengan keledai, karena mereka tidak mempelajari dan mengetahui isi Taurat tetapi tidak mengamalkannya. Dengan begitu, mereka sebenarnya hanya melelahkan diri sendiri tanpa mendapat manfaat. Sebagaimana firmanNya berikut ini: “Perumpamaan orang orang yang diberi tugas disuruh membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab kitab tebal. Sangat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang orang yang zhalim (surat Al Jumu’ah (62) ayat 5).”  Di lain sisi, Allah SWT juga telah memberikan perumpamaan lain kepada keledai sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk buruk suara adalah suara keledai. (surat Luqman (31) ayat 19)


5.     Bagai Kalian dan Budak Kalian. Allah SWT membuat perumpamaan tentang syirik, se-bagaimana termaktub dalam surat Ar Ruum (30) ayat 28 berikut ini: “Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari diri kalian sendiri. Apakah di antara hamba sahaya yang kalian miliki ada sekutu dalam rezeki yang Kami berikan kepada kalian? Kalian sama dengan mereka dalam hal (penggunaan) rezeki. Kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian takut terhadap diri kalian sendiri. Demikianlah Kami menjelaskan ayat ayat bagi kaum yang berakal.” Apakah kalian menjadikan para hamba sahaya sebagai sekutu dalam apa yang Kami berikan kapada kalian? Kalian sama dalam hal itu. Kalian takut terhadap kecaman hamba sahaya kalian jika tidak mengikutsertakan mereka dalam penggunaan harta kalian sebagaimana kalian takut terhadap diri sendiri, yakni anak-anak dan kerabat yang menjadi ahli waris jika mereka tidak diberi warisan. Pengertian-nya, manusia tidak takut terhadap kesertaan budak dalam hartanya baik saat hidup maupun sesudah mati sebagaimana ia takut terhadap keluarga, anak-anak, dan kerabatnya. Demikianlah seluruh makhluk yang merupakan hamba Allah SWT. Dia tidak takut terhadap kesertaan hamba dalam kekuasaan-Nya.

 

6.    Budak yang Mengabdi kepada Banyak Tuan. Seorang yang beriman (seorang ahli tauhid) menyerahkan diri semata mata kepada Allah SWT, sedangkan orang musyrik menyerahkan diri kepada banyak tuhan. Bagaimanakan kondisinya di dunia selama ia melakukan ibadah yang sia-sia kepada mereka? Bagaimanakah kondisinya di akhirat? Ia dan para tuhannya berada di dalam neraka. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki laki (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh dari seorang (saja). Adalah kedua hamba sahaya itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (surat Az Zumar (39) ayat 29).

 

7.   Sarang laba-laba. Allah SWT membuat perumpamaan lain untuk orang kafir sebagai-mana firmanNya berikut ini: “Perumpamaan orang orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba laba, sekiranya mereka mengetahui. (surat Al Ankabut (29) ayat 41).” Mereka menyembah para pelindung yang tidak bisa memberikan manfaat kepada mereka di akhirat sebagaimana rumah laba laba tidak bisa melindungi laba laba dari panas dan dingin. Demikianlah ketidakmampuan berhala. Pantaslah Allah SWT berfirman, “rumah yang paling lemah adalah rumah laba laba.” Begitulah kondisi semua sesembahan selainNya. Jadi orang yang kafir terlepas dari hijab Allah. Ia keluar menuju Allah dalam keadaan telanjang tanpa busana. Semua aib dan keburukannya tersingkap di hadapan seluruh mata.

 

8.      Bagai Anjing. Inilah  perumpamaan  yang  tertuang  di dalam surat Al A’raf (7) ayat 175-176 dimana disebutkan bahwa perumpamaan orang yang telah diberi ayat-ayat Allah SWT lalu meninggalkannya. Ia seperti anjing. Jika dihalau atau dibiarkan, ia tetap menjulurkan lidah. Isa disamakan dengan anjing karena sama-sama mati hatinya. Dan orang yang disamakan dengan anjing karena jika melihat ayat-ayat Kami, tidak mau mengambil pelajaran apalagi mau mempelajarinya.

 

9.     Tanaman Musnah bagai Tak Pernah Tumbuh. Allah SWT berfirman, Perumpamaan ke-hidupan dunia seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu dengan air itu tanaman-tanaman bumi tumbuh subur. Diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga, apabila bumi telah sempurna keindahannya dan memakai perhiasan serta para pemiliknya mengira bahwa mereka menguasainya, tiba-tiba datanglah azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan tanaman-tanaman itu laksana telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin (sebelumnya). Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang berpikir. (surat Yunus (10) ayat 24). Allah SWT memperlihatkan kepada mereka kesudahan dan kefanaan dunia lewat berlalunya musim semi ketika mereka melihat bagaimana perhiasan dan keindahannya lenyap begitu saja. Begitulah dunia.

 

Inilah 9 (sembilan) buah perumpamaan tentang orang yang kafir dan kami berharap jangan sampai kita tergelincir oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga oleh syaitan sehingga kita termasuk dalam kategori orang-orang kafir.

 

Jamaah sekalain, selain adanya 7 (tujuh) kewajiban yang melekat pada diri kita setelah melak-sanakan syahadat ketauhidan dan syahadat kerasulan dalam satu kesatuan, kita juga harus mengetahui bahwa ajaran Islam sejak dini sangat menolak pembagian manusia (menilai manu-sia) berdasarkan kasta, ras, suku bangsa, keturunan, warna kulit, pangkat, kekayaan, jabatan yang mana hal ini sangat bertentangan dengan puluhan ayat dan juga hadits Nabi SAW yang semuanya mengarah ke makna kemanusiaan universal. Dan salah satu ayat yang dapat dikatakan paling gamblang berbicara tentang hal ini adalah firman-Nya yang termaktub dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 213 yang menyatakan: Manusia adalah umat yang satu, lalu Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri.Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah akan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”  

 

Ayat di atas ini dapat kita tafsirkan paling tidak kepada dua hakikat yang tidak dapat dipisahkan, yaitu:

 

1.    Semua manusia sama dari sisi kemanusiaannya, karena mereka adalah umat yang satu seba-gaimana ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW: “Semua kamu bersumber dari Adam dan Adam tercipta dari tanah.

 

2.     Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan, maka harus ada keragaman dalam jenis lelaki dan perempuan, profesi, kecenderungan, tingkat pendidikan, dan kesejahteraan agar mereka dapat saling membantu, dan tolong menolong sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (surat Al Hujuraat (49) ayat 13).”

 

Adanya kebutuhan seorang manusia tidak dapat dipenuhi, kecuali dengan kerja sama semua pihak. Manusia adalah makhluk sosial, mereka harus bekerja sama dan topang-menopang demi mencapai kebahagiaan dan kesejahteraannya.

 

Sekarang mari kita perhatikan surat Al Anbiyaa (21) ayat 21 berikut ini: Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” Lalu hubungkan dengan  ketentuan yang terdapat dalam surat Al Baqarah (2) ayat 213 di atas maka umat manusia menjadi terpecah tidak menjadi satu umat saja di dalam melaksanakan agama. Adanya perpecahan umat, apakah hal ini menjadi masalah bagi Allah SWT yang telah menyediakan 2 (dua) buah tempat kembali bagi manusia, yaitu syurga dan neraka. Adanya perbedaan ini juga untuk menseleksi siapa yang berhak menempati syurga dan juga neraka secara adil dan beradab. Selain daripada itu dengan adanya perbedaan ini maka janji Allah SWT kepada syaitan untuk menggoda dan mengganggu anak dan keturunan dari Nabi Adam as, dapat terpenuhi melalui proses hidup adalah sebuah permainan.

 

Dilain sisi, dengan adanya perbedaan kualitas antar umat manusia, ketahuilah bahwa Allah SWT berkehendak untuk menguji umat manusia berdasarkan karunia yang diberikan-Nya dan diperintahkan untuk saling berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan yang pada akhirnya akan diketahuilah kualitas masing-masing manusia. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan Kami telah menurunkan Kitab (AlQuran) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan. (surat Al Maidah (5) ayat 48).

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus bisa berlapang dada di dalam perbedaan-perbedaan yang memang dikehendaki oleh Allah SWT karena dibalik adanya perbedaan ada sesuatu yang dikehendaki Allah SWT dan jadikan perbedaan ini sebagai sebuah hikmah yang bisa menghantarkan diri kita ke syurga untuk bertemu dengan Allah SWT kelak.  Sebagai orang yang telah bertauhid dengan baik dan benar maka salah satu kewajiban yang harus ada di dalam diri adalah kita harus siap menerima segala perrbedaan-perbedaan yang terjadi pada diri manusia karena perbedaan adalah sunnatullah. Lalu nikmatilah perbedaan ini dengan rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dan semoga kita bisa selalu sesuai dengan kehendak Allah SWT melaui perbedaan-perbedaan yang terjadi pada diri manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar