C.
ILMU TAUHID ADALAH JALAN MENUJU KEPADA
ALLAH SWT.
Ilmu tauhid
(ketauhidan) merupakan jalan menuju kepada Allah SWT yang merupakan pokok
(pangkal) dari keselamatan hidup bagi umat manusia di dunia dan di akhirat
sehingga harus dijadikan sebagai prioritas utama yang diajarkan dan yang disampaikan
kepada umat manusia sebagaimana dakwah para Nabi dan Rasul-Nya yang diutus oleh
Allah SWT untuk umat manusia. Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman-Nya
berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku
tidak termasuk orang-orang musyrik. (surat Yusuf (12) ayat 108).”
Ayat di atas ini
dengan tegas mengemukakan tentang jalan menuju Allah SWT yaitu sebuah jalan yang
mengajak manusia kepada Allah SWT yang merupakan titik sentral bagi kesela-matan
hidup seorang manusia karena hanya melalui jalan yang diridhai Allah SWT
melalui petunjuk Nabi-Nya maka kita bisa selamat sampai tujuan (syurga). Namun
apabila kita menolak jalan yang telah ditunjukkan oleh Allah SWT melalui Nabi-Nya
kita akan termasuk orang-orang yang musyrik. Sekarang bisa kita bayangkan, kita
berharap keselama-tan hidup di dunia dan di akhirat (menuju syurga), namun
jalan yang kita tempuh (lalui) tidak kita ketahui baik dan buruknya, atau jalan
yang kita tempuh adalah jalan yang kita buat sendiri padahal syurga adalah
milik Allah SWT. Lalu bagaimana mungkin kita akan sampai ke tujuan (syurga)
kelak!.
Ayat yang kami
kemukakan di atas juga sejalan dengan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW yang apabila mengutus sahabatnya ke suatu negeri, maka beliau
selalu memerintahkan sahabatnya untuk mengajak penduduk suatu negeri bertauhid
terlebih dahulu, sebelum akhirnya mengajak mereka ke perkara-perkara yang lain.
Hal ini sebagaimana diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz bin
Jabal ra, ke negeri Yaman, beliau bersabda: “Sesungguhnya engkau akan
mendatangi kaum Ahlul Kitab, maka hendaklah pertama kali engkau mengajak mereka
beribadah kepada Allah –dalam satu riwayat- “Laa ilaaha Illallah” Apabila
mereka telah mengenal Allah, maka sampaikanlah sesungguhnya Allah telah
mewajibkan mereka shalat lima kali dalam sehari semalam. (Muttafaqun’alaihi).”
Sebagai orang yang telah melaksanakan ketauhidan atau yang telah memiliki
ketauhidan dalam diri maka sudah sepatutnya apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW kita
jadikan pedoman saat hidup di dunia ini.
D.
ILMU TAUHID ADALAH PONDASI
DASAR AGAMA ISLAM.
Ruang lingkup ajaran
Islam sebagaimana telah kita ketahui memiliki 3 (tiga) aspek penting yang
terdiri dari aspek akidah, aspek ibadah dan aspek akhlak, yang kesemuanya haruslah
berlandaskan ketauhidan yang murni. Hal ini menjadi penting karena ketauhidan merupa-kan salah satu syarat
diterimanya suatu pemikiran dan juga suatu amal perbuatan (ibadah) yang kita
lakukan dapat diterima oleh Allah SWT. Adanya kondisi ini maka ilmu tauhid (ketauhidan
dalam diri) dapat dikatakan pondasi dasar dari agama Islam yang akan menjadi
bekal, panduan hidup dan juga pedoman bagi seluruh umat Islam dalam melakukan
kewajibannya sebagai umat beragama saat hidup di muka bumi.
Ilmu tauhid sebagai
sebuah bekal dan panduan hidup maka ketauhidan merupakan ajaran yang paling
murni, suci dan agung, yang tidak saja sangat dibutuhkan oleh umat manusia,
tapi merupakan satu-satunya pegangan dan panduan hidup yang dapat mengangkat
harkat dan derajat kemanusian seseorang ke tempat yang tertinggi sesuai dengan
haknya yang paling azasi. Dan ini menunjukkan bahwa ketauhidan merupakan dasar
yang paling pokok dalam ajaan Dinnul Islam.
Ilmu tauhid sebagai pondasi
dasar maka ilmu tauhid haruslah kokoh dan kuat agar mampu menopang pondasi dari bangunan keimanan
dan ketaqwaan yang ada di dalam diri setiap manusia. Ilmu tauhid adalah konsep utama
dalam "Diinul Islam" yang di dalamnya telah menyatakan tentang Allah SWT
adalah Esa dalam setiap perkara apapun. Yang berarti setiap orang yang mengamalkan
dan melaksanakan ilmu tauhid secara otomatias akan menjauhi perbuatan syirik dan
musyrik yang merupakan konsekuensi dari dua kalimat syahadat yang telah kita ikrarkan
sebagai seorang muslim. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang Dia
kehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (surat An-Nisaa’ (4) ayat 48).”
Selanjutnya mari kita
perhatikan firman-Nya berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku hanya
mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi,
perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan)
kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu sedangkan Dia tidak menurunkan alasan
untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak
kamu ketahui. (surat Al A’raf (7) ayat 33).” Berdasarkan ketentuan ayat
ini maka dapat dikatatakan bahwa tauhid atau ketauhidan adalah perintah pertama
Allah SWT kepada umat manusia dan syirik adalah larangan pertama Allah SWT
kepada umat manusia.
Selain dari pada itu,
tauhid (ketauhidan) dapat dikatakan sebagai sebuah kebaikan yang paling besar
yang dilakukan oleh umat manusia untuk kepentingan umat manusia itu sendiri.
Hal ini berdasarkan ketentuan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Rasulullah
pernah ditanya, amalan apa yang paling utama? beliau menjawab: Iman Kepada Allah
dan Rasul-Nya. Rasulullah pernah ditanya dosa apa yang paling besar di sisi
Allah? Beliau lalu menjawab; Engkau menjadikan sekutu bagi Allah sedangkan Dia
yang mencipta-kanmu. (Hadits Riwayat Bukhari: 7520, dan Muslim: 86)”.
Sebagai seorang
muslim, tentu kita harus mampu meyakini diri bahwa ketauhidan adalah pondasi dasar
dari agama Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan
merupakan suatu syarat diterimanya suatu amal ibadah yang kita lakukan. Kondisi
tidak akan dapat terlaksana dengan baik dan benar jika ketauhidan yang kita
miliki terkonta-minasi dengan perilaku dan perbuatan syirik dan musyrik yang
kita lakukan. Dan agar diri kita tidak salah tentang perilaku dan perbuatan
syirik dan musyrik sudah seharusnya kita memiliki ilmu tentang syirik dan
musyrik sehingga kita tidak terjerumus ke dalam lembah kesyirikan dan
kemusyirikan.
Dan jangan lupa kita
wajib menerapkan dan melaksanakan aspek akidah, aspek ibadah dan aspek akhlak
dalam satu kesatuan. Hal ini menjadi penting karena jika kita analogikan sebuah
pohon, akidah adalah akar, ibadah adalah batang, dan akhlak adalah buah atau
bunganya. Andaikan kita ingin ibadah kita baik, maka milikilah akidah yang
kokoh dan jika kita ingin memiliki akhlak yang baik, kita harus melewati ibadah
yang baik dan rutin. Dan akhlak tidak mungkin terbangun dengan baik tanpa
rangkaian ibadah yang berkualitas. Ibadah tidak mungkin dilakukan dan
dijalankan tanpa akidah dan iman yang kuat. Sehingga puncak dari kokohnya akidah
dan keimanan seseorang terletak pada akhlaknya.
E. ILMU TAUHID ADALAH
DAKWAH YANG TERPERINCI.
Ilmu tauhid adalah
dakwah yang bersifat terperinci dan sebagai dakwah maka ketauhidan bukanlah
dakwah yang bersifat global yang hanya menyeru: ‘Mari bertauhid!’. Akan tetapi dakwah yang mulia ini juga memerinci
manakah yang termasuk ketauhidan dan yang manakah yang termasuk perilaku syirik
dan musyrik selaku lawan dari pada ketauhidan. Agar masyarakat luas mampu
mengetahui dengan baik dan benar tentang ketauhidan maka dibutuhkanlah peran
dakwah sehingga apa yang dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 21-22
berikut ini mampu dipahami oleh banyak orang dengan baik dan benar. Allah SWT
berfirman: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai
rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui. (surat Al-Baqarah (2) ayat 21-22).”
Dakwah memiliki
kedudukan yang sangat agung dalam ajaran agama Islam. Selain memiliki pahala
yang sangat besar bagi yang mengembannya, dakwah juga termasuk tugas para nabi
dan rasul. Siapa yang meniti jalan mereka maka akan mendapatkan apa yang para
nabi dan rasul dapatkan. Sampainya agama Islam kepada diri kita tidak lain
karena kegigihan Nabi, sahabat, dan para ulama dalam menyebarkan dakwah yang
mulia ini ke penjuru dunia
Dakwah juga bukan
perkara yang sederhana dan ringan. Untuk mencapai tujuan dari dakwah yang
hakiki, maka kita harus mengikuti metode dakwah para nabi dan rasul.
Orang-orang menawarkan perubahan dengan berbagai macam cara agar dakwah
diterima, ada memulai dengan politik, dengan alasan ketika kekuasaan ada di
tangan mereka, mereka mudah mengen-dalikan masyarakat menuju Allah, sehingga
dakwah yang mereka bawa selalu bermuatan politik. Sebagian yang lain memulai
dakwah dari ekonomi, akhlak, pendidikan, sosial, dan yang lainnya, tentunya
dengan tujuan agar dakwah diterima oleh kalangan masyarakat.
Dan jika kita
menengok dan membaca kembali kisah para nabi dan rasul, bagaimana mereka
berdakwah dan dengan tema apa yang mereka bawa, maka kita akan dapati dakwah
tauhid menjadi prioritas utama dalam berdakwah. Tak peduli penyakit apa yang
menjangkit masyarakat atau kaum, yang pasti tauhid menjadi tema utama adalah dakwah
ketauhidan. Karena mereka berdakwah ketauhidan berdasarkan wahyu dan tuntunan
ilahi bukan berdasarkan ahwa (hawa nafsu) sehingga digandrungi oleh masyarakat
luas.Sebagai orang yang telah memiliki ketauhidan dalam diri dengan baik dan
benar, ayo berperan aktif untuk bisa menyampaikan makna ketauhidan ke tengah-tengah
masyarakat saat ini juga.
Selain 5 (lima) buah pengertian dasar dari
ketauhidan yang telah kami kemukakan di atas, masih ada beberapa pengertian
mendasar dari katauhidan sebagaimana yang akan kami kemukakan berikut ini:
1. Tauhid adalah fitrah dari diri manusia yang sesungguhnya,
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah, disebabkan Dia telah menciptakan manusia
menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (surat Ar-Ruum: (30) ayat
30)”. Dan barangsiapa yang keluar dari asal (fitrah) ini maka itu
karena adanya sesuatu yang mempengaruhi dan merusak fitrah tersebut,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Semua bayi (yang baru lahir) dilahirkan
di atas fitrah (cenderung kepada Islam), lalu kedua orangtuanyalah yang
menjadikannya orang Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhari 1/465 dan Muslim no. 2658)
2. Tauhid adalah Hak Allah atas hamba-Nya. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits berikut ini: “Nabi SAW bersabda
kepadaku: Wahai Mu’adz! Tahukah engkau apa hak Allâh yang wajib dipenuhi oleh
para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi oleh Allâh?’ Aku menjawab,
‘Allâh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau bersabda, “Hak Allâh yang
wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah mereka hanya beribadah kepada-Nya dan
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Sedangkan hak para hamba yang
pasti dipenuhi Allâh ialah sesungguhnya Allâh tidak akan menyiksa orang yang
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah!
Tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?’ Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah kausampaikan kabar gembira
ini kepada mereka sehingga mereka akan hanya bersandar (kepada hal ini dan
tidak beramal shalih).” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 2856, 5967, 6267,
6500, 7373 dan Muslim, no. 30).
3. Tauhid adalah tujuan utama dari diturunkannya AlQuran ke
muka bumi oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya
berikut ini: “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan
rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah.
Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira
kepadamu daripada-Nya, dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan
bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang
telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai
keutamaan (balasan) keutamaannya.” (surat Huud (11) ayat 1,2,3)”.
4. Syekh Muhammad Abduh mengemukakan bahwa
ilmu tauhid (ketauhidan) adalah il-mu yang membahas tentang wujud Allah,
sifat-sifat yang wajib disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sama sekali
wajib dilenyapkan dari-Nya. Ilmu Tauhid juga membahas tentang rasul-rasul-Nya,
meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang boleh ditetapkan pada mereka
(rasul-Nya) dan apa yang terlarang dinisbatkan kepada mereka.
5. Husain Affandi Al
Jars
mengemukakan bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang memba-has hal-hal yang
menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan.
6. Muhammad bin Abdullah AL Habdan mengemukakan bahwa tauhid hanya akan ter-wujud dengan memadukan antara kedua pilar ajaran tauhid, yaitu penolakan (nafi) dan penetapan (itsbat).
7. Prof. M. Thahir A
Muin mengemukakan
bahwa ilmu tauhid adalah ilmu yang
me-nyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil, dan jaiz (bisa ya dan bisa
tidak) bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, juga mengupas
dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk
membuktikan adanya dzat yang mewujudkan.
8. Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa
ilmu tauhid berisi alasan-alasan dari akidah ke-imanan dengan dalil-dalil
aqliyah dan alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap golongan bid’ah yang
dalam bi’dah akidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan Ahlus sunnah.
9. Ilmu Tauhid adalah
ilmu yang mempelajari tentang Allah secara utuh dan kon-frehensif. Yang artinya ilmu
tauhid harus mampu menempatkan kedudukan dan kemahaan Allah SWT adalah segala-galanya
dan Allah SWT adalah Esa, Tunggal tak berbilang. Dan setiap muslim wajib mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah,
Sang Pencipta semesta alam dan segala isinya yang memiliki semua sifat
kesempurnaan. Selain meyakini sifat keesaan serta kesempur-naan Allah,
orang yang telah mempelajari dan menerapkan ilmu tauhid (ketauhidan) juga akan
meyakini kebenaran setiap ajaran Rasul-Nya. Dengan meyakini kebenaran
pengeta-huan yang diajarkan Rasul-Nya, berarti kita sudah meyakini keberadaan
Allah dan ajaran yang berasal dari-Nya.
10.
Ilmu Tauhid adalah
poros dakwah bagi perbaikan kualitas keimanan dan ketaqwaan umat manusia. Dalam hal ini ilmu
tauhid (ketauhidan) wajib dijadikan dakwah (pengajaran) bagi perbaikan mutu dan
kualitas keimanan dan ketaqwaan umat manusia terutama di dalam memerangi
perilaku musyrik dan perbuatan syirik, yang mana kemusyrikan dan kesyirikan
adalah suatu kemungkaran dan kedzaliman yang paling besar di muka bumi ini dan
juga karena syirik dan musyrik adalah lawan dari ketauhidan dan yang paling
dibenci oleh Allah SWT.
Adanya pemaknaan dan pengertian yang mendasar
tentang ilmu tauhid (ketauhidan) yang telah kami kemukakan di atas terlihat
dengan jelas yang kesemuanya menunjukkan bahwa ilmu tauhid (ketauhidan) adalah
sesuatu yang sangat mendasar (fundamental) dan harus menjadi prioritas utama
untuk kita pelajari, untuk kita hayati dan juga kita amalkan dalam hidup dan kehidupan
ini dan yang terakhir harus bisa kita ajarkan minimal kepada anak keturunan
dari diri kita sendiri dan semoga Allah SWT memudahkan usaha yang kita
laksanakan.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi
dan yang juga sangat membutuhkan ilmu
tauhid dalam hidup ini maka kita harus mengetahui dan juga harus memahami akan adanya
beberapa aspek yang wajib kita penuhi di dalam mempelajari dan menanamkan ilmu
tauhid dalam diri kita secara individual maupun dalam diri umat Muslim secara
keseluruhan, di antaranya sebagai berikut:
1. Meyakini keberadaan Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta,
dan juga Sang Maha Pemilik agar diri
kita terlepas dari sikap atheisme, atau tindakan peniadaan Tuhan, padahal Allah
SWT itu ada.
2. Menetapkan akan adanya keesaan Allah SWT, sehingga diri
kita mampu terhindar dari perilaku syirik maupun musyrik yang tidak lain adalah
lawan dari pada ketauhidan.
3. Menetapkan bahwa Allah SWT bukan jauhar (substansi atau
materi) atau ‘aradh (atribut materi), supaya diri kita terhindar dari sikap
penyerupaan Allah dengan mahkluk lain, atau Allah SWT bisa digantikan dengan
sesuatu (dalam hal ini digantikan dengan berhala).
4. Meyakini bahwa segala sesuatu tidak ada, sebelum Allah SWT
menciptakan dan membuatnya ada. Hal ini agar diri kita terhindar dari sikap
atau pendapat yang memper-cayai hukum sebab akibat (hukum kausalitas) dalam
penciptaan alam semesta dan isinya atau yang lainnya.
5. Menetapkan bahwa Allah SWT Maha Pengatur, bahwa apapun
yang terjadi sudah sesuai kehendak Allah. Hal ini supaya terhindar dari
pendapat yang menyatakan adanya thaba’i (hukum alam yang berlaku dengan
sendirinya).
Akhirnya melalui ilmu tauhid yang kita
pelajari dan pahami dengan baik dan benar maka akan dapat kita gunakan sebagai
pedoman untuk membedakan hal yang termasuk aqidah dan mana yang bukan aqidah;
mana yang tauhid dan mana yang syirik. Selain itu, keutamaan mempelajari dan
menerapkan ilmu tauhid dalam kehidupan sehari-hari juga dapat menjauhkan diri
dari kemusyrikan, mendudukkan soal wasilah, mendudukkan soal khilafah atau
politik dalam agama Islam. Dengan begitu, ilmu tauhid dapat menjadi pedoman
bagi setiap muslim dalam menjalankan kehidupannya dengan baik sehingga bisa terhindar
dari pikiran buruk atau su’uzhan terhadap Allah SWT.
Lalu kepada siapa kita harus belajar ilmu
tauhid? Agar diri kita memiliki ilmu tauhid (ketauhidan) yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT maka jangan pernah belajar ilmu tauhid kepada guru, kepada
ulama, kepada ustadz, kepada kyai, kepada syekh ataupun kepada manusia karena
mereka bukanlah pemilik ilmu karena ilmu itu adalah salah satu dari sifat
Ma’ani dari Allah SWT. Untuk itu belajarlah ilmu tentang Allah SWT hanya kepada
Allah SWT semata melalui Nabi-Nya dengan menempatkan guru, ulama, ustadz, kyai,
syekh dan yang lainnya hanya sebagai perantara di dalam melaksanakan aktivitas
belajar yang kesemuanya harus berdasarkan ketentuan AlQuran dan hadits.
Sebagai orang yang sangat membutuhkan ilmu
tauhid, atau ilmu-ilmu yang lainnya, ada baiknya kita memperhatikan dengan
seksama sebuah “pepatah china”
berikut ini: “Janganlah bertanya tentang laut
pada katak dalam sumur karena mereka memiliki batasan tempat tinggal. Janganlah
bertanya tentang musim dingin pada serangga musim panas karena mereka memiliki
batasan musim. Orang yang pengetahuannya sempit dan hubungan komunikasinya
sedikit, akan memperoleh batasan dalam pendidikan serta sulit diajar agar
mengerti”.Semoga kita mampu menempatkan Allah SWT sebagai narasumber utama
di dalam pembelajaran ilmu tauhid, atau pembelajaran tentang Diinul Islam. Dan
jangan lupa sebelum belajar apapun, kita wajib berdoa kepada Allah SWT sehingga
Allah SWT berkenan memberikan tambahan ilmu dan kecerdasan kepada diri kita
yang dilanjutkan dengan diberikannya pemahaman yang sesuai dengan kehendak-Nya
yang diikuti dengan mampunya diri kita melaksanakan apa-apa yang telah kita
pelajari dari waktu ke waktu selama hayat masih di kandung badan.
Dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT dan yang juga menumpang di
langit dan di muka bumi yang dimiliki oleh Allah SWT maka sudah sepatutnya kita
tahu diri bahwa kita bukanlah siapa-siapa, sehingga sudah sepatutnya diri kita
memiliki ilmu tentang Allah SWT selaku tuan rumah yang harus diikuti dengan
beriman kepada Allah SWT selaku pencipta, selaku pemilik serta selaku tuan
rumah di dunia dan di akhirat kelak. Lalu apa pentingnya ilmu dan iman itu bagi
diri kita?
1. Ilmu sangat penting dari diri ini karena ilmu akan mampu memberi
kekuatan yang menerangi peta jalan kehidupan dari Allah kembali kepada Allah. Sedangkan
iman menum-buhkan harapan dan dorongan bagi jiwa.
2. Ilmu mampu menciptakan
alat-alat produksi dan akselarasi, sedang iman menetapkan haluan yang dituju
serta memelihara kehendak suci.
3. Ilmu adalah revolusi
eksternal, sedang iman adalah revolusi internal.
4. Ilmu memelihara
manusia dari penyakit penyakit jasmani dan petaka duniawi, sedang iman
memeliharannya dari kompleks kejiwaan serta petaka ukhrawi.
5. Ilmu akan membukakan
mata hati dan akan menjadi penerang dalam kegelapan.
6. Ilmu akan menjadi
tenaga dalam kelemahan dan juga menjadi tataran dalam meniti tangga kemuliaan
dan kebaikan.
Akhirnya ketahuilah bahwa merenung demi mendapatkan ilmu
adalah setara dengan berpuasa di siang hari, dan beribadah di malam hari, taat
kepada Allah SWT, tekun dalam beribadah, tekun dalam tauhid, sopan dan santun,
menghindarkan diri dari segala yang meragukan, mengunjungi kerabat adalah
mungkin dilakukan dengan langkah ilmu. Halal dan haram juga diketahui dengan
ilmu dan ilmu adalah pemandu. Sementara amal mengikuti setelahnya. Ilmu menjadi
ilham bagi kebaikan dan menjauhkan diri dari kenistaan
.
Sekarang kita telah
mengetahui bahwa ilmu dan iman itu sangat penting bagi diri kita, ini berarti ilmu ketauhidan dan juga iman kepada Allah sangat
kita butuhkan saat diri kita hidup di muka bumi ini. Tanpa ilmu tentang Allah SWT
(tanpa ilmu tauhid) ini maka kita tidak akan pernah mengetahui apa dan
bagaimana Allah SWT serta kita juga tidak tahu bagaimana caranya meletakkan dan
menempatkan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini tanpa
mengurangi kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya.
Ketauhidan (tauhid) sebagai sebuah ilmu
dapat dikatakan suatu ilmu yang paling exact (pasti) di tengah-tengah semua
ilmu yang dikenal oleh manusia. Ketauhidan (tauhid) sebagai sesuatu yang
bersifat exact (pasti) maka ketahuhidan akan mengikat secara pasti kepada umat
manusia selaku yang diciptakan oleh sang pencipta, dalam hal ini Allah SWT. Selanjutnya
adanya ketentuan yang bersifat exact (pasti) berarti setiap ketentuan, hukum,
aturan, undang-undang yang telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam hal ini yang
tertuang dalam AlQuran yang tidak akan mengalami perubahan, AlQuran akan tetap
dan tertentu, sehingga seluruh ketentuan yang ada di dalamnya akan mengikat
para pihak, dalam hal ini manusia dan juga Allah SWT selaku pencipta dan
pemilik alam semesta ini. Akhirnya, seperti apa engkau mengenal Allah SWT maka akan
seperti itu pula Allah SWT akan hadir kepadamu. Jika saat disebut Asma Allah SWT terhembus dalam hatimu cinta dan
kerinduan kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa Allah SWT adalah sebagaimana yang
disangka oleh hamba-Nya.
Dan semoga kita semua
termasuk orang-orang yang dimaksud di dalam firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar
hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat)
imannya dan hanya kepada Tuhan mereka betawakkal. (surat Al Anfaal (8 ) ayat 2).”
Oleh karena itu jika saja yang terpikir dalam akalmu adalah ketakutan, azab,
api penyiksaan, maka ketahuilah bahwa saat itu pun engkau sudah berada dalam
ketakutan dan kobaran api. Dan sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, tidak ada jalan lain
bagi diri kita yang berkehendak untuk pulang kampung ke syurga yaitu
sebaik-baik tempat kembali maka kita diharuskan untuk memiliki ilmu tentang
ketauhidan sebaik mungkin saat hidup di muka bumi ini. Dan semoga buku ini
mampu memudahkan dan membukakan jalan bagi jamaah sekalian untuk memiliki ilmu
tentang ketauhidan ini yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar