Memiliki ilmu ketauhidan bukanlah perkara
mudah, semudah membalik telapak tangan. Memiliki ilmu ketauhidan butuh
perjuangan untuk mempelajarinya, namun sulit dan sukar untuk memahaminya
apalagi untuk mempraktekkannya dalam kehidupan nyata saat ini. Ilmu ketauhidan
sebagai ilmu dasar yang bersifat exact (pasti) bukanlah perkara mudah untuk
dipelajari, sekali belajar langsung mengerti. Mempelajari ilmu ketauhidan butuh
proses yang memerlukan waktu yang cukup lama, butuh perjuangan dan keseriusan
untuk memperolehnya serta tidak ada yang bersifat “cepat” apalagi “simsalabim”.
Di lain sisi, setiap manusia di dalam
melaksanakan suatu ibadah, atau di dalam melakukan suatu ketentuan dapat
dipastikan selalu dijalankan (dilaksanakan) berdasarkan pemahaman yang dimilikinya.
Dan yang pasti tingkat pemahaman seseorang tidaklah sama, melainkan memiliki
tingkatan yang berbeda-beda, tergantung latar belakang seseorang, tergantung
tingkat pendidikan seseorang, tergatung pengalaman hidup seseorang, tergantung
usia seseorang, tergantung tingkat perjuangan di dalam mempelajari sesuatu
serta tergantung kepada nilai-nilai yang dimiliki seseorang di dalam
melaksanakan suatu ibadah seperti menjalankan ibadah karena kewajiban ataukah
karena kebutuhan dan juga adanya tekad seseorang untuk merubah (meningkatkan)
pemahaman yang telah dimilikinya menjadi lebih baik lagi berkualitas.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah
SWT dalam surat An Najm (53) ayat 29-30 berikut ini: “Maka tinggalkanlah (Muhammad)
orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan dia hanya mengingini kehidupan
dunia. Itulah kadar ilmu mereka. Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.” Akhirnya dengan adanya perbedaan-perbedaan kualitas
pemahaman akan tampil pula perbedaan kualitas seseorang di dalam melaksanakan
ibadah ataupun melaksanakan apa-apa yang dikehendaki Allah SWT yang pada
akhirnya terjadilah seleksi alamiah terhadap seseorang dibandingkan dengan yang
lainnya tanpa terkecuali.
Lalu bagaimana dengan pemahaman tentang
ketauhidan seseorang? Hal yang samapun
berlaku dengan pemahaman tentang ketauhidan dalam diri seseorang. Semakin
berkualitas pemahaman ketauhi-dan seseorang maka semakin ma’rifatullah
seseorang dan semakin membutuhkan ibadah hanya kepada Allah SWT semata saat
hidupnya serta mampu menampilkan penampilan Allah SWT selaku manifestasi
dirinya adalah khalifah-Nya di muka bumi. Demikian pula sebaliknya, semakin
rendah kualitas pemahaman ketauhidan seseorang maka pengetahuan tentang Allah
SWT hanya ala kadarnya dan ala kadarnya pula saat melaksanakan ibadah.
Kondisi ini bukanlah suatu kesalahan yang
bersifat mutlak, melainkan sesuatu yang harus kita perbaiki dari waktu ke waktu
agar hasil akhir dari diri kita selaku abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi mampu dibanggakan oleh Allah SWT kelak. Semoga hal
ini menjadi kenyataan. Amiin.
Selanjutnya kami akan mengajak jamaah
sekalian untuk memperhatikan dan juga untuk merenungkan hal-hal yang berhubungan langsung tentang
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini, yang kesemuanya sebagai
pembuka jalan untuk memudahkan diri kita memiliki ilmu dan pemahaman tentang ilmu tauhid (ketauhidan) yang
baik lagi benar yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan inilah pembukan
jalan agar diri kita bisa memiliki ilmu ketauhidan dalam diri dengan baik dan
benar, yaitu:
A.
LIHATLAH HEWAN DAN
TUMBUHAN DI ALAM SEMESTA INI.
Berdasarkan surat
Ibrahim (14) ayat 19 berikut ini: “tidakkah kamu perhatikan,
bahwa Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? jika Dia
menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk
yang baru, (Surat Ibrahim (14) ayat 19).” Ayat ini mengemukakan
bahwa Allah SWT lah yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Lalu
Allah SWT menegaskan bahwa apa yang diciptakan-Nya itu dilakukan dengan hak,
dengan sungguh sungguh, dengan selalu mempertimbangkan segala sesuatu yang
menunjukkan kebesaran dan kemahaan dari Allah SWT itu sendiri.
Dan jika sekarang Allah SWT sudah menyatakan bahwa langit
dan bumi adalah ciptaan-Nya ini berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling
menguasai, Allah SWT yang paling tahu, Allah SWT yang paling mengerti dan Allah
Swt yang paling ahli tentang langit dan bumi dan juga berarti bahwa Allah SWT
lebih dahulu ada dibandingkan dengan apa apa yang diciptakanNya.
Di lain sisi, Allah
SWT melalui surat Al Hajj (22) ayat 64 berikut ini: “Kepunyaan
Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. dan
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT adalah
pemilik dari langit dan bumi sehingga Allah SWT sangat berkuasa mutlak atas
langit dan bumi yang telah diciptakannya. Selanjutnya dengan adanya ketentuan
yang tertuang di dalam surat Ibrahim (14) ayat 19 dan surat Al Hajj (22) ayat
64 di atas, ini berarti Allah SWT adalah pencipta dan juga pemilik dari langit dan bumi.
Jika sekarang kita telah mengimani Allah SWT adalah
pencipta dan pemilik dari langit dan bumi berarti kitapun wajib mengimani pula
bahwa segala ketentuan, segala hukum, segala aturan dan segala undang
undang yang berlaku di langit dan di
bumi adalah ketentuan, hukum, aturan dan
undang undang Allah SWT selaku pencipta dan pemilik. Selain daripada itu
dengan kita mengimani Allah SWT selaku pencipta dan pemilik berarti kita wajib
mengimani bahwa Allah SWT yang paling berkuasa mutlak di alam semesta ini.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah dengan seksama bahwa Allah
SWT sudah menunjukkan kepada diri kita inilah ciptaan-Nya lalu mampukah kamu
menciptakan seperti yang Allah SWT ciptakan? Jika diri kita ini diciptakan oleh
Allah SWT lalu siapakah kamu? Jika kita
termasuk orang yang memiliki akal sehat, memiliki hati yang bersih, maka kita
pasti mengakui kebesaran dan kemahaan Allah SWT dan dibuktikan dengan
pernyataan beriman kepada Allah SWT. Jika hal ini tidak terjadi berarti ada
sesuatu yang salah dalam diri kita dikarenakan komponen diri kita tidak
berfungsi sebagai mana mestinya seperti akal yang tidak bisa lagi membedakan
mana yang benar atau mana yang salah, ilmu yang tidak bisa menjalankan
fungsinya untuk berfikir dan perasaan (af’idah) yang hilang arah karena sudah
terpengaruh atau dipengaruhi oleh ahwa (hawa nafsu) dan juga syaitan.
Saat ini, kita hidup
di langit dan di muka bumi yang bukan kita ciptakan dan bukan pula kita miliki,
lalu harus bagaimana kita bersikap kepada pemilik dan penciptanya? Jika kita
termasuk orang yang tahu diri berarti kita harus bisa menyenangkan hati “Tuan
Rumah” (maksudnya Allah SWT) dengan mengimani Allah SWT, mempelajari ketentuan
yang telah ditetapkannya, lalu
melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT tanpa
dibantah, tanpa ditambah, tanpa dikurangi serta tanpa dipilah pilah.
Sekarang gunakan mata dan telinga serta perasaan kita
dengan rasa keimanan lalu renungkan dan
rasakan dengan kalbu kita dengan melihat segala apa yang telah diciptakanNya. Lalu apa perasaan
kita dengan apa yang kita lihat, dengan apa yang kita dengar, dengan apa yang
kita rasakan, apakah menjadikan diri kita sombong atau merasa hebat di rumah
orang lain? Adanya kondisi ini seharusnya menjadikan diri kita tawadhu, rendah
hati baik dihadapan Allah SWT maupun dihadapan manusia dan jika sampai kita
menjadi sombong dan angkuh di muka bumi berarti ada yang salah dalam diri kita
atau kita sudah keluar dari keftrahan diri.
Allah SWT selaku
pemilik dan pencipta alam semesta ini telah memerintahkan kepada diri kita
untuk melaksanakan ibadah Ikhsan, dengan menyembah Allah SWT seakan akan kita melihat
Nya, dan jika kita tidak dapat melihatNya, ketahuilah bahwa Allah SWT pasti
melihatmu, lalu apa yang anda rasakan saat melaksanakan ibadah seakan akan
dapat melihat Allah SWT? Jika pada saat
beribadah kita hanya mampu melihat ciptaan Allah SWT maka ibadah yang kita
laksanakan sebatas rutinitas belaka tanpa ada rasa kenikmatan bertuhankan
kepada Allah SWT dan itulah yang disebut ibadah hampa.
Ibadah baru terasa
menjadi sebuah kebutuhan jika kita mampu menempatkan dan merasakan tanda tanda
kebesaran dan kemahaan Allah SWT di setiap ciptaan-Nya dan ibadah baru terasa
sangat nikmat jika rasa keimanan mendominasi saat diri kita beribadah karena
kita tidak bisa dipisahkan dengan Allah SWT. Yang menjadi persoalan saat ini
adalah di posisi manakah diri kita, apakah baru mampu melihat Allah SWT atau
sudah mampu merasakan tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT melalui hati
ataukah sudah bisa merasakan keberadaan Allah SWT melalui keimanan yang ada di
dalam hati? Hal ini penting kita ketahui karena posisi ini akan sangat
menentukan hasil akhir dari ibadah yang kita laksanakan.
Di lain sisi, diri
kita juga adalah ciptaan Allah SWT; diri kita juga tanda tanda dari kemahaan
dan kebesaran Allah SWT dan juga diri kita adalah bagian dari kebesaran Allah
SWT yang tidak bisa dipisahkan dengan ciptaan-Nya dan juga tanda tanda-Nya,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah
kamu tidak memperhatikan. (surat Adz Dzariyat (51) ayat 21).” Lalu jika ini kondisi dan keadaan diri kita
yang sesungguhnya dihadapan Allah SWT lalu punya apakah diri kita yang saat ini
hidup menumpang di langit dan di bumi Allah SWT? Sebagai orang yang tidak
memiliki apapun juga, sebagai orang yang dalam posisi lemah sudah sepatutnya
dan sepantasnya beriman kepada Allah SWT dengan mematuhi segala perintah dan
larangannya saat ini juga. Lalu jadilah makhluk yang dibanggakan oleh Allah SWT
baik di dunia maupun di akhirat kelak, terkecuali kita sendiri memilih hal lain
yaitu berada di dalam kehendak syaitan.
Dan Apabila kita
ingin melihat berbagai keajaiban segala karya cipta Allah, maka kita bisa
mengamati dan memperhatikan dengan seksama dua buah ciptaan Allah SWT yaitu
binatang dan tumbuhan, seperti yang dikemukakan oleh “Dr Musthafa Mahmud” dalam
bukunya yang berjudul “Nikmatnya Melihat Allah”, yaitu:
1. Seekor kucing yang membuang kotorannya, tidak akan pergi
sebelum menutupi kotorannya itu dengan tanah. Lalu muncul pertanyaan, apakah
kucing tersebut mengerti dan memahami arti kebaikan dan keburukan?
2. Terkadang ada seekor kucing yang mencuri sepotong ikan,
sementara kedua mata-nya memancarkan rasa ketakutan. Apakah kucing itu memahami
peraturan? Atau apakah ada seseorang yang mengajarinya sepuluh perintah Tuhan
sebagaimana termaktub dalam kitab Taurat?
3. Seekor unta jantan tidak akan mengawini betinanya kecuali
di tempat yang tertutup dan tersembunyi dari pandangan manusia. Jika kebetulan
ada seseorang yang melihat dan memperhatikan apa yang sedang dilakukannya,
niscaya ia akan menghentikan dan menundukkan kepalanya ke tanah, karena merasa
malu. Apakah unta jantan tersebut memahami arti malu?
4. Begitu pula dengan nyamuk yang membekali kantung udara
bagi telur telurnya yang berada di rawa-rawa hingga dapat mengapung di atas
air. Lalu siapakah yang menginformasikan kepadanya tentang hukum Archimides?
5. Adapula ikan paus besar yang dapat membangun bendungan
dan beberapa serang-ga yang membangun sarang sarangnya yang mempunyai alat
pendingin, di mana lubang-lubang yang berada di bawah berfungsi sebagai tempat
masuknya hawa dingin, sedangkan lubang-lubang yang berada di atas berfungsi
sebagai tempat keluarnya hawa panas. Siapakah yang mengajarinya?
6. Lihatlah tumbuhan yang hidup dan berkembang dalam
lingkungan yang serba ke-kurangan nitrogen. Allah menganugerahkan kepadanya
berbagai kecakapan dan alat yang unik untuk dapat memangsa dan memakan
serangga. Terkadang tumbuh tumbuhan tersebut tercipta dengan daun-daun yang
licin, hingga serangga serangga yang menjadi mangsanya akan tertempel dan tidak
dapat bergerak lagi.
7. Pohon kaktus bukanlah termasuk spesies binatang dan juga
tidak memiliki pengetahuan seperti binatang. Tetapi, siapakah yang
memberitahukannya tentang bagaiman cara menyimpan air di dalam daun untuk
menghadapi kegersangang padang pasir dan minimnya air hujan?
8. Pohon pohon khas padang pasir yang membekali sayap bagi
biji bijiannya hingga akhirnya ia dapat terbang jauh terbawa angin seraya
mencari tempat berkembang biak di daratan rendah yang gersang.
9. Binatang jenis serangga ada yang dapat melontarkan bom
yang menimbulkan gas yang dapat membakar. Kemudian ia pun melemparkannya kepada
para musuhnya untuk menakut nakutinya.
10. Ulat yang dapat berubah ubah warna sesuai dengan
lingkungan dan kondisinya untuk mengelabui dan bersembunyi dari sergapan musuh.
Kunang-kunang yang dapat bercahaya di malam hari untuk menarik perhatian
nyamuk. Setelah nyamuk itu mendekat, maka secepat kilat kunang-kunang tersebut
memangsanya.
11.
Ada juga tumbuhan dipersenjatai dengan daun daun yang
berporos dalam bentuk gelas yang memiliki tembok-tembok halus dan licin, dimana
setiap serangga yang hinggap di daun itu akan terpeleset dan jatuh ke dalam
gelas yang penuh dengan getah pemangsa hingga akhirnya mati. Bahkan ada pula
tumbuhan yang dilengkapi dengan daun yang menyerupai jari jari yang dapat
bergerak ke sana sini. Kemudian ia akan menangkap dan mencengkeram segala
sesuatu yang berjalan di atasnya, dan selanjutnya menghisap darahnya.
Kondisi di atas ini tidak
dapat ditafsirkan begitu saja dengan akal. Terlebih lagi hal tersebut
berhubungan dengan tumbuh tumbuhan yang tidak memiliki akal dan taktik untuk
mencari makan. Namun tentunya, di sana ada akal dan aktor yang tersembunyi. Dialah Tuhan yang telah membuatkan dan
membekali semua makhlukNya dengan berbagai kelebihan dan keterampilan untuk mencari makan. Dan siapakah yang
mengajari semua itu tentang hikmah, ilmu kedokteran, moral dan politik? Juga,
mengapa kita tidak berani membenarkan ketika membaca dalam AlQuran bahwa Allah
yang mengajarkan itu semua. Sebab, dari mana semua makhluk itu memperoleh
pengetahuan tersebut jika bukan dari Allah, sang pencipta? Jika sudah seperti
ini keadaannya maka tidak berlebihan jika kita mengatakan dengan sejujur
jujurnya bahwa Allah SWT adalah sesuatu yang dapat dibuktikan dengan sesuatu
dan bukan sesuatu yang dapat dibuktikan dengan-Nya.
12.
Allah SWT adalah penjelas segala sesuatu. Dia adalah yang
Haq lagi Mutlak. Karena keterbatasan akal kita, kira pun meminta bukti dari
Allah seraya mencari dalilnya dari alam yang serba kurang ini. Kita bisa
mengambil bukti dari adanya cahaya matahari untuk mengetahui datangnya siang.
Meskipun kita memahami bahwa siang tidak aka nada kecuali dengan kehadiran
cahaya matahari. Dengan demikian, cahaya adalah kebenaran itu sendiri yang
menjelaskan dirinya dengan kehadiran dirinya sendiri tanpa membutuhkan adanya
perantara.
13.
Dialah yang mengeluarkan segala sesuatu ke dunia yang
nyata dan nampak. Segala sesuatu bergantung kepada-Nya untuk dapat menampakkan
diri, sementara Dia tidak membutuhkan apapun untuk menampakkan diriNya. Dengan
demikian, Dia adalah bukti bagi diri-Nya sendiri, sedangkan benda benda
tersebut tidak pantas menjadi bukti keberadaan-Nya. pabila kita bertanya kepada
hati kita tentang Allah, maka kita tidak perlu lagi berdebat ataupun meminta
bukti yang lain, karena Allah telah hadir dan bercokol di hati kita untuk
selama lamanya.
14.
Kita menuntut keadilan, kebebasan dan kemuliaan karena
kita yakin bahwa Allah ada di sana. Kita memerangi kedzaliman, kecurangan, dan
permusuhan, karena kita yakin bahwa Dia ada di sana. Kita rela berkorban dan
berupaya mati syahid, karena kita yakin bahwa Dia ada di sana. Di sana, Dia
selalu mendengar dan melihat. Dia untuk selamanya. Tidak ada tempat berlari kecuali kepada-Nya. Kemana saja Anda
memalingkan wajah Anda, maka tidak ada yang ada di sana melainkan wajah-Nya.
Mahaagung Allah, Tuhan kita, untuk kita buktikan keberadaan-Nya. Dan juga,
dengan apa kita akan membuktikan keberadaanNya? Bukanlah segala sesuatu berasal
dan kembali kepada-Nya? Hanya Dia yang Maha ada dan semua karya adalah ciptaan-Nya.
Dia adalah rahasia di balik rahasia. Dia tidak memiliki definisi dan tidak bisa
didefinisikan, karena Dia adalah sumber segala definisi. Dan tidak mungkin bagi
kita mengembalikan Dia kepada sesuatu.
15.
Allah ada di setiap
yang indah, pada saat fajar bersinar di pagi hari, pada saat merah sinar
matahari di sore hari, pada saat bunga mekar, pasa nyanyian burung, pada
keelokan bayi, dan pada benda benda yang luas seperti gelas gelas kelembutan. Meskipun demikian,
kita tidak boleh membatasi kebesaran Tuhan pada sebuah manifestasi. Karena,
Allah adalah yang Mahanyata dan bukan manifestasi. Ada perbedaan yang sangat
jelas antara yang nyata dengan manifestasi. Yang nyata itu akan tampak pada
segala manifestasi tanpa perlu memberi batasan. Dia akan muncul pada
manifestasi tersebut dengan segala sifat dan nama-Nya yang tidak ada
batasannya.
16. Ketika Anda berupaya membaca berbagai peristiwa dan
kejadian yang terjadi dalam kehidupan Anda, Anda menduga bahwa semua itu hanya
kebetulan saja. Akan tetapi, pada akhirnya Anda akan mengetahui bahwa setiap
peristiwa dan kejadian tersebut menpunyai arti. Semua itu merupakan suatu upaya
untuk melihat dan memahami Allah melalui ciptaan-Nya, dalam hal ini tumbuhan
dan hewan.
Melihat dan memahami
keadilan Tuhan dari balik kedzaliman yang tampak di depan mata juga merupakan
suatu upaya untuk melihat dan memahami keadilan dan kehendak Allah yang
tersembunyi. Akan tetapi, orang yang arif dan bijaksana mampu untuk memecahkan
rahasia ilahiah yang terdapat pada berbagai peristiwa tersebut. Selain itu, dia
juga akan dapat memahami kandungan, alur cerita, dan hikmah yang terdapat pada
rahasia tersebut.
Sebagaimana
Champollion, seorang arkeolog Perancis, yang mampu menyingkap rahasia huruf
Hieroglypha (huruf Mesir kuno) dan bahkan mampu memahaminya. Dengan demikian, jelas sudah bahwa setiap
benda itu ada artinya dan setiap peristiwa yang terjadi secara kebetulan itu
pasti memiliki kedudukannya sendiri dalam rencana Tuhan yang menyeluruh. Bagi
orang yang diberikan pemahaman dan pengertian yang mendalam, akan mengetahui
bahwa segala peristiwa yang terjadi di dunia ini tentu mempunyai hikmahnya
tersendiri. Yang terpenting bagi kita adalah bahwa kita mengetahui bagaimana
caranya membaca semua peristiwa itu dengan nalar dan mata hati dan bukan dengan
mata biasa.
Akhirnya, bagaimana
caranya kita dapat melihat dan mengenal Allah melalui karya-karya nyata-Nya? Bagaimana
caranya kita dapat melihat dan mengenal Allah melalui makhluk makhluk ciptaan-Nya?
Bagaimana caranya kita mengetahui apa yang tersembunyi di balik berbagai
peristiwa? Dan bagaimana pula caranya kita dapat memecahkan rahasia yang telah
ditetapkan Allah dalam buku catatan amal kita masing masing? Kesemuanya
ini merupakan contoh dari Ru’yah (melihat) dengan akal, mata hati dan
pemahaman. Inilah keuntungan
orang orang yang dapat melihat Allah, yaitu dapat melihat segala kebesaran dan
hikmah-Nya di alam semesta ini, serta memahami semua ciptaan-Nya.
Sementara itu, orang orang yang dekat dengan Allah SWT dan
yang selalu bersimpuh dihadapan-Nya, mempunyai keuntungan yang sangat besar, di
mana mereka dapat melihat Allah SWT dengan mata hatinya. Dalam penglihatan
seperti ini, semua tabir penghalang akan diruntuhkan, Tetapi, Dzat Ilahiah akan
tetap tertutup dengan berbagai cahayanya, sehingga ia tidak dapat dilihat
secara langsung ataupun dengan kasat mata dan yang pasti melalui uraian di atas
seharus mampu menghantarkan diri kita kepada pemahaman tentang ketauhidan bahwa
Allah SWT itu ada dan tidak akan mungkin ada segala ciptaannya jika Allah SWT
tidak ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar