Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa Ilmu
tentang Allah SWT adalah asas (dasar) dari segala ilmu pengetahuan. Hal ini
dikarenakan hanya Allah SWT adalah pencipta yang sekaligus pemilik dari alam
semesta ini sehingga Allah SWT sajalah yang paling tahu dan paling mengerti dan
yang paling berkuasa atas segala apa apa yang ada di alam semesta ini baik yang
nyata maupun yang ghaib. Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi seharusnya kita terlebih dahulu belajar tentang Allah
SWT selaku penciptan pemilik dari alam semesta ini sebelum diri kita belajar
tentang apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT.
Apabila kita mampu memiliki ilmu tentang
Allah SWT maka sudah barang tentu Allah SWT akan mengajarkan kepada diri kita
tentang apa-apa yang telah diciptakan-Nya sepanjang diri kita mau belajar
kepada-Nya. Akhirnya keberadaan segala sesuatu tidak akan mungkin bisa
dipisahkan dengan keberadaan-Nya sehingga seluruh jenis ilmu tanpa terkecuali akan
mengikuti ilmu tentang-Nya dan teramat sangat membutuhkan-Nya. Sehingga keberadaan
segala sesuatu sangat tergantung kepada-Nya, sebagaimana keberadaan sebuah
benda yang tergantung pada pembuatnya dan juga kepada pemiliknya.
Siapa yang tidak mampu mengenal Tuhannya,
maka bagaimana dia akan tahu tentang ciptaan-Nya termasuk kenal tentang dirinya
sendiri. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan jangan-lah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan
diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik,” (surat Al-Hasyr
(59) ayat 19). Ayat ini
mengemukakan suatu makna yang sangat indah, yaitu barangsiapa yang melupakan
Tuhannya niscaya Tuhan pun akan membuat ia lupa kepada dirinya sendiri.
Sehingga dia tidak mengenal hakikat dirinya dan kemaslahatannya sendiri.
Bahkan diapun lupa dengan apa saja yang akan
membawanya kepada kebaikan dunia dan akhirat. Dengan demikian, dia pun akan
rusak dan diabaikan seperti binatang. Bahkan, binatang lebih mengetahui
kemaslahatan dirinya karena mengikuti petunjuk (ilham) Sang Pencipta yang
diberikan kepadanya. Sedangkan orang tersebut keluar dari fitrah penciptaanya,
sehingga dia lupa akan Tuhannya terlebih dirinya sendiri.
Di lain sisi, mari kita perhatikan hadits
yang diriwayatkan oleh Masruq ra, ketika ia menemui Abdullah bin Mas’ud, ia
berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Manusia! barangsiapa mengetahui
sesuatu hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya. Barang siapa yang tidak
mengetahuinya, maka hendaklah ia mengatakan Allah-lah yang Maha Mengetahui.
Karena termasuk ilmu jika ia mengatakan bahwa Allah Maha Tahu,” (Hadits Riwayat
Bukhari).”
Berdasarkan hadits ini maka dapat kita
simpulkan bahwa mengenal Allah (ma’rifatullah) adalah asal dan puncak dari
segala ilmu. Ia adalah asas ilmu seorang hamba tentang kebahagiaan,
kesempurnaan dan kemaslahatan dunia dan juga kemaslatan akhirat. Tidak adanya ilmu,
dan tidak adanya pemahaman tentang Allah SWT akan mengakibatkan ketidaktahuan
tentang dirinya sendiri dan kemaslahatannya serta apa yang membersihkan dan
mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya di dunia dan di akhirat kelak. Dan Oleh karenanya, pemahaman tentang Allah
yang baik dan benar adalah pangkal kebahagiaan seorang hamba sedangkan
ketidaktahuan seseorang tentang Allah merupakan pangkal penderitaan hidup yang
berkepanjangan.
Lalu ketauhidan yang seperti apakah yang
dikehendaki oleh Allah SWT? Agar diri kita mampu memiliki pemahaman ketauhidan
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu kami akan mengajak jamaah
sekalian untuk memperdalam lagi tentang arti dan makna ketauhidan setelah diri
kita mampu melaksanakan syahadat ketauhidan dan syahadat kerasulan dalam satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, sebagaimana telah dikemukakan oleh “H.Bachtiar
Ma’ani” dalam bukunya “Let’s Know At Tauhid: Kisi Kisi Pembelajaran
Ilmu Tauhid” berikut ini:
A. DZAT, SIFAT DAN
PERBUATAN ALLAH SWT ITU AKTIF.
Hal
yang pertama yang harus menjadi ketauhidan di dalam diri adalah kita wajib
menyatakan bahwa dzat, sifat dan perbuatan Allah SWT kesemuanya bersifat aktif.
Allah SWT bukanlah Tuhan yang bersifat pasif (lupa dan mengantuk) di dalam
mengatur segala urusan makhluknya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah,
tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, yang terus menerus mengurus
(makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya yang ada di langit
dan yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa
izin-Nya. Dia mengetahui apa yang dihadapan mereka dan apa di belakang mereka,
dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang
Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar. (surat Al Baqarah (2) ayat
255).”
Dan
untuk dapat menunjukkan bahwa Allah SWT itu ada dan Allah SWT aktif sebagai
Tuhan bagi seluruh alam, kita juga bisa memperhatikan firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya
Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam di atas Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak
ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah,
Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran. (surat
Yunus (10) ayat 3).”
Kedua
ayat di atas ini telah menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT tetap dan
terus aktif untuk mengatur segala urusan yang terdapat di alam semesta ini,
yang dibuktikan dengan hadir dan tetap berlakunya hukum (aturan) yang mengatur
berbagai hal yang ada di dunia ini seperti arah gerak makhluk-Nya. Berbagai
makhluk yang ada di alam semesta memiliki fungsi dan peranannya masing-masing
untuk kestabilan alam. Misalnya serangga, burung, binatang, atau ikan memiliki
peran dan fungsinya masing-masing. Bila salah satu makhluk hidup punah, maka
akan berpengaruh terhadap kestabilan mata rantai kehidupan makhluk.
Sekarang
kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungi hal-hal berikut ini yang
menunjukkan bahwa Allah SWT itu ada dan aktif adanya sampai dengan kapanpun
juga, yaitu:
1. Tidak ada satupun
makhluk hidup ada dengan sendirinya sehingga setiap makhluk hidup yang ada,
tidak ada sebelumnya. Oleh sebab itu, setiap kehadiran (keberadaan) makhluk hidup
menunjukkan akan adanya pencipta.
2. Adanya Allah SWT dibuktikan
dengan adanta keindahan ciptaann-Nya serta kese-imbangan komposisinya. Misalnya
organ tubuh mulai dari kepala, tulang, kulit, dan daging. Bayi yang baru
dilahirkan mempunyai tulang kepala yang lunak, tapi akan keras seiring dengan
bertambahnya usia.
3. Alam semesta ini bukti
adanya Allah SWT juga ditemukan dalam sesuatu yang ba-ru ada di dunia. Di alam
semesta ini banyak sekali hal-hal yang sangat kompleks yang sulit untuk
dipahami oleh manusia. Untuk dapat memahaminya, seorang manusia membutuhkan
usaha yang keras. Mulai dari mengamati adanya atom air, perkem-bangan embrio,
pemenuhan makanan manusia lewat pusar dan payudara, struktur kerangka, kerajaan
semut, sarang lebah, dan lain sebagainya.
4. Adanya pancaindra manusia, mulai dari indra pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan
peraba yang sejatinya tidak ada bila tidak dikaitkan dengan sesuatu yang
benar-benar ada wujudnya. Kemudian penciuman, rasa, suara, pemandangan tidak
akan ada bila tanpa penciptaan indra, apalagi merasakan enaknya makanan.
5. Adanya pergantian
siang dan malam serta pergantian musim. Siang untuk ber-aktivitas dan malam
untuk beristirahat. Siang dan musim panas merupakan suatu kondisi untuk
memperoleh kehangatan supaya tidak membeku, sementara malam dan musim dingin
supaya makhluk tidak terbakar. Musim gugur menyuburkan tanaman dan hutan
membuat tanah, buah, dan rumput tumbuh subur.
6. Adanya hujan juga mejadi salah satu bukti aktifnya Allah SWT. Sebab, dengan menurunkan hujan,
bumi akan menjadi hidup. Angin yang menggiring awan dan membawa hujan, sehingga
setiap sisi bumi mendapatkan air untuk berlangsungnya kehidupan dan terjadinya
sirkulasi air dari satu tempat yang lainnya serta dalam kerangka menambah
jumlah air bagi kepentingan makhluk-Nya.
7. Bukti keberadaan Allah lainnya adalah mampu memelihara kehidupan dengan menyediakan
makanan dan minuman yang dibutuhkan makhluk-Nya, adanya mata pencaharian,
mengatur urusan manusia di darat dan laut.
Itulah 7 (tujuh) bukti bahwa Allah SWT ada
dan aktif di alam semesta ini dan yang kesemuanya mampu kita rasakan secara
langsung lalu apakah hal ini tidak menjadikan diri kita bertauhid kepada-Nya!
Agar diri kita mampu membuktikan
sendiri-sendiri secara langsung bahwa dzat, sifat dan perbuatan Allah SWT itu
aktif bersama diri kita. Maka kita bisa merasakannya melalui apa yang terjadi
di muka bumi ini, yaitu melalui adanya ujian dan cobaan; melalui adanya
musibah seperti banjir dan kebakaran; adanya bencana; adanya kesusahan serta
adanya wabah penyakit yang sedang melanda seperti pandemi covid-19.
Adanya kondisi yang
tidak menyenangkan lagi mengkhawatirkan yang dihadapi oleh manusia, maka dari
sinilah kita akan bisa merasakan bahwa Allah SWT itu ada dan aktif dengan
segala kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya. Lalu dimanakah letak aktifnya
kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu?
Allah SWT akan terasa
ada dan aktif kepada diri kita sewaktu diri kita melakukan suatu proses meminta
pertolongan dan meminta bantuan kepada Allah SWT atas apa-apa yang terjadi pada
diri kita. Kondisi ini dipertegas oleh Allah SWT sendiri melalui surat Al
Baqarah (2) ayat 168 berikut ini “dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Ayat ini
menegaskan bahwa Allah SWT sendirilah yang memperkenankan diri kita untuk
berdoa kepada-Nya untuk meminta pertolongan dan bantuan dan yang menunjukkan
bahwa Allah SWT siap memberikan pertolongan dan bantuan hanya kepada orang yang
memohon sesuatu kepada-Nya serta yang mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan-Nya.
Lalu apa yang
terjadi pada diri kita setelah diri kita mampu berdoa kepada Allah SWT? Adanya
doa yang kita panjatkan dan mohonkan kepada Allah SWT maka akan terasa ada
sesuatu yang lepas dari dalam dada kita, dalam hal ini kesempitan. Kita merasa
nyaman setelah berdoa dan kemudian merasa siap dan tenang dalam menghadapi
apa-apa yang terjadi. Jika ini terjadi pada diri kita berarti Allah SWT itu
memang aktif adanya yang dibuktikan dengan adanya sesuatu yang masuk ke dalam
diri kita yang berasal dari Allah SWT. Apakah hal ini tidak kita sadari sewaktu
pancaran ilahi masuk ke dalam relung hati sanubari kita! Lalu apakah kondisi
ini tidak mampu menghantarkan diri kita mampu beriman dan bertaqwa hanya kepada
Allah SWT!
B.
HANYA ALLAH SWT SAJA
YANG ADA DI ALAM INI.
Hal yang kedua yang harus menjadi ketauhidan dalam diri adalah mampu
menjadikan hanya Allah SWT saja yang ada di alam ini. Hal ini dikarenakan hanya
Allah SWT sajalah pencipta dari langit dan bumi beserta isinya dan
yang berarti Allah SWT sajalah yang paling
ahli, yang paling tahu, yang paling mengerti, yang memiliki konsep tentang
langit dan bumi, yang paling paham tentang itu semua adalah pencipta dari itu
semua, dalam hal ini adalah Allah SWT. Lalu dapatkah keberadaan langit dan bumi
beserta isinya termasuk di dalamnya ada jin, iblis, syaitan dan malaikat, bisa dipisahkan
begitu saja dengan ilmu, kehendak dan kemampuan dari Allah SWT?
Langit, dan bumi beserta isinya, jin, iblis,
syaitan dan malaikat sebagai ciptaan Allah SWT maka ia tidak akan mungkin dapat
dipisahkan dengan ilmu, kehendak dan kemampuan Allah SWT sampai kapanpun juga.
Sehingga keberadaan langit dan bumi,
syaitan, jin, iblis dan juga malaikat bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil
keberadaannya, namun sudah ada di dalam ilmu Allah SWT.
Sekarang apakah langit dan bumi yang ada saat ini, hanya sekedar ciptaan Allah SWT
belaka, atau adakah hal-hal lainnya selain daripada itu? Di dalam setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT ketahuilah bahwa
disana terdapat 2(dua) dimensi lainnya yang terdapat di balik ciptaan yang
diciptakan oleh Allah SWT, yaitu:
1. Dimensi yang pertama adalah segala apa-apa yang
diciptakan oleh Allah SWT merupakan tanda-tanda
dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu sendiri. Apa dasarnya? Adanya ciptaan
merupakan bukti dari adanya kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT yang sangat maha
dan dengan kemahaan itulah diciptakanlah langit dan bumi beserta isinya, atau
dengan kata lain ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT yang sudah
dituangkan ke alam semesta, sedangkan yang masih ada pada Allah SWT tidak akan
pernah berkurang sedikitpun karena Allah SWT Maha dan akan Maha selama-lamanya.
2. Dimensi yang kedua adalah dibalik setiap ciptaan
yang diciptakan oleh Allah SWT, apakah itu langit dan bumi, apakah itu manusia,
apakah itu jin, malaikat, syaitan, tumbuhan, air, udara, disana ada Allah SWT. Adanya
kondisi ini maka setiap ciptaan tidak akan bisa melepaskan diri dari kebesaran
dan kemahaan Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT akan selalu menyertai
segala apa-apa yang telah diciptakan-Nya selama-lamanya.
Adanya 2 (dua) buah ketentuan di atas ini, mengharuskan diri kita yang
ingin belajar tentang ciptaan-Nya maka kita harus belajar langsung kepada
pencipta-Nya dengan terlebih dahulu mengimani Allah SWT selaku pencipta dan
pemilik.
Dan jika saat ini kita sedang melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, sudah sejauh manakah kita
melihat dan menilai atas apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT itu:
1. Jika kita hanya mampu melihat dan menilai bahwa apa-apa yang ada di
langit dan muka bumi ini sebatas ciptaan Allah SWT tanpa bisa melihat adanya Tanda-Tanda
Kebesaran dan Kemahaan-Nya dan juga tidak bisa mengimani dan meyakini
bahwa dibalik ciptaan ada Allah SWT berarti diri kita baru masuk dalam
kriteria tahap perta-ma yaitu baru masuk tahap mengenal, atau baru kenal dengan
Allah SWT.
2. Jika kita sudah mampu melihat dan menilai bahwa setiap ciptaan yang
diciptakan oleh Allah SWT merupakan Tanda-Tanda dari Kebesaran dan Kemahaan Allah
SWT yang tidak lain merupakan bukti dari adanya Kehendak, Kemampuan dan Ilmu Allah
SWT yang berarti diri kita telah
meningkat ke tahap yang ke dua yaitu tahap mengerti tentang Allah SWT, atau
mampu merasakan kebenaran akan Allah SWT adalah pencipta.
3. Jika kita sudah dapat melihat dan menilai bahwa di setiap ciptaan yang
diciptakan oleh Allah SWT disana ada Allah SWT yang akan selalu menyertai
segala yang dicipta-kannya dan lalu kita berusaha memperoleh kebesaran dan kemahaan
Allah SWT berarti diri kita telah meningkat ke tahap yang ke tiga yaitu meyakini
bahwa Allah SWT pencipta yang akan selalu bersama ciptaan-Nya sehingga
cipataan-Nya tidak bisa melepaskan diri dari keberadaan Allah SWT. Dan yang
berarti Allah SWT saja yang ada di alam ini.
Dan semoga diri kita termasuk orang-orang yang telah mampu mengimani
hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan alam semesta ini selama hayat
masih di kandung badan dan juga mampu menyatakan bahwa Allah SWT akan selalu
bersama dengan apa-apa yang diciptakan dan yang dimiliki-Nya serta kita mampu
pula melihat dan menyatakan bahwa Allah SWT saja yang ada di alam semesta ini.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak bisa membuat aturan main untuk diri kita
sendiri karena langit dan bumi tempat kita tinggal bukan kita yang menciptakan
dan bukan pula kita yang memilikinya dan ini menunjukkan bahwa diri kita ini
hanyalah obyek. Hal ini dikarenakan setiap tamu atau orang yang menumpang di
langit dan di bumi Allah SWT serta selaku obyek tidak bisa merangkap sebagai
pembuat undang-undang, pembuat aturan, pembuat hukum, dan juga sebagai penilai
atau sebagai wasit bagi dirinya sendiri ataupun penilai bagi sesama tamu atau
sesama yang menumpang karena yang berhak menentukan itu semua adalah Allah SWT
selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini.
Untuk itu kita tidak bisa berbuat sekehendak
hati kita di muka bumi ini karena antara diri kita dengan sesama manusia dan
juga dengan langit dan bumi sama-sama diciptakan oleh Allah SWT serta obyek (pemain)
bukanlah yang diperbolehkan untuk menilai sesama obyek (pemain).
Selanjutnya untuk lebih mempertegas bahwa
Allah SWT saja yang ada di alam semesta ini, mari kita pelajari hal-hal berikut
ini.
1. Allah SWT Saja Tuhan bagi manusia di alam ini yang kekal lagi abadi. Berda-sarkan ketentuan
surat Thaahaa (20) ayat 14 sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku.” Melalui ayat ini Allah SWT dengan tegas
menyatakan bahwa: (a) Allah adalah dzat
yang menamakan dirinya sendiri adalah Allah; (b) Di alam semesta ini hanya
Allah SWT yang berhak menjadi Tuhan sehingga hanya kepada Allah SWT sajalah semua
makhluk, semua manusia wajib menyembah kepada-Nya saja; (c) Allah selaku Tuhan
juga menyatakan bahwa shalat merupakan salah satu media yang bisa dipergunakan
oleh manusia untuk mengingat-Nya.
Selanjutnya jika 3
(tiga) buah kondisi di atas ini, kita hubungkan dengan pepatah, ‘dimana bumi dipijak disana langit dijunjung’
maka itulah 3 (tiga) buah ketentuan yang berlaku di muka bumi ini dan yang
harus kita laksanakan. Dan sebagai orang yang sedang menumpang di langit dan di
bumi ini sudah sepatutnya harus melaksanakan pepatah di atas dengan
sebaik-baiknya terkecuali jika kita mampu menciptakan langit dan bumi seperti
yang diciptakan oleh Allah SWT.
Allah SWT sudah menyatakan bahwa dirinya sendiri
adalah Allah SWT, timbul pertanyaan kapan keberadaan Allah SWT itu ada?
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini:
“Dari Imran bin Hushain ra, katanya: Saya masuk ke tempat
Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu. Kemudian datang rombongan dari
Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira,
hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan telah memberi kabar gembira pada kami,
maka berilah kami harta dua kali lipat!” Sesudah itu masuk masuk ke tempat
beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira,
yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai penduduk Yaman!” Mereka itu berkata: “Kami terima, hai
Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan hendak menanyakan
hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum ada sesuatu
selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala sesuatu selain-Nya
di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada seseorang yang
berteriak: “Unta engkau telah pergi, hai
Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulah unta itu telah melampaui
fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya biarkan
saja pergi! (Hadits Riwayat Bukhari
No.1419).
Hadits ini menyatakan
bahwa tidak ada apapun sebelum Allah SWT ada, sehingga
yang ada hanya Allah SWT, atau Allah SWT adalah yang pertama kali ada sebelum
yang lain ada sehingga Allah SWT adalah Yang Maha Awal. Lalu sampai kapan
adanya Allah SWT? Allah SWT akan tetap ada sampai kapanpun juga, atau Allah SWT
akan tetap kekal selamanya setelah semuanya punah dan binasa sehingga Allah SWT
adalah Yang Maha Kekal sehingga mustahil di akal Allah SWT tidak ada. Adanya
ketentuan hadits di atas maka Allah SWT akan selamanya menjadi Tuhan di alam
semesta ini tanpa pernah ada yang akan menggantikan posisinya dan juga berarti
selama manusia masih ada maka selama itu pula setiap manusia wajib bertuhankan
hanya kepada Allah SWT.
2. Allah SWT tidak
berbilang/Tunggal/Esa. Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 163 berikut
ini: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Dikemukakan bahwa Allah SWT hanya satu, esa, tunggal sehingga tidak ada tuhan
lain selain Allah SWT di alam semesta ini. Dan bagaimana jika ada orang yang
mengatakan Allah SWT lebih dari satu? Jawabannya ada pada firman-Nya berikut
ini: “Sungguh, telah kafir orang orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah
satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain
Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti
orang-orang yang kafir di antara mereka
akan ditimpa azab yang pedih.” (surat Al Maaidah (5) ayat 73).
Dan Berdasarkan
ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 73 di atas ini, kafirlah diri kita jika
kita mengatakan Allah SWT lebih dari satu dan termasuk kafir pula jika kita
mengatakan bahwa ada tuhan selain Allah SWT di alam semesta ini yang pada
akhirnya akan mendatangkan azab bagi orang orang yang mengatakannya.
Selanjutnya Allah SWT
berfirman: “seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan
selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha Suci Allah yang memiliki Arsy, dari apa yang
mereka sifatkan. (surat Al Anbiyaa (21) ayat 22). Sekiranya diri kita
menyatakan bahwa Allah SWT ada dua, maka diantara mereka pasti ada jarak
(keunggulan) sehingga dualisme (rivalitas) diantara keduanya itu terwujud yang
mengakibatkan rusaknya segala keseimbangan yang ada di langit dan di bumi ini
dalam hal ini adalah “Sistemika dan koordinasi pengaturan alam semesta dan
sempurnanya segala penciptaan” sebagaimana firman-Nya: “Agar kamu jangan
merusak keseimbangan itu.” (surat Ar Rahmaan (55) ayat 8).”
Dilain sisi, Allah
SWT selaku pencipta dan pemilik dari langit dan bumi ini juga telah memberikan
tanda-tanda kebesarannya melalui ciptaan-Nya yang menunjukkan bahwa Allah SWT
hanya satu. Hal ini terlihat dari bagaimana rapih dan teraturnya alam semesta
ini. Matahari selalu terbit dari timur, bulan selalu mengikuti gerakan bumi,
air bergerak dari atas ke bawah, ada malam dan ada siang secara silih berganti,
yang kesemuanya menandakan bahwa hanya ada satu pengendali (penguasa) di alam
semesta ini, dan itulah Allah SWT.
Lalu bagaimana dengan
adanya berbagai agama di dunia ini yang menyatakan masing-masing mempunyai
Tuhan selain Allah SWT sehingga di alam semesta ini ada Allah SWT dan ada Tuhan
Tuhan lain. Dan jika memang ada Tuhan
Tuhan lain selain Allah SWT maka kita bisa menelaahnya melalui adakah langit
dan bumi yang lainnya yang diciptakan dan yang dimiliki oleh Tuhan Tuhan
tersebut. Jika tidak ada maka ia bukanlah Tuhan karena jika ia Tuhan maka ia
akan mampu menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Justru yang
terjadi adalah hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan dan yang memiliki
langit dan bumi beserta isinya.
Lalu dengan adanya
kemampuan menciptakan dan memiliki langit dan bumi beserta isinya maka
berlakulah ketentuan hanya ada satu agama yang benar dengan satu Tuhan di alam
semesta ini. Dan yang berarti suatu agama yang menyatakan bahwa Tuhan itu lebih
dari satu, adalah salah dan bisa dipastikan agama tersebut bukan turun dari
Tuhan yang asli, dalam hal ini adalah Allah SWT. Namun demikian jika ada
agama yang menyatakan Tuhannya satu, akan tetapi Tuhannya tidak mampu
menciptakan langit dan bumi beserta isinya maka dapat dipastikan agama itu
bukan yang diturunkan oleh Allah SWT. Jika demikian, lalu siapakah Tuhan di
alam semesta yang sebenarnya?. Jawaban yang pasti adalah Allah SWT.
3. Allah SWT tidak
beranak dan diperanakkan. Allah SWT adalah Tuhan bagi se-luruh alam semesta ini,
Dzat Yang Maha Tunggal, tidak berawal dan senantiasa kekal abadi. Dan karena
Dia kekal, maka tidak butuh untuk berketurunan, karena sesungguhnya
berketurunan itu adalah cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup sesuatu yang
bisa mati, yang menunjukkan kelemahan sebagaimana makhluk ciptaan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang
Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak
pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. (surat Al
Ikhlas (112) ayat 1-4).”
Bayangkan jika Tuhan
mempunyai anak, sudah barang tentu dari dulu hingga sekarang kita tidak bisa
menduga berapa banyak anak Tuhan, jadi hal tersebut tidaklah mungkin. Tuhan
tidak pernah lelah dan tidak pernah mengantuk maupun tertidur. Tidak butuh
makan dan minum. Pendek kata Dialah yang maha sempurna, yang dzat dan sifatnya
tidak sama dengan makhluk ciptaannya. Dengan demikian maka secara logika, kita
bisa mengetahui terhadap sesuatu hal, apakah dia Tuhan ataukah makhluk
(ciptaan) dengan cara mengujinya dengan pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah Dia berawal (dilahirkan)?. Jika semula tidak ada,
yang kemudian men-jadi ada, berarti dia berawal. Dan sesuatu yang berawal, pastilah
bukan Tuhan. Misalnya Isa as, karena dia dilahirkan berarti berawal, dan juga
bisa mati, berarti dia bukan Tuhan, melainkan manusia yang diutus Tuhan. Jadi
anggapan yang menyatakan dia Tuhan, dapat dikatakan adalah salah.
b. Apakah Dia mempunyai kelemahan? Misalnya mengantuk dan tidur, bisa mati, butuh makan dan minum?. Jika ya, berarti dia bukan Tuhan,
melainkan hanya makhluk ciptaan. Bisa kita bayangkan, apabila Tuhan tertidur,
sudah pasti hancur-lah alam semesta ini kehilangan keseimbangan, pada saat
tuhan tertidur. Dan bayangkan jika Tuhan butuh makan dan minum, yang berarti
Tuhan tergantung dengan makanan dan minuman, dan itu berarti suatu kelemahan
karena hidupnya bergantung pada kebutuhan makan. Jadi itu semua tidak mungkin,
karena Tuhan maha sempurna dan tidak bergantung pada sesuatupun.
c. Apakah wujud-Nya sama dengan makhluk? Jika ya, berarti
dia bukan Tuhan. Dzat Tuhan pasti tidaklah sama dengan makhluk, karena tidak
mungkin wujud Yang Maha Kuasa sama dengan wujud makhluk yang serba terbatas kemampuannya.
Apalagi Tuhan telah mengajarkan kepada kita melalui ciptaan-Nya melalui teori
adaptasi morphologi, dimana bentuk fisik selalu menyesuaikan fungsi dan kemam-puan.
Sebagai contoh bebek karena mencari makannya di air, maka kakinya mempunyai
selaput di antara jari-jari kaki, untuk memudahkan dalam berenang saat mencari
makan di air. Harimau misalnya, karena mencari mangsa dengan membunuh hewan
lain, maka ia mempunyai kuku cakar yang tajam dan kuat untuk menyerang dan gigi
yang tajam dengan rahang yang kuat untuk menggigit serta kecepatan berlari
untuk mengejar mangsa. Satu contoh lagi adalah pada paruh burung. Untuk burung
pemakan biji-bijian paruhnya akan lain bentuknya dengan burung pemakan daging.
Melalui teori
morphologi (seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata) Allah
SWT berkehendak untuk memberikan tanda-tanda-Nya
di alam semesta ini sebagai cara untuk mengajak kita berpikir tentang bentuk
dan wujud adalah sesuai dengan kemampuan yang bisa dilakukan. Demikian juga
Tuhan, tidak akan mungkin mempunyai wujud seperti manusia. Dengan berwujud
seperti manusia, maka akan terbatas kemampuannya. Namun hanya ada satu orang
yang berwujud manusia, namun mempunyai kekuatan super, yaitu ‘Superman’ yang
bisa terbang tanpa adanya sayap. Akan tetapi ‘Superman’ hanyalah ada dalam
khayalan belaka. Jadi kesimpulannya wujud Tuhan pasti tidak sama dengan manusia
maupun makhluk lainnya.
4.
Allah SWT saja Tuhan
bagi seluruh alam. Saat
diri kita hidup di muka bumi ini, ada makhluk lain yang juga diciptakan oleh
Allah SWT dan hidup berdampingan dengan diri kita, baik makhluk yang bisa
terlihat dengan mata secara langsung maupun makhluk yang tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat 18
berikut ini: ““Apakah kamu tiada
mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi,
matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata
dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah
ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak
seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia
kehendaki.”
Yang mana keseluruhan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT itu sujud,
patuh serta bertasbih kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Baijaksana. (surat Al Haadid (57) ayat 1).” Akan tetapi ada hal yang tidak kita ketahui yaitu cara bertasbihnya
seperti apa, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya, berikut ini: “langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada
Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun. (Surat Al Isra’ (17) ayat 44). Dan yang pasti setiap makhluk telah mengetahui cara berdoa dan cara bertasbihnya
kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: “Tidaklah engkau tahu bahwa kepada Allahlah
bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan juga burung yang mengembangkan
sayapnya. Masing-masing sungguh telah mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih.
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (surat An Nuur (24) ayat 41).”
Sekarang jika ada makhluk yang lain selain dari manusia, telah sujud,
patuh dan bertasbih hanya kepada Allah SWT, hal ini menunjukkan kepada diri
kita bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang esa bagi seluruh alam termasuk di
dalamnya segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam firman-Nya dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 dan surat Al
Hadiid (57) ayat 1 sebagaimana kami kemukakan di atas, yang kemudian dipertegas
melalui firman-Nya berikut ini: “Sungguh, Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan
langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat
terbitnya matahari. Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia (yang
terdekat) dengan hiasan bintang-bintang. (surat Ash Shaffat (37) ayat 4,5,6). Dan
jika sudah sedemikian keadaannya maka di langit dan di muka bumi yang ada
adalah Allah SWT semata selaku Tuhan sedangkan yang lain adalah makhluk yang
harus tunduk patuh kepada Allah SWT.
Hal yang harus menjadi perhatian bagi diri kita selaku abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi adalah segala makhluk yang ada di
langit dan di bumi telah bertasbih, telah sujud serta telah taat kepada Allah
SWT lalu bagaimana dengan diri kita? Apakah kita yang telah dijadikan-Nya
sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi justru
berseberangan perilakunya dengan makhluk Allah SWT yang lainnya? Jika sampai kita berperilaku berseberangan
berarti memang kita termasuk orang-orang yang tidak tahu diri, sudahlah
menumpang tuan rumah kita lawan.
Sekarang katakanlah air, air juga diciptakan oleh Allah SW, air juga
telah sujud, telah patuh, serta telah taat kepada Allah SWT lalu bersediakah
(relakah) air dikonsumsi (dimanfaatkan) oleh manusia yang bersikap
berseberangan dengan perilaku air? Adanya perbedaan perilaku antara air dan
manusia akan memberikan pengaruh buruk kepada manusia. Air yang seharusnya bermanfaat guna bagi manusia, justru air tidak
bersedia atau air tidak rela dan tidak ridha di konsumsi atau dimanfaatkan oleh
manusia-manusia yang tidak mau tunduk, patuh dan bertasbih kepada Allah SWT.
Hal yang samapun berlaku kepada makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT yang
lainnya, seperti udara, tumbuhan, hewan dan juga bakteri dan virus. Dimana
mereka semua akan menjadi musuh bagi manusia sepanjang manusia berperilaku
berseberangan dengan perilaku mereka. Jadi masihkah kita bersikap angkuh lagi
sombong di muka bumi ini padahal diri kita hanyalah orang yang menumpang!.
C.
HANYA UNTUK ALLAH SWT
SELURUH PERIBADATAN.
Hal
berikutnya yang harus menjadi ketauhidan di dalam diri yang dikehendaki oleh
Allah SWT adalah mampu menjadikan seluruh peribadatan yang kita lakukan hanya
untuk Allah SWT semata. Lalu apa itu ibadah yang dikehendaki oleh Allah SWT? Ibadah secara bahasa adalah ketundukan
dan perendahan diri dihadapan Allah SWT. Sekarang apakah hanya itu saja
pengertian dari ibadah? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian
dasar ibadah yang lainnya, yaitu:
1. Al-Imam Raghib
al-Asfahani
berkata, “ubudiyah (peribadahan) adalah menam-pakkan penghinaan diri.
Dan ibadah maknanya lebih mendalam lagi, karena ibadah itu puncaknya
adalah perendahan diri dan hal ini tidak ada yang berhak kecuali Dzat yang
telah mencapai puncak keutamaan yaitu Allah.
2. Syaikhul Islam Ibn
Taimiyyah mengatakan,
“ibadah adalah nama yang menye-luruh untuk segala apa sajayang Allah cintai
dan ridhai dari ucapan, perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.”
3. Al-Imam al-Munawi mengatakan: “ibadah adalah perbuatan yang dikerjakan
oleh se-orang mukalaf yang menyelisihi hawa nafsunya karena mengagungkan Rabbnya.
Dan ibadah ini lebih khusus dari ubudiyah yang maknanya adalah perendahan diri
secara mutlak.”
4. Al-Imam al-Qurtubi mengatakan, “Asal
ibadah adalah perendahan diri dan tun-duk, dinamakan dengan tugas-tugas syariat
bagi seorang mukalaf berupa ibadah-ibadah, karena mereka harus melaksanakannya
dan mengajarkannya dengan penuh merendahkan diri kepada Allah.
5. Al-Imam Ibnu Al Qoyyim
Al Jauziyah
mengatakan, “Hakikat ibadah adalah
mela-zimi untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh perendahan diri, tunduk dan
kembali kepada-Nya. Selalu merasa butuh kepada Allah, bersandar kepada-Nya,
meminta pertolongan.
Itulah 5 (lima) buah
pengertian dasar dari ibadah, lalu apakah pengertian ibadah yang kami kemukakan
di atas sudah mampu kita laksanakan!
Selanjutnya
adakah perbedaan antara ibadah dengan ketaatan? Perbedaan antara ketaatan dan
ibadah adalah bahwasanya ibadah itu
puncaknya adalah perendahan diri, dan ini tidak berhak diberikan kecuali kepada
yang telah memberikan kenikmatan yaitu Allah. Oleh karena itu tidak boleh
beribadah kepada selain Allah, dan ibadah itu tidak terlaksana kecuali dengan
mengenal dzat yang diibadahi. Sementara itu, ketaatan adalah perbuatan yang
terjadi sesuai dengan keinginan yang menginginkannya dan ini bisa terjadi
kepada Allah dan manusia. Dan ketaatan juga tidak diiringi dengan niat untuk
mengikuti, seperti orang yang mentaati syaitan; sekalipun ia tidak berniat
mentaati syaitan, hanya dengan mengikuti seruan dan keinginannya sudah
dikatakan taat kepada syaitan.
Di lain
sisi, Ibadah itu dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu: Pertama: ibadah berupa ketundukan,
yaitu untuk manusia, hewan, dan tumbuhan. Kedua: ibadah
dengan kehendak pilihan dari diri kita sendiri. Dan inilah yang diperintahkan
dalam firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (surat Al-Baqarah (2) ayat
21).” Selain itu, ibadah juga bisa dibedakan atau terbagi lagi
menjadi:
1. Ibadah hati seperti
takut, harap, cinta dan tawakkal;
2. Ibadah lisan seperti
tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan hati dan lisan dan:
3. Ibadah anggota badan
seperti shalat, zakat, haji, puasa dan jihad adalah ibadah badan dan ibadah
hati.
Ibadah
itu cakupannya sangatlah luas, mencakup seluruh perbuatan seorang mukmin jika
diniatkan untuk ibadah atau membantu untuk ibadah seperti makan, minum, tidur,
jual beli, nikah, mencari rezeki maka hal-hal semacam ini akan bernilai ibadah
jika niatnya baik dan saleh.
Jamaah
sekalian, kita semua mendambakan amalan saleh dari ibadah yang kita kerjakan
diterima di sisi Allah SWT. Kita semua
mengharapkan kebaikan berupa pahala dan segala ganjaran-Nya, namun sudahkah
kita memenuhi syarat-syarat diterimanya sebuah amalan saleh dari ibadah? Telah
menjadi kaidah yang mapan, bahwa ibadah asalnya adalah haram, kecuali ada dalil
yang memerintahkannya. Dari sini jelaslah bahwa ibadah harus berlandaskan
dalil. Dan ketahuilah, syarat diterimanya amalan ibadah ada dua: Yang pertama: ikhlas. Dan
yang kedua: mutaba’ah kepada Nabi Muhammad SAW. Dan barangsiapa yang ibadahnya tidak dibangun
di atas dua asas ini maka amalannya sia-sia belaka tidak bernilai di sisi
Allah. Dan sangat banyak dalil-dalil yang menerangkan dua syarat ibadah ini,
diantaranya Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan
Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya. (surat
Al-Kahfi (18) ayat 110).”
Di lain
sisi, Al-Syaikh Muhammad ibn Salih al-Utsaimin berkata, “ketahuilah bahwa
mutaba’ah tidak akan terwujud kecuali jika amalan ibadah yang kita kerjakan itu
sesuai dengan tuntunan syariat yang berlaku, dalam hal ini ada pada enam
perkara:
1. Sebabnya. Hendaklah amalan
itu sesuai pada sebabnya. Apabila ada yang mela-kukan ibadah karena suatu sebab
yang bukan dari syariat, maka ibadahnya tertolak. Misalnya ada orang menguap
maka diabertaawudz.
2. Jenisnya. Misalkan ada orang
yang berkurban dengan kuda, maka ibadah kurban-nya tertolak tidak diterima,
karena kurban dengan jenis kuda menyelisihi syariat. Ibadah kurban hanya pada unta,
sapi dan kambing.
3. Kadar dan ukurannya. Misalnya seorang
berwudhu dengan membasuk setiap ang-gota wudhu empat kali, maka yang keempat
tertolak, karena dia telah menambah kadar dan ukuran yang seharusnya (dalam hal
ini tiga kali)
4. Tata Caranya. Andaikan ada orang yang shalat dan ia sujud dahulu sebelum ru-kuk maka shalatnya batil tidak
diterima karena ia tidak mengikuti tuntunan syariat dalam tata cara ibadah.
5. Waktunya. Andaikan ada yang
shalat sebelum masuk waktunya maka shalatnya tidak diterima karena ia beribadah
pada waktu yang tiidak ditentukan oleh syariat.
6. Tempatnya. Andaikan seorang
melakukan ibadah i’tikaf bukan di masjid, semisal i’tikaf di sekolahan, di
rumah, maka i’tikafnya tidak sah karena tidak mencocoki syariat dalam
tempatnya.
Sebagai orang yang
sangat membutuhkan ibadah maka kita tidak bisa begitu saja melaksa-nakan setiap
ibadah karena ibadah ada aturan mainnya, yang bukan kita sendiri yang
menetapkannya. Apalagi hidup yang saat ini kita jalani adalah saat terjadinya
tarik menarik antara kepentingan jasmani yang membawa nilai-nilai keburukan
sebagai representasi dari sifat-sifat alam dengan kepentingan ruh yang membawa
nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai ilahiah.
Dan dengan adanya
kondisi ini (tarik menarik) menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani di muka
bumi ini adalah sebuah permainan dan juga sebuah pilihan dan untuk memenang-kan
permainan dan juga menentukan pilihan yang terbaik maka disinilah letak
pentingnya ibadah.
Agar ruh tetap dalam
kefitrahannya yang diiringi dengan
jasmani tetap dalam kondisi sehat tidak ada jalan lain kecuali kita
mampu melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, dalam hal ini
melaksanakan konsep Diinul Islam secara kaffah dalam bentuk peribadatan.
Sebagaimana firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke
dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah
syaitan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208).”
Akhirnya dengan mampunya kita melaksanakan Diinul Islam secara kaffah
terpeliharalah baik jasmani maupun ruh sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan
alangkah nikmatnya hidup ini jika saat melaksanakan konsep dwifungsi dan
dwidimensi diiringi dengan sehatnya jasmani dan juga fitrahnya ruh melalui
ibadah yang kita laksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar