Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 04 Januari 2024

KETAUHIDAN YANG DIKEHENDAKI OLEH ALLAH SWT (PART 1 OF 4)

 


Sebagaimana telah kita pahami bersama bahwa Ilmu tentang Allah SWT adalah asas (dasar) dari segala ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT adalah pencipta yang sekaligus pemilik dari alam semesta ini sehingga Allah SWT sajalah yang paling tahu dan paling mengerti dan yang paling berkuasa atas segala apa apa yang ada di alam semesta ini baik yang nyata maupun yang ghaib. Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi seharusnya kita terlebih dahulu belajar tentang Allah SWT selaku penciptan pemilik dari alam semesta ini sebelum diri kita belajar tentang apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT.

 

Apabila kita mampu memiliki ilmu tentang Allah SWT maka sudah barang tentu Allah SWT akan mengajarkan kepada diri kita tentang apa-apa yang telah diciptakan-Nya sepanjang diri kita mau belajar kepada-Nya. Akhirnya keberadaan segala sesuatu tidak akan mungkin bisa dipisahkan dengan keberadaan-Nya sehingga seluruh jenis ilmu tanpa terkecuali akan mengikuti ilmu tentang-Nya dan teramat sangat membutuhkan-Nya. Sehingga keberadaan segala sesuatu sangat tergantung kepada-Nya, sebagaimana keberadaan sebuah benda yang tergantung pada pembuatnya dan juga kepada pemiliknya.

 

Siapa yang tidak mampu mengenal Tuhannya, maka bagaimana dia akan tahu tentang ciptaan-Nya termasuk kenal tentang dirinya sendiri. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: Dan jangan-lah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik,” (surat Al-Hasyr (59) ayat  19). Ayat ini mengemukakan suatu makna yang sangat indah, yaitu barangsiapa yang melupakan Tuhannya niscaya Tuhan pun akan membuat ia lupa kepada dirinya sendiri. Sehingga dia tidak mengenal hakikat dirinya dan kemaslahatannya sendiri.

 

Bahkan diapun lupa dengan apa saja yang akan membawanya kepada kebaikan dunia dan akhirat. Dengan demikian, dia pun akan rusak dan diabaikan seperti binatang. Bahkan, binatang lebih mengetahui kemaslahatan dirinya karena mengikuti petunjuk (ilham) Sang Pencipta yang diberikan kepadanya. Sedangkan orang tersebut keluar dari fitrah penciptaanya, sehingga dia lupa akan Tuhannya terlebih dirinya sendiri.

 

Di lain sisi, mari kita perhatikan hadits yang diriwayatkan oleh Masruq ra, ketika ia menemui Abdullah bin Mas’ud, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Manusia! barangsiapa mengetahui sesuatu hendaklah ia mengatakan apa yang diketahuinya. Barang siapa yang tidak mengetahuinya, maka hendaklah ia mengatakan Allah-lah yang Maha Mengetahui. Karena termasuk ilmu jika ia mengatakan bahwa Allah Maha Tahu,” (Hadits Riwayat Bukhari).”

Berdasarkan hadits ini maka dapat kita simpulkan bahwa mengenal Allah (ma’rifatullah) adalah asal dan puncak dari segala ilmu. Ia adalah asas ilmu seorang hamba tentang kebahagiaan, kesempurnaan dan kemaslahatan dunia dan juga kemaslatan akhirat. Tidak adanya ilmu, dan tidak adanya pemahaman tentang Allah SWT akan mengakibatkan ketidaktahuan tentang dirinya sendiri dan kemaslahatannya serta apa yang membersihkan dan mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya di dunia dan di akhirat kelak. Dan Oleh karenanya, pemahaman tentang Allah yang baik dan benar adalah pangkal kebahagiaan seorang hamba sedangkan ketidaktahuan seseorang tentang Allah merupakan pangkal penderitaan hidup yang berkepanjangan.

 

Lalu ketauhidan yang seperti apakah yang dikehendaki oleh Allah SWT? Agar diri kita mampu memiliki pemahaman ketauhidan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu kami akan mengajak jamaah sekalian untuk memperdalam lagi tentang arti dan makna ketauhidan setelah diri kita mampu melaksanakan syahadat ketauhidan dan syahadat kerasulan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sebagaimana telah dikemukakan oleh “H.Bachtiar Ma’ani” dalam bukunya “Let’s Know At Tauhid: Kisi Kisi Pembelajaran Ilmu Tauhid”  berikut ini:

 

A.     DZAT, SIFAT DAN PERBUATAN ALLAH  SWT  ITU AKTIF.

 

Hal yang pertama yang harus menjadi ketauhidan di dalam diri adalah kita wajib menyatakan bahwa dzat, sifat dan perbuatan Allah SWT kesemuanya bersifat aktif. Allah SWT bukanlah Tuhan yang bersifat pasif (lupa dan mengantuk) di dalam mengatur segala urusan makhluknya, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya yang ada di langit dan yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang dihadapan mereka dan apa di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar. (surat Al Baqarah (2) ayat 255).

 

Dan untuk dapat menunjukkan bahwa Allah SWT itu ada dan Allah SWT aktif sebagai Tuhan bagi seluruh alam, kita juga bisa memperhatikan firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu tidak mengambil pelajaran. (surat Yunus (10) ayat 3).

 

Kedua ayat di atas ini telah menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT tetap dan terus aktif untuk mengatur segala urusan yang terdapat di alam semesta ini, yang dibuktikan dengan hadir dan tetap berlakunya hukum (aturan) yang mengatur berbagai hal yang ada di dunia ini seperti arah gerak makhluk-Nya. Berbagai makhluk yang ada di alam semesta memiliki fungsi dan peranannya masing-masing untuk kestabilan alam. Misalnya serangga, burung, binatang, atau ikan memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Bila salah satu makhluk hidup punah, maka akan berpengaruh terhadap kestabilan mata rantai kehidupan makhluk.  

 

Sekarang kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungi hal-hal berikut ini yang menunjukkan bahwa Allah SWT itu ada dan aktif adanya sampai dengan kapanpun juga, yaitu:

 

1.    Tidak ada satupun makhluk hidup ada dengan sendirinya sehingga setiap makhluk hidup yang ada, tidak ada sebelumnya. Oleh sebab itu, setiap kehadiran (keberadaan) makhluk hidup menunjukkan akan adanya pencipta.

 

2.     Adanya Allah SWT dibuktikan dengan adanta keindahan ciptaann-Nya serta kese-imbangan komposisinya. Misalnya organ tubuh mulai dari kepala, tulang, kulit, dan daging. Bayi yang baru dilahirkan mempunyai tulang kepala yang lunak, tapi akan keras seiring dengan bertambahnya usia.

 

3.     Alam semesta ini bukti adanya Allah SWT juga ditemukan dalam sesuatu yang ba-ru ada di dunia. Di alam semesta ini banyak sekali hal-hal yang sangat kompleks yang sulit untuk dipahami oleh manusia. Untuk dapat memahaminya, seorang manusia membutuhkan usaha yang keras. Mulai dari mengamati adanya atom air, perkem-bangan embrio, pemenuhan makanan manusia lewat pusar dan payudara, struktur kerangka, kerajaan semut, sarang lebah, dan lain sebagainya.

 

4.    Adanya  pancaindra  manusia, mulai  dari  indra pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan peraba yang sejatinya tidak ada bila tidak dikaitkan dengan sesuatu yang benar-benar ada wujudnya. Kemudian penciuman, rasa, suara, pemandangan tidak akan ada bila tanpa penciptaan indra, apalagi merasakan enaknya makanan.

 

5.  Adanya pergantian siang dan malam serta pergantian musim. Siang untuk ber-aktivitas dan malam untuk beristirahat. Siang dan musim panas merupakan suatu kondisi untuk memperoleh kehangatan supaya tidak membeku, sementara malam dan musim dingin supaya makhluk tidak terbakar. Musim gugur menyuburkan tanaman dan hutan membuat tanah, buah, dan rumput tumbuh subur.

 

6.    Adanya  hujan  juga  mejadi  salah satu bukti aktifnya Allah SWT. Sebab, dengan menurunkan hujan, bumi akan menjadi hidup. Angin yang menggiring awan dan membawa hujan, sehingga setiap sisi bumi mendapatkan air untuk berlangsungnya kehidupan dan terjadinya sirkulasi air dari satu tempat yang lainnya serta dalam kerangka menambah jumlah air bagi kepentingan makhluk-Nya.

 

7.   Bukti  keberadaan  Allah  lainnya  adalah mampu memelihara kehidupan dengan menyediakan makanan dan minuman yang dibutuhkan makhluk-Nya, adanya mata pencaharian, mengatur urusan manusia di darat dan laut.

 

Itulah 7 (tujuh) bukti bahwa Allah SWT ada dan aktif di alam semesta ini dan yang kesemuanya mampu kita rasakan secara langsung lalu apakah hal ini tidak menjadikan diri kita bertauhid kepada-Nya!

 

Agar diri kita mampu membuktikan sendiri-sendiri secara langsung bahwa dzat, sifat dan perbuatan Allah SWT itu aktif bersama diri kita. Maka kita bisa merasakannya melalui apa yang terjadi di muka bumi ini, yaitu melalui adanya ujian dan cobaan; melalui adanya musibah seperti banjir dan kebakaran; adanya bencana; adanya kesusahan serta adanya wabah penyakit yang sedang melanda seperti pandemi covid-19.

 

Adanya kondisi yang tidak menyenangkan lagi mengkhawatirkan yang dihadapi oleh manusia, maka dari sinilah kita akan bisa merasakan bahwa Allah SWT itu ada dan aktif dengan segala kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya. Lalu dimanakah letak aktifnya kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu?

 

Allah SWT akan terasa ada dan aktif kepada diri kita sewaktu diri kita melakukan suatu proses meminta pertolongan dan meminta bantuan kepada Allah SWT atas apa-apa yang terjadi pada diri kita. Kondisi ini dipertegas oleh Allah SWT sendiri melalui surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

 

Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT sendirilah yang memperkenankan diri kita untuk berdoa kepada-Nya untuk meminta pertolongan dan bantuan dan yang menunjukkan bahwa Allah SWT siap memberikan pertolongan dan bantuan hanya kepada orang yang memohon sesuatu kepada-Nya serta yang mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.

 

Lalu apa yang terjadi pada diri kita setelah diri kita mampu berdoa kepada Allah SWT? Adanya doa yang kita panjatkan dan mohonkan kepada Allah SWT maka akan terasa ada sesuatu yang lepas dari dalam dada kita, dalam hal ini kesempitan. Kita merasa nyaman setelah berdoa dan kemudian merasa siap dan tenang dalam menghadapi apa-apa yang terjadi. Jika ini terjadi pada diri kita berarti Allah SWT itu memang aktif adanya yang dibuktikan dengan adanya sesuatu yang masuk ke dalam diri kita yang berasal dari Allah SWT. Apakah hal ini tidak kita sadari sewaktu pancaran ilahi masuk ke dalam relung hati sanubari kita! Lalu apakah kondisi ini tidak mampu menghantarkan diri kita mampu beriman dan bertaqwa hanya kepada Allah SWT!

 

B.      HANYA ALLAH SWT SAJA YANG ADA DI ALAM INI.

 

Hal yang kedua yang harus menjadi ketauhidan dalam diri adalah mampu menjadikan hanya Allah SWT saja yang ada di alam ini. Hal ini dikarenakan hanya Allah SWT sajalah pencipta dari langit dan bumi beserta isinya dan yang berarti Allah SWT sajalah yang  paling ahli, yang paling tahu, yang paling mengerti, yang memiliki konsep tentang langit dan bumi, yang paling paham tentang itu semua adalah pencipta dari itu semua, dalam hal ini adalah Allah SWT.  Lalu dapatkah keberadaan langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya ada jin, iblis, syaitan dan malaikat, bisa dipisahkan begitu saja dengan ilmu, kehendak dan kemampuan dari Allah SWT?

 

Langit, dan bumi beserta isinya, jin, iblis, syaitan dan malaikat sebagai ciptaan Allah SWT maka ia tidak akan mungkin dapat dipisahkan dengan ilmu, kehendak dan kemampuan Allah SWT sampai kapanpun juga. Sehingga keberadaan  langit dan bumi, syaitan, jin, iblis dan juga malaikat bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil keberadaannya, namun sudah ada di dalam ilmu Allah SWT.

 

Sekarang apakah langit dan bumi yang ada saat ini, hanya sekedar ciptaan Allah SWT belaka, atau adakah hal-hal lainnya selain daripada itu? Di dalam setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT ketahuilah bahwa disana terdapat 2(dua) dimensi lainnya yang terdapat di balik ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT, yaitu:

 

1.      Dimensi  yang  pertama  adalah  segala apa-apa yang diciptakan oleh Allah SWT  merupakan tanda-tanda dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT itu sendiri. Apa dasarnya? Adanya ciptaan merupakan bukti dari adanya kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT yang sangat maha dan dengan kemahaan itulah diciptakanlah langit dan bumi beserta isinya, atau dengan kata lain ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT yang sudah dituangkan ke alam semesta, sedangkan yang masih ada pada Allah SWT tidak akan pernah berkurang sedikitpun karena Allah SWT Maha dan akan Maha selama-lamanya. 

 

2.     Dimensi yang kedua adalah dibalik setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT, apakah itu langit dan bumi, apakah itu manusia, apakah itu jin, malaikat, syaitan, tumbuhan, air, udara, disana ada Allah SWT. Adanya kondisi ini maka setiap ciptaan tidak akan bisa melepaskan diri dari kebesaran dan kemahaan Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT akan selalu menyertai segala apa-apa yang telah diciptakan-Nya selama-lamanya.

 

Adanya 2 (dua) buah ketentuan di atas ini, mengharuskan diri kita yang ingin belajar tentang ciptaan-Nya maka kita harus belajar langsung kepada pencipta-Nya dengan terlebih dahulu mengimani Allah SWT selaku pencipta dan pemilik.

 

Dan jika saat ini kita sedang melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, sudah sejauh manakah kita melihat dan menilai atas apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT itu: 

 

1.   Jika kita hanya mampu melihat dan menilai bahwa apa-apa yang ada di langit dan muka bumi ini sebatas ciptaan Allah SWT tanpa bisa melihat adanya Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan-Nya dan juga tidak bisa mengimani dan meyakini bahwa  dibalik ciptaan ada  Allah SWT berarti diri kita baru masuk dalam kriteria tahap perta-ma yaitu baru masuk tahap mengenal, atau baru kenal dengan Allah SWT.

 

2.   Jika kita sudah mampu melihat dan menilai bahwa setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT merupakan Tanda-Tanda dari Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT yang tidak lain merupakan bukti dari adanya Kehendak, Kemampuan dan Ilmu Allah SWT yang  berarti diri kita telah meningkat ke tahap yang ke dua yaitu tahap mengerti tentang Allah SWT, atau mampu merasakan kebenaran akan Allah SWT adalah pencipta.

 

3.   Jika kita sudah dapat melihat dan menilai bahwa di setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT disana ada Allah SWT yang akan selalu menyertai segala yang dicipta-kannya dan lalu kita berusaha memperoleh kebesaran dan kemahaan Allah SWT berarti diri kita telah meningkat ke tahap yang ke tiga yaitu meyakini bahwa Allah SWT pencipta yang akan selalu bersama ciptaan-Nya sehingga cipataan-Nya tidak bisa melepaskan diri dari keberadaan Allah SWT. Dan yang berarti Allah SWT saja yang ada di alam ini.

 

Dan semoga diri kita termasuk orang-orang yang telah mampu mengimani hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan alam semesta ini selama hayat masih di kandung badan dan juga mampu menyatakan bahwa Allah SWT akan selalu bersama dengan apa-apa yang diciptakan dan yang dimiliki-Nya serta kita mampu pula melihat dan menyatakan bahwa Allah SWT saja yang ada di alam semesta ini.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, kita tidak bisa membuat aturan main untuk diri kita sendiri karena langit dan bumi tempat kita tinggal bukan kita yang menciptakan dan bukan pula kita yang memilikinya dan ini menunjukkan bahwa diri kita ini hanyalah obyek. Hal ini dikarenakan setiap tamu atau orang yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT serta selaku obyek tidak bisa merangkap sebagai pembuat undang-undang, pembuat aturan, pembuat hukum, dan juga sebagai penilai atau sebagai wasit bagi dirinya sendiri ataupun penilai bagi sesama tamu atau sesama yang menumpang karena yang berhak menentukan itu semua adalah Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini.

 

Untuk itu kita tidak bisa berbuat sekehendak hati kita di muka bumi ini karena antara diri kita dengan sesama manusia dan juga dengan langit dan bumi sama-sama diciptakan oleh Allah SWT serta obyek (pemain) bukanlah yang diperbolehkan untuk menilai sesama obyek (pemain).

 

Selanjutnya untuk lebih mempertegas bahwa Allah SWT saja yang ada di alam semesta ini, mari kita pelajari hal-hal berikut ini.

 

1.     Allah SWT  Saja  Tuhan  bagi  manusia  di alam ini yang kekal lagi abadi. Berda-sarkan ketentuan surat Thaahaa (20) ayat 14 sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” Melalui ayat ini Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa: (a) Allah adalah dzat yang menamakan dirinya sendiri adalah Allah; (b) Di alam semesta ini hanya Allah SWT yang berhak menjadi Tuhan sehingga hanya kepada Allah SWT sajalah semua makhluk, semua manusia wajib menyembah kepada-Nya saja; (c) Allah selaku Tuhan juga menyatakan bahwa shalat merupakan salah satu media yang bisa dipergunakan oleh manusia untuk mengingat-Nya.

 

Selanjutnya jika 3 (tiga) buah kondisi di atas ini, kita hubungkan dengan pepatah, ‘dimana bumi dipijak disana langit dijunjung’ maka itulah 3 (tiga) buah ketentuan yang berlaku di muka bumi ini dan yang harus kita laksanakan. Dan sebagai orang yang sedang menumpang di langit dan di bumi ini sudah sepatutnya harus melaksanakan pepatah di atas dengan sebaik-baiknya terkecuali jika kita mampu menciptakan langit dan bumi seperti yang diciptakan oleh Allah SWT.

 

Allah SWT sudah menyatakan bahwa dirinya sendiri adalah Allah SWT, timbul pertanyaan kapan keberadaan Allah SWT itu ada? Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut ini:

 

Dari Imran  bin Hushain ra, katanya: Saya masuk ke tempat Nabi SAW dan saya tambatkan unta saya di pintu. Kemudian datang rombongan dari Bani Tamim menghadap beliau. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, hai Bani Tamim!” Mereka berkata: “Tuan telah memberi kabar gembira pada kami, maka berilah kami harta dua kali lipat!” Sesudah itu masuk masuk ke tempat beliau rombongan dari Yaman. Beliau lalu bersabda: “Terimalah kabar gembira, yang tidak diterima oleh Bani Tamim, hai penduduk Yaman!”  Mereka itu berkata: “Kami terima, hai Rasulullah!” Mereka berkata lagi: “Kami datang kepada tuan hendak menanyakan hal ini (alam)”. Beliau bersabda: “Tuhan telah ada, dan belum ada sesuatu selain-Nya dan Arsy-Nya di atas air. Tuhan menuliskan segala sesuatu selain-Nya di dalam peringatan dan diciptakan-Nya langit dan bumi”. Ada seseorang yang berteriak: “Unta engkau telah  pergi, hai Ibnu Hushain!” Lalu saya berjalan, kebetulah unta itu telah melampaui fatamorgana (telah jauh). Demi Allah! Saya ingin kalau unta itu saya biarkan saja pergi!  (Hadits Riwayat Bukhari No.1419).  

 

Hadits ini menyatakan bahwa tidak ada apapun sebelum Allah SWT ada, sehingga yang ada hanya Allah SWT, atau Allah SWT adalah yang pertama kali ada sebelum yang lain ada sehingga Allah SWT adalah Yang Maha Awal. Lalu sampai kapan adanya Allah SWT? Allah SWT akan tetap ada sampai kapanpun juga, atau Allah SWT akan tetap kekal selamanya setelah semuanya punah dan binasa sehingga Allah SWT adalah Yang Maha Kekal sehingga mustahil di akal Allah SWT tidak ada. Adanya ketentuan hadits di atas maka Allah SWT akan selamanya menjadi Tuhan di alam semesta ini tanpa pernah ada yang akan menggantikan posisinya dan juga berarti selama manusia masih ada maka selama itu pula setiap manusia wajib bertuhankan hanya kepada Allah SWT.

 

2.     Allah SWT tidak berbilang/Tunggal/Esa. Berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 163 berikut ini:  “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” Dikemukakan bahwa Allah SWT hanya satu, esa, tunggal sehingga tidak ada tuhan lain selain Allah SWT di alam semesta ini. Dan bagaimana jika ada orang yang mengatakan Allah SWT lebih dari satu? Jawabannya ada pada firman-Nya berikut ini: “Sungguh, telah kafir orang orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang  yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.” (surat Al Maaidah (5) ayat 73).

 

Dan Berdasarkan ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 73 di atas ini, kafirlah diri kita jika kita mengatakan Allah SWT lebih dari satu dan termasuk kafir pula jika kita mengatakan bahwa ada tuhan selain Allah SWT di alam semesta ini yang pada akhirnya akan mendatangkan azab bagi orang orang yang mengatakannya.

 

Selanjutnya Allah SWT berfirman: “seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha Suci  Allah yang memiliki Arsy, dari apa yang mereka sifatkan. (surat Al Anbiyaa (21) ayat 22). Sekiranya diri kita menyatakan bahwa Allah SWT ada dua, maka diantara mereka pasti ada jarak (keunggulan) sehingga dualisme (rivalitas) diantara keduanya itu terwujud yang mengakibatkan rusaknya segala keseimbangan yang ada di langit dan di bumi ini dalam hal ini adalah “Sistemika dan koordinasi pengaturan alam semesta dan sempurnanya segala penciptaan” sebagaimana firman-Nya: “Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu.” (surat Ar Rahmaan (55) ayat 8).”

 

Dilain sisi, Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari langit dan bumi ini juga telah memberikan tanda-tanda kebesarannya melalui ciptaan-Nya yang menunjukkan bahwa Allah SWT hanya satu. Hal ini terlihat dari bagaimana rapih dan teraturnya alam semesta ini. Matahari selalu terbit dari timur, bulan selalu mengikuti gerakan bumi, air bergerak dari atas ke bawah, ada malam dan ada siang secara silih berganti, yang kesemuanya menandakan bahwa hanya ada satu pengendali (penguasa) di alam semesta ini, dan itulah Allah SWT.

 

Lalu bagaimana dengan adanya berbagai agama di dunia ini yang menyatakan masing-masing mempunyai Tuhan selain Allah SWT sehingga di alam semesta ini ada Allah SWT dan ada Tuhan Tuhan lain. Dan jika memang ada Tuhan Tuhan lain selain Allah SWT maka kita bisa menelaahnya melalui adakah langit dan bumi yang lainnya yang diciptakan dan yang dimiliki oleh Tuhan Tuhan tersebut. Jika tidak ada maka ia bukanlah Tuhan karena jika ia Tuhan maka ia akan mampu menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Justru yang terjadi adalah hanya Allah SWT sajalah yang mampu menciptakan dan yang memiliki langit dan bumi beserta isinya.

 

Lalu dengan adanya kemampuan menciptakan dan memiliki langit dan bumi beserta isinya maka berlakulah ketentuan hanya ada satu agama yang benar dengan satu Tuhan di alam semesta ini. Dan yang berarti suatu agama yang menyatakan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, adalah salah dan bisa dipastikan agama tersebut bukan turun dari Tuhan yang asli, dalam hal ini adalah Allah SWT. Namun demikian jika ada agama yang menyatakan Tuhannya satu, akan tetapi Tuhannya tidak mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya maka dapat dipastikan agama itu bukan yang diturunkan oleh Allah SWT. Jika demikian, lalu siapakah Tuhan di alam semesta yang sebenarnya?. Jawaban yang pasti adalah Allah SWT.

 

3.    Allah SWT tidak beranak dan diperanakkan. Allah SWT adalah Tuhan bagi se-luruh alam semesta ini, Dzat Yang Maha Tunggal, tidak berawal dan senantiasa kekal abadi. Dan karena Dia kekal, maka tidak butuh untuk berketurunan, karena sesungguhnya berketurunan itu adalah cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup sesuatu yang bisa mati, yang menunjukkan kelemahan sebagaimana makhluk ciptaan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia. (surat Al Ikhlas (112) ayat 1-4).”

 

Bayangkan jika Tuhan mempunyai anak, sudah barang tentu dari dulu hingga sekarang kita tidak bisa menduga berapa banyak anak Tuhan, jadi hal tersebut tidaklah mungkin. Tuhan tidak pernah lelah dan tidak pernah mengantuk maupun tertidur. Tidak butuh makan dan minum. Pendek kata Dialah yang maha sempurna, yang dzat dan sifatnya tidak sama dengan makhluk ciptaannya. Dengan demikian maka secara logika, kita bisa mengetahui terhadap sesuatu hal, apakah dia Tuhan ataukah makhluk (ciptaan) dengan cara mengujinya dengan pertanyaan sebagai berikut :


a.     Apakah Dia berawal (dilahirkan)?. Jika semula tidak ada, yang kemudian men-jadi ada, berarti dia berawal. Dan sesuatu yang berawal, pastilah bukan Tuhan. Misalnya Isa as, karena dia dilahirkan berarti berawal, dan juga bisa mati, berarti dia bukan Tuhan, melainkan manusia yang diutus Tuhan. Jadi anggapan yang menyatakan dia Tuhan, dapat dikatakan adalah salah.

 

b.    Apakah  Dia  mempunyai  kelemahan? Misalnya  mengantuk  dan  tidur, bisa mati, butuh makan dan minum?. Jika ya, berarti dia bukan Tuhan, melainkan hanya makhluk ciptaan. Bisa kita bayangkan, apabila Tuhan tertidur, sudah pasti hancur-lah alam semesta ini kehilangan keseimbangan, pada saat tuhan tertidur. Dan bayangkan jika Tuhan butuh makan dan minum, yang berarti Tuhan tergantung dengan makanan dan minuman, dan itu berarti suatu kelemahan karena hidupnya bergantung pada kebutuhan makan. Jadi itu semua tidak mungkin, karena Tuhan maha sempurna dan tidak bergantung pada sesuatupun.

 

c.    Apakah wujud-Nya sama dengan makhluk? Jika ya, berarti dia bukan Tuhan. Dzat Tuhan pasti tidaklah sama dengan makhluk, karena tidak mungkin wujud Yang Maha Kuasa sama dengan wujud makhluk yang serba terbatas kemampuannya. Apalagi Tuhan telah mengajarkan kepada kita melalui ciptaan-Nya melalui teori adaptasi morphologi, dimana bentuk fisik selalu menyesuaikan fungsi dan kemam-puan. Sebagai contoh bebek karena mencari makannya di air, maka kakinya mempunyai selaput di antara jari-jari kaki, untuk memudahkan dalam berenang saat mencari makan di air. Harimau misalnya, karena mencari mangsa dengan membunuh hewan lain, maka ia mempunyai kuku cakar yang tajam dan kuat untuk menyerang dan gigi yang tajam dengan rahang yang kuat untuk menggigit serta kecepatan berlari untuk mengejar mangsa. Satu contoh lagi adalah pada paruh burung. Untuk burung pemakan biji-bijian paruhnya akan lain bentuknya dengan burung pemakan daging.

 

Melalui teori morphologi (seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata) Allah SWT berkehendak untuk  memberikan tanda-tanda-Nya di alam semesta ini sebagai cara untuk mengajak kita berpikir tentang bentuk dan wujud adalah sesuai dengan kemampuan yang bisa dilakukan. Demikian juga Tuhan, tidak akan mungkin mempunyai wujud seperti manusia. Dengan berwujud seperti manusia, maka akan terbatas kemampuannya. Namun hanya ada satu orang yang berwujud manusia, namun mempunyai kekuatan super, yaitu ‘Superman’ yang bisa terbang tanpa adanya sayap. Akan tetapi ‘Superman’ hanyalah ada dalam khayalan belaka. Jadi kesimpulannya wujud Tuhan pasti tidak sama dengan manusia maupun makhluk lainnya.  

 

4.       Allah SWT saja Tuhan bagi seluruh alam. Saat diri kita hidup di muka bumi ini, ada makhluk lain yang juga diciptakan oleh Allah SWT dan hidup berdampingan dengan diri kita, baik makhluk yang bisa terlihat dengan mata secara langsung maupun makhluk yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 berikut ini: ““Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”  

 

Yang mana keseluruhan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT itu sujud, patuh serta bertasbih kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Baijaksana. (surat Al Haadid (57) ayat 1).” Akan tetapi ada hal yang tidak kita ketahui yaitu cara bertasbihnya seperti apa, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya, berikut ini: langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Surat Al Isra’ (17) ayat 44). Dan yang pasti setiap makhluk telah mengetahui cara berdoa dan cara bertasbihnya kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: “Tidaklah engkau tahu bahwa kepada Allahlah bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan juga burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh telah mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (surat An Nuur (24) ayat 41).”

 

Sekarang jika ada makhluk yang lain selain dari manusia, telah sujud, patuh dan bertasbih hanya kepada Allah SWT, hal ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang esa bagi seluruh alam termasuk di dalamnya segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya dalam surat Al Hajj (22) ayat 18 dan surat Al Hadiid (57) ayat 1 sebagaimana kami kemukakan di atas, yang kemudian dipertegas melalui firman-Nya berikut ini: “Sungguh, Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbitnya matahari. Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia (yang terdekat) dengan hiasan bintang-bintang. (surat Ash Shaffat (37) ayat 4,5,6). Dan jika sudah sedemikian keadaannya maka di langit dan di muka bumi yang ada adalah Allah SWT semata selaku Tuhan sedangkan yang lain adalah makhluk yang harus tunduk patuh kepada Allah SWT.

 

Hal yang harus menjadi perhatian bagi diri kita selaku abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi adalah segala makhluk yang ada di langit dan di bumi telah bertasbih, telah sujud serta telah taat kepada Allah SWT lalu bagaimana dengan diri kita? Apakah kita yang telah dijadikan-Nya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi justru berseberangan perilakunya dengan makhluk Allah SWT yang lainnya? Jika sampai kita berperilaku berseberangan berarti memang kita termasuk orang-orang yang tidak tahu diri, sudahlah menumpang tuan rumah kita lawan.

 

Sekarang katakanlah air, air juga diciptakan oleh Allah SW, air juga telah sujud, telah patuh, serta telah taat kepada Allah SWT lalu bersediakah (relakah) air dikonsumsi (dimanfaatkan) oleh manusia yang bersikap berseberangan dengan perilaku air? Adanya perbedaan perilaku antara air dan manusia akan memberikan pengaruh buruk kepada manusia. Air yang seharusnya bermanfaat guna bagi manusia, justru air tidak bersedia atau air tidak rela dan tidak ridha di konsumsi atau dimanfaatkan oleh manusia-manusia yang tidak mau tunduk, patuh dan bertasbih kepada Allah SWT. Hal yang samapun berlaku kepada makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT yang lainnya, seperti udara, tumbuhan, hewan dan juga bakteri dan virus. Dimana mereka semua akan menjadi musuh bagi manusia sepanjang manusia berperilaku berseberangan dengan perilaku mereka. Jadi masihkah kita bersikap angkuh lagi sombong di muka bumi ini padahal diri kita hanyalah orang yang menumpang!.

 

C.     HANYA UNTUK ALLAH SWT SELURUH PERIBADATAN.

 

Hal berikutnya yang harus menjadi ketauhidan di dalam diri yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah mampu menjadikan seluruh peribadatan yang kita lakukan hanya untuk Allah SWT semata. Lalu apa itu ibadah yang dikehendaki oleh Allah SWT? Ibadah secara bahasa adalah ketundukan dan perendahan diri dihadapan Allah SWT. Sekarang apakah hanya itu saja pengertian dari ibadah? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian dasar ibadah yang lainnya, yaitu:

 

1.  Al-Imam Raghib al-Asfahani berkata, “ubudiyah (peribadahan) adalah menam-pakkan penghinaan diri. Dan ibadah maknanya lebih mendalam lagi, karena ibadah itu puncaknya adalah perendahan diri dan hal ini tidak ada yang berhak kecuali Dzat yang telah mencapai puncak keutamaan yaitu Allah.

 

2.  Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah mengatakan, “ibadah adalah nama yang menye-luruh untuk segala apa sajayang Allah cintai dan ridhai dari ucapan, perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.”

 

3.    Al-Imam al-Munawi mengatakan: “ibadah adalah perbuatan yang dikerjakan oleh se-orang mukalaf yang menyelisihi hawa nafsunya karena mengagungkan Rabbnya. Dan ibadah ini lebih khusus dari ubudiyah yang maknanya adalah perendahan diri secara mutlak.”

 

4.  Al-Imam al-Qurtubi mengatakan, “Asal ibadah adalah perendahan diri dan tun-duk, dinamakan dengan tugas-tugas syariat bagi seorang mukalaf berupa ibadah-ibadah, karena mereka harus melaksanakannya dan mengajarkannya dengan penuh merendahkan diri kepada Allah.

 

5.    Al-Imam Ibnu Al Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Hakikat ibadah adalah mela-zimi untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh perendahan diri, tunduk dan kembali kepada-Nya. Selalu merasa butuh kepada Allah, bersandar kepada-Nya, meminta pertolongan.

 

Itulah 5 (lima) buah pengertian dasar dari ibadah, lalu apakah pengertian ibadah yang kami kemukakan di atas sudah mampu kita laksanakan!

 

Selanjutnya adakah perbedaan antara ibadah dengan ketaatan? Perbedaan antara ketaatan dan ibadah adalah bahwasanya ibadah itu puncaknya adalah perendahan diri, dan ini tidak berhak diberikan kecuali kepada yang telah memberikan kenikmatan yaitu Allah. Oleh karena itu tidak boleh beribadah kepada selain Allah, dan ibadah itu tidak terlaksana kecuali dengan mengenal dzat yang diibadahi. Sementara itu, ketaatan adalah perbuatan yang terjadi sesuai dengan keinginan yang menginginkannya dan ini bisa terjadi kepada Allah dan manusia. Dan ketaatan juga tidak diiringi dengan niat untuk mengikuti, seperti orang yang mentaati syaitan; sekalipun ia tidak berniat mentaati syaitan, hanya dengan mengikuti seruan dan keinginannya sudah dikatakan taat kepada syaitan.

 

Di lain sisi, Ibadah itu dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu: Pertama: ibadah berupa ketundukan, yaitu untuk manusia, hewan, dan tumbuhan. Kedua: ibadah dengan kehendak pilihan dari diri kita sendiri. Dan inilah yang diperintahkan dalam firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. (surat Al-Baqarah (2) ayat  21).” Selain itu, ibadah juga bisa dibedakan atau terbagi lagi menjadi:

 

1.      Ibadah hati seperti takut, harap, cinta dan tawakkal;

2.    Ibadah lisan seperti tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan hati dan lisan dan:

3.   Ibadah anggota badan seperti shalat, zakat, haji, puasa dan jihad adalah ibadah badan dan ibadah hati. 

 

Ibadah itu cakupannya sangatlah luas, mencakup seluruh perbuatan seorang mukmin jika diniatkan untuk ibadah atau membantu untuk ibadah seperti makan, minum, tidur, jual beli, nikah, mencari rezeki maka hal-hal semacam ini akan bernilai ibadah jika niatnya baik dan saleh.

 

Jamaah sekalian, kita semua mendambakan amalan saleh dari ibadah yang kita kerjakan diterima di sisi Allah SWT. Kita semua mengharapkan kebaikan berupa pahala dan segala ganjaran-Nya, namun sudahkah kita memenuhi syarat-syarat diterimanya sebuah amalan saleh dari ibadah? Telah menjadi kaidah yang mapan, bahwa ibadah asalnya adalah haram, kecuali ada dalil yang memerintahkannya. Dari sini jelaslah bahwa ibadah harus berlandaskan dalil. Dan ketahuilah, syarat diterimanya amalan ibadah ada dua: Yang pertama: ikhlas. Dan yang kedua: mutaba’ah kepada Nabi Muhammad SAW.  Dan barangsiapa yang ibadahnya tidak dibangun di atas dua asas ini maka amalannya sia-sia belaka tidak bernilai di sisi Allah. Dan sangat banyak dalil-dalil yang menerangkan dua syarat ibadah ini, diantaranya Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya. (surat Al-Kahfi (18) ayat 110).”

 

Di lain sisi, Al-Syaikh Muhammad ibn Salih al-Utsaimin berkata, “ketahuilah bahwa mutaba’ah tidak akan terwujud kecuali jika amalan ibadah yang kita kerjakan itu sesuai dengan tuntunan syariat yang berlaku, dalam hal ini ada pada enam perkara:

 

1.   Sebabnya. Hendaklah amalan itu sesuai pada sebabnya. Apabila ada yang mela-kukan ibadah karena suatu sebab yang bukan dari syariat, maka ibadahnya tertolak. Misalnya ada orang menguap maka diabertaawudz.

 

2.     Jenisnya. Misalkan ada orang yang berkurban dengan kuda, maka ibadah kurban-nya tertolak tidak diterima, karena kurban dengan jenis kuda menyelisihi syariat. Ibadah kurban hanya pada unta, sapi dan kambing.

 

3.    Kadar dan ukurannya. Misalnya seorang berwudhu dengan membasuk setiap ang-gota wudhu empat kali, maka yang keempat tertolak, karena dia telah menambah kadar dan ukuran yang seharusnya (dalam hal ini tiga kali)

 

4.    Tata Caranya. Andaikan  ada  orang  yang  shalat dan ia sujud dahulu sebelum ru-kuk maka shalatnya batil tidak diterima karena ia tidak mengikuti tuntunan syariat dalam tata cara ibadah.

 

5.  Waktunya. Andaikan ada yang shalat sebelum masuk waktunya maka shalatnya tidak diterima karena ia beribadah pada waktu yang tiidak ditentukan oleh syariat.

 

6.   Tempatnya. Andaikan seorang melakukan ibadah i’tikaf bukan di masjid, semisal i’tikaf di sekolahan, di rumah, maka i’tikafnya tidak sah karena tidak mencocoki syariat dalam tempatnya.

 

Sebagai orang yang sangat membutuhkan ibadah maka kita tidak bisa begitu saja melaksa-nakan setiap ibadah karena ibadah ada aturan mainnya, yang bukan kita sendiri yang menetapkannya. Apalagi hidup yang saat ini kita jalani adalah saat terjadinya tarik menarik antara kepentingan jasmani yang membawa nilai-nilai keburukan sebagai representasi dari sifat-sifat alam dengan kepentingan ruh yang membawa nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai ilahiah.

 

Dan dengan adanya kondisi ini (tarik menarik) menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani di muka bumi ini adalah sebuah permainan dan juga sebuah pilihan dan untuk memenang-kan permainan dan juga menentukan pilihan yang terbaik maka disinilah letak pentingnya ibadah.

 

Agar ruh tetap dalam kefitrahannya yang diiringi dengan  jasmani tetap dalam kondisi sehat tidak ada jalan lain kecuali kita mampu melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, dalam hal ini melaksanakan konsep Diinul Islam secara kaffah dalam bentuk peribadatan. Sebagaimana firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208).” Akhirnya dengan mampunya kita melaksanakan Diinul Islam secara kaffah terpeliharalah baik jasmani maupun ruh sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan alangkah nikmatnya hidup ini jika saat melaksanakan konsep dwifungsi dan dwidimensi diiringi dengan sehatnya jasmani dan juga fitrahnya ruh melalui ibadah yang kita laksanakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar