3. Hanya Allah SWT yang bisa mendatangkan manfaat dan mudharat. Sa-lah bentuk lainnya dari kekuasaan Allah SWT
adalah hanya Allah SWT sajalah yang bisa mendatangkan manfaat dan mudharat di
alam semesta ini. Sebagaimana firman-Nya
berikut ini: “Katakanlah: “Aku tidak ber-kuasa menarik
kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku
membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman” (surat Al-A’raff (7) ayat 188).” Berdasarkan
ayat ini, sesungguhnya perkara yang wajib diyakini oleh setiap muslim
bahwasanya tidak ada yang bisa dan mampu memberikan manfaat dan juga mudharat
kecuali Allah SWT saja.
Keyakinan ini yang
ditanamkan oleh agama Islam. Dan
bahwasanya memberikan manfaat dan mudharat itu hanya milik Allah SWT
semata. Siapa pun orangnya, setinggi apa pun derajatnya, dia tidak akan bisa
memberikan manfaat dan mudharat kepada diri dan orang lain. Apakah itu para
malaikat, para nabi, orang-orang shalih, semuanya tidak ada yang bisa
memberikan manfaat dan mudharat. Hal itu karena, memberikan manfaat dan
menolak manfaat dan mudharat hanya Allah SWT saja yang bisa
melakukannya. Tidak ada seorang makhluk pun yang bisa melakukannya. Dan semua
itu terjadi atas kehendak dari-Nya.
Di lain sisi, Allah
SWT dalam surat Al Mumtahannah (60) ayat 3 sebagaimana berikut ini: “Kaum
kerabatmu dan anak anakmu tidak akan bermanfaat
bagimu pada hari Kiamat. Dia akan
memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” Dimana
Allah SWT sudah menegaskan kepada diri kita bahwa saat hari kiamat tiba kaum
kerabat kita, anak-anak kita tidak bisa memberikan manfaat apapun kepada diri
kita.
Lalu apakah dengan
adanya pernyataan ini tidak membuat diri kita menyadari bahwa Allah SWT telah
menetapkan akan adanya ketentuan secara perorangan, sehingga segala manfaat dan
mudharat yang akan kita terima berdasarkan apa-apa yang telah kita perbuat saat
hidup di muka bumi. Jika kebaikan yang kita perbuat maka kebaikan yang akan
kita terima sedangkan jika keburukan yang kita perbuat maka keburukan pula yang
akan kita terima dan yang tidak mungkin adalah kita berbuat keburukan akan
menghasilkan kebaikan.
4. Seluruh Syafaat hanya
di tangan Allah SWT saja. Bentuk lainnya dari ke-kuasaan Allah SWT adalah hanya
Allah SWT sajalah yang bisa memberikan syafaat (pertolongan, bantuan) kepada
umat-Nya sehingga seluruh syafaat hanya di tangan Allah SWT semata. Sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Ataukah mereka mengambil penolong selain Allah.
Katakanlah, “Apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki
sesuatu apapun dan tidak mengerti?. Katakanlah, “Pertolongan itu hanya milik
Allah semuanya. Dia memiliki kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya kamu
dikembalikan. (surat Az Zumar (39) ayat 43-44).” Ayat ini begitu
jelas mengemu-kakan bahwa segala bentuk dan macam-macamnya pertolongan
(syafaat) hanya milik Allah SWT semata.
Dan dengan adanya
ketentuan ini maka tidak ada jalan lain bagi diri kita yang memerlukan
pertolongan, yang membutukan bantuan ataupun membutuhkan syafaat dari Allah SWT
maka kita harus bisa melaksanakan ketentuan surat Az Zumar (39) ayat 14 berikut
ini: “Katakanlah, “Hanya Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan
kepada-Nya dalam menjalankan agamaku.” Untuk itulah segala ibadah yang
kita lakukan mutlak hanya boleh ditujukan untuk Allah SWT semata, baik berupa
doa, sembelihan, nadzar dan lain sebagainya. Barangsiapa yang menujukan ibadahnya
bukan untuk Allah SWT semata, walaupun kepada Nabi, ataupun kepada Malaikat dan
walaupun hanya satu macam ibadah saja, atau sekali saja maka itulah perbuatan
syirik.
Allah SWT selaku
pemilik tunggal dari pada syafaat kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya
untuk memberikan syafaat kepada sebagian hamba yang lainnya dengan tujuan untuk
memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafaat dibanding yang disyafaati
serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafaati untuk bisa
mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari adzab-Nya.
Salah satu hamba-Nya
yang diberikan hak syafaat dapat kita ketahui melalui hadits berikut ini: “Utsman
bin Affan ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Apabila usia
hamba-Ku telah mencapai empat puluh tahun, Aku bebaskan ia dari tiga penyakit:
Gila, Kusta dan Sopak (belang). Dan bila mencapai lima puluh tahun, Aku
menghisabnya seringan-ringannya.Bila mencapai enam puluh tahun, Aku gemarkan ia
bertobat. Bila mencapai usia tujuh puluh tahun, Aku jadikan Malaikat cinta
kasih padanya. Dan bila mencapai delapan puluh tahun, Aku catat kebaikannya dan
Aku hapuskan dosa-dosanya. Dan bila mencapai sembilan puluh tahun maka
berkatalah Malaikat kepadanya: Tawanan
Allah di atas bumi, dan diampun baginya dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang,
dan diberi hak syafaat. Dan bila pada usia yang terjelek
(selemah-lemahnya), maka Allah mencatat baginya pahala apa yang biasa
dikerjakan di masa sehat-kuatnya, dan bila berbuat dosa tidak dicatat atasnya.
(Hadits Qudsi Riwayat Ath Thirmidzi).”
Selanjutnya untuk
lebih mempertegas tentang syafaat berikut ini akan kami bahas hal-hal yang
berhubungan dengan syafaat, sebagaimana berikut ini:
a. Syafaat dalam Ensiklopedi Islam artinya pertolongan, atau
bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang mengharapkan
pertolongannya. Sedangkan secara harfiah, syafaat berarti pertolongan yang
diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang mengharapkan pertolongan-nya;
usaha dalam memberikan suatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan suatu
mudharat bagi orang lain.
b. Syarat Terjadinya Syafaat. Orang yang mampu memberi syafaat dan orang yang akan
diberi syafaat bukanlah sembarang orang. Syafaat (pertolongan) hanya bisa
terjadi jika ada izin Allah SWT kepada orang yang memberi syafaat untuk
memberikan syafaat dan ridha Allah kepada pemberi syafa’at dan yang akan
diberikan syafaat. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah
mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang
mereka, dan mereka tiada memberi syafaaat melainkan kepada orang yang diridhai
Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (surat
Al Anbiya (21) ayat 28). Dan juga berdasarkan ketentuan firman-Nya
berikut ini, “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at (pertolongan) mereka
sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan (dan hanya) bagi
orang yang Dia kehendaki dan Dia ridhai-(Nya). (surat An Najm (53) ayat
26).”
Selain dua ayat di
atas, masih ada ketentuan yang mengatur tentang syafaat sebagaimana firman-Nya
berikut ini: “Dan syafaat (pertolongan) di-sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang
telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu). Sehingga apabila telah
dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang telah
difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang benar, dan
Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (surat Saba’ (34) ayat 23).”
c. Macam-Macam Syafaat. Syafaat dan Al Maqam
Al Mahmud (kedudukan yang terpuji) diperuntukkan bagi Nabi Muhammad SAW pada
hari kiamat, sebagai-mana dikemukakan
oleh “Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari” dalam bukunya “Intisari
Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah”, berikut ini:
Pertama, Syafaat untuk umat
manusia di Al-Mauqif yaitu tempat dikumpulkannya umat manusia di Padang Mahsyar
agar diberi keputusan hukum di antara mereka, yaitu yang disebut Maqam Mahmud
(kedudukan yang terpuji).
Kedua, Syafaat untuk ahli
syurga agar mereka masuk syurga, sedang Rasulullah SAW adalah orang yang
pertama kali memasukinya.
Ketiga, Syafaat untuk
pamannya, Abu Thalib, agar diringankan azabnya.
Ketiga syafaat ini
khusus untuk Nabi Muhammad SAW dan tidak ada seorangpun yang memilikinya selain
Beliau. Dan adapun syafaat yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya
berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk
mengangkat derajat sebagian umatnya yang memasuki syurga ke derajat yang lebih
tinggi.
b. Untuk memasuki syurga
tanpa hisab bagi segolongan dari umatnya.
c. Untuk
beberapa kaum yang antara kebaikan dan kejahatannya sebanding (seimbang), maka
beliau memberikan syafaatnya kepada mereka agar masuk syurga; syafaat Nabi
Muhammad SAW juga bagi mereka yang amal buruknya lebih berat dibanding amal
shalihnya untuk masuk syurga, syafaat bagi pelaku dosa besar yang telah masuk
neraka untuk berpindah ke syurga, syafaat untuk bisa masuk syurga tanpa hisab
dan tanpa adzab. Syafaat Beliau juga untuk beberapa kaum lainnya yang mereka
telah diputuskan untuk masuk ke neraka, namun karena syafaat Nabi Muhammad SAW
mereka tidak jadi memasu-kinya.
d. Nabi Muhammad SAW
juga memberikan syafaat untuk mengeluarkan dari Neraka orang-orang ahli maksiat
yang bertauhid. Maka Beliau memberikan syafaatnya kepada mereka sehingga mereka
masuk syurga.
Syafaat yang terakhir
dapat dilakukan oleh para Malaikat, para Nabi, para syuhada, para shiddiqin
(orang-orang yang teguh memegang kebenaran), para shalihin, dan kaum mukminin
yang telah memenuhi syarat tertentu, salah satunya adalah orang mukmin yang
berusia sembilan puluh tahun sebagaimana hadits riwayat Ath Thirmidzi di atas. Kemudian Allah SWT juga dapat mengeluarkan
beberapa kaum dari Neraka tanpa melalui syafaat, akan tetapi berkat karunia dan
rahmat-Nya.
d. Siapa saja orang-orang yang akan mendapat syafaat di hari
kiamat?
Berikut ini akan kami kemukakan orang-orang yang akan mendapat syafaat,
sebagaimana berikut ini:
Pertama, Pemimpin
yang Adil. Agama Islam sangat mengedepankan nilai keadilan. Ini juga
prinsip yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin, karena ia akan
bertanggung jawab atas rakyat dan negerinya.
Kedua, Pemuda
yang Banyak Beribadah Kepada Allah SWT. Dunia dipenuhi oleh godaan yang
dapat membutakan hati dan pikiran, hingga membuat orang lalai terhadap Allah
SWT. Oleh sebab itu, bagi pemuda yang selalu tekun beribadah kepada Allah SWT,
ia layak mendapatkan syafaat di hari akhir.
Ketiga, Orang
yang Hatinya Terikat dengan Masjid. Orang yang senantiasa ingin
memakmurkan tempat yang dicintai Allah ini akan mendapat perlindungan dari
Allah SWT. Hal ini sebagaimana tercantum dalam surat At Taubah (10) ayat 18 berikut ini: Sesungguhnya yang memakmurkan
masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta
(tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun)
kecuali kepada Allah, maka mudah-mudahan mereka termasuk orang yang mendapat
petunjuk.”
Keempat. Dua
Orang atau Lebih yang Saling Menyayangi Karena Allah SWT.
Artinya umat Islam menjalin keakraban satu sama lain murni karena Allah SWT,
bukan untuk keuntungan duniawi seperti jabatan, harta, kekayaan, dan lain
sebagainya.
Kelima. Lelaki
yang Diajak Berzina Namun Menolaknya. Akan ada ganjaran bagi seseorang
yang menolak ajakan zina karena takut terhadap murka Allah. Ini adalah ciri
orang yang beriman dan berakhlak baik.
Keenam. Orang
yang Bersedekah Secara Sembunyi-Sembunyi. Golongan lain yang berhak
mendapat pertolongan Allah adalah mereka yang bersedekah lalu merahasiakannya,
bahkan tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.
Ketujuh. Orang
yang Selalu Berzikir. Orang yang berzikir kepada Allah di waktu sunyi
sampai berlinangan air mata akan memperoleh naungan-Nya, sebagaimana hadits
berikut ini: “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah
selain dua tetes dan dua tanda: Air mata tercurah karena takut kepada Allah,
dan setetes darah tumpah di Jalan Allah. Dan untuk dua tanda, mereka adalah
tanda yang disebabkan oleh jalan Allah, dan tanda yang disebabkan oleh memenuhi
salah satu tugas yang diwajibkan oleh Allah. (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi).”
Selain ke tujuh hal yang kami kemukakan di atas, ada juga
amalan (ibadah) orang Mukmin pada hari kiamat akan menjadi syafaat bagi
dirinya, sebagaimana dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW tentang hal itu, yaitu:
Puasa dan AlQuran akan memberikan syafat bagi seseorang pada hari Kiamat.
e. Orang Kafir Tidak Akan Menerima Syafa’at. Allah tidak akan memberikan sya-faat kepada orang kafir,
karena mereka itulah ahli syirik, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka tidak
berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan
syafaat. (surat Al Muddatstsir (74) ayat 48.” Hal ini dikarena-kan
Allah SWT tidak akan pernah ridha dengan kesyirikan dan pelaku kesyirikan.
Namun dalam hal ini dikecualikan untuk paman Nabi Muhammad SAW yaitu “Abu
Thalib”, dialah satu-satunya orang musyrik yang mendapatkan syafaat keringanan
adzab dengan memandang jasanya yang begitu besar dalam melindungi
Rasulullah SAW semasa hidupnya. Adapun orang kafir selain “Abu Thalib”
maka tidak akan mendapatkan syafaat sedikit pun.
Selain daripada itu,
Nabi Muhammad SAW SAW juga sempat menyebut bahwa ia akan memberikan syafaat
kepada umat yang tidak menyekutukan Allah SWT hingga akhir hidupnya sebagaimana
hadits berikut ini: “Rasulullah SAW bersada: "Setiap Nabi
mempunyai doa yang mustajabah, maka setiap Nabi doanya dikabulkan segera.
Sedangkan saya menyimpan doaku untuk memberikan syafaat kepada umatku di hari
kiamat. Syafaat itu insyaAllah diperoleh umatku yang meninggal tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. (Hadits Riwayat Muslim).” Dan
agar diri kita menjadi orang yang beruntung di akhirat kelak, maka hadits
berikut ini bisa kita jadikan pedomannya, yaitu: “Abu Hurairah ra, telah bertanya
kepada Nabi SAW, “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafaat
engkau?” Beliau menjawab, “Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha
Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” (Hadits Riwayat Ahmad dan Bukhari). Mengucapkan di
sini bukanlah mengucapkan dengan lisan
semata, tetapi juga harus diikuti dengan konsekuensi-konsekuensinya dengan
memurnikan ibadah kepada Allah SWT semata dan tidak menyekutukannya.
f. Hukum Meminta Syafaat. Sekarang tinggal
tersisa satu permasalahan, bagai-manakah hukumnya meminta syafa’at. Telah kita
ketahui bersama bahwa syafaat adalah milik Allah, maka meminta kepada Allah
hukumnya disyariatkan, yaitu meminta kepada Allah agar para pemberi syafa’at
diizinkan untuk mensyafa’ati di akhirat nanti. Seperti, “Ya Allah, jadikanlah Muhammad SAW pemberi
syafa’at bagiku. Dan janganlah engkau haramkan atasku syafa’atnya”. Adapun
meminta kepada orang yang masih hidup, maka jika ia meminta agar orang tersebut
berdoa kepada Allah SWT agar ia termasuk orang yang mendapatkan syafaat di
akhirat maka hukumnya boleh, karena meminta kepada yang mampu untuk
melakukanya.
Namun, jika ia
meminta kepada orang tersebut syafaat di akhirat maka hukumnya syirik, karena
ia telah meminta kepada seseorang suatu hal yang tidak mampu dilakukan selain
oleh Allah SWT. Adapun meminta kepada orang yang sudah mati maka hukumnya
syirik akbar baik dia minta agar didoakan atau meminta untuk disyafa’ati. Untuk
itu, jangan sampai kita terjebak untuk meminta syafaat langsung kepada
Rasulullah SAW. Hal ini bukan berarti kita menginkari adanya syafaat
beliau. Tetapi syafaat hanyalah milik Allah SWT. Bagaimana Allah SWT hendak
memberikan syafaat-Nya kepada seseorang sementara dia berbuat syirik dengan
meminta syafaat kepada Nabi? Pantaskah bagi kita tatkala Allah SWT telah
mengikrarkan bahwa syafaat hanya milik-Nya, kemudian kita justru meminta kepada
Nabi? Sungguh andai ia meminta kepada Nabi seribu kali tetapi Allah SWT tidak
meridhoinya maka ia tidak akan mendapatkannya.
5. Allah SWT saja
Pemberi Ampunan. Salah
satu bentuk yang lainnya dari kekua-saan Allah SWT adalah hanya Allah SWT
sajalah yang bisa memberikan ampunan melalui permohonan yang dimohonkan
kepada-Nya sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Aku ini
hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan
kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah)
kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang yang
mempersekutukan-(Nya). (surat Fushshilat (41) ayat 6).” Selanjutnya ayat ini dipertegas dengan
ketentuan yang termaktub dalam surat Az Zumar (39) ayat 53-54 sebagaimana
berikut ini: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong.”
Ayat yang kami
kemukakan di atas, intinya menceritakan saat Allah SWT memerintahkan Nabi
Muhammad SAW agar umat senantiasa berserah diri meski berlumuran dosa. Semua
dosa bisa diampuni Allah. Disebutkan, pula bahwa ayat ini oleh ulama dinilai
sebagai ayat yang paling memberikan ketenangan dan harapan kepada umat manusia.
Pasalnya, tidak ada manusia yang tidak berdosa. Tidak ada pula yang bisa
mengampuni dosa kecuali Allah SWT. Allah SWT sendiri menyatakan, hamba-hamba-Nya yang
sudah melampaui batas dalam dosa masih bisa diampuni.
Beragam jenis orang
berdosa. Ada yang berdosa tapi masih tidak terlalu buruk dosanya. Ada yang
memiliki dosa kecil dan dosa besar. Nabi Muhammad diperintahkan untuk
menyampaikan kepada hamba-hamba Allah dengan memberi kesan atau menunjukkan
rahmat dan kasih sayang Allah, betapapun berdosanya seseorang. Yang ditekankan
ialah agar kita jangan berputus asa dari rahmat Allah karena Allah SWT mengampuni
semua dosa. Tidak ada dosa yang tidak diampuni-Nya jika seseorang mau bertobat
dan mau meminta ampunan kepada Allah SWT sewaktu masih hidup di dunia.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka kita harus mengetahui
ada dosa yang diampuni setelah manusia bertobat. Tetapi ada juga dosa yang
diampuni walau seseorang tidak bertobat. Ada dosa yang Allah SWT ampuni
walaupun seseorang tidak melakukan kebaikan. Ada dosa yang walaupun dibawa
mati, tetap diampuni Allah. Itu karena Allah SWT suka mengampuni. Allah SWT
senang memberi ampun, maka Tuhan Maha Pengampun atas aneka kesalahan dan
berdasarkan ayat-ayat di atas ini ,memberikan harapan yang besar. Ini
menandakan Tuhan berlaku adil.
Pada dasarnya, Tuhan
itu pemberi rahmat. Karena itu, Allah SWT patut dicintai atas sifatnya yang
pemberi rahmat dan keadilan. Sebagaimana dikemukakan dalam surah surat Az Zumar
(39) ayat 53-54 di atas, dikemukakan "Kembalilah,
kepada Tuhanmu." Maksudnya adalah kembali itu berarti kita pernah pada
satu posisi meninggalkan Allah SWT. Misalnya kita menjauh dari Allah SWT. Lalu
Allah SWT meminta kita untuk berserah diri. Seperti dalam firman-Nya di atas,
"berserah dirilah kepada-Nya."
Itulah Allah SWT sang pemberi rahmat.
Allah SWT banyak
memberikan nikmat dan rahmat kepada kita. Sudah semestinya kita mengabdi kepada
Allah SWT dengan sempurna dan kita kembali menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Tetapi, Allah juga mengingatkan tidak ada yang dapat menolong kita dari siksa
neraka selain Allah SWT. Karena itu, ikutilah dengan sungguh-sungguh apa yang
terbaik yang diturunkan Allah SWT kepada diri kita. Allah SWT juga memberi
tuntunan, jika ada yang berbuat jahat kepada kita, balasan kejahatan itu akan
setimpal. Akan tetapi, Allah SWT juga mengatakan jika kita bisa memaafkan, akan
lebih baik. Yang lebih tinggi lagi dari memaafkan ialah memberi. Berilah
kebaikan bagi orang yang berbuat salah kepada kita, karena memberi lebih baik
dari sekedar memaafkan.
Allah SWT adalah Tuhan
Yang Maha Pengasih, yang kemahaan-Nya terefleksikan dalam bentuk pengampunan
yang siap diberikan kepada hamba-Nya dengan membukan pintu-pintu “pengampunan”
dan “taubat” bagi semua sepanjang hamba-Nya mau dan sungguh-sungguh untuk
mendapapatkannya. Hal yang harus kita jadikan pedoman adalah “mau dan
sungguh-sungguh” karena pengampunan dan taubat hanya akan diberikan oleh Allah
SWT kepada hambanya yang memiliki komitmen secara sungguh-sungguh pula.
Lalu Allah SWT dalam
firman-Nya yang termaktub di dalam surat Ali Imran (3) ayat 133 menegaskan “dan bergegaslah kalian kepada ampunan
Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, disiapkan bagi
orang-orang yang bertaqwa”. Ingat kata bergegas di atas mengindikasikan
keseriusan dan kesungguhan, serta mujahadah dalam meraih ampunan (maghfirah)
Allah SWT, yang maknanya jika kita ingin diampuni maka kejarlah ampunan itu
semaksimal mungkin.
Sekarang mari kita
pertegas apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Az Zumar (39) ayat 53
berikut ini: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." Ayat ini menunjukkan kepada diri kita selaku abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi bahwa Allah SWT telah
mendeklarasikan diri tentang adanya pengampunan dalam bentuk pernyataan yang
jelas, yaitu: “Katakan Wahai
hamba-hamba-Ku (ya ibaadiya) jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa. Sesungguhnya Allah Maha
pengampun lagi Maha penyayang”. Adanya deklarasi yang dikemukakan oleh
Allah SWT dalam ayat di atas ini menunjuk-kan hal-hal sebagai berikut kepada
umat manusia:
a. Kasih
sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya begitu sangat luar biasa, bahkan tiada
batas. Allah SWT memanggil mereka yang melakukan dosa dengan panggilan kasih: “wahai hamba-hamba-Ku”. Mereka yang telah
melampaui batas (asrafuu). Luar biasanya Allah SWT masih memanggil mereka
dengan panggilan yang seperti itu, lalu apakah kondisi ini kita biarkan berlalu
begitu saja.
b. Mereka yang melakukan
dosa disebut “asrafuu” atau melampaui
batas dan berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa agama itu jika dijalankan
sebagaimana mestinya maka sangat sejalan dengan kebutuhan dan tabiat manusia.
Di saat agama tidak dijalankan sebagaimana mestinya maka terjadi perilaku
“melampaui batas” tabiat kemanusiaan.
c. Ungkapan
“jangan Berputus asa dari kasih sayang
Allah” menunjukkan bahwa diampuninya kita bukan karena usaha kita semata.
Bukan pula karena sekedar ibadah yang kita lakukan. Tapi semuanya karena semata
“rahmat Allah”.
d. Pada ungkapan “Sungguh Allah mengampuni semua dosa”
memaknai bahwa tia-da dosa yang tak terampunkan dengan rahmat Allah SWT. Dalam
hadits disebutkan bahwa jika hamba-Ku melakukan dosa seluas langit dan bumi
niscaya akan kuampuni. Intinya adalah bahwa ampunan Allah itu adalah bentuk
kasih-Nya yang terbesar. Hanya dengan diampuni seorang hamba akan masuk syurga.
Dan hanya dengan rahmat-Nya seorang hamba akan diampuni.
Selanjutnya, adanya cerita
seorang pembunuh 99 (sembilan puluh sembilan) orang adalah contoh lain dari
kasih sayang Allah SWT. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari
bahwa seorang pemuda telah membunuh 99 (sembilan puluh sembilan) orang. Lalu
mendatangi seorang ahli ibadah dan bertanya kira-kira Allah masih akan
mengampuninya? Sang ahli ibadah itu menjawab bahwa dia tidak akan diampuni lagi
dengan dosa sebesar itu. Jangankan membunuh 99 (sembilan puluh sembilan) orang.
Membunuh seorang saja dosanya bagaikan membunuh seluruh umat manusia. Mungkin
karena frustrasi dan marah, sang pemuda itu juga membunuhnya. Kini ia telah
membunuh 100 (seratus) orang. Tapi keinginan untuk diampuni masih ada dalam
hatinya.
Dia pun berjalan
hingga ketemu dengan ahli ilmu dan bertanya apakah Allah masih mengampuninya?
Mendengar itu sang ahli ilmu teringat dengan ayat tadi, “Wahai hamba-hamba-Ku jangan berputus asa dari Rahmat Allah…sesungguhnya
Allah mengampuni semua dosa”. Singkatnya, pemuda itu diarahkan untuk
berangkat ke sebuah kampung dan bergabung dengan penghuni kampung itu beribadah
kepada Allah SWT. Di tengah jalan dia meninggalkan dunia. Malaikat syurrga dan
neraka pun berebut untuk menjem-putnya. Namun Allah dengan Rahmat-Nya dan
kasih-Nya Allah mengabulkan keingi-nannya untuk diampuni. Dia telah membunuh
100 orang. Tapi karena komitmennya untuk diampuni dan karena kasih Allah SWT,
sang pemuda itu diampuni dan masuk syurga.
Pertanyaan yang
kemudian timbul adalah jika “semua dosa diampuni” bagaimana dengan ayat yang
menyebutkan: “Sungguh Allah tidak
mengampuni dosa syirik”? Jawabannya adalah dosa syirik yang tidak terampuni
adalah ketika dosa itu terbawa mati karena belum sempat taubat. Sehingga pelaku
syirik itu meninggal dalam keadaan demikian. Berbeda dengan dosa selain syirik.
Kalau pun meninggal dalam keadaan berdosa, tapi dalam hatinya ada iman atau
tauhid maka dosa itu pada akhirnya akan terhapuskan. Adanya kondisi ini maka
jangan pernah menyianyiakan kesempatan untuk meminta ampunan kepada Allah SWT
saat hidup di muka bumi ini.
6. Perintah-Nya hanya
sepatah kata “Kun”. Salah
satu bentuk lainnya dari ke-kuasaan Allah SWT yang sangat luar biasa adalah jika
Allah SWT berkehendak maka Allah SWT cukup mengatakan “jadilah maka jadilah”
sebagaimana firman-Nya berikut ini: Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah” Maka jadilah sesuatu
itu. (surat Yaa Sin (36) ayat 82).” Kemudian kondisi ini dipertegas
dengan pernyataan Allah SWT yang menyebutkan bahwa perintah Kami seperti
kejapan mata, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan perintah Kami hanyalah
(dengan) satu perkataan seperti kejapan mata. (surat Al Qamar (54) ayat 50).”
Sekarang bahwa Allah
SWT telah berfirman, Jadilah, maka jadilah jagad raya dan seluruh isinya,
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan “jadilah, lalu
terjadilah”, dan di tangan-Nya lah segala kekuasaan di waktu sangkakala di
tiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui. (surat Al An’am (6) ayat 73).” Namun kepada
manusia proses penciptaan ini diterangkan dalam enam masa. Karena di sini Allah
SWT akan memberi pelajaran kepada manusia agar membuat perencanaan dalam setiap
pekerjaannya, membuat jadwal waktu, timing, dan mengevaluasi performa
pekerjaannya, serta tidak tergesa gesa. Inilah yang menjadi tugas bagi setiap
manusia. Dan tugas ini pun demi keberhasilan dan kebahagiaan manusia itu
sendiri.
Janganlah pernah
manusia lupa bahwa baginya ada batasan yang tidak mungkin, baginya ada batas
batas tertentu, seperti batang-batang kering yang lapuk, sebagaimana firman-Nya
berikut ini: ““Dan sungguh, telah Kami kirimkan atas mereka satu suara keras yang
mengguntur, maka jadilah mereka seperti batang-batang kering yang lapuk. Dan
sungguh, telah Kami mudahkan AlQuran untuk peringatan, maka adakah orang yang
mau mengambil pelajaran. (surat Al Qamar (54) ayat 31-32).” Namun bagi
Dzat Yang Maha memiliki jagad raya ini tidaklah begitu. Bagi Allah SWT cukup
bertitah “jadi” maka jadilah karena Ia adalah Dzat Yang Maha memiliki kekuatan
tak terbatas, sehingga jika manusia bersandar diri kepada Dzat yang sedemikian
maha memiliki kekuatan tak terbatas, percaya dan memohon kepada-Nya, maka
manusia akan terheran heran dengan semua pintu yang tiba-tiba terbuka luas
untuknya. Dalam keadaan seperti inilah manusia “Jangan stress, jangan bersedih,
jangan galau, jangan resah dan gelisah, Allah Maha Ada!’ “Allah Ada, Masalah
Tiada”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar