Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 24 Januari 2024

MENANG ADALAH RUMUS DASAR PERANG (PART 2 of 2)


D.     PENGARUH BURUK PENGHASILAN/PEKERJAAN HARAM.

 

Adanya pengaruh buruk dari penghasilan dan juga pekerjaan yang haram akan membuat pemilik dari penghasilan (harta) yang haram itu akan berperilaku yang haram pula yang berkesesuaian dengan yang dikehendaki oleh setan sang laknatullah. Lalu seperti apakah perilaku haram itu? Perilaku-perilaku haram adalah perilaku yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah agama seperti judi, seks bebas, narkoba, mengkonsumi minuman keras (mabuk), memperturutkan ahwa (hawa nafsu). Kondisi ini sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah, namun sangat dikutuk oleh Allah SWT. Jika ini terjadi maka apa yang dikemukakan oleh “William Ewart  Gladstone” (1809-1898) memang benar adanya. Sudahkah kita menyadarinya!

 

Di lain sisi, Allah SWT telah memberikan panduan kepada umat manusia, agar selalu berpedoman kepada yang halal lagi baik sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata." (surat Al Baqarah (2) ayat 168).” Ayat ini mengemukakan bahwa konsep halal lagi baik bukanlah konsep yang berdiri sendiri, namun konsep yang tidak bisa dipisahkan. Halal dan baik (thayyib) tidak saja mengatur jenis makanan dan minuman yang kita konsumsi, namun juga termasuk di dalamnya mengatur penghasilan dan pekerjaan yang kita lakukan. Alangkah ruginya diri kita mampu membeli, mampu membelanjakan hasil dari penghasilan (pekerjaan) yang kita lakukan untuk menafkahi keluarga, untuk mendidik anak, jika penghasilan (pekerjaan) dari sesuatu yang haram. Sesuatu yang haram tidak akan menjadikan menjadi halal.


Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus memahami bahwa setiap pekerjaan, setiap penghasilan, setiap makanan dan minuman yang kita konsumsi (apakah halal lagi baik, atau haram lagi buruk) pasti akan mempengaruhi kualitas sperma dan kualitas sel telur (ovum) yang akan menjadi anak keturunan kita. Akhirnya ruh yang suci akan menempati bangunan jasmani manusia yang terkontaminasi dengan yang haram lagi buruk, jika kita tidak mampu memperhatikan apa-apa yang kita konsumsi. Hal ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80) ayat 24).

 

Jika makanan dan minuman yang kita konsumsi terkontaminasi dengan yang haram lagi buruk berarti maka kita sendirilah yang telah memberikan tempat bercokol bagi setan di dalam tubuh (jasmani) diri kita dan juga anak kita. Lalu bisakah kita  membayangkan jika di dalam otak anak kita terkontaminasi dengan yang haram lagi buruk lalu setan bercokol disana maka bukan tidak mungkin pola berpikir anak tersebut menjadi susah untuk diajak kepada kebaikan, susah untuk belajar mengaji; susah untuk menerima masukan-masukan yang bersifat kebaikan, susah untuk berbagi serta sangat suka berbuat kerusakan dan lain sebagainya.   

 

Sebagai orang tua, tentu kita sangat mendambakan anak shaleh dan shalehah, namun apa jadinya jika makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh diri kita, oleh anak kita berasal dari penghasilan dan pekerjaan yang haram ditambah saat mengkonsuminya tanpa membaca basmallah dan doa. Hal ini menjadi lebih berbahaya jika sampai biaya untuk membesarkan anak dan keluarga kita sendiri berasal dari penghasilan dan pekerjaan yang haram. Akhirnya cita-cita memiliki anak shaleh dan shalehah serta merasakan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah menjadi mimpi di siang hari. 

 

Hal berikutnya yang sedang melanda sebahagian masyarakat adalah makin banyak umat manusia yang malas untuk belajar terutama tentang agamanya sendiri, seperti mempelajari AlQuran dan ilmu ketauhidan (lihat kembali pernyataan yang dikemukakan oleh “Mosye Dayan” di atas). Selain itu, ada lagi yang sedang terjadi di tengah-tengah umat yaitu jika umat sudah memperoleh dan merasakan zona nyaman dalam dirinya maka umat menjadi taklik buta dengan sesuatu baru, sehingga umat  enggan tidak mau menambah ilmu dan pengetahuan yang baru. Lalu apatis, apriori dengan sesuatu yang baru yang diiringi dengan memperturutkan apa kata ulama tanpa pernah mau memilah dan memilih, serta mempertahankan tradisi dengan mengabaikan syariat yang berlaku serta sering mendahulu-kan ibadah sunnah dibandingkan dengan melaksanakan ibadah wajib, yang kesemuanya menunjukkan ciri-ciri orang yang telah memperturutkan ahwa (hawa nafsu).

 

Akhirnya umat manusia yang merasa sudah berada di zona nyaman akan sulit untuk diajak untuk meningkatkan kualitas hidupnya, meningkatkan kualitas keimanan dan ketauhidan-nya melalui peningkatan ilmu dan pemahaman yang sebenarnya masih bisa ditingkatkan. Jika hal ini sampai terjadi pada diri kita maka kondisi inilah yang sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah. Sadarkah kita dengan kondisi ini!

 

E.      MELANGGAR JANJI DENGAN ALLAH SWT.

 

Saat masih di dalam rahim seorang ibu, setiap ruh, yang tidak lain adalah jatidiri manusia yang sesungguhnya, sudah menyatakan diri bahwa Allah SWT adalah tuhannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Ayat ini menjadi penting bagi diri kita, untuk itu mari kita perhatikan 3 (tiga) hal yang akan kami kemukakan berikut ini:

 

1.        Adanya Pernyataan Allah SWT Bahwa Allah SWT Adalah Tuhan Bagi Diri Kita. Allah SWT melalui surat Al A'raaf (7) ayat 172 di atas, dengan tegas telah menyatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi diri kita. Jika ini adalah pernyataan Allah SWT berarti Allah SWT telah langsung menunjukkan kebesaran-Nya yang meliputi kehendak, kemampuan, ilmu serta kehebatan, keperkasaan yang dimiliki oleh Allah SWT.  Melalui pernyataan ini maka Allah SWT dengan tegas  menyatakan bahwa  Akulah Tuhan, Akulah Pencipta, Aku Pemelihara, Aku Pengawas, Akulah Penguasa, Akulah Pengayom, Akulah Pembimbing, Akulah Penjaga, Akulah Pemberi dan seterusnya sesuai dengan Asmaul Husna di mana itu semuanya bersifat Baqa, bersifat Qiyamuhu Binafsih, bersifat Wahdaniah, bersifat Mukhalafatul Lil Hawadish, dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dan jika sekarang Allah SWT sudah memberikan kesaksian dan pernyataan tentang diri-Nya sendiri seperti ini, selanjutnya maka : (1) Ilmu Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (2) Pendengaran dan penglihatan Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (3) Qudrat dan Iradat selalu ada di tengah dan di sekeliling kita; (4) Kalam dan Hayat selalu ada di tengah dan disekeliling kita; (5) Kasih sayang, pengawasan, pemeliharaan dari Allah SWT selalu ada di tengah dan di sekeliling diri kita.

 

Akhirnya diri kita tidak dapat dipisahkan dari ilmu, pendengaran, penglihatan, qudrat, iradat, kalam, hayat, kasih sayang, pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT. Jika itu semua adalah posisi dan juga keadaan dari pernyataan dan kesaksian Allah SWT kepada seluruh makhluk-Nya, selanjutnya apakah kita akan menyianyiakannnya atau apakah kita akan mengabaikannya atau apakah kita mau menerima pernyataan dan kesaksian Allah SWT dengan sebenar-benarnya? Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi kesaksian dan pernyataan Allah SWT itu, maukah kita menerima dan mempercayai atau menolak atau apakah kita akan menggantinya dengan yang lain? Yang pasti kita yang sangat membutuhkan Allah SWT sedangkan Allah SWT tidak butuh sama sekali dengan diri kita.

 

2.        Adanya Pernyataan Ruh kepada Allah SWT. Inilah pengakuan ruh di dalam rahim ibu kita pada waktu berumur 120 (seratus dua puluh) hari atau setelah ruh ditiupkan ke dalam jasmani yaitu ruh memberikan kesaksian bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi diri kita. Adanya kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa setiap ruh secara individual atau secara pribadi-pribadi tanpa terkecuali, telah mengakui, telah menyatakan dengan tegas tanpa ada paksaan dari siapapun juga bahwa Allah SWT adalah Tuhan bagi seluruh ruh dari umat manusia. Selanjutnya apa yang terjadi setelah ruh mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan? Adanya pengakuan ruh secara individual kepada Allah SWT berarti ruh telah memberikan kesaksian tentang Allah SWT sehingga ruh telah beriman kepada Allah SWT  dan adanya kondisi ini terlihat dengan jelas bahwa ajaran Islam tidak mengenal konsep reinkarnasi.

 

Sekarang timbul pertanyaan, atas dasar apakah ruh mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan sehingga ruh telah beriman kepada Allah SWT? Pengakuan dan kesaksian ruh kepada Allah SWT bahwa Allah SWT adalah Tuhan dikarenakan ruh mengenal siapa Allah SWT; Ruh tahu apa dan bagaimana Allah SWT; Ruh tahu dari mana ia berasal serta Ruh tahu bahwa Allah SWT-lah yang menciptakannya. Lalu apakah hanya itu saja sehingga Ruh mengakui Allah SWT adalah Tuhan? Ruh adalah bagian dari Allah SWT, jika suatu bagian dipisahkan dari asalnya maka bagian yang dipisahkan pasti akan tahu, pasti akan mencari sesuatu yang sama dengan dirinya, pasti akan menuju kepada asalnya dan selanjutnya pasti akan mengetahui siapa asalnya tersebut. Jika ruh tahu bahwa Allah SWT adalah Tuhan dimana pernyataan itu sudah dinyatakan sejak awal kehidupan manusia atau sejak dipersatukannya ruh dengan jasmani maka apakah hal ini tidak cukup bagi kita untuk beriman kepada Allah SWT selama-lamanya. Ataukah kita mau ingkar janji dengan pernyataan ini?

 

3.        Masa Berlakunya Pernyataan Ruh Kepada Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan masa berlakunya pernyataan ruh kepada Allah SWT, apakah memiliki masa berlaku? Pernyataan ruh kepada Allah SWT juga memiliki masa berlaku, yaitu masa berlaku dalam arti  umum dan masa berlaku dalam arti khusus. Secara umum masa berlakunya sepanjang manusia ada di muka bumi atau sepanjang di muka bumi ini masih ada manusia atau sepanjang masih ada kehidupan manusia di muka bumi maka pernyataan ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT masih berlaku sampai dengan hari kiamat. Sekarang bagaimana dengan masa berlaku pernyataan ruh dalam arti khusus yaitu masa berlaku bagi individual atau bagi pribadi-pribadi? Bagi individual atau secara pribadi-pribadi masa berlaku pernyataan ruh kepada Allah SWT dapat dibedakan menjadi 2(dua) yaitu dimulai dari saat ditiupkannya ruh ke dalam jasmani sampai dengan sebelum ruh tiba dikerongkongan atau dimulai dari saat ditiupkannya ruh dalam jasmani sampai dengan diri kita sendiri yang memutuskan untuk tidak mau melaksanakan pernyataan yang telah kita buat atau diri kita sendiri yang memutuskan hubungan dengan Allah SWT dengan tidak mau lagi melaksanakan komitmen bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Selanjutnya jika dalam kehidupan sehari-hari ada istilah anak durhaka, yaitu suatu istilah bagi anak yang memutuskan hubungan dengan orang tua, maka istilah anak durhakapun (maksudnya adalah orang yang kafir) akan terjadi jika diri kita tidak mau melaksanakan pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT yang berarti kita telah memutus hubungan dengan Allah SWT. Adanya kondisi yang kami kemukakan di atas ini, maka dapat dikatakan bahwa masa berlaku pernyataan bertuhankan kepada Allah SWT  bagi individual sangat tergantung kepada individu-individu itu sendiri, yaitu: (1) Apakah ia mau menerima, apakah ia mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT  ataukah; (2) Apakah ia tidak mau menerima dan tidak mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Berdasarkan 2(dua) buah kondisi yang kami kemukakan di atas ini, berarti jika kita mau berkomitmen untuk melaksanakan pengakuan ruh untuk bertuhankan kepada Allah SWT maka masa berlaku pernyataan bertuhankan hanya kepada Allah SWT (syahadat) yang kita lakukan akan panjang, selama pengakuan tersebut terus kita lakukan dari waktu ke waktu selama hayat di kandung badan. Demikian pula sebaliknya, jika kita memutuskan untuk tidak mau melaksanakan komitmen ruh untuk bertuhankan hanya kepada Allah SWT maka sampai disitulah masa berlaku syahadat yang kita lakukan atau berakhirlah pernyataan  diri kita kepada Allah SWT. Sekarang pilihan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan komitmen yang telah ruh lakukan untuk bertuhankan hanya kepada Allah SWT tergantung pada diri kita sendiri. Selanjutnya jika diri kita telah menyatakan dan memberikan pernyataan kontrak secara permanen, selanjutnya bagaimanakah kita harus bersikap? Kita wajib mematuhi pernyataan yang telah diucapkan pada waktu kita masih di dalam rahim ibu sampai ruh tiba dikerongkongan.

 

Hal yang harus kita perhatikan tentang pernyataan ruh kepada Allah SWT adalah apakah kualitas pernyataan yang telah kita lakukan kepada Allah SWT masih tetap sama kondisinya seperti saat pertama kali menyatakan Allah SWT adalah Tuhan bagi diri kitarpisahkan antara ketentuan satu dengan ketentuan yang lainiri kita.lak oleh ALLAH SWT.  ini karena eb? Sebagai makhluk yang terhormat sudah sepatutnya dan sepantasnya jika pernyataan ruh kita kepada Allah SWT tetap terpelihara, tetap terjaga kualitasnya dari waktu ke waktu dan jangan sampai kita ingkar janji dengan Allah SWT.Akhirnya setiap manusia, siapapun orangnya dapat dipastkan semuanya terikat dengan perjanjian bertuhankan kepada Allah SWT dan yang berarti setiap manusia wajib tunduk patuh dengan segala perintah dan larangan Allah SWT saat hidup di muka bumi ini.

 

Pembaca dan jamaah sekalian, ketahuilah bahwa 5 (lima) hal yang telah kami kemukakan di atas sudah dan sedang terjadi di masyarakat, yang mana dengan adanya kondisi ini maka berlakulah dua ketentuan ini, yaitu: (1) setan menjadi mudah melaksanakan aksinya kepada umat manusia; (2) setan memperoleh kekuatan  dan motivasi untuk mengalahkan manusia sehingga manusia menjadi pecundang. Dan jika apa yang kami kemukakan di atas terjadi pada diri kita berarti diri kita sendirilah yang telah membuka kesempatan kepada setan untuk mengalahkan diri kita yang mengakibatkan kita pulang kampung ke neraka. Sudahkah kita menyadarinya!

 

Di lain sisi, dengan adanya kondisi yang kami kemukakan di atas juga bisa bermakna tantangan dan juga ancaman bagi diri kita untuk memenangkan pertandingan melawan syaitan. Dan yang harus kita perhatikan adalah apa yang kita alami saat ini mungkin saja lebih mudah kita hadapi, namun bagaimana dengan anak dan keturunan kita kelak. Apakah lebih mudah ataukah semakin sulit? Apakah hal ini tidak kita sadari! Lalu apa yang sudah kita persiapkan untuk anak keturunan dari diri kita sendiri untuk menghadapi syaitan sang laknatullah sang musuh abadi manusia setelah diri kita tiada?

 

Allah SWT selaku inisiator, pencipta dan juga pemilik dari keberadaan manusia di muka bumi ini, tidak memperkenankan diri kita untuk meninggalkan anak keturunan sebagai generasi penerus yang lemah dalam berbagai segi. Hal ini sebagaimana telah diingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (surat An Nisaa’ (4) ayat 9).

 

Adanya peringatan dari Allah SWT yang tertuang di dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 9 di atas menunjukkan bahwa anak kita atau generasi penerus dari diri kita seharusnya  menjadi anak dan juga generasi penerus yang kuat, sehat, bertauhid, berilmu, berpendidikan dan juga memiliki tingkat ekonomi yang mapan. Dan jangan sampai kita hanya mampu menjadikan anak keturunan kita semata-mata anak biologis tanpa mampu menjadikan anak kita menjadi anak didik untuk menjadi generasi penerus keluarga, bangsa dan juga negara.

 

Untuk menjadikan generasi penerus yang kuat, sehat, bertauhid, berilmu, berpendidikan dan mampu secara ekonomi, bukanlah perkara mudah. Kondisi ini harus kita mulai dari diri kita sendiri yang berakidah (beriman dan bertaqwa yang berkualitas) serta memiliki penghasilan (kekayaan) yang halal lagi baik (thayyib). Kemudian kita harus mendahulukan pendidikan ketauhidan (akidah) kepada diri sendiri lalu kepada  anak dan keturunan kita sendiri sehingga kita tidak meninggalkan anak (generasi) yang lemah akidah (iman)nya serta akhlaknya buruk. Jadi jangan pernah salahkan anak dan keturunan kita berperilaku menyimpang dari kebenaran sehingga sesuai dengan kehendak setan  jika kita sendiri juga berperilaku menyimpang dari kebenaran yang jauh dari kehendak Allah SWT.

 

Hal ini dikarenakan akidah (keimanan dan ketaqwaan) merupakan sumber kekuatan, sumber kenyamanan, pangkal kebahagiaan dalam hidup. Orang yang lemah akidah (iman) nya akan mudah terpengaruh perbuatan syirik, musyrik dan juga munafik sehingga hidupnya tanpa memiliki pegangan (pendirian) yang teguh dan bahkan mudah menjual imannya dengan cara digadaikan untuk kepentingan sesaat. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Luqman (31) ayat 13 berikut ini: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.

 

Dan hal berikutnya yang harus kita lakukan selaku orang-orang yang bertauhid kepada anak keturunan kita adalah kita harus bisa menjadikan anak keturunan kita menjadi generasi yang istiqamah dalam beribadah sehingga ia mampu memiliki pegangan hidup dan tidak mudah untuk diintervensi (dipengaruhi) oleh orang lain. Sebaliknya orang yang lemah (malas-malasan) dalam ibadahnya, maka hidupnya tidak akan bahagia, terombang-ambing tanpa ada kejelasan serta sangat mudah untuk dijadikan syaitan sebagai pecundang.

 

Selanjutnya setelah anak memiliki akidah (keimanan) yang dilanjutkan dengan mampunya anak istiqamah dalam beribadah maka langkah berikut adalah jangan sampai kita meninggalkan anak yang lemah ilmunya (rendah pendidikannya). Adanya kemampuan ilmu yang mumpuni dari anak maka kesempatan anak untuk berbagi ilmu melalui program belajar tanpa melupakan mengajar menjadi terlaksana. Sehingga ketersinambungan antar generasi shaleh dan shalehah dapat terlaksana di tengah masyarakat melalui ilmu yang dimiliki anak keturunan kita.

 

Dan yang terakhir adalah jangan sampai kita meninggalkan anak (generasi) yang lemah tingkat ekonominya (sehingga menjadi mustahik), dan hidupnya menjadi beban bagi orang lain. Dan sebagai orang tua, ada baiknya memperhatikan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Dari Sa’d bin Abi Waqqash ra, ia berkata, “Ketika di Makkah Nabi SAW datang menjenggukku sementara beliau enggan wafat di tanah yang beliau hijrah darinya, beliau SAW bersabda: ‘Semoga Allah merahmati Ibnu ‘Afra (Sa’d).’ Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, aku berwasiat dengan semua hartaku ?’ Beliau bersabda, ‘Tidak boleh.’ Aku katakan, ‘Separuhnya?’ Beliau bersabda, ‘Tidak boleh.’ Aku katakan, ‘Sepertiganya?’ Beliau bersabda, ‘Ya, sepertiga, dan sepertiga itu banyak, sebab jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, mereka meminta-minta pada orang lain. (Selain itu, jika engkau hidup) walaupun engkau memberikan hartamu pada keluargamu, akan tetap dihitung sebagai sedekah, sampai makanan yang engkau suapkan pada mulut isterimu. Semoga Allah mengangkat derajatmu, memberikan manfaat kepada sebagian manusia, dan membahayakan sebagian yang lain.’ Pada saat itu Sa’d tidak mempunyai pewaris kecuali seorang anak perempuan.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).

 

Hadits ini, mendukung upaya diri kita untuk tidak memberikan semua harta melalui wasiat dan jika ini terjadi ada kemungkinan orang yang menerima harta dari wasiat tidak mampu mengelola hartanya karena faktor lemahnya ilmu yang dimiliki yang pada akhirnya menjadikan ia tidak bisa mandiri setelah hartanya habis. Adanya ketentuan sepertiga harta yang diwasiatkan maka terbuka kesempatan untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada anak keturunan tersebut sehingga ia memiliki ilmu dan pengetahuan yang mampu mengelola harta peninggalan orang tua dan bahkan bisa menambah apa-apa yang telah diwariskan oleh orang tua serta mampu pula menjadi muzakki-muzakki generasi baru yang bermanfaat bagi khalayak ramai, yang pada akhirnya diri kita dan juga anak keturunan kita adalah pemenang.

 

Dan semoga dengan adanya buku ini mampu menjadikan diri kita dan anak keturunan kita semangat untuk memiliki ilmu tentang diri sendiri dan memiliki ilmu tentang musuh sehingga mampu memotivasi diri untuk memenangkan pertandingan melawan syaitan sang laknatullah saat hidup di muka bumi ini. Yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga untuk bertemu dengan Allah SWT kelak. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar