D. JANGAN TUKAR AKHIRAT DENGAN DUNIA.
Allah SWT selaku pencipta dan selaku
pemilik langit dan bumi beserta isinya, telah mengemukakan bahwa kehidupan
dunia tidak sama dengan kehidupan akhirat, kehidupan dunia tidak sebanding
dengan kehidupan akhirat, kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan
dunia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 28-29 berikut
ini: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian
mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan
kepadamu mut'ah[1212] dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.dan jika kamu
sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di
negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat
baik diantaramu pahala yang besar.(surat Al Ahzab (33) ayat 28-29)
[1212] Mut'ah Yaitu: suatu pemberian yang
diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami.
Dan juga berdasarkan surat Al Qashash
(28) ayat 60-61 yang kami kemukakan berikut
ini: “dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, Maka itu adalah
kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah
lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? Maka Apakah
orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia
memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup
duniawi[1131]; kemudian Dia pada hari kiamat Termasuk orang-orang yang diseret
(ke dalam neraka)? (surat Al
Qashash (28) ayat 60-61)
[1130] Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan
duniawi Seperti, pangkat kekayaan keturunan dan sebagainya.
[1131] Maksudnya: orang yang diberi kenikmatan
hidup duniawi, tetapi tidak dipergunakannya untuk mencari kebahagiaan hidup di
akhirat, karena itu Dia di akhirat diseret ke dalam neraka.
Selanjutnya apa yang harus kita sikapi
dengan ketentuan Allah SWT ini? Jangan sampai diri kita menukar kehidupan
akhirat yang lebih baik dengan kehidupan dunia yang kelihatannya baik padahal
buruk. Timbul pertanyaan dari manakah asalnya kehidupan dunia dapat ditampilkan
seolah-olah lebih baik dibandingkan dengan kehidupan akhirat? Disinilah letak dari kelihaian setan,
kehebatan setan mempengaruhi manusia dengan membuat suatu yang sebenarnya hanya
tujuan sementara menjadi tujuan akhir, yang sebenarnya kehidupan dunia tempat
mencari bekal untuk kehidupan akhirat diputar bahwa kehidupan dunia itulah yang
sebenarnya.
Sekarang mari kita lakukan
perbandingan antara kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin yang
dikehendaki Allah SWT dibandingkan dengan kehidupan dunia dari sudut pandang
orang kafir yang dikehendaki setan. Timbul pertanyaan, apakah sama kondisinya
ataukah berbeda kondisinya? Berikut ini akan kami kemukakaan beberapa ketentuan
tentang kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin, yaitu:
1.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh rahmat Allah SWT atau saat
untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT atau saat mendapatkan
kebajikan bagi kehidupan dunia dan juga bagi kehidupan akhirat kelak. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al A'raaf (7) ayat 156 berikut ini: “dan
tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami
kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan
Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami.” Sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus
khalifah di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang
telah diberikan oleh Allah SWT?
2.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk mengumpulkan pahala untuk kebaikan
hidup di dunia dan pahala untuk kebaikan hidup di akhirat kelak. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 148 berikut ini: “karena
itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia[236] dan pahala yang baik di
akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
[236] Pahala dunia dapat berupa
kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan
sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT?
3.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh atau mendapatkan kebaikan
dari Allah SWT sebagai balasan atas perbuatan baik yang kita lakukan saat
menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 30 berikut ini: “dan
dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan
oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan)
kebaikan". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat
(pembalasan) yang baik. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan
Itulah Sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.”
4.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh, kesempatan untuk
mendayagunakan, kesempatan untuk merasakan segala perhiasan yang telah
dihalalkan oleh Allah SWT untuk kepentingan dunia dan kepentingan akhirat serta
untuk aktualisasi diri dan juga untuk memperoleh tiket masuk ke syurga. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al A'raaf (7) ayat 31-32-33 berikut ini: “Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang
mengharam-kan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"
Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]."
Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan
sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang
dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan.
[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah
dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang
beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah
semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
5.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat merasakan atau menerima berita gembira atau
merasakan janji-janji Allah SWT baik untuk kehidupan dunia maupun untuk
kehidupan akhirat. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 62-63-64
berikut ini: “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak
ada kekhawa-tiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. bagi mereka berita
gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada
perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah
kemenangan yang besar.”
6.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat
diberikannya kesenangan yang berasal dari Allah SWT serta saat
dihilangkannya azab yang menghinakan yang kita alami saat hidup di dunia.
Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 98 berikut ini: “dan
mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu
bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu),
beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan
dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.”
7.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh perlin-dungan saat
diri kita hidup di dunia yang berasal
langsung dari Allah SWT untuk kepentingan akhirat. Sebagaimana dikemukakan
dalam surat Fushshilat (41) ayat 30-31 berikut ini: “Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya
kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa
yang kamu minta.”
8.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita
diberikan kesempatan untuk menjadi penguasa atau melaksanakan misi
sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya di muka bumi.
Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yusuf (12) ayat 101 berikut ini: “Ya
Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganuge-rahkan kepadaku sebahagian
kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan)
Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat,
wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang saleh.”
9.
Kehidupan
dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita dicintai oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits
berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta'ala berfirman: Hamba-Ku yang mukmin Aku cintai lebih dari sementara
Malaikat-Ku. (Hadits
Riwayat Aththabarani; 272:113).”
10. Kehidupan dunia bagi orang mukmin
adalah saat dosa-dosa manusia diampuni oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits
berikut ini: Abu Dardaa
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Andaikan hamba-Ku
menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun
tidak bersyirik menyekutukan sesuatu pada-Ku, akan kuhadapinya dengan
pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Riwayat Ath Thabarani; 272:127).”
Jika saat ini kita masih hidup di
dunia ini, sudahkah kita memanfaatkan sepuluh kesempatan yang telah Allah SWT
sediakan dalam rangka menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga atau
dalam rangka merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Apabila diri kita
hanya diam saja atau kita tidak bereaksi untuk menyambut 10 (sepuluh) fasilitas
yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah di dalam
diri kita, dikarenakan kita sudah merasa hebat karena sudah tidak membutuhkan Allah
SWT lagi.
Ingat, sepuluh kesempatan yang telah
disiapkan oleh Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT, melainkan untuk
kepentingan diri kita saat hidup di dunia. Jika
sekarang kita mampu memperoleh kesempatan itu. Timbul pertanyaan, mungkinkah
kehidupan yang kita jalani di dunia menjadi susah, menjadikan diri kita miskin,
menjadikan diri kita bodoh, menjadikan diri kita sebagai antek setan? Adanya fasilitas
yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita, akan dapat
menghantarkan diri kita bahagia, akan dapat menghan-tarkan diri kita
berkecukupan, akan dapat menghantarkan diri kita menguasai ilmu dan
pengetahuan, akan dapat menghantarkan diri kita menjadi warga kelas satu di
muka bumi ini serta akan dapat menjadikan syaitan sebagai pecundang. Yang
menjadi persoalan saat ini adalah kita mau memperoleh segala yang dipersiapkan
oleh Allah SWT, namun kita tidak mau memenuhi segala yang dikehendaki oleh Allah
SWT. Jika ini yang terjadi maka sia-sialah fasilitas yang telah dipersiapkan
oleh Allah SWT untuk diri kita.
Sekarang bagaimana dengan posisi
kehidupan dunia bagi orang kafir, atau orang yang memiliki jiwa fujur atau bagi
seseorang yang hidupnya sudah sesuai dengan kehendak setan? Kehidupan dunia
bagi orang kafir dapat kami kemukakan sebagai berikut:
1.
Orang
kafir adalah orang yang menukar kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia atau
orang yang mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat (syurga
telah ditukar dengan neraka). Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat An
Nahl (16) ayat 107 berikut ini: “yang demikian itu disebabkan karena Sesungguhnya
mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah
tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. dan juga berdasarkan surat Al Baqarah
(2) ayat 86 yang kami kemukakan berikut ini; “Itulah
orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, Maka tidak
akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.”
2.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat dimana anak dan harta benda dijadikan azab
bagi mereka atau saat anak dan harta benda menjadi alat penyiksa bagi orang
kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat At Taubah (9) ayat 55
berikut ini: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan
anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan
melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.” dan
juga surat At Taubah (9) ayat 85 berikut ini: “dan
janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah
menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan
agar melayang nyawa mereka, dalam Keadaan kafir.”
3.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT melakukan penghinaan atau saat
orang kafir menerima stempel terhina. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam
surat Al Maaidah (5) ayat 33 berikut ini: “Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”
4.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat dihapusnya segala amalan yang telah
dilakukan sehingga apa yang dilakukan tidak mendapatkan ganjaran apapun. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 21-22 berikut ini: “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang
memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat
adil, Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih.
mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan
akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong.”
5.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat tertipunya mereka dengan kehidupan dunia
sehingga kehidupan dunia di anggap lebih baik dari kehidupan akhirat.
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam
surat Al A'raaf (7) ayat 51 berikut ini: “(yaitu)
orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan
kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami
melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan Pertemuan mereka dengan hari ini,
dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.”
6.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat atau kesempatan untuk membeli tiket masuk ke neraka atau saat
mengadakan persahabatan dengan setan agar bisa menempati neraka bersama-sama.
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 7-8 berikut ini:
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan)
Pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa
tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,
mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.”
7.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT menyiksa atau saat Allah SWT tidak
akan memberikan pertolongan. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 56 “Adapun
orang-orang yang kafir, Maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat
keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.”
8.
Kehidupan
dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT mengadu domba antara orang kafir
dengan orang kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Jabir ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku membalas hamba yang Aku
benci dengan hamba yang Aku benci pula kemudian Aku masukkan ke dalam Neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:75)
Berdasarkan apa-apa yang kami
kemukakan di atas, terlihat sangat jelas perbedaan yang sangat mencolok antara
kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin dibandingkan dengan sudut
pandang orang kafir. Untuk itu kita harus dapat menjadikan kehidupan dunia yang saat
ini kita lakukan adalah kesempatan bagi diri kita memperoleh 2 (dua) buah kebaikan
yaitu kebaikan dunia dan juga kebaikan untuk akhirat serta mampu menjadi
kebanggaan Allah SWT.
E. BERLAKUNYA HUKUM SEBAB AKIBAT (HUKUM
KAUSALITAS)
Dalam kehidupan yang kita jalani saat
ini terdapat satu pepatah, yang mana pepatah ini mengikat kepada setiap
manusia. Pepatah itu adalah: “Siapa yang
berbuat maka dialah yang bertanggung jawab. Apa yang ditanam (ditabur) itulah
yang dituai (dipanen)” yang keduanya memilik arti apa yang dimiliki atau apa
yang didapat oleh seseorang adalah hasil dari perbuatannya sendiri, jika ia
berbuat kebaikan maka akan mendapat kebaikan dan sebaliknya, jika ia berbuat
keburukan maka keburukan pula yang ia dapatkan dan kondisi ini tidak akan
pernah tertukar.
Lalu apa pentingnya diri kita
mengetahui dan memahami hukum sebab akibat? Allah SWT di dalam melaksanakan
proses meminta pertanggungjawaban kepada setiap manusia akan melakukan proses keadilan dengan mempergunakan
hukum sebab akibat yang sangat jelas dan baku (standart) yakni: “Apa
yang engkau perbuat maka begitu pula yang Aku perbuat.” Inilah
ketentuan dasar yang diberlakukan oleh Allah SWT saat proses berhisab
dilaksanakan ataupun saat Allah SWT memberi balasan kepada umat manusia. Sekarang pilihan untuk melakukan tindakan
yang berhubungan dengan hukum sebab dan akibat ada di tangan diri kita
masing-masing dan yang perlu diingat dalam hidup ini adalah: “Sebab
Bukanlah Karena Adanya Akibat, Melainkan Akibat Karena Adanya Sebab.” Lalu
sadarkah kita dengan pernyataan ini!
Di dalam AlQuran banyak sekali ayat
yang menjelaskan hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) ini, salah satunya
terdapat dalam surat Ibrahim (14) ayat 7 berikut ini: “Sesung-guhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Ayat
ini mengemukakan dengan sebab kamu bersyukur maka akibatnya Allah menambah
nikmat dan sebaliknya dengan sebab kamu tidak bersyukur maka akibatnya azab
yang sangat pedih lagi berat. Demikian pula yang dikemukakan dalam surat Al
Zalzalah (99) ayat 7-8 sebagaimana berikut ini: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya
pula”.
Berikut ini akan kami kemukakan 2 (dua)
buah ayat yang isinya bisa dapat dikatakan saling bertolak belakang, yang
pertama adanya pernyataan tentang jaminan dari Allah SWT untuk menyelamatkan
orang yang beriman, sebagaimana termaktub dalam surat Yunus (10) ayat 103
berikut ini: “Kemudian kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang orang yang beriman,
demikianlah menjadi kewajiban Kami menyelamatkan orang yang beriman.”.
Sedangkan
yang kedua adanya pernyataan dari Allah SWT untuk menimpakan laknat-Nya kepada orang yang
dzalim sebagaimana dikemukakan-Nya dalam surat Hud (11) ayat 18 berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada
orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan
dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, “Orang orang
inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka.” Ingatlah, laknat Allah
(ditimpakan) kepada orang yang dzalim.”
Adanya
contoh yang kami kemukakan di atas ini, menunjukkan bahwa konsep hukum sebab
dan akibat sudah dan akan terus berlaku sampai hari kiamat tiba. Lalu untuk apakah hukum sebab akibat
ini? Berikut ini akan kami kemukakan hikmah dibalik adanya ketentuan dasar
hukum sebab dan akibat (kausalitas) yakni:
1.
Adanya
hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) mengharuskan manusia mawas diri
terhadap apa-apa yang dilakukannya. Hal ini dikarenakan dibalik setiap
perbuatan yang kita lakukan terdapat sesuatu yang berdampak negatif ataupun
dampak positif yang kembali kepada pelakunya.
2.
Adanya
hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) kita tidak bisa menyalahkan orang
lain atau bahkan menyalahkan setan (baik setan dari golongan jin ataupun setan
dari golongan manusia) akibat adanya keburukan yang menimpa diri kita. Semua
kesalahan yang menimpa diri kita akibat ulah diri kita sendiri, terutama kenapa
mau ditipu oleh setan. Dan dengan adanya hukum sebab dan akibat (hukum
kausalitas) berarti sebab bukanlah karena adanya sebuah akibat melainkan akibat
merupakan karena adanya sebab.
Dari hukum sebab dan akibat (hukum
kausalitas) ini, akan dapat diturunkan 4 (empat) hukum yang lainnya,
sebagaimana dikemukakan di dalam laman “dalamislam.com” berikut ini:
1.
Hukum Keyakinan. Apapun yang kita yakini dengan
sepenuh hati, maka ia akan menjadi kenyataan. Jika kita meyakini bahwa manusia
itu baik maka niscaya kita akan menemui orang baik, namun sebaliknya jika kita
meyakini manusia itu buruk maka kita akan menemui orang yang buruk. Hal ini
juga sesuai dengan isi AlQuran yang mengatakan bahwa Allah SWT mengikuti
prasangka hamba-Nya. Jadi berhati-hatilah dengan keyakinan.
2.
Hukum Harapan. Apapun yang kita harapan dengan
penuh percaya diri akan menjadi harapan yang terpenuhi.
3.
Hukum Ketertarikan. Kita adalah magnet hidup yang menarik
orang-orang, situasi dan keadaan yang sejalan dengan pikiran dominan ke dalam
hidup kita.
4.
Hukum Kesesuaian. Dunia luar merupakan cermin dari
dunia yang ada di dalam diri kita. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat
Hud (11) ayat 15 berikut ini: “Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan”. Dan yang juga dikemukakan dalam surat An
Nisaa’ (4) ayat 86 sebagaimana berikut ini: “Apabila kamu dihormati dengan
suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau
balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”.
Inilah hukum sebab dan akibat (hukum
kausalitas) yang berlaku di dalam hukum Islam dan semoga kita mampu
menyadarinya dan mampu pula melaksanakannya.
Dan sebagai
informasi tambahan bagi kita semua, setiap manusia yang terdiri dari jasmani
dan ruh yang hidup di muka bumi ini maka ia terikat dengan 2 (dua) buah
ketentuan secara langsung, yaitu:
1.
Terikat dengan ketentuan hukum Allah SWT selaku
“Tuan Rumah” dari langit dan bumi ini, dalam hal ini Diinul Islam;
2.
Terikat dengan ketentuan hukum dimana kita berdiam
diri, katakan kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti
kita tidak bisa terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Hal yang
harus kita ketahui dan pahami adalah jika kita melanggar ketentuan Allah SWT
yang termaktub dalam Diinul Islam, katakan diri kita tidak mau shalat, tidak
mau berpuasa ataupun tidak mau berzakat dan berhaji, tidak mau bersilaturahmi,
bertuhankan kepada thagut maka pelanggaran ketentuan ini tidak mengakibatkan
diri kita melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Namun,
apabila kita melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia seperti
melakukan tindakan korupsi, menipu, terorisme, penyalah-gunaan narkoba dan zat
adiktif lainnya, perjudian, menyebarkan kebencian dan lain sebagainya maka kita
telah melanggar 2 (dua) buah ketentuan secara langsung yaitu:
1.
Ketentuan Allah SWT yang termaktub dalam Diinul
Islam dan juga;
2.
Ketentuan yang telah diatur oleh negara.
Dan apabila
pelaku pelanggaran ketentuan hukum negara lalu seseorang dihukum penjara dalam
periode tertentu berdasarkan ketetapan pengadilan bukan berarti diri kita telah
lepas dari ketentuan hukum Allah SWT. “Hukuman
di dalam penjara bukanlah hukuman pengganti, bukan pula hukuman penebus atau
sesuatu yang bisa disejarkan dengan kesalahan diri kita saat melanggar
ketentuan hukum Allah SWT yang berlaku dan yang berarti urusan dengan Allah SWT
belum selesai dengan dipenjaranya diri kita”. Sekali lagi kami kemukakan bahwa “Hukuman penjara yang kita jalani tidak mengakibatkan selesainya urusan
diri kita dengan Allah SWT. Untuk itu bersiap-siaplah mempertanggungjawaban hal
ini di hari berhisab kelak terkecuali diri kita melakukan taubatan”. Selanjutnya bertanyalah kepada diri
sendiri, sanggupkah kita menahan panasnya api neraka, atau sanggupkah kita
memasukkan onta ke dalam lubang jarum? Jika jawaban ini kita tidak mampu maka
katakan tidak kepada pelanggaran ketentuan hukum lalu jadilah abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya yang dibanggakan-Nya!
Sebagai
orang yang tidak pernah menciptakan dan memiliki langit dan bumi ini, maka
tidak berlebihan jika kami mengatakan bahwa diri ini adalah orang-orang yang
menumpang di langit dan di muka bumi ini. Lalu apakah patut orang yang
menumpang justru menjadi musuh bagi pemilik langit dan bumi dengan melakukan tindakan-tindakan
yang tidak sejalan dengan ketentuan dasar yang berlaku di muka bumi ini. Bahkan
menempatkan diri layaknya pemilik dari langit dan bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar