Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 24 Januari 2024

KETENTUAN DASAR HIDUP DI MUKA BUMI (PART 3 OF 3)

 D.     JANGAN TUKAR AKHIRAT DENGAN DUNIA.

 

Allah SWT selaku pencipta dan selaku pemilik langit dan bumi beserta isinya, telah mengemukakan bahwa kehidupan dunia tidak sama dengan kehidupan akhirat, kehidupan dunia tidak sebanding dengan kehidupan akhirat, kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan dunia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 28-29 berikut ini: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah[1212] dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.(surat Al Ahzab (33) ayat 28-29)

 

[1212] Mut'ah Yaitu: suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami.

 

Dan juga berdasarkan surat Al Qashash (28) ayat 60-61 yang kami kemukakan  berikut ini: “dan apa saja[1130] yang diberikan kepada kamu, Maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka Apakah kamu tidak memahaminya? Maka Apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi[1131]; kemudian Dia pada hari kiamat Termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)? (surat Al Qashash (28) ayat 60-61)

 

[1130] Maksudnya: hal-hal yang berhubungan dengan duniawi Seperti, pangkat kekayaan keturunan dan sebagainya.

[1131] Maksudnya: orang yang diberi kenikmatan hidup duniawi, tetapi tidak dipergunakannya untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat, karena itu Dia di akhirat diseret ke dalam neraka.

 

Selanjutnya apa yang harus kita sikapi dengan ketentuan Allah SWT ini? Jangan sampai diri kita menukar kehidupan akhirat yang lebih baik dengan kehidupan dunia yang kelihatannya baik padahal buruk. Timbul pertanyaan dari manakah asalnya kehidupan dunia dapat ditampilkan seolah-olah lebih baik dibandingkan dengan kehidupan akhirat? Disinilah letak dari kelihaian setan, kehebatan setan mempengaruhi manusia dengan membuat suatu yang sebenarnya hanya tujuan sementara menjadi tujuan akhir, yang sebenarnya kehidupan dunia tempat mencari bekal untuk kehidupan akhirat diputar bahwa kehidupan dunia itulah yang sebenarnya.

 

Sekarang mari kita lakukan perbandingan antara kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin yang dikehendaki Allah SWT dibandingkan dengan kehidupan dunia dari sudut pandang orang kafir yang dikehendaki setan. Timbul pertanyaan, apakah sama kondisinya ataukah berbeda kondisinya? Berikut ini akan kami kemukakaan beberapa ketentuan tentang kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin, yaitu:

 

1.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh rahmat Allah SWT atau saat untuk merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT atau saat mendapatkan kebajikan bagi kehidupan dunia dan juga bagi kehidupan akhirat kelak. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A'raaf (7) ayat 156 berikut ini: “dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami.” Sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT?

 

2.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk mengumpulkan pahala untuk kebaikan hidup di dunia dan pahala untuk kebaikan hidup di akhirat kelak. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 148 berikut ini: “karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia[236] dan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

 

[236] Pahala dunia dapat berupa kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi sudahkah kita memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT?

 

3.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat untuk memperoleh atau mendapatkan kebaikan dari Allah SWT sebagai balasan atas perbuatan baik yang kita lakukan saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 30 berikut ini: “dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.”

 

4.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh, kesempatan untuk mendayagunakan, kesempatan untuk merasakan segala perhiasan yang telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk kepentingan dunia dan kepentingan akhirat serta untuk aktualisasi diri dan juga untuk memperoleh tiket masuk ke syurga. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al A'raaf (7) ayat 31-32-33 berikut ini: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharam-kan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat[536]." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”

 

[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.

[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

[536] Maksudnya: perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.

 

5.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat merasakan atau menerima berita gembira atau merasakan janji-janji Allah SWT baik untuk kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 62-63-64 berikut ini: “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawa-tiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”

 

6.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat  diberikannya kesenangan yang berasal dari Allah SWT serta saat dihilangkannya azab yang menghinakan yang kita alami saat hidup di dunia. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 98 berikut ini: “dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.”

 

7.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah kesempatan untuk memperoleh perlin-dungan saat diri kita  hidup di dunia yang berasal langsung dari Allah SWT untuk kepentingan akhirat. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Fushshilat (41) ayat 30-31 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.”

 

8.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita  diberikan kesempatan untuk menjadi penguasa atau melaksanakan misi sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya di muka bumi. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Yusuf (12) ayat 101 berikut ini: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganuge-rahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.”

 

9.        Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat diri kita dicintai oleh Allah SWT.  Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Hamba-Ku yang mukmin Aku cintai lebih dari sementara Malaikat-Ku. (Hadits Riwayat Aththabarani; 272:113).” 

 

10.    Kehidupan dunia bagi orang mukmin adalah saat dosa-dosa manusia diampuni oleh Allah SWT.  Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini:  Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun tidak bersyirik menyekutukan sesuatu pada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Riwayat Ath Thabarani; 272:127).”

 

Jika saat ini kita masih hidup di dunia ini, sudahkah kita memanfaatkan sepuluh kesempatan yang telah Allah SWT sediakan dalam rangka menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga atau dalam rangka merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Apabila diri kita hanya diam saja atau kita tidak bereaksi untuk menyambut 10 (sepuluh) fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT berarti ada sesuatu yang salah di dalam diri kita, dikarenakan kita sudah merasa hebat karena sudah tidak membutuhkan Allah SWT lagi.

 

Ingat, sepuluh kesempatan yang telah disiapkan oleh Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT, melainkan untuk kepentingan diri kita saat hidup di dunia. Jika sekarang kita mampu memperoleh kesempatan itu. Timbul pertanyaan, mungkinkah kehidupan yang kita jalani di dunia menjadi susah, menjadikan diri kita miskin, menjadikan diri kita bodoh, menjadikan diri kita sebagai antek setan? Adanya fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita, akan dapat menghantarkan diri kita bahagia, akan dapat menghan-tarkan diri kita berkecukupan, akan dapat menghantarkan diri kita menguasai ilmu dan pengetahuan, akan dapat menghantarkan diri kita menjadi warga kelas satu di muka bumi ini serta akan dapat menjadikan syaitan sebagai pecundang. Yang menjadi persoalan saat ini adalah kita mau memperoleh segala yang dipersiapkan oleh Allah SWT, namun kita tidak mau memenuhi segala yang dikehendaki oleh Allah SWT. Jika ini yang terjadi maka sia-sialah fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita.

 

Sekarang bagaimana dengan posisi kehidupan dunia bagi orang kafir, atau orang yang memiliki jiwa fujur atau bagi seseorang yang hidupnya sudah sesuai dengan kehendak setan? Kehidupan dunia bagi orang kafir dapat kami kemukakan sebagai berikut:

 

1.        Orang kafir adalah orang yang menukar kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia atau orang yang mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat (syurga telah ditukar dengan neraka). Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 107 berikut ini: “yang demikian itu disebabkan karena Sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. dan juga berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 86 yang kami kemukakan berikut ini; “Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, Maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.”   

 

2.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat dimana anak dan harta benda dijadikan azab bagi mereka atau saat anak dan harta benda menjadi alat penyiksa bagi orang kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat At Taubah (9) ayat 55 berikut ini: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.” dan juga surat At Taubah (9) ayat 85 berikut ini: “dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam Keadaan kafir.”  

 

3.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT melakukan penghinaan atau saat orang kafir menerima stempel terhina. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Maaidah (5) ayat 33 berikut ini: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”

 

4.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat dihapusnya segala amalan yang telah dilakukan sehingga apa yang dilakukan tidak mendapatkan ganjaran apapun. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 21-22 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih. mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong.”

 

5.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat tertipunya mereka dengan kehidupan dunia sehingga kehidupan dunia di anggap lebih baik dari kehidupan akhirat. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam  surat Al A'raaf (7) ayat 51 berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka." Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan Pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat kami.”

 

6.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat atau kesempatan  untuk membeli tiket masuk ke neraka atau saat mengadakan persahabatan dengan setan agar bisa menempati neraka bersama-sama. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Yunus (10) ayat 7-8 berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) Pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.”

 

7.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT menyiksa atau saat Allah SWT tidak akan memberikan pertolongan.  Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 56 “Adapun orang-orang yang kafir, Maka akan Ku-siksa mereka dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.”

 

8.        Kehidupan dunia bagi orang kafir adalah saat Allah SWT mengadu domba antara orang kafir dengan orang kafir. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Jabir ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman: Aku membalas hamba yang Aku benci dengan hamba yang Aku benci pula kemudian Aku masukkan ke dalam Neraka. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani; 272:75)  

 

Berdasarkan apa-apa yang kami kemukakan di atas, terlihat sangat jelas perbedaan yang sangat mencolok antara kehidupan dunia dari sudut pandang orang mukmin dibandingkan dengan sudut pandang orang kafir. Untuk itu kita harus dapat menjadikan kehidupan dunia yang saat ini kita lakukan adalah kesempatan bagi diri kita memperoleh 2 (dua) buah kebaikan yaitu kebaikan dunia dan juga kebaikan untuk akhirat serta mampu menjadi kebanggaan Allah SWT.

 

E.      BERLAKUNYA HUKUM SEBAB AKIBAT (HUKUM KAUSALITAS)

 

Dalam kehidupan yang kita jalani saat ini terdapat satu pepatah, yang mana pepatah ini mengikat kepada setiap manusia. Pepatah itu adalah: “Siapa yang berbuat maka dialah yang bertanggung jawab. Apa yang ditanam (ditabur) itulah yang dituai (dipanen)” yang keduanya memilik arti apa yang dimiliki atau apa yang didapat oleh seseorang adalah hasil dari perbuatannya sendiri, jika ia berbuat kebaikan maka akan mendapat kebaikan dan sebaliknya, jika ia berbuat keburukan maka keburukan pula yang ia dapatkan dan kondisi ini tidak akan pernah tertukar.

 

Lalu apa pentingnya diri kita mengetahui dan memahami hukum sebab akibat? Allah SWT di dalam melaksanakan proses meminta pertanggungjawaban kepada setiap manusia akan  melakukan proses keadilan dengan mempergunakan hukum sebab akibat yang sangat jelas dan baku (standart) yakni: “Apa yang engkau perbuat maka begitu pula yang Aku perbuat.” Inilah ketentuan dasar yang diberlakukan oleh Allah SWT saat proses berhisab dilaksanakan ataupun saat Allah SWT memberi balasan kepada umat manusia. Sekarang pilihan untuk melakukan tindakan yang berhubungan dengan hukum sebab dan akibat ada di tangan diri kita masing-masing dan yang perlu diingat dalam hidup ini adalah:  Sebab Bukanlah Karena Adanya Akibat, Melainkan Akibat Karena Adanya Sebab.Lalu sadarkah kita dengan pernyataan ini!

 

Di dalam AlQuran banyak sekali ayat yang menjelaskan hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) ini, salah satunya terdapat dalam surat Ibrahim (14) ayat 7 berikut ini: “Sesung-guhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Ayat ini mengemukakan dengan sebab kamu bersyukur maka akibatnya Allah menambah nikmat dan sebaliknya dengan sebab kamu tidak bersyukur maka akibatnya azab yang sangat pedih lagi berat. Demikian pula yang dikemukakan dalam surat Al Zalzalah (99) ayat 7-8 sebagaimana berikut ini: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.

 

Berikut ini akan kami kemukakan 2 (dua) buah ayat yang isinya bisa dapat dikatakan saling bertolak belakang, yang pertama adanya pernyataan tentang jaminan dari Allah SWT untuk menyelamatkan orang yang beriman, sebagaimana termaktub dalam surat Yunus (10) ayat 103 berikut ini: “Kemudian kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban Kami menyelamatkan orang yang beriman.”.

 

Sedangkan yang kedua adanya pernyataan dari Allah SWT untuk  menimpakan laknat-Nya kepada orang yang dzalim sebagaimana dikemukakan-Nya dalam surat Hud (11) ayat 18 berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, “Orang orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka.” Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang dzalim. 

 

Adanya contoh yang kami kemukakan di atas ini, menunjukkan bahwa konsep hukum sebab dan akibat sudah dan akan terus berlaku sampai hari kiamat tiba. Lalu untuk apakah hukum sebab akibat ini? Berikut ini akan kami kemukakan hikmah dibalik adanya ketentuan dasar hukum sebab dan akibat (kausalitas) yakni:

 

1.        Adanya hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) mengharuskan manusia mawas diri terhadap apa-apa yang dilakukannya. Hal ini dikarenakan dibalik setiap perbuatan yang kita lakukan terdapat sesuatu yang berdampak negatif ataupun dampak positif yang kembali kepada pelakunya.

 

2.        Adanya hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) kita tidak bisa menyalahkan orang lain atau bahkan menyalahkan setan (baik setan dari golongan jin ataupun setan dari golongan manusia) akibat adanya keburukan yang menimpa diri kita. Semua kesalahan yang menimpa diri kita akibat ulah diri kita sendiri, terutama kenapa mau ditipu oleh setan. Dan dengan adanya hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) berarti sebab bukanlah karena adanya sebuah akibat melainkan akibat merupakan karena adanya sebab.

 

Dari hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) ini, akan dapat diturunkan 4 (empat) hukum yang lainnya, sebagaimana dikemukakan di dalam laman “dalamislam.com” berikut ini:

 

1.        Hukum Keyakinan. Apapun yang kita yakini dengan sepenuh hati, maka ia akan menjadi kenyataan. Jika kita meyakini bahwa manusia itu baik maka niscaya kita akan menemui orang baik, namun sebaliknya jika kita meyakini manusia itu buruk maka kita akan menemui orang yang buruk. Hal ini juga sesuai dengan isi AlQuran yang mengatakan bahwa Allah SWT mengikuti prasangka hamba-Nya. Jadi berhati-hatilah dengan keyakinan.

 

2.        Hukum Harapan. Apapun yang kita harapan dengan penuh percaya diri akan menjadi harapan yang terpenuhi.

 

3.        Hukum Ketertarikan. Kita adalah magnet hidup yang menarik orang-orang, situasi dan keadaan yang sejalan dengan pikiran dominan ke dalam hidup kita.

 

4.        Hukum Kesesuaian. Dunia luar merupakan cermin dari dunia yang ada di dalam diri kita. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Hud  (11) ayat 15 berikut ini: “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Dan yang juga dikemukakan dalam surat An Nisaa’ (4) ayat 86 sebagaimana berikut ini: “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”.

 

Inilah hukum sebab dan akibat (hukum kausalitas) yang berlaku di dalam hukum Islam dan semoga kita mampu menyadarinya dan mampu pula melaksanakannya.

 

Dan sebagai informasi tambahan bagi kita semua, setiap manusia yang terdiri dari jasmani dan ruh yang hidup di muka bumi ini maka ia terikat dengan 2 (dua) buah ketentuan secara langsung, yaitu:

 

1.        Terikat dengan ketentuan hukum Allah SWT selaku “Tuan Rumah” dari langit dan bumi ini, dalam hal ini Diinul Islam;

 

2.        Terikat dengan ketentuan hukum dimana kita berdiam diri, katakan kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti kita tidak bisa terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Hal yang harus kita ketahui dan pahami adalah jika kita melanggar ketentuan Allah SWT yang termaktub dalam Diinul Islam, katakan diri kita tidak mau shalat, tidak mau berpuasa ataupun tidak mau berzakat dan berhaji, tidak mau bersilaturahmi, bertuhankan kepada thagut maka pelanggaran ketentuan ini tidak mengakibatkan diri kita melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

 

Namun, apabila kita melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia seperti melakukan tindakan korupsi, menipu, terorisme, penyalah-gunaan narkoba dan zat adiktif lainnya, perjudian, menyebarkan kebencian dan lain sebagainya maka kita telah melanggar 2 (dua) buah ketentuan secara langsung yaitu:

 

1.        Ketentuan Allah SWT yang termaktub dalam Diinul Islam dan juga;

2.        Ketentuan yang telah diatur oleh negara.

 

Dan apabila pelaku pelanggaran ketentuan hukum negara lalu seseorang dihukum penjara dalam periode tertentu berdasarkan ketetapan pengadilan bukan berarti diri kita telah lepas dari ketentuan hukum Allah SWT. Hukuman di dalam penjara bukanlah hukuman pengganti, bukan pula hukuman penebus atau sesuatu yang bisa disejarkan dengan kesalahan diri kita saat melanggar ketentuan hukum Allah SWT yang berlaku dan yang berarti urusan dengan Allah SWT belum selesai dengan dipenjaranya diri kita”. Sekali lagi kami kemukakan bahwa “Hukuman penjara yang kita jalani tidak mengakibatkan selesainya urusan diri kita dengan Allah SWT. Untuk itu bersiap-siaplah mempertanggungjawaban hal ini di hari berhisab kelak terkecuali diri kita melakukan taubatan”.  Selanjutnya bertanyalah kepada diri sendiri, sanggupkah kita menahan panasnya api neraka, atau sanggupkah kita memasukkan onta ke dalam lubang jarum? Jika jawaban ini kita tidak mampu maka katakan tidak kepada pelanggaran ketentuan hukum lalu jadilah abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang dibanggakan-Nya!    


Sebagai orang yang tidak pernah menciptakan dan memiliki langit dan bumi ini, maka tidak berlebihan jika kami mengatakan bahwa diri ini adalah orang-orang yang menumpang di langit dan di muka bumi ini. Lalu apakah patut orang yang menumpang justru menjadi musuh bagi pemilik langit dan bumi dengan melakukan tindakan-tindakan yang tidak sejalan dengan ketentuan dasar yang berlaku di muka bumi ini. Bahkan menempatkan diri layaknya pemilik dari langit dan bumi ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar