Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 03 Januari 2024

SYARAT BERSYAHADAT



Sekarang kita sudah mengetahui adanya 8 (delapan) buah jalan menuju ketauhidan dalam diri yang dilanjutkan dengan terikatnya setiap manusia dengan kehendak Allah SWT yang tidak lain adalah hukum (ketentuan dasar) yang mengikat bagi umat manusia sepanjang manusia itu mau sesuai dengan kehendak Allah SWT. Agar apa yang telah kita pelajari di atas menjadi sesuatu yang melekat pada diri kita dan menjadi ketauhidan maka langkah berikutnya adalah memberikan pernyataan sikap melalui apa yang dinamakan dengan  syahadat. Lalu seperti apakah syahadat yang dikehendaki oleh Allah SWT itu? Syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida yang artinya “ia telah menyaksikan”. Kalimat itu dalam syariat Islam dapat diartikan sebagai sebuah pernyataan atas kepercayaan yang sekaligus pengakuan akan keesaan Allah dan Muhammad SAW sebagai  rasul-Nya.

 

Dan sebagai seorang muslim, maka kita wajib hanya mempercayai Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan tiada tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Dengan mengikrarkan kalimat pertama, seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allah sebagai tujuan, motivasi, dan jalan hidup dan konsep inilah yang disebut dengan “syahadat ketauhidan.” Sedangkan pengakuan kerasulan bermakna Dengan mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk meyakini ajaran Allah yang disampaikan melalui seorang ‘Rasul Allah,’ Muhammad, dan konsep inilah yang disebut dengan “syahadat kerasulan.

 

Selain dari pada itu, sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa syahadat bukan semata-mata bermakna bahwa diri kita telah memberikan 2 (dua) buah pengakuan (kesaksian) sebagaimana telah kami kemukakan di atas. Syahadat juga memiliki 4 (empat) buah makna yang lainnya sebagaimana dikemukakan oleh “Wikipedia.Org”,  berikut ini:  

 

1.   Syahadat juga bermakna Ikrar. Dimana ikrar adalah suatu pernyataan sikap seorang muslim mengenai keyakinannya. Ketika seseorang mengucapkan kalimat syahadat, maka ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang ia ikrarkan, sehingga syahadat juga berarti pengakuan yang tulus dan ikhlas kepada Allah SWT dan juga kepada Nabi Muhammad SAW.

 

2.   Syahadat juga bermakna Sumpah. Dimana seseorang yang telah bersumpah, berarti dia telah bersedia untuk menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut. Seorang muslim harus siap dan bertanggungjawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam.

 

3.   Syahadat juga bermakna janji. Dimana setiap muslim adalah orang-orang yang telah berserah kepada Allah dan telah berjanji selalu setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah dan larangan Allah SWT beserta segala pesan yang disampaikan oleh Allah SWT melalui pengutusan Muhammad SWT sebagai rasul-Nya.

 

4.  Syahadat juga bermakna penyaksian. Dimana setiap muslim secara pribadi-pribadi menjadi saksi atas pernyataan ikrar, sumpah dan janji yang dinyatakannya secara sungguh-sungguh dan jujur. Dalam hal ini adalah kesaksiannya terhadap keesaan Allah SWT dan terhadap kerasulan Nabi Muhammad SAW.

 

Selanjutnya berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa makna dari syahadat bukan sekedar pengakuan (memberikan kesaksian) semata, melainkan juga bermakna ikrar, bermakna sumpah, bermakna janji dan juga bermakna penyaksian. Lalu apa yang harus kita lakukan? Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka kita tidak boleh memisahkan atau memilah-milah ke lima makna di atas menjadi makna yang berdiri sendiri-sendiri. Ke lima makna syahadat di atas harus kita jadikan bagian yang tidak terpisahkan antara pemaknaan yang satu dengan pemaknaan yang lainnya dan semakin menyatu pemaknaannya maka semakin berkualitas syahadat yang kita laksanakan dan semakin bernilai tinggi ketauhidan yang kita miliki.

 

Dan dengan adanya pemaknaan syahadat sebagaimana telah kami uraikan di atas maka syahadat dapat dikatakan azas dan dasar dari konsep Diinul Islam sehingga syahadat merupakan ruh, inti, dan landasan dari seluruh ajaran Diinul Islam. Akhirnya syahadat yang kita laksanakan haruslah dapat mengandung nilai penetapan misi yang merupakan bagian dari prinsip ketangguhan pribadi baik sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Sehingga pengucapan 2 (dua) kalimat syahadat menjadi syarat pertama bagi seseorang untuk menjadi seorang muslim. Sekarang mari kita pelajari tentang syahadat yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Agar syahadat yang kita laksanakan sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka kita wajib mengetahui dan memperhatikan syarat-syarat dari melaksanakan syahadat, yang mana sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang disyaratkannya itu menjadi batal dengan sendirinya. Dan apabila seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, maka dapat dikatakan syahadatnya tidak sah, atau bisa juga berkualitas sangat rendah.

 

Adapun syarat-syarat dari syahadat dapat kami kemukakan ada 9 (sembilan) buah, sebagai-mana dikemukakan oleh “Syaikh Abu Basheer” dalam bukunya “Bukan Syahadat Tanpa Makna” berikut ini:

 

1.   Mengucapkan dan Mengikrarkan. Tatkala seseorang ingin masuk Islam dan diber-lakukan atas dirinya hukum serta sifat-sifat seorang muslim kepadanya, maka yang pertama kali mesti dilakukan adalah mengikrarkan 2 (dua) kalimat syahadat dengan penuh kesadaran. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada pamannya: “Katakanlah ‘Laa ilaaha illallah’! Dengan kalimat itu aku akan bersaksi dihadapan Allah kelak di hari kiamat. Abu Thalib menjawab, ‘Kalaulah bukan karena orang-orang Quraisy mencelaku dengan mengatakan, ‘Yang membuatnya berkata seperti itu adalah kebingungan’ pastilah aku akan menjadikan hatimu gembira (yakni dengan mengucapkan ‘Laa ilaha illallah’) Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, akan tetapi Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui orang orang yang mau menerima petunjuk.’ (surat Al Qashash (28) ayat 56). (Hadits Riwayat Muslim)

 

Selain daripada itu, perlu kita ketahui bahwa orang yang mengikrarkan syahadat tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, pengikraran syahadat juga tidak boleh untuk kepentingan orang lain serta tidak boleh pula dilapazkan dengan bentuk, atau bacaan di luar yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Bacaan syahadat tidak boleh ditambah, tidak boleh dikurangi ataupun disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya tertentu. Syahadat harus dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan secara langsung dan bagi seorang mualaf (orang yang baru masuk Islam) sebaiknya diikrarkan dihadapan saksi-saksi dan akan lebih baik jika dilakukan dihadapan orang banyak. Syahadat yang kita laksanakan tidak bisa diwariskan, tidak bisa dipindahtangankan, serta tidak bisa pula  diperjualbelikan kepada siapapun juga termasuk kepada anak keturunan kita sendiri sehingga syahadat hanya berlaku bagi orang yang telah mengikrarkannya saja.

 

2.   Mengingkari Thagut. Termasuk syarat sahnya syahadat adalah mengingkari adanya thagut karena seseorang tidak dianggap sebagai seorang mukmin kecuali setelah dia mengingkari adanya thagut, baik secara zhahir ataupun secara bathin, sebagaimana dikemukakan Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama Islam, sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui. (surat Al Baqarah (2) ayat 256).” Lalu apakah itu Thagut? 

 

Thagut dapat bermakna siapa saja yang diibadahi manusia sebagai tandingan selain Allah dengan bentuk peribadatan seperti: sujud dan ruku’, doa dan permohonan, ketaatan dan berhukum, cinta (mahabbah), loyalitas dan permusuhan karenanya, atau dalam bentuk peribadatan berupa rasa takut (khauf) dan harapan (raja’) serta persembahan korban, sedangkan dia ridha dengan peribadatan dirinya tersebut.

 

“Ibnul Qayyim Al Jauziyah” berkata, “Thagut adalah sesuatu yang diperlakukan sese-orang hamba dengan melampaui batas, berupa sesuatu yang diibadahi, diikuti, dan ditaati. Maka termasuk thagut adalah seseorang yang dijadikan pemutus perkara (berhukum) oleh suatu kaum dengan meninggalkan Allah dan Rasul-Nya, atau yang diibadahi selain Allah, diikuti tanpa petunjuk dari Allah dan ditaati sedangkan orang-orang yang mengikutinya tahu bahwa itu bukan merupakan ketaatan kepada Allah. Sedangkan “Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab” mengemukakan bahwa Thagut secara umum adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dan dia ridha dengan peribadatan itu, baik itu berupa ibadah ataupun ketaatan yang tidak termasuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka itu semua adalah thagut. Untuk itu berhati-hatilah dengan kondisi dan keadaan ini dan semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita.

 

3.   Ilmu dan Pemahaman. Seorang yang bersyahadat harus memiliki ilmu dan pemaha-man tentang makna dan maksud serta tujuan dari bersyahadat yang dilakukannya. Sehingga orang yang bersangkutan wajib memahami isi dan kandungan dari 2 (dua) kalimat yang dinyatakan serta bersedia menerima konsekuensi dari apa-apa yang diikrarkannya. Allah SWT berfirman: “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah.” (surat Muhammad (47) ayat 19). Adanya kondisi ini maka setiap orang yang telah bersyahadat ia akan menafikan peribadahan (pengham-baan) kepada selain Allah dan menetapkan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya yang patut diibadahi dengan benar serta menghilangkan sifat kejahilan (bodoh) terhadap makna ini serta mampu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.

 

Hal lain yang perlu kita ketahui dan pahami dengan seksama tentang adanya syarat memiliki ilmu dan pemahaman sewaktu kita bersyahadat, menunjukkan betapa pentingnya syarat ini dimana kedudukan ilmu harus didahulukan daripada amal shaleh. Keadaan ini harus didudukkan terlebih dahulu karena tidak mungkin seseorang beramal shaleh dengan ketauhidan kecuali harus didahului dengan ilmu dan pemahaman yang baik. Ilmu dan pemahaman harus diletakkan terlebih dahulu dari-pada amal shaleh, dan tidak sebaliknya. Seseorang akan terhalang dari ilmu tauhid, pastilah ia akan terhalangi dari amal. Oleh sebab itu, para sahabat Nabi menilai bahwa belajar tauhid merupakan perkara yang paling penting sebelum mempelajari ilmu yang lainnya.

 

Sekarang mari kita perhatikan sebuah hadits berikut ini: Apabila Nabi SAW mengutus seorang sahabat ke suatu negeri, maka beliau memerintahkannya untuk mengajak pendududk negeri itu bertauhid terlebih dahulu, sebelum akhirnya mengajak mereka kepada perkara-perkara yang lain. Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’adz ke Negeri Yaman, beliau bersabda: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahlul Kitab, maka hendaklah pertama kali engkau mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah –dala satu riwayat, ‘Laa ilaaha illallaah’. Apabila mereka telah mengenal Allah, maka sampaikanlah sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. (Muttafaqun alaihi).” Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka sudah sepatutnya dan seharus kita mendahulukan mempelajari tentang Allah SWT sebelum mempelajari yang lainnya.

 

4.    Yakin (Meyakini). Seseorang yang bersyahadat harus meyakini kandungan syahadat, yang terdiri dari syahadat ketauhidan yaitu tentang Allah dan juga syahadat kerasulan yaitu tentang Nabi Muhammad SAW selaku utusan-Nya. Manakala seseorang yang telah bersyahadat meragukan salah satu, atau keduanya maka akan sia-sia belaka kesaksian dan ikrarnya itu. Seseorang yang bersyahadat harus meyakini dua kalimat syahadat dengan seyakin-yakinnya tanpa boleh ada keraguan sama sekali. Hal ini menjadi penting karena yakin adalah ilmu yang sempurna. Allah SWT juga telah  memberikan syarat tentang keima-nan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya, berupa sifat tidak ada keragu-raguan.

 

Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (surat Al Hujurat (49) ayat 15).”  Selain ayat di atas, hadits berikut ini juga bisa kita jadikan pedoman saat melakukan syahadat, yaitu: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Seorang hamba yang bertemu Allah dengan keduanya dalam keadaan tidak ragu-ragu, Allah tidak akan menghalanginya untuk masuk syurga.” (Hadits Riwayat Muslim no. 148)

 

5.    Menerima. Seseorang yang bersyahadat adalah orang yang mampu menerima isi dan kandungan dua kalimat syahadat serta mampu pula menerima dan melaksanakan konsekuensi dari syahadat, dalam hal ini menyembah Allah SWT semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya serta mampu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya sehingga mampu pula menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi dirinya. Jika tidak, maka segala resiko atas pengabaian dari pernyataan 2 (dua) kalimat syahadat harus siap pula kita terima. Apa maksudnya? Maksudnya adalah apabila seseorang telah menerima pernyataan 2 (dua) kalimat syahadat berarti dirinya harus menerimanya dengan hati dan lisan, tanpa ada penolakan (bantahan) sedikitpun.

 

6.   Tunduk dan Patuh Terhadap Kandungan Makna Syahadat. Orang yang bersyahadat adalah orang yang tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah SWT selaku pencipta dan pemilik serta patuh pula kepada syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan juga tunduk pula kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Adanya kepatuhan dan ketundukan atas apa yang terkandung dari 2 (dua) kalimat syahadat maka tidak ada lagi apa yang disebut menyelisihinya (berbuat berseberangan) dengan apa-apa yang telah dinyatakan saat bersyahadat.

 

7.     Jujur. Orang yang bersyahadat adalah orang yang jujur dalam mempersaksikan 2 (dua) kalimat syahdat sehingga terjadilah kesesuaian antara ucapan dengan keyakinan, antara lisan dengan hati yang dilanjutkan dengan tampilnya pernyataan syahadat di dalam siakp dan perbuatan. Adanya sikap jujur akan menghilangkan dusta dalam bentuk lain di lisan lain pula yang di hati dan jika ini yang terjadi maka terjadilah apa yang dinama-kan dengan munafik. Oleh karena itu, Allah SWT sangat mencela orang-orang munafik sebagaimana firman-Nya, “Di antara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian , pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit , lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (surat Al Baqarah (2) ayat 8-10).

 

Selain daripada itu, untuk bisa mendapatkan keselamatan dari siksa yang pedih (api neraka) kita tidak cukup hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi juga harus disertai dengan pembenaran (kejujuran) dalam hati. Sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Mu’adz bin Jabal ra, Rasulullah SAW berkata, “Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka baginya.” (Hadits Riwayat Bukhari no. 128).

 

8.      Ikhlas. Orang yang bersyahadat adalah orang yang ikhlas, dalam hal ini bersihnya hati dari segala sesuatu yang bertentangan dengan makna dan tujuan dari syahadat, sehingga bersih pula amalnya dari segala debu-debu kesyirikan. Hal ini sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” (Hadits Riwayat Bukhari no. 99)

 

9.  Kecintaan. Orang yang bersyahadat adalah orang yang mencintai dua kalimat sya-hadat dan isinya, serta cinta pula kepada orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Maksudnya adalah seseorang yang mengucapkan dua kalimat syahadat ini mencintai (tidak benci pada) Allah, Rasul dan agama Islam serta mencintai pula kaum muslimin yang menegakkan kalimat ini dan menahan diri dari larangan-Nya. Dia juga membenci orang yang menyelisihi kalimat laa ilaha illallah, dengan melakukan kesyirikan dan kekufuran yang merupakan pembatal kalimat ini. Yang menunjukkan adanya syarat ini pada keimanan seorang muslim sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (surat Al Baqarah (2) ayat 165)

 

Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa orang-orang mukmin sangat cinta kepada Allah. Hal ini dikarenakan mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun dalam cinta ibadah. Sedangkan orang-orang musyrik mencintai sesembahan-sesembahan mereka sebagaimana mereka mencintai Allah. Tanda kecintaan seseorang kepada Allah adalah mendahulukan kecintaan kepada-Nya walaupun menyelisihi hawa nafsu-nya dan juga membenci apa yang dibenci Allah walaupun dia condong padanya.

 

Sebagai bentuk cinta pada Allah adalah mencintai wali Allah dan Rasul-Nya serta membenci musuhnya, juga mengikuti Rasul SAW, mencocoki jalan hidupnya dan menerima petunjuknya, sebagaimana hadits berikut ini: “Dan Rasu-lullah SAW bersabda, “Tiga perkara yang barangsiapa perkara itu ada pada dirinya maka dia akan merasakan manisnya keimanan, Allah dan Rasul-Nya lebih dia cinta daripada selain keduanya, seseorang yang saling mencintai karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia darinya sebagaimana dia membenci untuk dihempaskan ke dalam neraka.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).

 

Jamaah sekalian, itulah 9 (sembilan)  syarat yang harus kita ketahui dan yang juga harus kita laksanakan saat diri kita melaksanakan syahadat yang tidak lain adalah bukti nyata bagi diri kita telah memiliki ilmu dan pemahaman tentang ketauhidan dalam diri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar