Sekarang mari kita
perdalam lagi makna dari ibadah yang dikehendaki Allah SWT sebagai manifestasi
dari diri kita yang telah bertauhid. Dan inilah ibadah yang secara keseluruhan
hanya untuk Allah SWT semata, yakni:
1. Hanya Allah SWT yang
wajib diibadahi. Berdasarkan ketentuan surat Al A’raaf (7) ayat 70 berikut ini: “Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada
Kami, agar Kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa
disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan
kepada Kami jika kamu termasuk orang orang yang benar. (surat Al A’raaf (7) ayat
70)”. Ayat ini mengemukakan bahwa hanya Allah SWT saja yang wajib
diibadahi. Hal ini dikarenakan diri kita termasuk juga makhluk yang lainnya
yang berada diantara langit dan bumi kesemuanya ada karena diciptakan dan
dimiliki oleh Allah SWT dalam kerangka beribadah kepada-Nya.
Lalu akan menjadi
sesuatu yang janggal jika kita beribadah bukan kepada Allah SWT yang
jelas-jelas ia bukan pencipta dan bukan pula pemilik dari alam semesta ini
serta bukan pula pemelihara. Apalagi Allah SWT sendiri telah mengemukakannya
dalam surat Al Baqarah (2) ayat 21 yang kami kemukakan di atas.Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi maka kita tidak bisa melaksanakan ibadah secara apa
adanya, apalagi asal-asalan. Selain itu, ibadah bukanlah sebuah kewajiban
melainkan sebuah kebutuhan hakiki diri ini. Untuk itu kita harus bisa melakukan
beribadah secara tulus dan ikhlas hanya kepada Allah SWT tanpa dibarengi dengan
hal-hal sebagai berikut saat
melaksanakan ibadah dimaksud, yaitu :
a. Syirik kepada Allah. Orang yang berbuat
syirik dapat dipastikan amalannya se-dikitpun tidak akan diterima oleh Allah
SWT, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan
sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu, “sungguh,
jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi. (surat Az Zumar
(39) ayat 65).” Dan juga berdasarkan firman-Nya dalam surat Al An-am
(6) ayat 88 berikut ini: “Itulah petunjuk Allah, dengan itu Dia
memberi petunjuk kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia
kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan
mereka yang telah mereka kerjakan.” Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang
sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini jangan pernah kita berbuat syirik saat
kita hidup.
b. Riya. Riya adalah orang yang ingin amalannya
dilihat oleh orang lain, tidak di-ragukan lagi perbuatan riya akan membatalkan
dan menghapus amalan seseorang. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam sebuah
hadits qudsi berikut ini: Allah berfirman, “Aku paling kaya tidak
butuh tandingan dan sekutu, barangsiapa beramal menyekutukan-Ku kepada yang
lain, maka Aku tinggalkan amalannya dan tandingannya.” (Hadits Riwayat Muslim
Nomor 2985).
Selain dari itu,
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku khawatir-kan
kepada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa yang dimaksud
dengan syirik kecil?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Yaitu riya’.” (Hadits Riwayat Ahmad, Baihaqi (no.
6831), Baghawi dalam Syarhus Sunnah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah (no. 951), Shahih Targhib (1/120)).
Sedangkan Ibnu Rajab
Al-Hanbali pernah berkata: “Ketahuilah bahwasanya amalan yang ditujukan kepada
selain Allah bermacam-macam. Ada kalanya murni dipenuhi dengan riya’,
tidaklah yang ia niatkan kecuali mencari perhatian orang banyak demi
meraih tujuan-tujuan duniawi, sebagaimana halnya orang-orang munafik di dalam
shalat mereka. Allah SWT berfirman: “Dan
apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya’ di hadapan manusia.” (surat An-Nisaa’ (4) ayat 142).
Adanya ayat ini mengharuskan diri kita untuk selalu beribadah secara ikhlas
hanya kepada Allah SWT karena ibadah yang dipenuhi dengan riya maka ibadah
tersebut akan sia-sia belaka, tidak
bernilai, dan pelakunya berhak mendapat murka dan balasan dari Allah SWT.
Ada kalanya pula
amalan itu ditujukan kepada Allah akan tetapi terkotori oleh
riya’.” Sekedar contoh: Ada seseorang yang sedang melaksanakan ibadah puasa
sunnah dengan niat semata-mata karena Allah. Tapi kemudian dia berkata
agar diketahui oleh orang lain bahwa dia sedang berpuasa: “Enaknya buka puasa pakai apa ya?” atau
“lagi mempersiapkan menu buka puasa”
atau ia menulis di statusnya bahwa ia telah melakukan amal shalih ini dan
itu agar diketahui orang banyak bahwa ia melakukan amal shalih. Apa yang
terjadi? Maka hanguslah segala amal ibadahnya karena ulah diri sendiri.
c. Menerjang (Melanggar) keharaman Allah tatkala sendirian. Betapa seringnya
kita merasa telah aman dari siksaan Allah tatkala sepi menyendiri, seolah-olah
tidak ada satupun yang mengetahui perbuatan kita. Sehingga banyak diantara kita
yang berani melanggar sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah. Adapun orang
yang tetap nekad menerjang keharaman Allah disaat sendiri, akan menghapus
amalan-nya. Sedangkan orang yang tetap nekat menerjang apa yang diharamkan
Allah ketika sedang sendirian, maka akan terhapus amalnya berdasarkan hadits
berikut ini: “Sungguh akan datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan
membawa kebaikan yang banyak semisal gunung yang amat besar. Allah menjadikan kebaikan
mereka bagaikan debu yang bertebaran.” Tsauban radhiyallahu ‘anhu
bertanya: “Terangkanlah sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, agar
kami tidak seperti mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka
mengambil bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya
saja mereka apabila menyendiri menerjang keharaman Allah.” (Hadits
Riwayat Ibnu Majah (no. 4245), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah (no. 505)].
d. Menyebut-nyebut amalan shalehnya. Perbuatan
menyebut-nyebut kembali amal shaleh yang pernah kita laksanakan, sering kali
terjadi tanpa kita sadari. Kondisi ini bisa membahayakan diri kita sebagaimana
firman-Nya yang termaktub dalam surat Al Baqarah (2) ayat 264 berikut ini: “Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang
menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaan nya (orang itu) seperti batu yang
licin yang diatasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka
tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari
apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
kafir.”
Kondisi ini sejalan
dengan ketentuan hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: “Ada
tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak
disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.” Para sahabat
bertanya: “Terangkan sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, alangkah
meruginya mereka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Mereka adalah orang yang menjulurkan pakaiannya, orang yang
suka menyebut-nyebut pemberian (amalan), dan orang yang melariskan
barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (Hadits Riwayat Muslim (no. 106)).
Hal yang harus dapat
kita pahami dalam persoalan ini adalah mengemukakan apa yang kita lakukan
kepada orang lain bisa tetap kita lakukan sepanjang diniatkan untuk memotivasi
orang lain untuk berbuat kebaikan atau menjadikan orang lain tergerak hatinya
untuk berbuat hal yang sama dengan apa yang kita lakukan sehingga orang lain
atau masyarakat ikut berperan serta untuk mengambil posisi atau peran yang
sesuai dengan kemampuannya untuk kemaslahatan orang banyak melalui contoh yang
kita lakukan.
e. Mendahului Rasulullah dalam perintahnya. Maksudnya,
janganlah seorang mus-lim mengerjakan suatu amalan (ibadah) yang tidak
diperintahkan Rasulullah, karena hal itu termasuk perbuatan lancang terhadap
beliau. Ditambah lagi bahwa syarat diterimanya amalan adalah sesuai dengan
petunjuk beliau, tidak menambahi dan tidak mengurangi. Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahulukan Allah dan Rasul-Nya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (surat Al Hujuraat (49) ayat 1). Selain ketentuan ini,
Rasulullah SAW juga bersabda: “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang
tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” (Hadits Riwayat Muslim (no.
1718)]
f. Bersumpah atas nama Allah untuk mendahului ketentuan
Allah.
Al-Imam Mus-lim dalam suatu riwayat telah meriwayatkan dari Jundub ibn Abdillah
bahwasanya Rasululah bersabda: ada orang yang berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan”, maka Allah berkata,
“Siapa yang bersumpah atas nama-Ku bahwa aku tidak akan mengampuni si fulan,
padahal aku telah mengampuninya dan membatalkan amalanmu!” kita memohon
kepada-Nya agar amalan (ibadah) yang kita kerjakan dinilai sebagai amalan (ibadah)
yang saleh yang diterima disisi-Nya. Amiin
Selanjutnya
ketahuilah bahwa ada sebuah kelalaian yang dapat menghapus amalan seseorang (ibadah)
yaitu bersumpah palsu, sebagaimana dikemukakan oleh Rasulullah SAW berikut ini:
“Dahulu
kala ada dua orang dari kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya.
Salah satunya gemar berbuat dosa, sedangkan yang satunya lagi rajin beribadah.
Yang rajin beribadah selalu mengawasi dan mengingatkan temannya agar menjauhi
dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya: ‘Berhentilah berbuat
dosa!’ Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering bermaksiat itu
berkata: ‘Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya untuk mengawasi
aku terus?’ Yang rajin beribadah itu akhirnya berang dan berkata: ‘Demi
Allah, Allah tidak akan mengampunimu!’ Atau ‘Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu
ke dalam surga!!’ Akhirnya Allah mencabut arwah keduanya dan dikumpulkan
di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang yang rajin beribadah: ‘Apakah engkau
tahu apa yang ada pada diri-Ku, ataukah engkau merasa mampu atas`apa yang ada
di tangan-Ku?’ Allah berkata kepada yang berbuat dosa: ‘Masuklah engkau ke
dalam surga karena rahmat-Ku.’ Dan Dia berkata kepada yang rajin beribadah:
‘Dan engkau masuklah ke dalam neraka!’ Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, orang ini telah mengucapkan
perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” (Hadits Riwayat Abu Dawud (no. 4901), Ahmad (2/323).
Jamaah
sekalian, itulah 6 (enam) buah ketentuan yang tidak boleh kita lakukan jika
kita telah menyatakan bahwa hanya Allah SWT semata yang wajib kita ibadahi.
Jadi beribadahlah secara ikhlas karena Allah SWT semata. Akhirnya dengan
adanya keten-tuan hanya kepada Allah SWT saja kita beribadah sebagaimana telah
kami kemukakan di atas.
Hal ini menunjukkan
bahwa hanya kepada Allah SWT saja yang wajib kita sembah saat hidup di dunia
ini. Dan jika hal ini mampu kita laksanakan maka hal sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat An Nahl (16) ayat 51-52 sebagaimana
berikut ini: “Dan Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan; hanyalah Dia
Tuhan Yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kama takut. Dan milik-Nya
meliputi segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, dan kepada-Nyalah
(ibadah dan) ketaatan selama-lamanya. Mengapa kamu takut kepada selain Allah?.”
Hanya Allah SWT sajalah yang wajib disembah, bukan kepada Tuhan yang
lain karena Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa.
2. Hanya kepada Allah
SWT saja kita wajib berserah diri. Berdasarkan ketentuan surat Al Anbiyaa (21)
ayat 108 sebagaimana berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Sungguh, apa yang
diwahyukan kepadaku ialah bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka apakah kamu
telah berserah diri (kepada-Nya)?” dan juga berdasarkan ketentuan surat
Al Hajj (22) ayat 34-35 sebagaimana berikut ini: “…… MakaTuhanmu ialah Tuhan Yang
Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah
(Muhammad) kabar gembira kepada orang orang yang tunduk patuh (kepada Allah),
yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang
yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang menginfakkan sebagian
rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.” Melalui dua buah ketentuan di atas ini Allah
SWT dengan tegas menyatakan bahwa kita harus berserah diri hanya kepada-Nya
semata.
Lalu untuk apa kita
harus berserah kepada Allah SWT? Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT
tentu kita harus tahu diri bahwa diri kita ini memiliki keterbatasan kemampuan,
memiliki kelemahan, memiliki kekurangan serta tidak mampu mengatasi segala
problematika hidup secara sendiri tanpa bantuan orang (pihak) lain. Ditambah
saat diri kita melaksanakan konsep dwifungsi yaitu saat menjadi abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus berperang
melawan ahwa (hawa nafsu) yang ada di dalam diri sendiri dan juga memiliki
musuh abadi yang bernama syaitan yang tidak nampak oleh diri kita.
Dan sebagai makhluk
dwidimensi, ruh diri kita terikat dengan ketentuan datang fitrah kembali harus
fitrah sedangkan bagi jasmani terikat dengan ketentuan usia semakin berusia
lanjut semakin turun fungsi-fungsi jasmani serta jasmani manusia terikat dengan
apa yang dinamakan dengan istilah DNA (asam deoksiribonukleat) guna menentukan
garis keturuan seseorang dan adanya sidik jari yang berbeda-beda antar satu
orang dengan orang yang lainnya.
Adanya kondisi ini
mengharuskan diri kita untuk meminta pertolongan dan bantuan orang (pihak) lain
agar apa-apa yang kita alami dapat teratasi. Lalu apakah orang (pihak) lain
selalu mampu menolong diri kita? Disinilah persoalannya, sepanjang yang
menolong diri kita adalah makhluk ciptaan Allah SWT maka sepanjang itu pula
makhluk ciptaan Allah SWT pasti memiliki kekurangan, keterbatasan untuk
menolong orang lain. Lalu siapakah yang mampu menjaga, merawat, membimbing,
mengatasi, memberikan pertolongan jika makhluk juga memiliki keterbatasan?
Allah SWT selaku
pencipta telah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada diri kita terutama dalam
menghadapi musuh yang tidak kentara, sepanjang diri kita mau memenangkan
pertandingan melawan syaitan secara bermartabat. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: ““Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu
godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha
Mendengar, Maha Mengetahui. (surat Fushilat (41) ayat 36).” Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa diri kita
akan sangat susah mengalahkan syaitan yang tidak nampak. Akan tetapi dengan
memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah SWT maka kita bisa
mengalahkan syaitan.
Lalu adakah cara dan
metode yang lain yang diperkenankan oleh Allah SWT agar diri kita berserah diri
kepada-Nya? Salah satu cara yang diperkenankan oleh Allah SWT selaku pencipta
adalah melalui doa yang kita panjatkan secara langsung kepada-Nya sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Aku perkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong
yang tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.
(surat Ghafir (40) ayat 60).”
Melalui doa yang kita
panjatkan kepada Allah SWT secara langsung berarti kita telah mengajak Allah
SWT untuk membantu, untuk menolong, untuk menjaga, serta untuk merawat diri
kita ini karena Allah SWT lebih mengetahui dan lebih memahami terhadap apa apa
yang telah diciptakannya. Hal ini
dikarenakan Allah SWT sajalah yang paling ahli dan yang paling memahami segala
apa apa yang ada di langit dan di muka bumi termasuk diri kita yang sedang
mengalami persoalan. Dan melalui doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT
berarti langkah diri kita untuk
mempasrahkan diri ini kepada pencipta dan pemiliknya serta sejalan
dengan ungkapan yang kami kemukakan di bawah ini.
Jika Engkau kecewa dan mengeluh terhadap kekurangan yang ada padadirimu sendiri, maka datanglah kepada arsitek yang telah merancang dan penciptamu.
(Zig
Ziglar)
Sekarang mari kita
perhatikan dengan seksama firman-Nya berikut ini: ““Allah pencipta segala sesuatu
dan Dia Maha Pemelihara segala sesuatu. (surat Az Zumar (39) ayat 62).” Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT memiliki
af’al (perbuatan) Al Wakil yaitu Dzat Yang Maha Pemelihara terhadap segala
apa-apa yang telah diciptakan-Nya termasuk di dalamnya adalah pemelihara umat
manusia sepanjang umat manusia itu mau dipelihara, mau dirawat dan juga mau
dijaga oleh Allah SWT. Lalu adakah syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini? Jawabannya ada pada
firman-Nya berikut ini: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi
(perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperolah kebenaran. (surat
Al Baqarah (2) ayat 186).” Adapun salah satu syarat yang diminta oleh
Allah SWT agar Allah SWT memberikan pertolongan dan bantuan-Nya kepada diri
kita adalah memenuhi perintah-Nya dan beriman kepada-Nya.
3. Hanya peraturan-Nya
saja yang wajib ditaati manusia. Berdasarkan ketentuan surat As Sajdah (32) ayat 4
yang kami kemukakan berikut ini: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di
atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun
dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan?.” Allah SWT adalah pencipta dari langit dan bumi
adan apa-apa yang ada di antara keduanya.
[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita
imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi
orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang
tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
Sekarang siapakah yang
memiliki langit dan bumi beserta isinya? Jika kita mengacu kepada keberadaan
pencipta yang harus ada terlebih dahulu sebelum ciptaannya diciptakan, maka
pencipta dari ciptaan dapat dipastikan adalah pemilik dari ciptaan itu sendiri,
dalam hal ini adalah Allah SWT. Buktinya ada pada surat An Nuur (24) ayat 64 berikut ini; “ketahuilah
Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya
Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui
pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada
mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.”
Dan juga pada surat Ibrahim (14) ayat 2 yang kami kemukakan berikut ini: “Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” Serta
dikemukakan pula dalam surat Al Hadiid
(57) ayat 2 yang kami kemukakan berikut ini: “kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi,
Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Berdasarkan ketentuan 3 (tiga) buah ayat di atas
ini, menunjukkan bahwa Allah SWT adalah pemilik dari langit dan bumi beserta
isinya dan yang berarti Allah SWT adalah sangat berkuasa dan juga adalah
penentu dari apa apa yang dimilikinya dan juga menunjukkan bahwa Allah SWT
adalah tuan rumah di langit dan di bumi ini serta makhluk (termasuk manusia)
adalah tamu yang menumpang di langit dan di bumi. Dan sebagai tamu maka sudah
sepatutnya kita menghormati tuan rumah, melaksanakan ketentuan tuan rumah serta
membuang senang tuan rumah dengan menjadi tamu yang dibanggakan oleh tuan rumah.
Dan itulah diri kita.
D.
HANYA ALLAH SWT
PENGUASA SELURUH ALAM.
Hal berikutnya yang
harus menjadi ketauhidan di dalam diri yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah
mampu menempatkan hanya Allah SWT pengendali, penentu, pemutus dari hukum-hukum
yang telah ditetapkan-Nya berlaku di seluruh alam. Lalu seperti apakah hukum
(ketentuan) dasar yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT? Untuk
menjawabnya mari kita perhatikan dengan seksama firman-Nya berikut ini: “Kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan
dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Namun orang-orang
yang kafir berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka. (surat Al
Ahqaf (46) ayat 3).”
Ayat ini mengemukakan
dengan jelas bahwa ada batas yang tidak bisa dilampaui oleh segala apa-apa yang
telah diciptakan-Nya dan yang juga menunjukkan bahwa di balik batasan ini ada
ketentuan yang mengikat sehingga apabila telah ditetapkan berlaku maka
ketentuan itu tidak akan pernah mengalami perubahan, sebagaimana firman-Nya
berikut ini: “(Demikianlah) hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu
sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. (surat Al Fath
(48) ayat 23).”
Berdasarkan 2 (dua)
buah ketentuan ayat di atas ini, maka kita akan mengetahui beberapa ketentuan
dasar yang telah diberlakukan oleh Allah SWT di alam semesta ini, yaitu:
1. Segala apa-apa yang
telah diciptakan oleh Allah SWT bersifat tidak kekal, ada ba-tasan waktunya
sehingga setiap ciptaan tidak akan ada selamanya. Ia pasti musnah.
2. Langit dan bumi
beserta isinya akan dihancurkan melalui proses kiamat setelah itu barulah
diciptakan bumi baru, yang diikuti dengan dikumpulkannya seluruh umat manusia
yang pernah diciptakan oleh Allah SWT dalam kerangka untuk
mempertanggungjawabkan segala apa-apa yang telah diperbuatnya saat hidup di
muka bumi. Dan khusus untuk manusia, ada ketentuan datang dari Allah SWT harus
kembali kepada Allah SWT.
3. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik telah memiliki konsep dasar berupa da-tang dari Allah SWT
akan kembali kepada Allah SWT dan setiap manusia wajib datang fitrah kembali
harus fitrah.
4. Syurga diciptakan
oleh Allah SWT khusus untuk orang-orang yang memenuhi per-syaratan seperti
beriman dan beramal atau beriman dan bertaqwa, sedangkan neraka diciptakan oleh
Allah SWT khusus untuk orang-orang dzalim, munafik, syirik lagi musyrik dan
juga bagi orang yang kafir.
Itulah
4 (empat) ketentuan dasar yang berlaku di langit dan di bumi ini dan
jika kita tidak mau menerima ketentuan dimaksud maka berhati-hatilah dengan
ketentuan hadits berikut ini: “Anas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa tidak rela
dengan ketentuan dan taqdirKu, maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.
(Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar; serta Ath Thabrani dan Ibnu
Hibban dari Abi Hind: 272:153).” Hadits ini mempersilahkan diri kita
untuk mencari tuhan selain Allah SWT dan yang berarti kita dipersilahkan untuk
pergi (keluar) dari langit dan bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah
SWT.
Selanjutnya
untuk lebih mempertegas kedudukan dan kekuasaan Allah SWT di langit dan di muka
bumi ini baik sebelum kiamat ataupun setelah kiamat. Berikut ini akan kami
kemukakan kedudukan dan kekuasaan Allah SWT di langit dan di bumi yang berlaku
saat ini, yaitu:
1. Hanya Allah SWT saja
Pemberi Balasan bagi manusia. Allah SWT selaku pen-cipta dan pemilik dari
konsep dwifungsi dan dwidimensi yang harus dilaksanakan oleh manusia, maka
untuk menentukan siapa-siapa saja manusia yang mampu melaksanakan konsep
dimaksud maka Allah SWT akan melaksanakan apa yang dinamakan dengan proses
pertanggungjawaban yang akan dilaksanakan oleh Allah SWT setelah seluruh
manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Lalu apa yang terjadi? Berdasarkan
ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 40 berikut ini: “Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah
memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi. Dia menyiksa siapa yang Dia
kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.” Dan juga berdasarkan ketentuan firman-Nya berikut ini: Dan
hanya milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dia mengampuni siapa yang Dia
kehendaki, dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang. (surat Al Fath (48) ayat 14).” Lalu seperti apakah
bentuk dari balasan Allah SWT kepada setiap manusia itu? Berdasarkan ketentuan
ayat AlQuran di atas, Allah SWT selaku penguasa tunggal baik di dunia maupun di
akhirat memiliki 2 (dua) bentuk ketentuan yang berlaku, yaitu:
a. Allah SWT akan memberikan azab atau siksa kepada manusia. Dimana azab adalah
siksa Allah SWT yang ditimpakan kepada siapa saja yang Ia kehendaki,
sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 284)
berikut ini: “….Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia
kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” Dari segi waktu atau
tempatnya, azab atau siksa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: azab
atau siksa di dunia; azab atau siksa di kubur; dan azab atau siksa di akhirat.
Dari segi sifatnya, azab terdiri-dari berbagai macam jenis. Misalnya, azaban
muhina (azab yang sangat menghinakan), azaban aliima (siksa yang sangat pedih)
dan azaban syadida (siksa yang sangat keras), azabun muqim (siksa yang kekal)
dan azabun ‘azhim (siksa yang sangat dahsyat).
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa Allah
SWT akan memberikan atau menurunkan azab (siksa) di dunia ini dalam bentuk
berupa kehinaan, wabah, penyakit, gempa, angin topan, banjir, petir, kelaparan,
kebakaran dan lain sebagainya. Yang levelnya mungkin lebih rendah dibadngikan
dengan azab (siksa) yang akan ditimpakan oleh Allah SWT, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Qalam (68) ayat 33 berikut ini: “Seperti
itulah azab (di dunia). Dan sesungguhnya, azab akhirat lebih besar sekiranya
mereka mengetahui.”
Adapun bentuk-bentuk
perilaku manusia yang menyebabkan turunnya azab (siksa) Allah SWT di dunia ini
dapat kami kemukakan sebagai berikut dan semoga kita yang saat ini masih hidup
di muka bumi tidak melakukannya, yaitu:
Pertama, kekafiran (kekufuran) manusia. Kekafiran merupakan
penyebab utama yang mengundang turunnya azab (siksa) Allah di dunia,
sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 56 berikut ini: “Maka
adapun orang-orang yang kafir, maka akan Aku azab mereka dengan azab yang
sangat keras di dunia dan di akhirat, sedangkan mereka tidak memperoleh
penolong.” Siapa contohnya? Contohnya adalah seperti kaum Tsamud,
mereka dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.
Kaum Ad, mereka
dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat ken-cang. Allah SWT
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus,
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka adapun kaum Tsamud, mereka telah
dibinasakan dengan suara yang sangat keras. Sedangkan kaum ‘Ad mereka telah
dibinasakan dengan angina topan yang sangat dingin. Allah menimpakan angin itu kepada mereka
selama tujuh malam delapan hari terus-menerus, maka kamu melihat kaum ‘Ad pada
waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah
kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di
antara mereka?.” (surat Al Haaqah (69) ayat 5-8). Akhirnya mereka semua binasa dalam sekejap mata.
Kedua, orang yang
menghalang-halangi umat untuk menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya dan
berusaha untuk merobohkannya, termasuk di dalamnya melakukan perbuatan berikut ini,
seperti mencegah orang lain berbuat kebajikan, menjegal orang berkunjung ke
masjid, mempersulit dan bahkan menindasnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan di
dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 114 berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim
daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya
dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan
rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat
mendapat azab yang berat.”
Ketiga, orang-orang yang
melakukan tindakan menyakiti Allah SWT dan Rasul-Nya, seperti mendustakan dan
berpaling dari agama Allah dan Rasul-Nya; melakukan penghinaan atau penistaan
terhadap nilai-nilai dan syiar-syiar agama-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan
dalam surat Al-Ahzab (33) ayat 57 berikut ini: “Sesungguhnya (terhadap)
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatnya di dunia
dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka.”
Keempat, orang orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya, sekaligus melakukan kerusakan di muka bumi sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 33 berikut ini: “Hukuman
bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah di bunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian
itu kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat azab yang
besar.”
Kelima, sifat bakhil atau
kikir. Siapa pun yang memperoleh anugerah harta, tetapi mereka bersikap kikir
dan tidak peduli dengan kesulitan dan penderitaan orang-orang lemah (kaum
dhu’afa) yang ada di sekitarnya, maka sifat bakhil ini dapat menyebabkan
pelakunya ditimpa siksa di dunia. Sebagaimana terjadi pada pemilik-pemilik
kebun yang dikisahkan dalam Alquran dalam surat Al Qalam (68) ayat 31-32-33
sebagaimana berikut ini: “Mereka berkata, “Celaka kita! Sesungguhnya
kita orang-orang yang melampaui batas. Mudah-mudahan Tuhan memberikan ganti
kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita
mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (di dunia). Dan sungguh, azab akhirat
lebih besar sekiranya mereka mengetahuinya.”
Itulah 5 (lima)
perbuatan yang azab (siksanya) siap diberlakukan oleh Allah SWT saat manusia
hidup di muka bumi atau sebelum terjadinya kiamat tiba.
Selanjutnya apakah
hanya itu saja? Untuk menjawabnya, sekarang mari kita perhatikan dengan seksama
hadits berikut ini: “dari Abu Bakrah
ra, Rasulullah SAW bersabda,”
Setiap dosa akan di akhirkan (ditunda) balasannya oleh Allah SWT hingga
hari kiamat, kecuali al-baghy (dzalim), durhaka kepada orang tua dan memutuskan
silaturahim, Allah akan menyegerakan di dunia sebelum kematian menjemput.” (Hadits
Riwayat Al Hakim, Al Mustadrak No 7345). Hadits di atas ini
mengemukakan tentang 3 (tiga) hal yang tidak diperkenankan oleh Allah SWT dan
apabila dilakukan maka azab (siksa) siap ditimpakan kepada pelakunya sebelum
terjadinya kiamat, yaitu:
1. Dosa orang yang
berbuat dzalim balasannya akan disegerakan. Dzalim adalah perbuatan melampaui
batas dalam melakukan keburukan. Perbuatan dzalim dapat mengotori hati,
seperti sombong, dengki, ghibah, fitnah, dusta, dan lain sebagainya. Karena itu
dzalim termasuk dari dosa besar. Manusia yang dzalim akan mendapatkan
balasan di dunia dan siksa pedih di akhirat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang
berbuat dzalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan)
kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Asy-Syura
(42) ayat 42).”
2. Orang yang durhaka
kepada orang tua. Sikap buruk dan tidak menghormati serta tidak menyayangi
kedua orang tua, adalah sikap yang sangat tercela, karena merekalah penyebab
keberadaan kita di dunia ini. Jika sikap ini dilakukan, maka akan
mengundang kemurkaan dari Allah SWT di dunia ini, antara lain dalam bentuk
pembangkangan sikap yang dilakukan anak-anak mereka. Karena itu, sikap
ikhsan baik dalam ucapan maupun perbuatan merupakan suatu kewajiban agama
sekaligus merupakan suatu kebutuhan. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah
SWT: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah
kepada mereka ucapan yang mulia. (surat Al Israa’ (17) ayat 23).”
3. Dosa orang yang
memutuskan silaturahim. Islam tidak menyukai orang-orang yang memutuskan tali
persaudaraan. Ajaran Islam mengancam dan mengecam secara tegas orang-orang
yang memutuskan tali persaudaraan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda dari Abu Muhammad Jubiar bin Muth’im ra,“Tidak akan masuk surga orang yang memutus
(silaturahim)." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Islam begitu tegas
terhadap hubungan baik sesama manusia. Oleh karena itu, orang yang tidak mau
berbuat baik dan justru memutus persaudaraan, Islam pun memberikan ancaman yang
keras, yakni tidak akan masuk surga sebagai balasannya. Sungguh mengerikan jika
ini sampai terjadi kepada diri kita.
Jamaah sekalian, tentu,
masih banyak perilaku yang secara langsung mengundang (mendatangkan) adanya azab
(siksa) Allah SWT di dunia. Tak terkecuali, para pengu-asa yang tidak adil atau
dzalim. Disadari atau tidak, ancaman siksa dunia sebetulnya sedang mengintainya
setiap saat.
Kisah tentang kaum
‘Ad, penduduk Iram, kaum Tsamud, Fir’aun dan seumpamanya yang diabadikan dalam
AlQuran, sejatinya menjadi pelajaran dan peringatan. Besarnya nikmat kekuatan
dan kekuasaan yang mereka peroleh, semestinya digunakan untuk mengingat kebesaran
Allah SWT, mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Sekaligus mensucikan dan
mengagungkan-Nya. Menegakkan keadilan, membela kebenaran dan membangun suasana
yang damai dan menentramkan di kalangan umat manusia. Termasuk, sungguh-sungguh
mencegah segala bentuk kemungkaran. Begitulah idealnya. Tapi, justru
sebaliknya, mereka berbuat sewenang-wenang, angkuh, jahat, berbuat makar dan
varian kezaliman lainnya. Sehingga Allah SWT membalas perbua-tan buruk mereka
dengan azab (siksa) dunia yang
menghinakan dan bahkan membina-sakan. Oleh sebab itu, azab yang terjadi dunia
ini, yang dapat dirasakan atau disaksikan langsung oleh mata kepala, ataupun
azab yang ditunjukkan lewat kisah-kisah yang diwahyukan Allah SWT, seyogyanya
menjadi pelajaran dan peringatan yang menghadirkan manfaat dan hikmah.
Dan bagi orang mukmin
atau siapa saja yang hendak membuka mata, telinga dan hatinya. Dengan kata
lain, turunnya azab dunia hendaklah dijadikan sebagai nasihat berharga, yang
mampu menambah keyakinan kepada Allah SWT, memperbanyak ibadah atau amal shaleh.
Atau menjadi energi yang mendorong seseorang untuk bertaubat, kembali kepada
pangkuan ridha Allah SWT.
Begitu pula, adanya azab dunia diharapkan menjadi benteng
yang dapat menjaga seseorang dari sikap putus asa dari rahmat Allah. Terutama
bagi orang-orang Mukmin, pada saat dirinya diperlakukan tidak adil oleh
orang-orang yang zalim, maka mereka tetap optimistis dan yakin bahwa Allah SWT
akan memuliakannya.Sedangkan orang-orang yang zhalim atau manusia perusak di
muka bumi, mereka akan memperoleh kehinaan, baik ketika masih hidup, atau pun
setelah kematiannya nanti. Mudah-mudahan, kita termasuk golongan manusia yang
selamat dan beruntung. Dijauhkkan dari segala macam azab Allah, baik azab dunia,
azab kubur dan azab akhirat.
b. Allah SWT memberi kebahagiaan dan juga balasan saat
manusia hidup di muka bumi ini sepanjang manusia memenuhi kriteria yang
ditetapkan oleh Allah SWT, dalam hal ini adalah beriman. Jika syarat dan
ketentuan telah mampu kita miliki maka diri kita pasti akan mampu dan berusaha
untuk melaksanakan konsep pola hidup dan berperilaku sebagaimana pepatah dalam
bahasa Jawa berikut ini: “Urip Kuwi Yen: Ngibadah jenak; Kubur ra
sesek; Suwargo mbukak; Rezekine jembar; Uripe berkah, Mangan enak; Turu
kepenak; Tonggo semanak; Keluargo cedhak;
Sedulur grapyak; Bondo cemepak;
Ono panganan ora cluthak; ketemu konco ngguyu Ngakak” Jika anda
mampu melaksanakan perilaku di atas maka peribahasa ini mampu kita laksanakan,
yaitu: “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri
Handayani”. Semoga apa yang kami kemukakan di atas ini menjadi
kenyataan dalam hidup dan kehidupan kita yang kita jalani saat ini.
Selain daripada itu,
Allah SWT melalui firman-Nya yang terdapat di dalam AlQuran telah mengemukakan
janji-janji yang siap diberikan kepada orang-orang yang memiliki keimanan dan
ketaqwaan yang seuai dengan kehendak-Nya. Adapun janji-janji Allah SWT yang akan
diturunkan di dunia, dapat kami kemukakan sebagai berikut:
Pertama, Allah SWT berjanji
akan menolong orang-orang yang beriman karena menolong orang yang beriman
merupakan hak Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:
“Dan
sungguh, Kami telah mengutus sebelum
engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya
dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melaku-kan
pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk
menolong orang-orang yang beriman. (surat Ar-Ruum (30) ayat 47).”
Kedua, Allah SWT adalah
pembela bagi-orang yang beriman sehingga setiap orang yang beriman akan
diberikan advokasi atau pembelaan yang berasal dari Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang
beriman. Sungguh, Allah tidak menyukai setiap orang yang bekhianat dan kufur
nikmat. (surat Al- Hajj (22)
ayat 38).”
Ketiga, Mendapatkan
perlindungan kasih sayang (Al-wilayah), sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah
Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
kepada cahaya (iman). Dan orang-orang kafir, pelindung-pelindungnya adalah
syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah
penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (surat Al Baqarah (2) ayat
257).
Keempat, Ditunjukkan kepada
jalan yang benar (Al-hidayah), hal ini berdasarkan firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Dan
agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (AlQuran) itu benar dari
Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya. Dan sungguh,
Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
(surat Al Hajj (22) ayat 54).”
Kelima, Orang-orang kafir
tidak akan diberikan jalan untuk memusnahkan mereka dari muka bumi (adamu
taslithiil kafirin), sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
mengalahkan orang orang beriman.” (surat An-Nisaa’ (4) ayat 141).
Keenam. Diberikan kekuasaan
di dunia dan diberikan kemapanan dalam segala bidang, sebagaimana firman-Nya
berikut ini: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu
dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah meiyadikan berkuasa orang-orang
sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan (memberikan kemapanan) agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka.” (surat An-Nuur (24) ayat 55).
Ketujuh, Keberkahan dari
langit dan bumi, seperti sumber daya alam yang melimpah serta rezeki yang lezat
(Al-barakah dan ar-rizqu ath-thayyib), sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan
sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka
kerjakan." (surat Al-A'raaf (7) ayat
96).
Kedelapan, Kemuliaan dan
kejayaan (Al-izzah), sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “…..Padahal
kekuatan (kemuliaan) itu hanyalah bagi Allah bagi Rasul-Nya, dan bagi
orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak
mengetahui.” (surat Al-Munafiquun (63) ayat 8).
Kesembilan. Kehidupan yang baik
(al-hayah ath-thayyibah), sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:
"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik, dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan. (surat An- Nahl (16) ayat 97).
Kesepuluh. Diberikan kemenangan
(Al-fAth), sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “….Mudah-mudahan
Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan
dari sisi-Nya ..." (surat Al-Maa'idah (5) ayat 52).
Jamaah sekalian,
itulah sepuluh janji-janji yang sangat luar biasa yang tentunya mewajibkan
proses kualifikasi ataupun penyeleksian yang sangat luar biasa ketatnya. Tidak
setiap orang mampu memperolehnya sehingga hanya orang-orang yang memiliki
tingkat keimanan dan ketaqwaan yang mumpuni (berkualitas) yang bisa
memperolehnya. Jika tidak, tentulah
banyak orang, bahkan semua orang, yang akan mengaku-aku diri sebagai orang
beriman.
Untuk menghindari hal
ini dan untuk mengukur pula seberapa kadar keimanan manusia, dilakukanlah
proses ujian keimanan terlebih dahulu, sebagaimana ujian yang dilakukan
terhadap generasi-generasi yang terdahulu. Sebagaimana dikemu-kakan dalam
firman-Nya berikut ini: "Apakah manusia mengira bahwa mereka
dibiarkan saja mengatakan, 'Kami telah beriman,’ sedang mereka belum diuji?
Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguh-nya
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-
orang yang dusta.” (surat Al-'Ankabuut (29) ayat 2-3).”
2. Hanya Allah SWT saja
pengatur alam semesta ini. Salah satu bentuk lainnya dari kekuasaan Allah SWT di
alam semesta ini adalah hanya Allah SWT sajalah pengatur alam raya ini sehingga
segala konsep dasar yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT bisa
terlaksana dengan baik dan benar. Apa contohnya? Untuk itu mari kita perhatikan
hal-hal sebagai berikut: matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, api
panas, es dingin, benda jatuh dari atas ke bawah (gaya gravitasi),
bumi berputar 24 jam satu kali putaran, pergantian siang dan malam, pertukaran
musim, teori rumusan fisika dan kimia semuanya tunduk pada satu
aturan. Sejak alam semesta diciptakan sampai sekarang peraturan itu tidak
pernah berubah dan tetap dipatuhi oleh alam semesta.
Kondisi ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini: “Demikianlah
hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan
menemukan perubahan pada hukum Allah itu. (surat Al Fath (48) ayat 23)
Kemudian hukum-hukum
Allah telah berlaku di alam semesta ini, dinyatakan oleh Allah SWT sendiri
bahwa Allah SWT telah memutuskannya dengan kebenaran sebagaimana firman-Nya
berikut ini: “Dan Allah memutuskan dengan kebenaran. Sedang mereka yang disembah
selain-Nya tidak mampu memutuskan dengan
sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.
(surat Ghafir (40) ayat 20).” Adanya dua buah ayat (ketentuan) yang
kami kemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa alam semesta dan segala
yang ada di dalamnya tunduk pada
aturan yang disebut hukum alam atau sunnatullah itu.
Sehingga kondisi ini
membuktikan bahwa hukum dan ketetapan yang berlaku di alam semesta itu dibuat
dan dikendalikan oleh satu kekuatan yang maha dahsyat, yaitu kekuatan yang
dimiliki oleh Allah SWT selaku pencipta dan pemilik serta pemelihara,
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha
Pemelihara atas segala sesuatu. (surat Az Zumar (39) ayat 62).”
Allah SWT selaku
pengatur alam jagat raya itu pasti mengetahui setiap butir dan titik yang ada
di alam semesta ini yang menunjukkan bahwa Allah SWT mempunyai kekuatan yang
tak terbatas. Allah SWT yang menguasai hukum dan aturan itu adalah
kekuatan yang satu, tidak mungkin ada dua atau tiga. Jika yang mengatur
hukum di alam ini ada 2 (dua) atau 3 (tiga) maka dapat dipastikan akan terjadi
kekacauan pada sistem alam semesta ini. Alam semesta akan bingung aturan
yang mana yang harus diikuti dan ditaati. Sehingga yang menguasai hukum alam
(sistem alam) hanyalah kekuatan yang satu, Dialah Allah SWT sang Penguasa
Tunggal.
Sekarang mari kita
perhatikan sistem yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT di alam semesat
ini. Yang mana sistem yang ada di alam
semesta telah terbukti dan juga telah membuktikan bahwa alam semesta ini tunduk
pada hukum dan aturan yang satu, yaitu sunnatullah. Jika ada Tuhan lain
selain Allah yang mengatur alam ini, dapat dipastikan alam semesta ini akan
kacau dan hukum-hukum alam dapat dipastikan tidak berlaku. Bisa saja
terjadi Tuhan yang satu menghendaki matahari terbit dari timur dan terbenam di
barat, tapi Tuhan yang lain menghendaki sebaliknya.
Tuhan yang satu bisa
saja menghendaki api panas, tapi Tuhan yang lain menghendaki api itu dingin.
Pasti akan terjadi kekacauan dimana mana. Inilah satu bukti bahwa Allah SWT itu
satu, esa, tak berbilang. Allah SWT penguasa tunggal, tidak ada yang setara dan
tidak ada yang mampu pula menyamainya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam
surat Al Ikhlas (112) ayat 1-4 berikut ini: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang
Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia
tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan Dia”.
Allah SWT selaku penguasa
tunggal tidak pernah lelah dan letih mengurus alam semesta yang maha luas.
Allah SWT juga tidak akan pernah bingung menghadapi permintaan seluruh
mahluknya yang beraneka ragam, yang terlihat mata maupun yang tidak
terlihat. Kekuasaan-Nya meliputi alam nyata dan alam ghaib, alam dunia dan
akhirat. Kekuasaan-Nya tidak terbatas. Disinilah berlaku prinsip utama dalam
ajaran Islam yaitu beriman dan percaya kepada kekuasaan mutlak sang penguasa
tunggal yaitu Allah SWT. Akhirnya sebagai abd’(hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi ini maka kita wajib melaksanakan prinsip utama dengan
tunduk, patuh, menyem-bah dan sujuh hanya kepada-Nya, tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun juga. Lalu hanya mengakui bahwa Dialah penguasa tunggal,
tidak ada Tuhan yang lain yang berhak disembah selain Dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar