Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 05 Januari 2024

KETAUHIDAN YANG DIKEHENDAKI OLEH ALLAH SWT (PART 2 OF 4)


Sekarang mari kita perdalam lagi makna dari ibadah yang dikehendaki Allah SWT sebagai manifestasi dari diri kita yang telah bertauhid. Dan inilah ibadah yang secara keseluruhan hanya untuk Allah SWT semata, yakni:

 

1.     Hanya Allah SWT yang wajib diibadahi.  Berdasarkan  ketentuan  surat Al A’raaf (7) ayat 70 berikut ini: “Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada Kami, agar Kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu termasuk orang orang yang benar. (surat Al A’raaf (7) ayat 70)”. Ayat ini mengemukakan bahwa hanya Allah SWT saja yang wajib diibadahi. Hal ini dikarenakan diri kita termasuk juga makhluk yang lainnya yang berada diantara langit dan bumi kesemuanya ada karena diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT dalam kerangka beribadah kepada-Nya.

 

Lalu akan menjadi sesuatu yang janggal jika kita beribadah bukan kepada Allah SWT yang jelas-jelas ia bukan pencipta dan bukan pula pemilik dari alam semesta ini serta bukan pula pemelihara. Apalagi Allah SWT sendiri telah mengemukakannya dalam surat Al Baqarah (2) ayat 21 yang kami kemukakan di atas.Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi maka kita tidak bisa melaksanakan ibadah secara apa adanya, apalagi asal-asalan. Selain itu, ibadah bukanlah sebuah kewajiban melainkan sebuah kebutuhan hakiki diri ini. Untuk itu kita harus bisa melakukan beribadah secara tulus dan ikhlas hanya kepada Allah SWT tanpa dibarengi dengan  hal-hal sebagai berikut saat melaksanakan ibadah dimaksud, yaitu :

 

a.    Syirik kepada Allah. Orang yang berbuat syirik dapat dipastikan amalannya se-dikitpun tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu, “sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah  amalanmu dan tentulah engkau  termasuk orang yang rugi. (surat Az Zumar (39) ayat 65).” Dan juga berdasarkan firman-Nya dalam surat Al An-am (6) ayat 88 berikut ini: “Itulah petunjuk Allah, dengan itu Dia memberi petunjuk kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amalan mereka yang telah mereka kerjakan.” Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini jangan pernah kita berbuat syirik saat kita hidup.

 

b.     Riya. Riya adalah orang yang ingin amalannya dilihat oleh orang lain, tidak di-ragukan lagi perbuatan riya akan membatalkan dan menghapus amalan seseorang. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits qudsi berikut ini: Allah berfirman, “Aku paling kaya tidak butuh tandingan dan sekutu, barangsiapa beramal menyekutukan-Ku kepada yang lain, maka Aku tinggalkan amalannya dan tandingannya.” (Hadits Riwayat Muslim Nomor 2985).

 

Selain dari itu, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku khawatir-kan kepada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya: “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu riya’.” (Hadits Riwayat Ahmad, Baihaqi (no. 6831), Baghawi dalam Syarhus Sunnah, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 951), Shahih Targhib (1/120)).

 

Sedangkan Ibnu Rajab Al-Hanbali pernah berkata: “Ketahuilah bahwasanya amalan yang ditujukan kepada selain Allah bermacam-macam. Ada kalanya murni dipenuhi dengan riya’, tidaklah yang ia niatkan kecuali mencari perhatian orang banyak demi meraih tujuan-tujuan duniawi, sebagaimana halnya orang-orang munafik di dalam shalat mereka. Allah SWT  berfirman: “Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia.” (surat An-Nisaa’ (4) ayat 142). Adanya ayat ini mengharuskan diri kita untuk selalu beribadah secara ikhlas hanya kepada Allah SWT karena ibadah yang dipenuhi dengan riya maka ibadah tersebut akan  sia-sia belaka, tidak bernilai, dan pelakunya berhak mendapat murka dan balasan dari Allah SWT. 

 

Ada kalanya pula amalan itu ditujukan kepada Allah akan tetapi terkotori oleh riya’.” Sekedar contoh: Ada seseorang yang sedang melaksanakan ibadah puasa sunnah dengan niat semata-mata karena Allah. Tapi kemudian dia berkata agar diketahui oleh orang lain bahwa dia sedang berpuasa: “Enaknya buka puasa pakai apa ya?” atau “lagi mempersiapkan menu buka puasa” atau ia menulis di statusnya bahwa ia telah melakukan amal shalih ini dan itu agar diketahui orang banyak bahwa ia melakukan amal shalih. Apa yang terjadi? Maka hanguslah segala amal ibadahnya karena ulah diri sendiri.

 

c.     Menerjang (Melanggar) keharaman Allah tatkala sendirian. Betapa seringnya kita merasa telah aman dari siksaan Allah tatkala sepi menyendiri, seolah-olah tidak ada satupun yang mengetahui perbuatan kita. Sehingga banyak diantara kita yang berani melanggar sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah. Adapun orang yang tetap nekad menerjang keharaman Allah disaat sendiri, akan menghapus amalan-nya. Sedangkan orang yang tetap nekat menerjang apa yang diharamkan Allah ketika sedang sendirian, maka akan terhapus amalnya berdasarkan hadits berikut ini: “Sungguh akan datang sekelompok kaum dari umatku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak semisal gunung yang amat besar. Allah menjadikan kebaikan mereka bagaikan debu yang bertebaran.” Tsauban radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Terangkanlah sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, agar kami tidak seperti mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka masih saudara kalian, dari jenis kalian, dan mereka mengambil bagian mereka di waktu malam sebagaimana kalian juga, hanya saja mereka apabila menyendiri menerjang keharaman Allah.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah (no. 4245), dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 505)].

 

d.   Menyebut-nyebut amalan shalehnya. Perbuatan menyebut-nyebut kembali amal shaleh yang pernah kita laksanakan, sering kali terjadi tanpa kita sadari. Kondisi ini bisa membahayakan diri kita sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam surat Al Baqarah (2) ayat 264 berikut ini: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaan nya (orang itu) seperti batu yang licin yang diatasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”  

 

Kondisi ini sejalan dengan ketentuan hadits berikut ini: Rasulullah SAW bersabda: Ada tiga golongan yang tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.” Para sahabat bertanya: “Terangkan sifat mereka kepada kami wahai Rasulullah, alangkah meruginya mereka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah orang yang menjulurkan pakaiannya, orang yang suka menyebut-nyebut pemberian (amalan), dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (Hadits Riwayat Muslim (no. 106)).

 

Hal yang harus dapat kita pahami dalam persoalan ini adalah mengemukakan apa yang kita lakukan kepada orang lain bisa tetap kita lakukan sepanjang diniatkan untuk memotivasi orang lain untuk berbuat kebaikan atau menjadikan orang lain tergerak hatinya untuk berbuat hal yang sama dengan apa yang kita lakukan sehingga orang lain atau masyarakat ikut berperan serta untuk mengambil posisi atau peran yang sesuai dengan kemampuannya untuk kemaslahatan orang banyak melalui contoh yang kita lakukan.

 

e.     Mendahului Rasulullah dalam perintahnya. Maksudnya, janganlah seorang mus-lim mengerjakan suatu amalan (ibadah) yang tidak diperintahkan Rasulullah, karena hal itu termasuk perbuatan lancang terhadap beliau. Ditambah lagi bahwa syarat diterimanya amalan adalah sesuai dengan petunjuk beliau, tidak menambahi dan tidak mengurangi. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahulukan Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (surat Al Hujuraat (49) ayat 1). Selain ketentuan ini, Rasulullah SAW juga bersabda: “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak.” (Hadits Riwayat Muslim (no. 1718)]

 

f.     Bersumpah  atas  nama  Allah untuk mendahului ketentuan Allah. Al-Imam Mus-lim dalam suatu riwayat telah meriwayatkan dari Jundub ibn Abdillah bahwasanya Rasululah bersabda: ada orang yang berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan”, maka Allah berkata, “Siapa yang bersumpah atas nama-Ku bahwa aku tidak akan mengampuni si fulan, padahal aku telah mengampuninya dan membatalkan amalanmu!” kita memohon kepada-Nya agar amalan (ibadah) yang kita kerjakan dinilai sebagai amalan (ibadah) yang saleh yang diterima disisi-Nya. Amiin

 

Selanjutnya ketahuilah bahwa ada sebuah kelalaian yang dapat menghapus amalan seseorang (ibadah) yaitu bersumpah palsu, sebagaimana dikemukakan oleh Rasulullah SAW berikut ini: “Dahulu kala ada dua orang dari kalangan Bani Israil yang saling berlawanan sifatnya. Salah satunya gemar berbuat dosa, sedangkan yang satunya lagi rajin beribadah. Yang rajin beribadah selalu mengawasi dan mengingatkan temannya agar menjauhi dosa. Sampai suatu hari, ia berkata kepada temannya: ‘Berhentilah berbuat dosa!’ Karena terlalu seringnya diingatkan, temannya yang sering bermaksiat itu berkata: ‘Biarkan aku begini. Apakah engkau diciptakan hanya untuk mengawasi aku terus?’ Yang rajin beribadah itu akhirnya berang dan berkata: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!’ Atau ‘Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga!!’ Akhirnya Allah mencabut arwah keduanya dan dikumpulkan di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang yang rajin beribadah: ‘Apakah engkau tahu apa yang ada pada diri-Ku, ataukah engkau merasa mampu atas`apa yang ada di tangan-Ku?’ Allah berkata kepada yang berbuat dosa: ‘Masuklah engkau ke dalam surga karena rahmat-Ku.’ Dan Dia berkata kepada yang rajin beribadah: ‘Dan engkau masuklah ke dalam neraka!’ Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, orang ini telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.” (Hadits Riwayat  Abu Dawud (no. 4901), Ahmad (2/323).

 

Jamaah sekalian, itulah 6 (enam) buah ketentuan yang tidak boleh kita lakukan jika kita telah menyatakan bahwa hanya Allah SWT semata yang wajib kita ibadahi. Jadi beribadahlah secara ikhlas karena Allah SWT semata. Akhirnya dengan adanya keten-tuan hanya kepada Allah SWT saja kita beribadah sebagaimana telah kami kemukakan di atas.

 

Hal ini menunjukkan bahwa hanya kepada Allah SWT saja yang wajib kita sembah saat hidup di dunia ini. Dan jika hal ini mampu kita laksanakan maka hal sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat An Nahl (16) ayat 51-52 sebagaimana berikut ini: “Dan Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan; hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa, Maka hendaklah kepada-Ku saja kama takut. Dan milik-Nya meliputi segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, dan kepada-Nyalah (ibadah dan) ketaatan selama-lamanya. Mengapa kamu takut kepada selain Allah?.” Hanya Allah SWT sajalah yang wajib disembah, bukan kepada Tuhan yang lain karena Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa. 

 

2.   Hanya kepada Allah SWT saja kita wajib berserah diri. Berdasarkan ketentuan surat Al Anbiyaa (21) ayat 108 sebagaimana berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Sungguh, apa yang diwahyukan kepadaku ialah bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka apakah kamu telah berserah diri (kepada-Nya)?” dan juga berdasarkan ketentuan surat Al Hajj (22) ayat 34-35 sebagaimana berikut ini: “…… MakaTuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang orang yang tunduk patuh (kepada Allah), yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.”  Melalui dua buah ketentuan di atas ini Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa kita harus berserah diri hanya kepada-Nya semata.

 

Lalu untuk apa kita harus berserah kepada Allah SWT? Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT tentu kita harus tahu diri bahwa diri kita ini memiliki keterbatasan kemampuan, memiliki kelemahan, memiliki kekurangan serta tidak mampu mengatasi segala problematika hidup secara sendiri tanpa bantuan orang (pihak) lain. Ditambah saat diri kita melaksanakan konsep dwifungsi yaitu saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus berperang melawan ahwa (hawa nafsu) yang ada di dalam diri sendiri dan juga memiliki musuh abadi yang bernama syaitan yang tidak nampak oleh diri kita.

 

Dan sebagai makhluk dwidimensi, ruh diri kita terikat dengan ketentuan datang fitrah kembali harus fitrah sedangkan bagi jasmani terikat dengan ketentuan usia semakin berusia lanjut semakin turun fungsi-fungsi jasmani serta jasmani manusia terikat dengan apa yang dinamakan dengan istilah DNA (asam deoksiribonukleat) guna menentukan garis keturuan seseorang dan adanya sidik jari yang berbeda-beda antar satu orang dengan orang yang lainnya. 

 

Adanya kondisi ini mengharuskan diri kita untuk meminta pertolongan dan bantuan orang (pihak) lain agar apa-apa yang kita alami dapat teratasi. Lalu apakah orang (pihak) lain selalu mampu menolong diri kita? Disinilah persoalannya, sepanjang yang menolong diri kita adalah makhluk ciptaan Allah SWT maka sepanjang itu pula makhluk ciptaan Allah SWT pasti memiliki kekurangan, keterbatasan untuk menolong orang lain. Lalu siapakah yang mampu menjaga, merawat, membimbing, mengatasi, memberikan pertolongan jika makhluk juga memiliki keterbatasan?

 

Allah SWT selaku pencipta telah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada diri kita terutama dalam menghadapi musuh yang tidak kentara, sepanjang diri kita mau memenangkan pertandingan melawan syaitan secara bermartabat. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: ““Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (surat Fushilat (41) ayat 36).”  Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa diri kita akan sangat susah mengalahkan syaitan yang tidak nampak. Akan tetapi dengan memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah SWT maka kita bisa mengalahkan syaitan.

 

Lalu adakah cara dan metode yang lain yang diperkenankan oleh Allah SWT agar diri kita berserah diri kepada-Nya? Salah satu cara yang diperkenankan oleh Allah SWT selaku pencipta adalah melalui doa yang kita panjatkan secara langsung kepada-Nya sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan  bagimu. Sesungguhnya orang-orang  yang sombong yang tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. (surat Ghafir (40) ayat 60).”

 

Melalui doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT secara langsung berarti kita telah mengajak Allah SWT untuk membantu, untuk menolong, untuk menjaga, serta untuk merawat diri kita ini karena Allah SWT lebih mengetahui dan lebih memahami terhadap apa apa yang telah diciptakannya. Hal ini dikarenakan Allah SWT sajalah yang paling ahli dan yang paling memahami segala apa apa yang ada di langit dan di muka bumi termasuk diri kita yang sedang mengalami persoalan. Dan melalui doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT berarti langkah diri kita untuk  mempasrahkan diri ini kepada pencipta dan pemiliknya serta sejalan dengan ungkapan yang kami kemukakan di bawah ini.

 

Jika Engkau kecewa dan mengeluh terhadap kekurangan yang ada padadirimu sendiri, maka datanglah kepada arsitek yang telah merancang dan penciptamu.

(Zig Ziglar)

 

Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama firman-Nya berikut ini: ““Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara segala sesuatu. (surat Az Zumar (39) ayat 62).”  Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT memiliki af’al (perbuatan) Al Wakil yaitu Dzat Yang Maha Pemelihara terhadap segala apa-apa yang telah diciptakan-Nya termasuk di dalamnya adalah pemelihara umat manusia sepanjang umat manusia itu mau dipelihara, mau dirawat dan juga mau dijaga oleh Allah SWT. Lalu adakah syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta ini? Jawabannya ada pada firman-Nya berikut ini: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperolah kebenaran. (surat Al Baqarah (2) ayat 186).” Adapun salah satu syarat yang diminta oleh Allah SWT agar Allah SWT memberikan pertolongan dan bantuan-Nya kepada diri kita adalah memenuhi perintah-Nya dan beriman kepada-Nya.

 

3.  Hanya peraturan-Nya saja yang wajib ditaati manusia. Berdasarkan ketentuan surat As Sajdah (32) ayat 4 yang kami kemukakan berikut ini: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?.” Allah SWT adalah pencipta dari langit dan bumi adan apa-apa yang ada di antara keduanya.

 

[1188] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.

[1189] Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

 

Sekarang siapakah yang memiliki langit dan bumi beserta isinya? Jika kita mengacu kepada keberadaan pencipta yang harus ada terlebih dahulu sebelum ciptaannya diciptakan, maka pencipta dari ciptaan dapat dipastikan adalah pemilik dari ciptaan itu sendiri, dalam hal ini adalah Allah SWT. Buktinya ada pada surat  An Nuur (24) ayat 64 berikut ini; ketahuilah Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.”

 

Dan juga pada surat Ibrahim (14) ayat 2 yang kami kemukakan  berikut ini: Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” Serta dikemukakan pula dalam surat Al Hadiid (57) ayat 2 yang kami kemukakan berikut ini: kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”  

 

Berdasarkan ketentuan 3 (tiga) buah ayat di atas ini, menunjukkan bahwa Allah SWT adalah pemilik dari langit dan bumi beserta isinya dan yang berarti Allah SWT adalah sangat berkuasa dan juga adalah penentu dari apa apa yang dimilikinya dan juga menunjukkan bahwa Allah SWT adalah tuan rumah di langit dan di bumi ini serta makhluk (termasuk manusia) adalah tamu yang menumpang di langit dan di bumi. Dan sebagai tamu maka sudah sepatutnya kita menghormati tuan rumah, melaksanakan ketentuan tuan rumah serta membuang senang tuan rumah dengan menjadi tamu yang dibanggakan oleh tuan rumah. Dan itulah diri kita. 

 

D.    HANYA ALLAH SWT PENGUASA SELURUH ALAM.

 

Hal berikutnya yang harus menjadi ketauhidan di dalam diri yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah mampu menempatkan hanya Allah SWT pengendali, penentu, pemutus dari hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya berlaku di seluruh alam. Lalu seperti apakah hukum (ketentuan) dasar yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT? Untuk menjawabnya mari kita perhatikan dengan seksama firman-Nya berikut ini: “Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Namun orang-orang yang kafir berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka. (surat Al Ahqaf (46) ayat 3).

 

Ayat ini mengemukakan dengan jelas bahwa ada batas yang tidak bisa dilampaui oleh segala apa-apa yang telah diciptakan-Nya dan yang juga menunjukkan bahwa di balik batasan ini ada ketentuan yang mengikat sehingga apabila telah ditetapkan berlaku maka ketentuan itu tidak akan pernah mengalami perubahan, sebagaimana firman-Nya berikut ini: (Demikianlah) hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. (surat Al Fath (48) ayat 23).”

 

Berdasarkan 2 (dua) buah ketentuan ayat di atas ini, maka kita akan mengetahui beberapa ketentuan dasar yang telah diberlakukan oleh Allah SWT di alam semesta ini, yaitu: 

 

1.    Segala apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT bersifat tidak kekal, ada ba-tasan waktunya sehingga setiap ciptaan tidak akan ada selamanya. Ia pasti musnah.

 

2.     Langit dan bumi beserta isinya akan dihancurkan melalui proses kiamat setelah itu barulah diciptakan bumi baru, yang diikuti dengan dikumpulkannya seluruh umat manusia yang pernah diciptakan oleh Allah SWT dalam kerangka untuk mempertanggungjawabkan segala apa-apa yang telah diperbuatnya saat hidup di muka bumi. Dan khusus untuk manusia, ada ketentuan datang dari Allah SWT harus kembali kepada Allah SWT.

 

3.    Allah SWT  selaku  pencipta  dan pemilik telah memiliki konsep dasar berupa da-tang dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT dan setiap manusia wajib datang fitrah kembali harus fitrah.

 

4.     Syurga diciptakan oleh Allah SWT khusus untuk orang-orang yang memenuhi per-syaratan seperti beriman dan beramal atau beriman dan bertaqwa, sedangkan neraka diciptakan oleh Allah SWT khusus untuk orang-orang dzalim, munafik, syirik lagi musyrik dan juga bagi orang yang kafir.

 

Itulah  4 (empat) ketentuan dasar yang berlaku di langit dan di bumi ini dan jika kita tidak mau menerima ketentuan dimaksud maka berhati-hatilah dengan ketentuan hadits berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Barangsiapa tidak rela dengan ketentuan dan taqdirKu, maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar; serta Ath Thabrani dan Ibnu Hibban dari Abi Hind: 272:153).” Hadits ini mempersilahkan diri kita untuk mencari tuhan selain Allah SWT dan yang berarti kita dipersilahkan untuk pergi (keluar) dari langit dan bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT.

 

Selanjutnya untuk lebih mempertegas kedudukan dan kekuasaan Allah SWT di langit dan di muka bumi ini baik sebelum kiamat ataupun setelah kiamat. Berikut ini akan kami kemukakan kedudukan dan kekuasaan Allah SWT di langit dan di bumi yang berlaku saat ini, yaitu:

 

1.   Hanya Allah SWT saja Pemberi Balasan bagi manusia. Allah SWT selaku pen-cipta dan pemilik dari konsep dwifungsi dan dwidimensi yang harus dilaksanakan oleh manusia, maka untuk menentukan siapa-siapa saja manusia yang mampu melaksanakan konsep dimaksud maka Allah SWT akan melaksanakan apa yang dinamakan dengan proses pertanggungjawaban yang akan dilaksanakan oleh Allah SWT setelah seluruh manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Lalu apa yang terjadi? Berdasarkan ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 40 berikut ini: Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi. Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” Dan juga berdasarkan ketentuan firman-Nya berikut ini: Dan hanya milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (surat Al Fath (48) ayat 14).” Lalu seperti apakah bentuk dari balasan Allah SWT kepada setiap manusia itu? Berdasarkan ketentuan ayat AlQuran di atas, Allah SWT selaku penguasa tunggal baik di dunia maupun di akhirat memiliki 2 (dua) bentuk ketentuan yang berlaku, yaitu:

 

a.  Allah SWT akan memberikan azab atau siksa kepada manusia. Dimana azab adalah siksa Allah SWT yang ditimpakan kepada siapa saja yang Ia kehendaki, sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 284) berikut ini: “….Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” Dari segi waktu atau tempatnya, azab atau siksa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: azab atau siksa di dunia; azab atau siksa di kubur; dan azab atau siksa di akhirat. Dari segi sifatnya, azab terdiri-dari berbagai macam jenis. Misalnya, azaban muhina (azab yang sangat menghinakan), azaban aliima (siksa yang sangat pedih) dan azaban syadida (siksa yang sangat keras), azabun muqim (siksa yang kekal) dan azabun ‘azhim (siksa yang sangat dahsyat).

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, ketahuilah bahwa Allah SWT akan memberikan atau menurunkan azab (siksa) di dunia ini dalam bentuk berupa kehinaan, wabah, penyakit, gempa, angin topan, banjir, petir, kelaparan, kebakaran dan lain sebagainya. Yang levelnya mungkin lebih rendah dibadngikan dengan azab (siksa) yang akan ditimpakan oleh Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Qalam (68) ayat 33 berikut ini: “Seperti itulah azab (di dunia). Dan sesungguhnya, azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui.”

 

Adapun bentuk-bentuk perilaku manusia yang menyebabkan turunnya azab (siksa) Allah SWT di dunia ini dapat kami kemukakan sebagai berikut dan semoga kita yang saat ini masih hidup di muka bumi tidak melakukannya, yaitu:

 

Pertama, kekafiran (kekufuran) manusia. Kekafiran merupakan penyebab utama yang mengundang turunnya azab (siksa) Allah di dunia, sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 56 berikut ini: “Maka adapun orang-orang yang kafir, maka akan Aku azab mereka dengan azab yang sangat keras di dunia dan di akhirat, sedangkan mereka tidak memperoleh penolong.” Siapa contohnya? Contohnya adalah seperti kaum Tsamud, mereka dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.

 

Kaum Ad, mereka dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat ken-cang. Allah SWT menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Maka adapun kaum Tsamud, mereka telah dibinasakan dengan suara yang sangat keras. Sedangkan kaum ‘Ad mereka telah dibinasakan dengan angina topan yang sangat dingin.  Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus, maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih tersisa di antara mereka?.” (surat Al Haaqah (69) ayat 5-8). Akhirnya mereka semua binasa dalam sekejap mata.

 

Kedua, orang yang menghalang-halangi umat untuk menyebut nama Allah di masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya, termasuk di dalamnya melakukan perbuatan berikut ini, seperti mencegah orang lain berbuat kebajikan, menjegal orang berkunjung ke masjid, mempersulit dan bahkan menindasnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan di dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 114 berikut ini: “Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat.

 

Ketiga, orang-orang yang melakukan tindakan menyakiti Allah SWT dan Rasul-Nya, seperti mendustakan dan berpaling dari agama Allah dan Rasul-Nya; melakukan penghinaan atau penistaan terhadap nilai-nilai dan syiar-syiar agama-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al-Ahzab (33) ayat 57 berikut ini: “Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka.

 

Keempat, orang orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, sekaligus melakukan kerusakan di muka bumi sebagaimana dikemukakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 33 berikut ini: “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah di bunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.

 

Kelima, sifat bakhil atau kikir. Siapa pun yang memperoleh anugerah harta, tetapi mereka bersikap kikir dan tidak peduli dengan kesulitan dan penderitaan orang-orang lemah (kaum dhu’afa) yang ada di sekitarnya, maka sifat bakhil ini dapat menyebabkan pelakunya ditimpa siksa di dunia. Sebagaimana terjadi pada pemilik-pemilik kebun yang dikisahkan dalam Alquran dalam surat Al Qalam (68) ayat 31-32-33 sebagaimana berikut ini: “Mereka berkata, “Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas. Mudah-mudahan Tuhan memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah  azab (di dunia). Dan sungguh, azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahuinya.

 

Itulah 5 (lima) perbuatan yang azab (siksanya) siap diberlakukan oleh Allah SWT saat manusia hidup di muka bumi atau sebelum terjadinya kiamat tiba.

 

Selanjutnya apakah hanya itu saja? Untuk menjawabnya, sekarang mari kita perhatikan dengan seksama hadits berikut ini: “dari Abu Bakrah ra,  Rasulullah SAW bersabda,” Setiap  dosa akan di akhirkan (ditunda) balasannya oleh Allah SWT hingga hari kiamat, kecuali al-baghy (dzalim), durhaka kepada orang tua dan memutuskan silaturahim, Allah akan menyegerakan di dunia sebelum kematian menjemput.” (Hadits Riwayat Al Hakim, Al Mustadrak No 7345). Hadits di atas ini mengemukakan tentang 3 (tiga) hal yang tidak diperkenankan oleh Allah SWT dan apabila dilakukan maka azab (siksa) siap ditimpakan kepada pelakunya sebelum terjadinya kiamat, yaitu:

 

1.  Dosa orang yang berbuat dzalim balasannya akan disegerakan. Dzalim adalah perbuatan melampaui batas dalam melakukan keburukan. Perbuatan dzalim dapat mengotori hati, seperti sombong, dengki, ghibah, fitnah, dusta, dan lain sebagainya. Karena itu dzalim termasuk dari dosa besar. Manusia yang dzalim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa pedih di akhirat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini: Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Asy-Syura (42) ayat 42).”

 

2.  Orang yang durhaka kepada orang tua. Sikap buruk dan tidak menghormati serta tidak menyayangi kedua orang tua, adalah sikap yang sangat tercela, karena merekalah penyebab keberadaan kita di dunia ini. Jika sikap ini dilakukan, maka akan mengundang kemurkaan dari Allah SWT di dunia ini, antara lain dalam bentuk pembangkangan sikap yang dilakukan  anak-anak mereka. Karena itu, sikap ikhsan baik dalam ucapan maupun perbuatan merupakan suatu kewajiban agama sekaligus merupakan suatu kebutuhan. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia. (surat Al Israa’ (17) ayat 23).

 

3.   Dosa orang yang memutuskan silaturahim. Islam tidak menyukai orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan. Ajaran Islam mengancam dan mengecam secara tegas orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda  dari Abu Muhammad Jubiar bin Muth’im ra,Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahim)." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim). Islam begitu tegas terhadap hubungan baik sesama manusia. Oleh karena itu, orang yang tidak mau berbuat baik dan justru memutus persaudaraan, Islam pun memberikan ancaman yang keras, yakni tidak akan masuk surga sebagai balasannya. Sungguh mengerikan jika ini sampai terjadi kepada diri kita.

 

Jamaah sekalian, tentu, masih banyak perilaku yang secara langsung mengundang (mendatangkan) adanya azab (siksa) Allah SWT di dunia. Tak terkecuali, para pengu-asa yang tidak adil atau dzalim. Disadari atau tidak, ancaman siksa dunia sebetulnya sedang mengintainya setiap saat.  

 

Kisah tentang kaum ‘Ad, penduduk Iram, kaum Tsamud, Fir’aun dan seumpamanya yang diabadikan dalam AlQuran, sejatinya menjadi pelajaran dan peringatan. Besarnya nikmat kekuatan dan kekuasaan yang mereka peroleh, semestinya digunakan untuk mengingat kebesaran Allah SWT, mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Sekaligus mensucikan dan mengagungkan-Nya. Menegakkan keadilan, membela kebenaran dan membangun suasana yang damai dan menentramkan di kalangan umat manusia. Termasuk, sungguh-sungguh mencegah segala bentuk kemungkaran. Begitulah idealnya. Tapi, justru sebaliknya, mereka berbuat sewenang-wenang, angkuh, jahat, berbuat makar dan varian kezaliman lainnya. Sehingga Allah SWT membalas perbua-tan buruk mereka dengan azab (siksa) dunia  yang menghinakan dan bahkan membina-sakan. Oleh sebab itu, azab yang terjadi dunia ini, yang dapat dirasakan atau disaksikan langsung oleh mata kepala, ataupun azab yang ditunjukkan lewat kisah-kisah yang diwahyukan Allah SWT, seyogyanya menjadi pelajaran dan peringatan yang menghadirkan manfaat dan hikmah.

 

Dan bagi orang mukmin atau siapa saja yang hendak membuka mata, telinga dan hatinya. Dengan kata lain, turunnya azab dunia hendaklah dijadikan sebagai nasihat berharga, yang mampu menambah keyakinan kepada Allah SWT, memperbanyak ibadah atau amal shaleh. Atau menjadi energi yang mendorong seseorang untuk bertaubat, kembali kepada pangkuan ridha Allah SWT.

 

Begitu pula, adanya azab dunia diharapkan menjadi benteng yang dapat menjaga seseorang dari sikap putus asa dari rahmat Allah. Terutama bagi orang-orang Mukmin, pada saat dirinya diperlakukan tidak adil oleh orang-orang yang zalim, maka mereka tetap optimistis dan yakin bahwa Allah SWT akan memuliakannya.Sedangkan orang-orang yang zhalim atau manusia perusak di muka bumi, mereka akan memperoleh kehinaan, baik ketika masih hidup, atau pun setelah kematiannya nanti. Mudah-mudahan, kita termasuk golongan manusia yang selamat dan beruntung. Dijauhkkan dari segala macam azab Allah, baik azab dunia, azab kubur dan azab akhirat.

 

b.   Allah SWT memberi kebahagiaan dan juga balasan saat manusia hidup di muka bumi ini sepanjang manusia memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Allah SWT, dalam hal ini adalah beriman. Jika syarat dan ketentuan telah mampu kita miliki maka diri kita pasti akan mampu dan berusaha untuk melaksanakan konsep pola hidup dan berperilaku sebagaimana pepatah dalam bahasa Jawa berikut ini: “Urip Kuwi Yen: Ngibadah jenak; Kubur ra sesek; Suwargo mbukak; Rezekine jembar; Uripe berkah, Mangan enak; Turu kepenak; Tonggo semanak; Keluargo cedhak;  Sedulur grapyak; Bondo cemepak;  Ono panganan ora cluthak; ketemu konco ngguyu Ngakak” Jika anda mampu melaksanakan perilaku di atas maka peribahasa ini mampu kita laksanakan, yaitu: “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani”. Semoga apa yang kami kemukakan di atas ini menjadi kenyataan dalam hidup dan kehidupan kita yang kita jalani saat ini.

 

Selain daripada itu, Allah SWT melalui firman-Nya yang terdapat di dalam AlQuran telah mengemukakan janji-janji yang siap diberikan kepada orang-orang yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang seuai dengan kehendak-Nya. Adapun janji-janji Allah SWT yang akan diturunkan di dunia, dapat kami kemukakan sebagai berikut:

 

Pertama, Allah SWT berjanji akan menolong orang-orang yang beriman karena menolong orang yang beriman merupakan hak Allah SWT. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Dan sungguh, Kami telah mengutus  sebelum engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melaku-kan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman. (surat Ar-Ruum (30) ayat 47).

 

Kedua, Allah SWT adalah pembela bagi-orang yang beriman sehingga setiap orang yang beriman akan diberikan advokasi atau pembelaan yang berasal dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang ber­iman. Sungguh, Allah tidak menyukai setiap orang yang bekhianat dan kufur nikmat. (surat Al- Hajj (22) ayat 38).

 

Ketiga, Mendapatkan perlindungan kasih sayang (Al-wilayah), sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (surat Al Baqarah (2) ayat 257).

 

Keempat, Ditunjukkan kepada jalan yang benar (Al-hidayah), hal ini berdasarkan  firman-Nya sebagaimana berikut ini: “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (AlQuran) itu benar dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya. Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (surat Al Hajj (22) ayat 54).

 

Kelima, Orang-orang kafir tidak akan diberikan jalan untuk memusnahkan mereka dari muka bumi (adamu taslithiil kafirin), sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang orang beriman.” (surat An-Nisaa’ (4) ayat 141).

 

Keenam. Diberikan kekuasaan di dunia dan diberikan kemapanan dalam segala bidang, sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah meiyadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan (memberikan kemapanan) agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka.” (surat An-Nuur (24) ayat 55).

 

Ketujuh, Keberkahan dari langit dan bumi, seperti sumber daya alam yang melimpah serta rezeki yang lezat (Al-barakah dan ar-rizqu ath-thayyib), sebagaimana firman-Nya berikut ini: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (surat Al-A'raaf (7) ayat  96).

 

Kedelapan, Kemuliaan dan kejayaan (Al-izzah), sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “…..Padahal kekuatan (kemuliaan) itu hanyalah bagi Allah bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” (surat Al-Munafiquun (63) ayat 8).

 

Kesembilan. Kehidupan yang baik (al-hayah ath-thayyibah), sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: "Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki mau­pun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (surat An- Nahl (16) ayat  97).

 

Kesepuluh. Diberikan kemenangan (Al-fAth), sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “….Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenang­an (kepada Rasul-Nya) atau suatu keputusan dari sisi-Nya ..." (surat Al-Maa'idah (5) ayat 52).

 

Jamaah sekalian, itulah sepuluh janji-janji yang sangat luar biasa yang tentunya mewajibkan proses kualifikasi ataupun penyeleksian yang sangat luar biasa ketatnya. Tidak setiap orang mampu memperolehnya sehingga hanya orang-orang yang memiliki tingkat keimanan dan ketaqwaan yang mumpuni (berkualitas) yang bisa memperolehnya. Jika tidak, tentulah banyak orang, bahkan semua orang, yang akan mengaku-aku diri sebagai orang beriman.

 

Untuk menghindari hal ini dan untuk mengukur pula seberapa kadar keimanan manusia, dilakukanlah proses ujian keimanan terlebih dahulu, sebagaimana ujian yang dilakukan terhadap generasi-generasi yang terdahulu. Sebagaimana dikemu-kakan dalam firman-Nya berikut ini: "Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, 'Kami telah beriman,’ sedang mereka belum diuji? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguh-nya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang- orang yang dusta.” (surat Al-'Ankabuut (29) ayat 2-3).”

 

2.     Hanya Allah SWT saja pengatur alam semesta ini. Salah satu bentuk lainnya dari kekuasaan Allah SWT di alam semesta ini adalah hanya Allah SWT sajalah pengatur alam raya ini sehingga segala konsep dasar yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT bisa terlaksana dengan baik dan benar. Apa contohnya? Untuk itu mari kita perhatikan hal-hal sebagai berikut: matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, api panas, es dingin, benda jatuh dari atas ke bawah (gaya gravitasi), bumi berputar 24 jam satu kali putaran, pergantian siang dan malam, pertukaran musim, teori rumusan fisika dan kimia semuanya tunduk pada satu aturan. Sejak alam semesta diciptakan sampai sekarang peraturan itu tidak pernah berubah dan tetap dipatuhi oleh alam semesta.

 

Kondisi ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini: “Demikianlah hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. (surat Al Fath (48) ayat 23)

 

Kemudian hukum-hukum Allah telah berlaku di alam semesta ini, dinyatakan oleh Allah SWT sendiri bahwa Allah SWT telah memutuskannya dengan kebenaran sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan Allah memutuskan dengan kebenaran. Sedang mereka yang disembah selain-Nya tidak mampu memutuskan  dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (surat Ghafir (40) ayat 20).” Adanya dua buah ayat (ketentuan) yang kami kemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa alam semesta dan segala yang ada di  dalamnya tunduk pada aturan yang disebut hukum alam atau sunnatullah itu.

 

Sehingga kondisi ini membuktikan bahwa hukum dan ketetapan yang berlaku di alam semesta itu dibuat dan dikendalikan oleh satu kekuatan yang maha dahsyat, yaitu kekuatan yang dimiliki oleh Allah SWT selaku pencipta dan pemilik serta pemelihara, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu. (surat Az Zumar (39) ayat 62).”

 

Allah SWT selaku pengatur alam jagat raya itu pasti mengetahui setiap butir dan titik yang ada di alam semesta ini yang menunjukkan bahwa Allah SWT mempunyai kekuatan yang tak terbatas. Allah SWT yang menguasai hukum dan aturan itu adalah kekuatan yang satu, tidak mungkin ada dua atau tiga. Jika yang mengatur hukum di alam ini ada 2 (dua) atau 3 (tiga) maka dapat dipastikan akan terjadi kekacauan pada sistem alam semesta ini. Alam semesta akan bingung aturan yang mana yang harus diikuti dan ditaati. Sehingga yang menguasai hukum alam (sistem alam) hanyalah kekuatan yang satu, Dialah Allah SWT sang Penguasa Tunggal.

 

Sekarang mari kita perhatikan sistem yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT di alam semesat ini. Yang mana sistem yang ada di alam semesta telah terbukti dan juga telah membuktikan bahwa alam semesta ini tunduk pada hukum dan aturan yang satu, yaitu sunnatullah. Jika ada Tuhan lain selain Allah yang mengatur alam ini, dapat dipastikan alam semesta ini akan kacau dan hukum-hukum alam dapat dipastikan tidak berlaku. Bisa saja terjadi Tuhan yang satu menghendaki matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, tapi Tuhan yang lain menghendaki sebaliknya.

 

Tuhan yang satu bisa saja menghendaki api panas, tapi Tuhan yang lain menghendaki api itu dingin. Pasti akan terjadi kekacauan dimana mana. Inilah satu bukti bahwa Allah SWT itu satu, esa, tak berbilang. Allah SWT penguasa tunggal, tidak ada yang setara dan tidak ada yang mampu pula menyamainya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ikhlas (112) ayat 1-4 berikut ini: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”.

 

Allah SWT selaku penguasa tunggal tidak pernah lelah dan letih mengurus alam semesta yang maha luas. Allah SWT juga tidak akan pernah bingung menghadapi permintaan seluruh mahluknya yang beraneka ragam, yang terlihat mata maupun yang tidak terlihat. Kekuasaan-Nya meliputi alam nyata dan alam ghaib, alam dunia dan akhirat. Kekuasaan-Nya tidak terbatas. Disinilah berlaku prinsip utama dalam ajaran Islam yaitu beriman dan percaya kepada kekuasaan mutlak sang penguasa tunggal yaitu Allah SWT. Akhirnya sebagai abd’(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini maka kita wajib melaksanakan prinsip utama dengan tunduk, patuh, menyem-bah dan sujuh hanya kepada-Nya, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun juga. Lalu hanya mengakui bahwa Dialah penguasa tunggal, tidak ada Tuhan yang lain yang berhak disembah selain Dia.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar