ANNEMARIE SCHIMMEL
Sang Tokoh Non Muslim yang secara terbuka mengakui meneladani sosok
Nabi Muhammad SAW
Tersebutlah
seorang anak yang mempunyai sebuah buku cerita dongeng terbitan 1872. Di
usianya ke-7, ia suka mengoreksi apa-apa yang ia anggap sebagai kesalahan
pengejaan, yaitu ortografi gaya lama sebelum perubahan ejaan bahasa Jerman pada
1900.
Dalam
buku dongeng itu, ada sebuah cerita yang sangat ia sukai, sebuah kisah yang
tidak akan ditemukan dalam buku mana pun yang ia baca seumur hidup. Cerita itu
berjudul “Padmanaba dan Hasan”, yang meriwayatkan kunjungan seorang guru India
ke Damaskus. Di sini, guru itu memperkenalkan misteri kehidupan spiritual
kepada seorang anak laki-laki dan membawanya ke ruangan bawah tanah. Di ruangan
ini, keranda raja yang mulia diletakkan di tengah-tengah perhiasan yang tiada
tara. Di atasnya tertulis: “Manusia sebenarnya sedang tertidur, dan ketika
mereka mati, mereka terjaga.”
Sepuluh
tahun kemudian, ketika ia berumur delapan belas tahun. Saat itulah, ia
menyadari bahwa kalimah dahsyat itu adalah sebuah hadits, ungkapan indah yang
dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw dan sangat disukai di kalangan sufi, serta
penyair di dunia Islam. Dialah Annemarie Schimmel.
Annemarie
Schimmel adalah seorang Orientalis asal Jerman yang banyak menulis tentang
Islam dan Sufisme. Dunia Internasional mengenalnya sebagai seorang
profesor yang mengajar di Universitas Harvard. ... Schimmel menjadi
satu-satunya mahasiswi termuda yang menyelesaikan studi doktoral di usia 19
tahun.
Pada
tahun 1995, Schimmel mendapatkan penghargaan Hadiah Perdamaian oleh Perdagangan
buku Jerman (Peace Prize of The German Book Trade), karena kontribusinya dalam
membuat sintesis Islam dan modern, serta berhasil menulis 105 judul buku
bertema Islam. Dia fasih berbicara dalam bahasa Persia, Turki dan Urdu.
Annemarie
Schimmel
Lahir : 7 April 1922 di Erfurt, Jerman
Meninggal : 26 Januari 2003 (umur 80) di Bonn, Jerman.
Pendidikan : Doktor dalam kajian peradaban Islam dan bahasa, doktor sejarah agama- agama.
Pekerjaan : Iranologis, Sindhologis, Orientalis, Pengkaji Sufisme, pengkaji Iqbal.
Di atas makam Annemarie Schimmel terdapat ungkapan perkataan Rasulullah Muhammad saw, "Sesungguhnya manusia itu tertidur. Ketika mereka mati, maka mereka terbangun."
Schimmel lahir dari keluarga kelas menengah Protestan, di Erfurt, Jerman. Ayahnya adalah seorang pegawai pos, dan ibunya berasal dari keturunan keluarga pelayaran dan perdagangan Internasional.
Masa
kecilnya penuh dengan puisi dan literatur, walaupun keluarganya bukan kalangan
akademisi. Setelah menyelesaikan sekolah menengah di usia 15 tahun, Schimmel
bekerja sebagai relawan di Lembaga Pekerjaan Jerman (Reichsarbeitsdienst; RAD)
selama enam bulan.
Dia
mulai melanjutkan studinya di Universitas Berlin pada usia 17 tahun, ketika
jerman berada di bawah rezim Nazi. Dia banyak dipengaruhi oleh Hans Heinrich
Schaeder, seorang pengajar yang menyarankannya untuk mengkaji Diwani
Shamsi Tabris ; salah satu karya Jalaluddin Rumi.
Schimmel
menjadi satu-satunya mahasiswi termuda yang menyelesaikan studi doktoral di
usia 19 tahun. Pada tahun 1946 di usia 23 tahun, dia menjadi profesor Kajian
Arab dan Islam di Universitas Marburg. Schimmel menikah pada tahun 1950-an,
lalu pada tahun 1954 dia menerima gelar doktor keduanya, tentang Sejarah
Agama-agama (Religionswissenschaft) di kota Marburg.
Schimmel
diangkat menjadi profesor Sejarah Agama di Universitas Ankara. Dia mengajar dan
mempelajari budaya dan tradisi mistisisme masyarakat Turki selama lima tahun. Dia
adalah wanita non-muslim pertama yang mengajar teologi di Universitas. Pada
tahun 1967, Schimmel meresmikan program kajian Indo-Muslim di Universitas
Harvard; dan menetap di fakultas tersebut selama 25 tahun.Dia dikenal memiliki
keahlian ingatan fotografi dan bekerja sebagai konsultan di Museum Seni
Metropolitan dalam mengidentifikasi potongan manuskrip-manuskrip dan
benda-benda kuno.
Sebagai
akademisi, dia banyak memperbaiki pemahaman masyarakat Barat akan Islam.Selain
itu, dengan analisis mendalamnya, dia seringkali menyampaikan sisi-sisi
artistik dan ideologis dari budaya Islam kepada pembaca Eropa dan Amerika. Dia
juga menaruh perhatian yang tinggi pada masalah-masalah kesetaraan gender. Schimmel
meninggal di Bonn pada tahun 2003. Sebelum meninggal, dia minta
dibacakan Surah Al-Fatihah ketika dia dimakamkan.
Teman-temannya
mengukir motto hidupnya di atas batu nisannya dalam bahasa farsi dan Jerman
yang artinya, "Sesungguhnya manusia itu tertidur, dan ketika mereka
mati, maka mereka terbangun."
Dan
inilah pandangan Annemarie Schimmel Tentang Rasulullah Muhammad saw yakni:
1. Muhammad
saw Teladan Yang Baik
Muhammad
saw dikatakan oleh Schimmel adalah seorang sufi yang sempurna dan merupakan
mata rantai pertama dalam rangkaian rohani tasawuf. Dalam proses peniruan
terhadap tindakan-tindakan Muhammad dan aktifitasnya yang disebarkan melalui
hadis, maka kehidupan Islam mempunyai keseragaman yang unik dalam perilaku
sosial, suatu fakta yang telah selalu mengesankan orang-orang yang berkunjung
keseluruh bagian dunia muslim.
Schimmel
menyadari bahwa Muhammad saw benar-benar merupakan contoh dan teladan bagi
setiap penganut Islam, yang diseru untuk menirunya dalam setiap tindakan dan
kebiasaan yang tampaknya remeh, akan sama takjubnya melihat cara para sufi
mengembangkan doktrin tentang nur (cahaya primordial) Muhammad dan
memberikan kepadanya, dalam kedudukannya sebagai manusia sempurna, suatu status
dan fungsi yang hampir kosmik.
Menurut
Schimmel, peniruan terhadap tindakan-tindakan dan pemikiran-pemikiran luhur
Muhammad saw, “teladan yang baik”, yang diajarkannya kepada umatnya melalui
contoh pribadi, dimaksudkan untuk membentuk setiap orang muslim, seakan-akan
seperti Rasul Allah saw itu. Demikianlah sehingga setiap orang, seperti juga
dirinya harus memberikan kesaksian akan keesaan Tuhan melalui semua perbuatan
dan eksistensinya.
Schimmel
berpandangan bahwa kepatuhan kepada Nabi saw tampaknya telah memainkan suatu
peranan penting, dan mungkin paling utama dalam suatu perkembangan tasawuf.
Dalam dua kesaksian iman, la ilaha illa Allah Muhammadur rasul Allah,
“tidak ada Tuhan kecuali Allah, (dan) Muhammad adalah utusan Allah”, paruhan
kedua, yang mendefinisikan Islam sebagai suatu agama yang khas, merupakan
seperti yang dinyatakan secara tepat oleh C. Smith, “sebuah pernyataan mengenai
Tuhan dalam aktifitasnya di dunia dan bukan tentang pribadi Nabi. Sebab dengan
mengutus Nabi-Nya kepada dunia, Menurut Nathan Soderblom, nabi adalah “Suatu
aspek dari aktifitas Tuhan”. Muhammad saw telah di tonjolkan oleh Allah swt ;
dia benar-benar orang pilihan, Al-Musthafa, dan karena alasan ini maka
sunnahnya, cara hidupnya, menjadi satu-satunya aturan perilaku yang sah bagi
kaum muslim. Seperti dikatakan oleh Nabi saw : “siapa yang tidak mencintai
sunnahku tidak termasuk dalam golonganku”. Sebab Muhammad saw adalah
benar-benar sebagaimana dikatakan al-qur’an seorang uswatun khasanah,
“teladan yang baik”.
Dalam
pengertian teori keagamaan Islam klasikal, sunnah Muhammad saw terdiri atas
tindakan-tindakan nya (fi’il), kata-katanya (qawl), dan perseetujuannya yang
diam-diam terhadap fakta-fakta tertentu (taqrir). Cara bertingkah lakunya yang
dinilai baik atau setidaknya cara yang dianggap cukup baik dan terbukti secara
historikal benar menjadi nilai normatif bagi generasi-generasi sesudahnya
setidak-tidaknya sejak abad kedua Islam. Dikarenakan pentingnya teladan baik
Nabi, ilmu hadis lambat laun menempati kedudukan utama dalam kebudayaan Islam.
2. Muhammad
saw Rahmat Bagi Alam Semesta
Riwayat-riwayat
yang menonjolkan kelembutan dan kebaikan Muhammad saw selalu mengacu kepada
pernyataan al-qur’an bahwa Muhammad saw di utus “sebagai Rahmat bagi seluruh
alam semesta (Q S Al- Anbiya, 21 : 107).
Meskipun
beribu-ribu doa dan syair membicarakan tentang harapan kaum muslim akan upaya
penengahan Muhammad saw untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka, ada satu
sarana untuk mencapai tujuan ini yang jauh lebih kuat dibanding yang
lain-lainnya : memohon kepada Allah swt agar memberkahi Muhammad saw dan
keluarganya. Al-Qur’an sendiri menyatakan (Q.S 33 : 56) bahwa Allah dan para
malaikat-nya“mendoakan”, yaitu bersholawat atas Nabi. Dapatkah orang beriman
melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada mengikuti contoh yang diberikan
oleh Allah sendiri ? dalam kenyataannya, Rumi menjelaskan bahwa “perbuatan
menghamba dan memuja serta memperhatikan ini, tidak berasal dari kita, dan kita
tidak bebas melakukannya, itu milik Allah ; itu bukan milik kita, tetapi
milik-Nya. Kalimat shalawat sholla Allahu ‘alaihi wa sallam, “Allah
memberkahinya dan memberikan kedamaian kepadanya” dikenal
sebagai tashliyah, sholat ‘ala Muhammad atau (dalam bentuk
jamak) sholawat syarifah, telah digunakan sejak masa paling awal, dan kaum
muslim yang saleh tidak akan pernah menyebut nama Nabi saw atau mengacu
kepadanya tanpa menambahkan kata-kata itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar