5. Berbuat iri, dengki dan hasad kepada
orang lain. Salah
satu bentuk keburukan yang bertentangan dengan kebaikan adalah berbuat iri,
berbuat dengki, hasad kepada orang lain, sebagaimana dikemukakan dalam surat
Ali Imran (3) ayat 120 berikut ini: “jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka
bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.
jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak
mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa
yang mereka kerjakan.” dan
juga berdasarkan ketentuan dalam surat At Taubah (9) ayat 50 dan 51 yang kami
kemukakan berikut ini: “jika kamu
mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu
ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya Kami
sebelumnya telah memperhatikan urusan Kami (tidak pergi perang)" dan
mereka berpaling dengan rasa gembira. Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan
menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah
pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal." Ayat
ini menerangkan tentang kondisi seseorang yang selalu iri, dengki terhadap
orang lain yang memperoleh kebaikan, atau
merasa susah melihat orang lain senang dan bahagia sehingga merasa senang melihat orang lain susah.
Jika sampai diri kita seperti ini
berarti kita sendirilah yang telah mengkondisikan keburukan dalam diri, yang
mana kondisi ini sesuatu yang paling dikehendaki syaitan. Bayangkan yang
seharusnya kita turut prihatin atas musibah atau bencana yang dialami orang
lain lalu berusaha untuk turut membantu orang tersebut dari musibah. Namun
perbuatan kita justru bergembira di atas musibah orang lain atau justru lari
meninggalkan mereka. Lalu kemanakah perginya rasa kasih sayang yang ada di
dalam diri padahal ruh telah disifati dengan sifat pengasih dan penyayang?
6.
Tidak mau bersyukur. Salah satu bentuk keburukan yang
bertentangan dengan nilai kebaikan adalah tidak mau bersyukur, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 94 sampai 96 berikut ini: “Kami
tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya
mendustakan Nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan
dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. kemudian Kami
ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka
bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang Kamipun
telah merasai penderitaan dan kesenangan", Maka Kami timpakan siksaan atas
mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya. Jikalau
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.”
Syukur mudah diucapkan, tetapi sulit untuk
dilaksanakan sebab ungkapan rasa syukur tidak cukup hanya dengan mengucapkan
Hamdallah dan Terima Kasih. Untuk dapat dikatakan kita telah bersyukur, tentu
harus ada parameter lainnya selain Terima Kasih. Sebagai contoh, jika kita
diberi hadiah berupa baju koko kemudian baju koko tersebut dipakai untuk
membersihkan mobil, apakah hal ini sudah dikatakan bersyukur walaupun kita
sudah mengucapkan terima kasih?
Hamdallah dan Terima Kasih bukanlah ungkapan syukur,
melainkan adab dan sopan santun jika kita menerima sesuatu.
7.
Munafiq atau berperilaku munafiq. Salah satu bentuk keburukan yang
bertentangan dengan nilai kebaikan adalah berbuat munafiq atau berperilaku
munafiq, sebagaimana termaktub dalam surat At Taubah (9) ayat 107 berikut ini, “dan (di
antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk
menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk
memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang
yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu[660]. mereka Sesungguhnya
bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan Allah
menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”
Ayat ini menerangkan beberapa sifat munafik yang terjadi dalam
masyarakat seperti mendirikan masjid yang seharusnya untuk kebaikan justru
untuk kemudharatan, untuk kekafiran, serta untuk memecah belah umat.
[660] Yang dimaksudkan dengan orang yang telah
memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu ialah seorang pendeta Nasrani
bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari Syiria untuk
bersembahyang di masjid yang mereka dirikan itu, serta membawa tentara Romawi
yang akan memerangi kaum muslimin. akan tetapi kedatangan Abu 'Amir ini tidak
Jadi karena ia mati di Syiria. dan masjid yang didirikan kaum munafik itu
diruntuhkan atas perintah Rasulullah s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang
diterimanya sesudah kembali dari perang Tabuk.
Munafik adalah orang yang
memiliki sifat nifak. Nifak artinya menampakkan yang baik dan menyembunyikan
yang buruk. Nifak sangat dibenci oleh Allah SWT sehingga orang yang munafik
diancam dengan siksa yang pedih yaitu ditempatkan di Neraka Jahannam kelak.
Allah SWT memberi ancaman sangat keras karena nifak merupakan sifat yang sangat
berbahaya. Dan dalam peribahasa, kita sering mendengar istilah ”ular berkepala
dua”, ”bermuka dua” dan ”lain di mulut lain di hati”. Semuanya itu
menggambarkan sifat nifak yang sangat dibenci oleh semua orang. Seorang munafik
bisa sangat berbahaya karena kepandaiannya menyem-bunyikan kebenaran. Ia sangat
pandai bermuka manis, bahkan kepada orang yang ia musuhi atau orang yang hendak
ia tipu atau celakai. Dan dalam sejarah perkembangan Islam, kelihaian orang
munafik telah menyebabkan Nabi Muhammad SAW. dan pasukan muslimin menderita
kerugian. Gara-gara tindakan munafik, sebagian tentara Islam membelot sehingga
kaum muslimin mengalami kekalahan dalam Perang Uhud. Banyak sekali ayat AlQuran
yang berbicara tentang sifat munafik. Di antaranya terdapat dalam ayat AlQuran
berikut ini: “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan
kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (surat An
Nisaa’ (4) ayat 15)
Allah SWT
berfirman: “(ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada
penyakit di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu
oleh agamanya". (Allah berfirman): "Barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah, Maka Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
(surat Al Anfaal (8) ayat 49)
Orang munafik merasa berhasil dengan
tipuannya, tetapi dibantah oleh Allah. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk
bersikap hati-hati tehadap orang munafik. Kita harus mengecek kebenaran berita
yang mereka sampaikan secara baik dan benar. Sekarang bagaimana perasaan kita
jika dikhianati oleh orang lain? Pasti kita sedih, kecewa, dongkol, marah
campur aduk menjadi satu. Apalagi jika kita dikhianati oleh teman sendiri. Oleh
karena itu, kita perlu mengetahui ciri-ciri orang munafik. Ciri-ciri orang
munafik dapat kita temukan dalam hadits
yang disampaikan Abu Hurairah ra, berikut ini : “Tanda-tanda orang munafik ada
tiga, yaitu: 1) jika berbicara ia berdusta, 2) jika berjanji ia ingkar, dan 3)
jika dipercaya ia berkhianat. (Hadits Riwayat Bukhari).
Sifat nifak akan mendatangkan
akibat-akibat negatif yang sangat membahayakan, baik bagi pelakunya maupun
orang lain. Di antara akibat-akibat negatif tersebut dapat kami kemukakan
di bawah ini: (a) Perilaku nifak sangat
merugikan orang lain, masyarakat bahkan bangsa dan negara baik secara moril
maupun materiil; (b) Orang yang berlaku nifak telah merugikan dirinya sendiri.
Ia tidak akan lagi dipercaya karena kebiasaannya berbohong, berkhianat, dan
ingkar janji; (c) Perilaku nifak dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat
karena setiap individu menaruh curiga terhadap individu lain; (d) Perilaku
nifak dapat menyeret pelakunya ke dasar neraka yang paling dalam.
Dengan kita mengingat bahaya dan sifat
nifak, sudah sepantasnya jika kita berusaha untuk menghindari sifat tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku munafik tersebut harus kita hindari saat
menjalin hubungan dengan orang lain di tengah masyarakat. Dengan menjauhi
perilaku munafik, hubungan silaturahmi bersama masyarakat akan terjalin kukuh.
Kita akan terhindar dari kesalahpahaman yang bisa menyebabkan kesatuan dan
persatuan di antara kita terganggu.
Hal yang
harus kita jadikan pedoman dalam hidup ini adalah munafik adalah penyakit jiwa
paling parah, sudahkah kita memahaminya! Hal
ini dikarenakan dosa hati yang terbesar sekaligus penyakit jiwa terparah tak
lain dan tidak bukan adalah kemunafikan. Kemunafikan memisahkan manusia dari
kemanusiannya tanpa ampun. Orang yang munafik dianggap bagian dari syaitan.
Bahkan di dunia ini, ia dipandang oleh Allah sebagai makhluk paling hina dan di
akhirat nanti akan menempati neraka terbawah, sebagaimana firman-Nya berikut
ini: “Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi
mereka. (surat An Nisaa’ (4) ayat 145). Ayat ini mengemukakan bahwa
hukuman terhadap orang orang munafik akan lebih berat dibandingkan terhadap
orang kafir. Karena sesungguhnya kemunafikan adalah jenis kekafiran yang paling
buruk.
Demi meraih
keuntungan duniawi, orang munafik menabiri (menutupi) kekafirannya dengan tirai
kesalehan. Dari luar, ucapan dan perbuatannya tampak shaleh. Padahal hatinya
tidak demikian. Sebagai contoh, ketika mengucapkan dua kalimat syahadat, secara
lisan mengakui AlQuran dan hari perhitungan. Namun tidak ada iman dalam
hatinya, melainkan pengingkaran terhadap apa yang ia lisankan, sebagaimana
firman-Nya berikut ini:“orang-orang Baduwi yang tertinggal (tidak
turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga Kami telah
merintangi Kami, Maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan
dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : "Maka
siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki
kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. sebenarnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (surat Al Fath (48) ayat 11)
Orang-orang
semacam ini melakukan perbuatan baik dengan penuh semangat untuk mendapatkan
kepopuleran di tengah tengah masyarakat. Mereka shalat, berhaji, bersedekah
agar orang orang menganggap mereka baik, mulia dan memuji, serta percaya kepada
mereka. Disamping kekafiran, orang orang munafik juga menderita penyakit suka
berdusta, menipu, dan melecehkan keimanan. Mereka berdusta kepada Allah, Rasul
dan orang orang beriman. Mereka merasa tenteram dengan menipu dan menjadikan
kebenaran sebagai olok olok. Namun sebenarnya tak ada yang mereka dustai selain
diri mereka sendiri. Mereka menipu diri sendiri dan menjadi diri mereka bahan
olok olok.
8.
Durhaka kepada orang tua. Salah satu bentuk keburukan yang
bertentangan dengan nilai kebaikan adalah durhaka kepada orang tua yang
melahirkan diri kita. Inilah salah satu keburukan yang sangat dibenci oleh
Allah SWT namun sangat dikehendaki oleh setan sang laknatullah, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Ahqaaf (46) ayat 17 dan 18 berikut ini: “dan orang
yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya,
Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan,
Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya
itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu,
berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu Dia berkata:
"Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka". mereka
Itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama
umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang merugi.”
Selanjutnya untuk dapat lahir ke dunia ini, tentu kita tidak bisa ada
dengan sendirinya sehingga kita harus dilahirkan terlebih dahulu, lalu siapakah
yang melahirkan diri kita? Berdasarkan surat Az Zumar (39) ayat 6 berikut ini: “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya
isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari
binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian
dalam tiga kegelapan[1306]. yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan
kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia; Maka bagaimana
kamu dapat dipalingkan?”
[1306] Tiga kegelapan itu
ialah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput
yang menutup anak dalam rahim.
Jika kita
termasuk orang yang telah beriman maka kita pasti tahu siapa diri kita yang
sesungguhnya dan tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya, maka sudah sepatutnya
dan memang sudah seharusnya kita memenuhi perintah Allah SWT untuk berbakti
kepada orang tua dan juga mertua, atau berbuat baik kepada orang tua dan juga
mertua sebab keberadaan diri kita, istri dan suami kita, di muka bumi ini tidak
akan mungkin pernah terjadi jika tanpa ada ke dua orang tua dan kedua orang
mertua, yang melahirkan kita ke muka bumi ini, yang kemudian mendidik dan
membesarkan kita.
Adanya keterkaitan yang begitu kental dan begitu
hebat antara diri kita dengan orang tua kita, lihatlah hadits yang kami
kemukakan di bawah ini. Allah SWT sampai-sampai meletakkan dan menempatkan baik
ridha-Nya maupun murka-Nya di bawah keridhaan dan kemurkaan orang tua dan
mertua, sebagaimana hadits berikut ini: “Keridhaan Allah SWT
tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah SWT pun terletak
pada murka kedua orang tua. (Hadits Riwayat Al Hakim). Begitu tinggi, begitu mulia,
begitu hebat, posisi orang tua dan mertua diletakkan oleh Allah SWT dalam
struktur keluarga, atau di dalam kerangka rencana besar melaksanakan konsep
dwifungsi dan dwidimensi di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT.
Jika Allah
SWT saja meletakkan dan menempatkan setiap orang tua dan mertua pada posisi
yang begitu tinggi dan mulia, apakah kita sebagai orang yang dilahirkan,
diasuh, dididik, dibesarkan oleh orang tua, justru akan merendahkan orang tua
dengan berbuat durhaka kepada mereka atau berkata kasar kepada mereka atau
bahkan menelantarkan mereka? Jika sampai diri kita berani berbuat durhaka
kepada kepada orang tua, berarti kita
telah menantang Allah SWT dan siap untuk
memperoleh hadiah dari Allah SWT berupa tiket masuk ke kampung
kebinasaan dan kesengsaraan yaitu neraka jahannam.
Untuk itu,
berfikirlah seribu kali atau bahkan jutaan kali sebelum diri kita durhaka
kepada ke dua orang tua karena resikonya sangat luar biasa yaitu sama beratnya
dengan seluruh pasir di bumi, sebagaimana hadits berikut ini: “Anas
ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah
mewahyukan kepada Nabi Musa! Coba tidak karena mereka yang mengucapkan Syahadat
“Lailaha illa Allah” niscaya kutimpakan Jahannam di atas dunia. Wahai Musa!
Coba tidak karena mereka yang bersembah kepadaKu tidaklah Aku lepaskan mereka
yang bermaksiat sekejap matapun. Wahai Musa! Sesungguhnya barangsiapa beriman
kepadaKu adalah makhluk yang termulia dalam pandanganKu. Wahai Musa!
Sesungguhnya sepatah kata dari seorang yang durhaka (terhadap ke dua orang tuanya) adalah sama
beratnya dengan seluruh pasir bumi. Bertanya Nabi Musa: “Siapakah orang yang
durhaka itu, ya TuhanKu?” Ialah orang yang berkata kepada kedua orang tuanya :
“Tidak Tidak” ketika dipanggil. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nu’aim; 272:225). Sekarang
tahukah kita berapa jumlah pasir yang ada di bumi seperti yang dikemukakan
dalam hadits qudsi yang kami kemukakan di atas. Semoga diri kita, anak
keturunan kita mampu berbakti kepada kedua orang tua saat hidup di muka bumi
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar