Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 23 Februari 2024

TAHU DIRI : MODAL DASAR MENGALAHKAN SETAN

 

Allah SWT telah mengutuk, telah menghina, telah mengkafirkan iblis/setan serta mengusirnya dari syurga serta telah pula mengizinkan kepada Iblis besera anak dan keturunannya untuk mengganggu, menggoda keimanan manusia lalu menjadikan manusia menjadi pengikutnya serta dipersilahkan membawa manusia pulang kampung ke neraka. Di lain sisi, Allah SWT tidak berkehendak manusia menjadi celaka, tersesat, terjerumus, menjadi pengikut iblis/setan, menjadi teman iblis/setan di Neraka dikarenakan manusia telah diangkat sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya (perpanjangan tangan Allah SWT) di muka bumi.

 

Adanya kondisi seperti ini, maka Allah SWT memberikan batasan-batasan, atau koridor-koridor yang harus diketahui baik oleh iblis/setan maupun oleh manusia sehingga iblis/setan dapat melaksanakan apa-apa yang dikehendakinya berdasarkan izin Allah SWT sedangkan manusia diharapkan dapat menyikapi hal-hal tersebut dengan hati-hati dan bijaksana sehingga kita mampu mengalahkan musuh abadi tersebut.

 

Agar diri kita tidak menjadi hamba iblis/setan, atau memiliki perilaku seperti iblis/setan, atau menjadikan diri ini seperti halnya iblis/setan, berikut ini akan kami kemukakan cara dan methode untuk mengalahkan iblis/setan dimaksud yang sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pencipta dan pemilik konsep hidup adalah sebuah permaian. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama pernyataan yang berasal dari “Sun Tzu” dalam bukunya “The Art of War” yang mengemukakan hal-hal sebagai berikut:Ia yang Mengenal Musuh dan Mengenal dirinya, tidak akan dikalahkan dalam seratus pertempuran. Ia yang  tidak Mengenal Musuh Tetapi Mengenal dirinya sendiri, memiliki peluang yang seimbang untuk menang atau kalah. Ia yang tidak mengenal musuh dan dirinya sendiri cenderung kalah dalam setiap pertempuran.

 

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh “Sun Tzu” di atas, kita diwajibkan untuk mengetahui dan memiliki ilmu tentang tahu diri sebelum diri kita tahu akan musuh yang akan kita hadapi. Hal ini seperti layaknya kita mempersiapkan perbekalan dan juga strategi untuk menghadapi musuh sebelum kita berperang. Sekarang sudahkah kita mempelajarinya dan juga memiliki ilmunya?

 

Selanjutnya apa yang dikemukakan oleh “Sun Tzu” di atas sejalan dengan konsep memenangkan permainan saat diri kita berhadapan dengan setan saat hidup di muka bumi ini. Maka dari itu sudah seharusnya diri kita memiliki ilmu dan pemahaman yang baik dan benar tentang “Tahu Diri; Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir”  dalam satu kesatuan. Dan jangan sampai kita hanya tahu diri tetapi tidak tahu aturan main dan juga tidak tahu tujuan akhir, atau kita hanya tahu aturan main akan tetapi tidak tahu diri dan tidak tahu tujuan akhir, atau kita tidak tahu diri dan juga tidak tahu aturan main serta tidak tahu tujuan akhir saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini. Untuk itu jadikan konsep “Tahu Diri; Tahu Aturan Main dan Tahu Tujuan Akhir” ini menjadi modal dasar bagi diri kita, bagi anak keturunan kita untuk menghadapi setan sang laknatullah sehingga diri kita mampu menjadi manusia-manusia yang tidak terkalahkan kelak yang mampu pulang kampung ke syurga kelak.

 

Jika saat ini, di sisa usia yang kita miliki, diri kita masih tetap tidak tahu diri dan juga tidak tahu aturan main serta tidak tahu pula tujuan akhir ketahuilah bahwa Allah SWT masih memberikan kesempatan merasakan kemenangan mengalahkan setan yaitu melalui aktifitas “memasukkan onta ke dalam lubang jarum”. Sebagaimana firman-Nya berikut ini:“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (surat Al A’raaf (7) ayat 40).” Jika kita tidak mampu memasukkan onta ke dalam lubang jarum berarti tahu diri dan tahu aturan main serta tahu tujuan akhir adalah kuncinya dan kita harus belajar tentang hal itu saat ini juga.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang berkepentingan dengan kemenangan, maka sudah sepatutnya kita mempelajari dan juga memahami dengan seksama apa yang kami istilahkan dengan modal dasar di dalam menghadapi setan sang musuh abadi diri kita sebagaimana yang telah dikemukakan oleh “Sun Tzu” di atas. Ayo persiapkan diri dengan seksama dan semoga Allah SWT memudahkan diri kita mempelajarinya. 

 

 

Tahu diri sebagai bagian dari modal dasar untuk menghadapi dan mengalahkan setan menjadi penting kita miliki karena dengan diri kita tahu diri maka kita akan tahu potensi dan juga kemampuan serta kekurangan diri kita di dalam menghadapi setan serta mengetahui posisi diri ini dihadapan Allah SWT yang sesuai dengan konsep hidup di dunia ini adalah sebuah permainan.

 

Tahu diri akan menghantarkan diri mengetahui dan juga memahami bahwa langit dan bumi tempat kita hidup bukanlah kita yang menciptakan dan buka pula kita yang miliki. Adanya kondisi dasar ini berarti:

 

1.        Kita hanyalah orang yang sedang menumpang yang tidak selamanya menumpang karena kita harus keluar dari muka bumi karena hidup ada batasannya;

2.        Kita adalah obyek yang diciptakan oleh Allah SWT sehingga kedudukan obyek tidak sama dengan kedudukan subyek;

3.        Kita adalah tamu yang tidak selamanya menjadi tamu sehingga tamu tidak bisa mensejajarkan diri dengan tuan rumah dan tidak bisa berperilaku seperti layaknya tuan rumah di langit dan di bumi ini dan jangan sampai diri kita menjadi tamu yang tidak tahu diri karena mengatur tuan rumah di rumah tuan rumah.

4.        Kita adalah perantau yang pada akhirnya harus kembali untuk pulang kampung halaman sehingga kita membutuhkan bekal untuk kembali.

 

Sebagai orang yang menumpang, atau sebagai tamu di muka bumi ini, atau sebagai perantau, maka kita tidak bisa menentukan sendiri hukum, ketentuan, peraturan, aturan yang berlaku di muka bumi ini. Kita hanyalah orang yang harus melaksanakan ketentuan dan juga orang yang akan dinilai atas pelaksanaan dari ketentuan yang telah ditetapkan berlaku dan pada akhirnya mengharuskan diri kita harus tahu diri. Adanya hal ini maka diri kita tidak memiliki pilihan selain melaksanakan ketetapan yang telah ditetapkan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (surat Al Qasas (28) ayat 68).

 

Di lain sisi, Ali bin Abi Thalib ra, salah seorang sahabat Nabi SAW pernah mengemukakan tentang betapa pentingnya diri kita mengenal diri (tahu diri), sebagaimana kami kemukakan berikut ini:

 

1.        Mengenal diri adalah ilmu yang paling berguna;

2.        Aku heran dengan orang yang mencari barangnya yang hilang padahal (di saat yang sama) ia kehilangan dirinya namun ia tidak (berupaya) mencarinya;

3.        Aku heran dengan orang yang tidak mengenali dirinya bagaimana ia akan dapat mengenal Tuhannya?;

4.        Puncak makrifat adalah pengenalan seseorang atas dirinya;

5.        Prestasi terbesar (bagi seseorang) adalah manakala ia berjaya dalam mengenal dirinya;

6.        Setiap kali bertambah pengetahuan seseorang, maka akan bertambah pula perhatiannya kepada dirinya dan ia akan mengerahkan segenap upayanya untuk mengasah dan memperbaikinya.

 

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa mengenal diri, atau tahu diri merupakan pintu masuk mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT dan menempatkan diri yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sehingga hanya orang yang tahu dirilah yang akan mampu menempatkan posisinya dihadapan Allah SWT selaku tuan rumah serta selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini dengan baik dan benar. Sehingga apabila ini terjadi pada diri kita maka keharmonisan hidup di muka bumi ini dapat terlaksana dengan baik. 

 

Sekarang mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Adz Dzariyat (51) ayat 21 berikut: “Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan.” Melalui ayat ini, Allah SWT berkehendak kepada setiap manusia, termasuk kepada diri kita, untuk selalu berpikir lalu memperhatikan dengan seksama tentang keberadaan diri ini melalui pernyataan-Nya yang berbunyi “apakah kamu tiada memperhatikan akan dirimu sendiri!. Lalu apa yang bisa kita perhatikan dari kita sendiri jika kita tidak mau belajar tentang diri (tidak tahu diri).

 

Selanjutnya akan kami kemukakan hasil pengamatan atas keberadaan diri kita di muka bumi ini dimana setiap manusia siapapun orangnya adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk dwifungsi dan juga makhluk dwidimensi. 

 

1.        Setiap manusia adalah makhluk dwifungsi. Untuk dapat menggambarkan peran dan maksud dan tujuan dari diciptakannya manusia sebagai makhluk makhluk dwifungsi. Untuk itu mari kita pelajari 2 (dua) buah firman Allah SWT berikut ini:

 

Pertama, sebagai Abd’ (hamba)-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (surat Adz-Dzaariyaat (51) ayat 56-57-58). Berdasarkan ketentuan ayat ini setiap manusia siapapun orangnya adalah seorang abd’ (hamba) yang harus mengabdi kepada Allah SWT selaku Rabb bagi setiap umat manusia. Adanya peran sebagai seorang abd’ (hamba) menunjukkan bahwa seorang abd’ (hamba) terikat dengan ketentuan penghambaan seorang hamba kepada Allah SWT selaku Tuhan bagi dirinya.

 

Kedua, sebagai khalifah-Nya. Dimana setiap manusia selain terikat sebagai seorang abd’ (hamba), ia juga terikat dengan ketentuan sebagai seorang khalifah-Nya di muka bumi, yang bermakna perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi, sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:” Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:” Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (surat Al Baqarah (2) ayat 30).” Adanya kekhalifahan di muka bumi maka diharapkan terciptalah apa yang dinamakan dengan ketenteraman, ketertiban, serta terpeliharanya apa- apa yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi sehingga terciptalah kehidupan “toto tenterem, gemah ripah loh jinawi” (masyarakat madani) oleh sebab keberadaan diri kita.

 

Adanya konsep abd’ (hamba)-Nya dan juga adanya konsep khalifah-Nya di muka bumi yang melekat pada diri setiap manusia, termasuk diri kita, menunjukkan bahwa diri kita adalah makhluk yang memiliki peran “dwifungsi.” Lalu sudahkah kita tahu dan memahami konsep dasar ini saat hidup di muka bumi ini, yaitu sebagai abd’ (hamba)-Nya yang harus menghambakan diri kepada Allah SWT dan juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi selaku perpanjangan tangan Allah SWT, atau menjadi agen-agen Allah SWT, atau duta besar-duta besar Allah SWT di muka bumi. Sehingga terjadilah ketentraman, keteraturan, kebersamaan serta terpeliharanya apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT serta tampilnya penampilan Allah SWT di muka bumi ini melalui keberadaan diri kita sehingga dapat terlihat dengan nyata dan bisa pula dirasakan oleh sesama manusia.

 

2.        Setiap manusia adalah makhluk dwidimensi. Setiap manusia dapat dikatakan sebagai makhluk dwidimensi dikarenakan setiap manusia, siapapun orangnya pasti terdiri dari unsur jasmani dan unsur ruh. Jasmani berasal dari saripati tanah sedangkan ruh berasal dan diciptakan oleh Allah SWT dan mulai dipersatukan ke duanya saat masih di dalam rahim seorang ibu. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 berikut ini: Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.

 

Adanya konsep dwidimensi ini maka kita harus bisa merawat dan menjaga kesehatan jasmani dan juga kefitrahan ruh dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengorbankan salah satunya. Katakan kita tidak diperkenankan mendahulukan merawat jasmani dengan mengorbankan ruh, atau kita juga tidak diperkenankan mendahulukan merawat ruh dengan mengorbankan jasmani. Jasmani harus dirawat dan dijaga melalui konsep ilmu kesehatan dan ilmu gizi dan juga olah raga serta ruh juga harus dijaga dan dirawat melalui  konsep Diinul Islam yang kaffah yang berasal dari Allah SWT. Sekarang mari kita bahas konsep dwi dimensi dimaksud.

 

Pertama, Dimensi jasmani. Jasmani asalnya dari sari pati tanah yang berasal makanan dan minuman yang dikonsumsi dari seorang bapak dan seorang ibu. Yang mana setiap makanan dan minuman yang akan dikonsumsi terikat dengan ketentuan halal lagi baik (tayyib) sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: ‘Wahai orang orang yang beriman! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah syaitan. Sungguh, syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Selain daripada itu, masih ada ketentuan lain yang mengatur tentang tata cara makan dan minum yang lainnya, yaitu: (a) kita diwajibkan oleh Allah SWT agar membaca Basmallah dan doa sebelum makan dan minum; (b) makan dikala lapar dan berhenti sebelum kenyang. Dan juga wajib menikah terlebih dahulu serta membaca doa sebelum diri kita mempertemukan sel telur (ovum) dengan sperma.

 

Untuk menjaga kesehatan jasmani ada dua hal yang harus kita perhatikan, yang pertama adalah apa-apa yang akan kita konsumsi (masukkan) ke dalam tubuh dan yang kedua, adalah apa-apa yang kita keluarkan dari dalam tubuh. Khusus untuk apa-apa yang akan dikonsumsi (dimasukkan) ke dalam tubuh, Allah SWT sudah memberikan pedomannya, yaitu makanlah makanan yang halal lagi baik (tayyib).  Halal sudah jelas dan khusus untuk tayyib ini berlaku ketentuan yang berbeda beda di antara setiap manusia. Sesuatu yang baik (tayyib) bagi diri kita belum tentu baik (tayyib) bagi orang lain, karena kondisi tubuh seseorang berbeda-beda. Disinilah letaknya kita harus memiliki pengetahuan tentang kebutuhan makanan dan minuman yang sesuai dengan azas baik (tayyib) bagi kebaikan tubuh kita sendiri, yang kesemuanya berlandaskan ilmu kesehatan dan ilmu gizi.

 

Sekali lagi kami ingatkan, makanan dan minuman yang halal lagi baik (thayyib) tidak akan memberikan dampak yang positif kepada tubuh kita jika penghasilan kita dari penghasilan haram atau cara memperoleh makanan dan minuman yang kita konsumsi dari mencuri, atau dari mengambil hak-hak orang lain seperti mencuri, korupsi, kolusi, suap, gratifikasi dan lain sebagainya.

 

Kedua, Dimensi ruh, dimana ruh asalnya dari Allah, sebagaimana firman-Nya, “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit’ (surat Al Isra’ (17) ayat 85). Ruh dipersatukan dengan jasmani melalui proses peniupan saat masih di dalam kandungan seorang ibu setelah janin berusia 120 hari. Dimana ruh juga memiliki sifat dan perbuatan, yang mana sifat ruh mencerminkan nilai-nilai kebaikan (nass) yang berasal dari nama-nama Allah yang indah lagi baik (asmaul husna) melalui proses sibghah, sedangkan perilaku ruh yang berasal dari nama nama Allah yang indah lagi baik disebut juga dengan nafs/anfush.

 

Selain daripada itu, ruh terikat dengan ketentuan “datang fitrah, kembali harus fitrah untuk dapat bertemu dengan Allah SWT di tempat yang fitrah (syurga)” sehingga kemampuan (kefitrahan) ruh tidak berhubungan langsung dengan tua atau mudanya seseorang, melainkan sejauh mana diri kita mampu melaksanakan Diinul Islam secara kaffah. Semakin kaffah (khusyu’) kita melaksanakan Diinul Islam maka semakin berkualitas dan semakin fitrah ruh yang kita miliki yang pada akhirnya kita akan mampu melaksanakan konsep hidup tenang mati senang berumur panjang.

 

Untuk itu jangan pernah menjadikan kualitas (kefitrahan) ruh mengikuti sunnatullah yang berlaku bagi jasmani, yaitu semakin tua jasmani semakin berkurang kefitrahan ruh. Sehingga cukup jasmani saja yang menjadi tua atau berkurang kemampuannya, namun ruh haruslah tetap muda (maksudnya tetap berkualitas, harus tetap fitrah sesuai dengan kehendak Allah SWT). Ruh yang tetap dalam kondisi fitrah akan sangat membantu kondisi dan keadaan jasmani yang sedang mengalami penurunan kemampuan, sehingga kita tetap mampu hidup berkualitas dari waktu ke waktu serta mampu bermanfaat bagi orang banyak walaupun usia sudah tidak muda lagi bahkan sudah berada di persimpangan jalan, yaitu dari waktu maghrib menjelang waktu isya.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus juga khalifah-Nya di muka bumi ketahuilah bahwa ruh adalah jati diri manusia yang sesungguhnya. Sehingga yang menjadi abd’ (hamba)-Nya dan yang menjadi khalifah-Nya di muka bumi yang sesungguhnya adalah ruh. Selanjutnya dalam konteks dwidimensi ketahuilah pula bahwa ruh adalah subyek sedangkan jasmani adalah obyek yang harus dikhalifahi (dimanage) oleh ruh, termasuk di dalamnya yang harus dikhalifahi oleh ruh adalah industri 4.0 dan society 5.0 dan juga reformasi, teknologi serta bumi tempat melaksanakan tugas. Dan ingat, ruh ini pulalah yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan diri kita saat menjadi abd’ (hamba) dan juga saat menjadi khalifah muka bumi ini di hari berhisab kelak.

 

Selain daripada itu, keberadaan ruh tidak pernah sekalipun diketahui oleh iblis/setan sehingga iblis/setan tidak memiliki pengetahuan sedikitpun tentang ruh. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Maka ketika kami telah menetapkan kematian atasnya (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika dia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahuiyang ghaib tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan. (surat Saba (34)  ayat 14)”.

 

Adanya ketentuan di atas ini tentang ruh yang tidak diketahui oleh iblis/setan maka jati diri manusia yang sesungguhnya adalah ruh dapat dipastikan tidak pernah diketahui pula oleh iblis/setan. Untuk itu kita harus selalu menjaga kesehatan ruh (maksudnya kefitrahan ruh) selama hayat masih dikandung badan. Untuk menjaga kesehatan ruh tentu sangat berbeda dengan menjaga kesehatan jasmani karena asal usul dari keduanya berbeda. Jasmani bukanlah Allah SWT yang membuat, namun Allah SWT yang menentukan aturan mainnya, seperti makan dan minum yang sesuai dengan konsep halal lagi baik (tayyib), sebelum makan dan minum diwajibkan membaca basmallah dan berdoa, sebelum mempertemukan sperma dan ovum diwajibkan membaca doa agar syaitan tidak ikut andil di dalamnya. Sedangkan untuk menjaga kesehatan ruh sangat berbeda dengan ketentuan untuk menjaga kesehatan Jasmani.

 

Ingat, membersihkan permukaan tubuh itu mudah sekali, kita tinggal mandi memakai sabun dan shampoo. Sebaliknya membersihkan ruh atau bathin dan pikiran tidaklah semudah membersihkan tubuh. Kita harus terus menerus melakukan instrospeksi diri, membersihkan pikiran negatif dan keakuan yang melekat dalam diri kita, barulah pikiran kita bisa bersih dan cemerlang. Tidak ada orang yang yang bisa menghadiahkan atau meminjamkan kesehatan diri (ruh atau jiwa) kita kecuali usaha dari kita sendiri. Adanya kondisi seperti ini maka kesehatan yang hakiki (maksudnya kesehatan jasmani dan ruh) adalah akumulasi dari memelihara kesehatan jasmani dan juga kesehatan ruh secara istiqamah selama hayat masih di kandung badan. Dengan ketentuan, jaga kesehatan ruh terlebih dahulu barulah kita menjaga kesehatan jasmani sehingga ruh sehat yang dibarengi dengan jasmani sehat. Jika ini yang terjadi sangat terasa indah bertuhankan kepada Allah SWT dan nikmatnya beribadah terutama saat usia di persimpangan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar