6. Allah
SWT berkehendak kepaada manusia untuk tidak memperturutkan ahwa (hawa nafsu) sehingga
sifat-sifat alamiah jasmani yang sesuai dengan kehendak setan dapat mengalahkan
sifat-sifat alamiah ruh sehingga tingkah laku manusia sudah tidak sesuai lagi
dengan nilai-nilai kebaikan. Contohnya, salah satu sifat jasmani adalah bakhil
atau pelit sedangkan sifat ruh adalah suka memberi dan suka menolong dan jika
sifat atau perbuatan jasmani (ahwa) sampai mengalahkan perbuatan ruh
(nafs/anfuss) maka perbuatan manusia melalui contoh di atas adalah selalu
mementingkan diri sendiri. Allah SWT berfirman: “dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. surat Al Kahfi
(18) ayat 28-29)
7. Allah
SWT berkehendak untuk menerima taubat manusia, sepanjang manusia itu sendiri
mau meminta ampunan kepada Allah SWT dan juga sepanjang Ruh belum sampai di
kerongkongan. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “Allah hendak menerangkan (hukum syari'at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu
kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan
(hendak) menerima taubatmu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. dan
Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya
bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).Allah hendak
memberikan keringanan kepadamu[286], dan manusia dijadikan bersifat lemah. surat An Nisaa'
(4) ayat 26-27-28)
[286] Yaitu dalam syari'at di
antaranya boleh menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya.
Selain daripada itu, Allah SWT juga berkehendak agar manusia untuk taubat hanya kepada Allah
SWT saja, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka
Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (surat Al Furqaan (25) ayat 71).”
Adanya kesempatan
untuk taubat hanya kepada Allah SWT, akan memberikan kesempatan kepada diri
kita untuk memperbaiki diri atau kita masih diberikannya kesempatan untuk
pulang kampung ke syurga oleh Allah SWT.
8. Allah SWT berkehendak untuk menjelaskan
sesuatu yang baik dan yang buruk kepada seluruh umat manusia. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang
kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun alaikum[476]. Tuhanmu telah
menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang[477], (yaitu) bahwasanya barang siapa
yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan[478], kemudian ia
bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Dan Demikianlah Kami terangkan
ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas
(pula) jalan orang-orang yang berdosa. (surat Al An'am (6) ayat 54-55)
[476] Salaamun 'alaikum artinya Mudah-mudahan Allah melimpahkan
Kesejahteraan atas kamu.
[477] Maksudnya: Allah telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan
melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya.
[478] Maksudnya Ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak
mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih
dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3.
orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah
atau karena dorongan hawa nafsu.
Inilah
bentuk-bentuk dan juga kondisi dasar dari sikap dan kehendak Allah SWT yang
berhubungan erat dengan umat manusia yang ada di muka bumi, termasuk di
dalamnya kepada diri kita dan anak dan
keturunan kita. Dimana isi
dari sikap dan kehendak Allah SWT itu sendiri bukanlah sesuatu yang bersifat
merugikan manusia, bukan pula yang menjadikan manusia menjadi celaka, bukan
pula yang membuat manusia menjadi sengsara, serta bukan pula yang menjadikan manusia
mengalami kehinaan baik di dunia maupun di akhirat.
Lalu apakah kita
tetap tidak mau menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak
disembah; apakah kita akan berlaku sombong di muka bumi ini; apakah kita akan
tetap selamanya tidak mau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah atau mau apa
kita di langit dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh Allah SWT
ini? Jawaban dari pertanyaan ini, hanya diri kita sendirilah yang tahu,
yaitu mau apa dan mau kemana diri kita
hidup di dunia ini. Yang pasti adalah
Allah SWT tidak butuh dengan diri kita, akan tetapi diri kitalah yang
membutuhkan Allah SWT saat hidup di dunia ini.
Selanjutnya jika kita
merasa bahwa keberadaan kita memang tidak dapat dipisahkan dengan kehendak dan kemampuan
serta ilmu Allah SWT, maka kita harus mempelajari lebih lanjut tentang diri
kita sendiri berdasarkan persfektif dan sudut pandang Allah SWT selaku pencipta
diri kita sehingga mampu
menghadapi kehendak setan. Serta dapat menghantarkan diri kita menjadi makhluk
yang terhormat dari waktu ke waktu serta dapat menghantarkan diri kita untuk
bertemu Allah SWT selaku Yang Maha Terhormat, di tempat yang terhormat, dalam
suasana yang saling hormat menghormati. Semoga
itulah keadaan diri kita akhirnya, yaitu mampu menjadi makhluk terhormat
sehingga kita bisa bertemu dengan Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW di syurga
kelak. Amiin.
Sekarang mari kita bandingkan dengan kehendak setan
yang juga berlaku kepada manusia termasuk kepada diri kita sehingga diri kita
dihadapan setan adalah target operasi mereka. Kehendak setan dilakukan kepada
manusia bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba melainkan sesuatu yang sudah
diizinkan oleh Allah SWT. Setan melaksanakan aksinya sudah sepengetahuan dan
seizin Allah SWT sehingga tindakan setan adalah sebuah tindakan yang memiliki maksud dan tujuan yang
jelas. Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi
sudahkah kita mengetahui kehendak setan kepada umat manusia?
Kondisi menjadi penting bagi diri kita karena
dengan membandingkan kehendak Allah SWT kepada diri kita yang dibandingkan
dengan kehendak setan kepada diri kita maka kita akan memiliki ilmu dan
pemahaman tentang Allah SWT dan juga tentang setan sehingga kita mampu
menempatkan diri di posisi yang terbaik, yaitu di posisi kehendak Allah
SWT. Dan inilah beberapa kehendak setan
kepada umat manusia, seperti:
1.
Setan akan selalu mengadu
domba umat manusia;
2. Setan akan selalu menyesatkan
manusia dari jalan yang lurus, atau dari petunjuk Allah SWT menuju jalan yang
lurus;
3. Setan akan selalu menjegal
atau menggagalkan setiap usaha manusia yang baik menjadi kesalahan sedangkan
yang buruk dipandang menjadi baik.
4. Setan akan selalu mencari
kesempatan untuk mempengaruhi manusia melalui ahwa (hawa nafsu);
5.
Setan akan mendorong manusia
untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar;
6. Setan akan menjadikan manusia
memandang baik (perbuatan maksiat) serta akan menyesatkan manusia;
7. Setan akan menjadikan manusia,
termasuk diri kita menjadi sebaik-baik teman bagi setan.
Saat ini 7 (tujuh) kehendak setan yang kami
kemukakan di atas ini sudah berlaku sejak diiizinkan oleh Allah SWT sampai
dengan hari kiamat tiba sehingga kehendak setan tidak bisa kita batalkan. Namun
ada hal yang harus kita pahami dibalik adanya kehendak setan kepada diri kita adalah
kehendak setan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan hidup yang
kita jalani. Sekarang pilihan melaksanakan sikap dan kehendak Allah SWT atau
melaksanakan kehendak setan sudah ada di tangan diri kita.
Lalu ketahuilah dengan diri kita melakukan
pilihan ini maka terjadilah apa yang dinamakan dengan seleksi alamiah secara
adil dan beradab kepada setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Sehingga
dapat diketahuilah siapa yang berhak pulang kampung ke neraka atau siapa yang
berhak pulang kampung ke syurga.
Berdasarkan
uraian yang telah kami kemukakan diatas, terlihat sangat jelas bahwa sikap setan
kepada diri kita sangatlah bertolak belakang dengan sikap Allah SWT kepada diri
kita. Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama ketentuan hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam! Jika
engkau ingat kepada-Ku Aku Ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku Akupun
ingat kepadamu. Dan jika engkau ta’at kepada-Ku pergilah kemana saja engkau
suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan
da-Ku. Engkau berpaling dari pada-Ku padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah
yang memberimu makan dikala engkau masih janin di dalam perut ibumu. Aku selalu
mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka
setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat.
Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan
kepadamu. (Hadits Riwayat Abu Nasher Rabi’ah bin Ali Al-ajli dan Arrafi’ie,
272:182).”
Setelah mempelajari hadits di atas, apakah ketentuan hadits di atas ini, akan kita
sia-siakan begitu saja berlalu tanpa kesan saat diri kita hidup di dunia. Dimana
Allah SWT tetap terus ingat kepada diri kita walaupun kita tidak ingat kepada
Allah SWT. Masih tidak cukupkah Allah SWT
membela diri kita! Sebagai abd’ (hamba) yang juga khalifah di muka bumi yang
pasti berhadapan dengan setan, sekarang semuanya terpulang kepada diri kita
saat menghadapi setan. Hal ini dikarenakan pada saat diri kita menghadapi setan,
maka pada saat itu juga Allah SWT juga sudah bersama diri kita, yang
kedekatannya bahkan lebih dekat dengan kedekatan diri kita kepada setan.
Silahkan kita memilih, karena pilihan hanya ada dua. Jika kita berpaling dari
Allah SWT, maka setan siap mengganggu dan menggoda diri kita dan jika kita
menghadap, berkomunikasi, bersinergi dengan Allah SWT maka setan yang akan
berpaling dari diri kita.
Dan yang harus
kita ketahui bahwa setan yang ada di dalam diri ataupun yang ada di luar diri,
keberadaannya tidak dapat kita hilangkan, atau kita bunuh, atau kita buang ke
suatu tempat. Setan sebagai makhluk ghaib tetap akan terus bersama diri kita
sampai ruh berpisah dengan jasmani dan setan akan terus ada sampai ia pulang ke
neraka. Lalu apa yang bisa kita perbuat? Yang bisa kita lakukan hanyalah
mengurangi kekuatan setan, mensayat-sayat kekuatan setan di dalam mengganggu
diri kita melalui makanan dan minuman yang memenuhi konsep halal lagi baik
(thayyib), melalui pekerjaan dan melalui penghasilan yang memenuhi konsep halal
lagi baik, serta melalui sinergi dengan Allah SWT melalui ibadah wajib dan
ibadah sunnah di dalam kerangka melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.
Sehingga setannya akan tetap ada bersama diri kita, namun kekuatan untuk
mempengaruhi diri kita menjadi lemah. Semoga hal ini mampu kita laksanakan
selama hayat masih di kandung badan.
Selain daripada itu, masih ada hal lainnya yang
harus kita perhatikan yaitu jarak antara kemahaan dan kebesaran Allah SWT kepada diri kita lebih dekat atau bahkan diri
kita sudah tidak bisa dipisahkan dengan kebesaran dan kemahaan Allah SWT
dibandingkan posisi diri kita kepada setan.Adanya kondisi ini berarti antara
diri kita dengan setan masih memiliki jarak sedangkan kepada Allah SWT tidak
berjarak sepanjang diri kita tidak melepaskan diri dari Allah SWT. Selanjutnya
jika posisi Allah SWT lebih dekat kepada diri kita, kenapa harus kepada setan
kita melapor, kenapa harus kepada setan kita berlindung, kenapa kepada setan
kita mengadu, kenapa harus setan yang kita jadikan konsultan, padahal Allah SWT sudah bersama diri kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar