Ruh
seperti halnya jasmani juga memiliki sifat, juga memiliki perbuatan dan juga
memiliki kemampuan. Ruh akan dinamakan dengan Nass, jika ditinjau dari sisi
sifat alamiah ruh yang berasal dari Allah SWT. Ruh akan dinamakan dengan
Nafs/Anfuss jika ditinjau dari sisi perbuatan dari sifat alamiah ruh di dalam
mempengaruhi perbuatan serta aktivitas kehidupan manusia. Sedangkan ruh jika
ditinjau dari sisi kemampuannya disebut juga dengan ruh.
Sifat
dan perbuatan ruh sangat berbeda dan juga sangat bertolak belakang dengan
sifat-dan perbuatan jasmani dikarenakan asal muasal dari keduanya berbeda. Ruh
asalnya dari Allah SWT sedangkan jasmani asalnya dari alam atau dari tanah. Apa
buktinya ruh berasal dari Allah SWT? Dasarnya ada pada surat Shaad (38) ayat
72-73 berikut ini: “Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya
roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya. Lalu
seluruh malaikat itu bersujud semuanya.” yang menerangkan bahwa ruh yang ada
pada diri manusia semuanya berasal dari Allah SWT tanpa ada campur tangan dari
pihak manapun juga serta tanpa ada bantuan dari siapapun juga.
Jika
ruh berasal dan diciptakan hanya oleh Allah SWT semata, timbul pertanyaan,
apakah sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT memiliki sifat buruk atau
membawa nilai-nilai keburukan? Sesuatu yang berasal langsung dari Allah SWT dapat
dipastikan memiliki sifat yang sangat berkesesuaian dengan nilai-nilai kebaikan
yang berasal dari sifat-sifat Ilahiah. Sesuatu yang berasal dari Allah SWT
dapat dipastikan pula tidak mempunyai sifat-sifat buruk, tidak mempunyai sifat
jahat, tidak mempunyai sifat tercela,
tidak mempunyai sifat munafik, tidak mempunyai sifat kejam dan seterusnya, atau
dengan kata lain apa yang berasal dari Allah SWT pasti memiliki nilai-nilai
Ilahiah.
Sekarang
seperti apakah sifat ruh itu? Hal yang harus kita ketahui adalah sifat ruh
manusia tidak sama dengan sifat Ma’ani Allah SWT, walaupun sifat Ma’ani Allah
SWT telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai modal dasar bagi setiap manusia.
Selanjutnya jika sifat Ma’ani telah menjadi modal dasar manusia saat menjadi
abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya bukanlah sifat ruh, lalu yang manakah
sifat ruh itu? Ruh memiliki sifat yang mencerminkan nama-nama Allah SWT yang
indah lagi baik yang berjumlah sembilan puluh sembilan perbuatan (Asmaul
Husna), yang diberikan Allah SWT melalui proses shibghah atau proses
pencelupan. Sehingga setiap manusia tanpa terkecuali, tanpa memandang agamanya
apa, tanpa memandang siapa orangnya ataupun keturunannya, pasti memiliki celupan
Asmaul Husna sebagaimana firmanNya berikut ini: “Shibghah Allah. Dan siapakah
yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyembah. (surat Al Baqarah (2) ayat 138)
Adanya
shibghah kepada ruh maka dapat dipastikan bahwa sifat dari ruh dari setiap
manusia, termasuk di dalamnya ruh diri kita adalah sesuai dengan Asmaul Husna
yang dimiliki Allah SWT. Adanya kondisi ini berarti setiap ruh, termasuk di
dalamnya ruh diri kita sendiri, pasti mempunyai sifat dan perbuatan Ar Rakhman
(Maha Pengasih); Ar Rahiem (Maha Penyayang);
Ar Maalik (Maha Merajai, Maha
Memiliki); As Salam (Maha Penyelamat); Al Mu’min (Maha Pemelihara Keamanan); Al
Muhaimin (Maha Penjaga, Maha Pemberi Kebahagiaan); Al Wahhaab (Maha Pemberi); dan seterusnya sampai
dengan sembilan puluh sembilan perbuatan Allah SWT.
Sekarang
mari kita perhatikan diri kita sendiri, apakah Sibghah dari Allah SWT yang
berasal dari Af’al (perbuatan) Allah SWT atau perbuatan-perbuatan Allah SWT itu
ada dalam diri kita? Untuk itu kita dapat merasakannya sendiri dengan
menyatakan adakah
rasa pengasih dalam diri kita? Adakah rasa penyayang dalam diri kita? Adakah
rasa memiliki dalam diri kita? Adakah rasa penyelamat dalam diri kita? Lalu
tanyakan lagi kepada diri sendiri, apakah rasa pengasih dan penyayang, rasa
memiliki dan rasa penyelamat yang ada
dalam diri kita itu Ada dengan sendirinya tanpa ada yang mengadakannya, ataukah
rasa itu semua datang begitu saja? Siapakah yang sanggup menciptakan
seluruh rasa yang ada di dalam diri kita?
Jawaban
dari pertanyaan ini adalah seluruh rasa yang ada di dalam diri berasal dari
pencipta semua rasa, lalu siapakah dia? Jawaban dari pertanyaan ini adalah
Allah SWT sebagaimana termaktub dalam surat Al Hasyr (59) ayat 22-23-24 berikut
ini: “Dia-lah
Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah
Allah yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci,
Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci, Allah
dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang
Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik,
bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sekarang
jika di dalam diri kita saat ini sudah ada Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal
dari perbuatan (af’al) Allah SWT atau perbuatan-perbuatan Allah SWT yang
termaktub dalam Asmaul Husna maka kita dapat
memastikan bahwa sifat-sifat kebaikan adalah sifat yang menjadi sifat ruh dari
diri kita. Hal ini dikarenakan sesuatu yang bersifat buruk apalagi sifat
tercela tidak akan mungkin berasal dari Allah SWT. Selanjutnya jika saat ini kita
masih suka saling berantam, masih suka
saling menghasut, masih suka saling memfitnah, masih suka berbuat tidak adil,
masih suka berbuat ingkar janji, masih suka korupsi, masih suka menyakiti
sesama dan seterusnya dari manakah itu semua dan kemana larinya Nilai-Nilai
Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah yang telah Allah SWT berikan
kepada kita?
Lalu,
untuk apakah Allah SWT sampai memberikan sibghah atau celupan yang berasal dari
perbuatan (af’al) Allah SWT itu sendiri kepada setiap ruh manusia yang kemudian
menjadi sifat dan perbuatan ruh? Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam
kerangka rencana besar untuk dijadikan abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah
khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai seorang abd’ (hamba) dan yang juga khalifah
di muka bumi, maka manusia tidak lain adalah perpanjangan tangan Allah SWT
untuk mengurus, untuk memelihara serta untuk menjaga apa-apa yang telah Allah
SWT ciptakan di muka bumi sehingga terciptalah kehidupan yang aman, tenteram,
sejahtera serta dalam suasana keadilan oleh sebab adanya manusia yang tidak
lain abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi.
Dan
untuk
memudahkan tugas tersebut maka setiap manusia yang telah diberikan sibghah oleh
Allah SWT yang berasal dari Af’al-Nya (nama nama-Nya yang indah lagi baik) maka
setiap manusia wajib menjadikannya sebagai perbuatannya sehari hari atau wajib
mendaya-gunakannya dalam koridor nilai-nilai kebaikan kepada sesama yang
membutuhkannya. Adanya kondisi saling memberi dan saling menerima maka
salah satu tujuan adanya kekhalifahan di muka bumi dapat terlaksana dengan
baik, serta apa yang dikehendaki Allah SWT dapat tercapai.
Sekarang
bagaimana dengan perbuatan ruh yang berasal dari sifat-sifat alamiah ruh yang
berasal dari perbuatan (af’al) Allah SWT, yang disebut juga dengan Nafs/Anfuss? Perbuatan yang dilakukan oleh sifat-sifat
alamiah ruh yang berasal dari Nur Allah SWT, pada prinsip kerjanya hampir sama
dengan prinsip kerja perbuatan dari sifat alamiah jasmani yang berasal dari
alam. Apa contoh konkretnya? Salah satu contoh dari sifat alamiah ruh adalah
sifat dermawan. Jika sifat dermawan
tumbuh dalam diri kita, atau sifat dermawan menjadi perilaku diri kita
sehari-hari maka perbuatan diri kita menjadi mudah berbagi kepada sesama, tidak
hanya pada sesuatu yang bersifat materiil dan juga pada sesuatu yang bersifat
immaterial, seperti ilmu dan pengajaran serta bimbingan.
Adanya
kondisi ini akan menghantarkan diri kita menjadi pribadi-pribadi yang tidak hanya
mementingkan diri sendiri, atau kelompok tertentu saja, atau menjadikan diri
kita menjadi pribadi-pribadi yang hanya tahunya menang sendiri tanpa mau
memikirkan orang lain. Lalu bagai bagaimana jika sifat sabar mempengaruhi diri
kita? Jika sifat sabar mempengaruhi diri kita maka akan menjadikan diri kita
berbuat dan bertindak dalam koridor keteraturan, atau akan menjadikan diri kita
menjadi pribadi-pribadi yang tidak cepat putus asa, tidak mau merugikan dan
mencelakakan orang lain baik sengaja ataupun tidak. Demikian seterusnya
sesuai Asmaul Husna Allah SWT yang berjumlah sembilan puluh sembilan
perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar