Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Rabu, 28 Februari 2024

KIAT KIAT MENGHADAPI GANGGUAN SETAN (PART 2 of 2)

 

21.  Menjaga diri dari tempat-tempat syubhat (yang mengundang kecurigaan), sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Ummul Mukminin Shafiyyah binti Huyay bin Akh-thab rha, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah beriktikaf di masjid, lantas aku mengunjungi beliau pada malam hari lalu berbincang-bincang dengan beliau, lalu aku berdiri. Kemudian Nabi SAW mengantarkanku pulang ke rumah.” Rumah Shafiyyah ketika itu di rumah Usamah bin Yazid. Ketika mengantarkan pulang, lewatlah dua orang Anshar di jalan. Dua orang Anshar itu memandang Nabi SAW (dengan penuh curiga), kemudian mereka bergegas melewati Nabi SAW. Nabi SAW pun berkata, “Tak perlu curiga seperti itu, ini adalah istriku Shafiyyah binti Huyay.” Mereka berdua pun mengatakan, “Subhanallah, wahai Rasulullah.” Nabi SAW pun bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia melalui pembuluh darahnya. Aku benar-benar khawatir ada sesuatu prasangka jelek yang ada dalam diri kalian berdua.” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 2038 dan Muslim, no. 2175)

 

Hadits ini berisi perintah untuk menjaga diri dari tempat yang mengundang kecurigaan orang lain. Sebagian ulama mengatakan bahwa kedua orang Anshar ini bisa saja kafir karena tuduhan mereka. Akan tetapi, Nabi SAW ingin mengajarkan umatnya. Intinya, para ulama dan yang menjadi pengikut mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang mengundang prasangka jelek pada mereka. Walaupun di situ bisa ada jalan keluar dengan memberikan penjelasan (membantah tuduhan tadi). Akan tetapi, kecurigaan seperti ini akan membuat keengganan mengambil ilmu dari mereka. Hadits ini juga menunjukkan begitu bahayanya serangan setan pada jiwa. Walaupun prasangka itu sulit dicegah sehingga seseorang tidak dihukum karenanya.

 

22.    Meninggalkan an-najwa (bisik-bisik), sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguh-nya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (surat Al-Mujadalah (58) ayat 10)

 

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian bertiga, janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa mengajak yang ketiga karena yang tidak diajak akan merasa sedih.” (HR. Bukhari, no. 5392 dan Muslim, no. 2184)

 

Najwa secara bahasa berarti bisikan, rahasia. Secara istilah, najwa adalah rahasia di antara dua orang. Imam Al-Baghawi menyatakan bahwa najwa adalah pembicaraan rahasia di belakang.Hukum najwa tergantung pada perkara yang jadi bahan bisik-bisik. Jika berisi perkara makruf dan pelarangan dari mungkar, seperti ini tidak dihukumi bermasalah. Jika menimbulkan suuzan sesama, itulah yang terlarang. Berbisik-bisik yang berisi perkara baik diterangkan dalam ayat berikut ini: “Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (surat Al-Mujadalah (58) ayat  9)

 

Sedangkan berbisik-bisik yang berisi perkara mungkar diterangkan dalam ayat berikut ini: “Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (surat Al-Mujadalah (58) ayat  8)

 

23.    Meninggalkan perkataan “seandainya” yang disertai dengan penentangan pada takdir Allah, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang kuat (yang semangat menggapai akhirat) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dibanding dengan mukmin yang lemah imannya. Namun, setiap mereka yang beriman itu baik. Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat untukmu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah malas (dalam melakukan ketaatan maupun dalam meminta tolong kepada Allah). Jika ada sesuatu yang menimpamu, janganlah mengatakan ‘andai terjadi seperti ini dan seperti itu’. Akan tetapi, ucapkanlah ‘ini semua sudah menjadi takdir Allah dan apa yang Allah kehendaki pasti terjadi’. Karena ucapan law (seandainya) hanya akan membuka pintu setan (untuk menentang takdir).” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2664).

 

24.    Meminta perlindungan kepada Allah ketika datang rasa waswas dari setan yang ingin mengingkari adanya Allah, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Setan datang pada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Siapa yang menciptakan ini, siapa yang menciptakan itu.’ Setan pun akhirnya mengatakan, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu.’ Jika sampai seperti itu, minta perlindunganlah kepada Allah dan berhentilah (dari bertanya seperti itu).” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 3276 dan Muslim, no. 134)

 

Sedangkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Manusia akan terus bertanya-tanya, sampai muncul pertanyaan, ‘Allah menciptakan makhluk ini, lantas siapakah yang menciptakan Allah.’ Siapa yang mendapati dari yang demikian itu, maka ucapkanlah, ‘Aku beriman kepada Allah.’” (Hadits Riwayat Muslim, no. 134)

 

25.    Meminta perlindungan kepada Allah Ketika meredam marah, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (surat Al-A’raf (7) ayat 200)

 

Sedangkan menurut hadits berikut ini: Sulaiman bin Shurad ra, berkata, “Pada suatu hari aku duduk bersama-sama Nabi SAW sedangkan dua orang lelaki saling mengeluarkan kata-kata kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan tegang pula urat lehernya. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tahu satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia mau membaca, ‘A’udzubillahi minas-syaitani’ (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan), niscaya hilang kemarahan yang dialaminya.” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 3282)

 

Juga ada hadits dari Abu Hurairah ra,  Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang dalam keadaan marah, lantas ia ucapkan, ‘A’udzu billah (Aku meminta perlindungan kepada Allah)’, maka redamlah marahnya.” (Hadits Riwayat As-Sahmi dalam Tarikh Jarjan, 252, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1376)

 

26.    Meminta perlindungan kepada Allah ketika mendengar suara anjing menggonggong dan suara keledai, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Jika kalian mendengar suara ayam jantan berkokok, mintalah karunia kepada Allah karena ayam jantan tersebut melihat malaikat. Jika kalian mendengar suara keledai, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan karena keledai tersebut melihat setan.” (HR. Bukhari, no. 3303 dan Muslim, no. 2729)

 

Dari Jabir bin ‘Abdullah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian mendengar suara gonggongan anjing dan suara keledai pada malam hari, maka mintalah perlindungan kepada Allah karena anjing dan keledai tersebut melihat apa yang tidak kalian lihat.” (HR. Abu Daud, no. 5103. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

 

27.    Membaca surah Al-Baqarah, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, , Nabi SAW bersabda,“Janganlah menjadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surah Al-Baqarah.” (Hadits Riwayat Muslim, no. 780)

 

28.    Menyebut nama Allah (berdzikir) ketika masuk rumah dan ketika makan, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Jabir bin ‘Abdillah ra, ia pernah mendengar bahwa Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang memasuki rumahnya lantas ia menyebut nama Allah saat memasukinya, begitu pula saat ia makan, maka setan pun berkata (pada teman-temannya), ‘Kalian tidak ada tempat untuk bermalam dan tidak ada jatah makan.’ Ketika ia memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah, setan pun mengatakan (pada teman-temannya), ‘Saat ini kalian mendapatkan tempat untuk bermalam.’ Ketika ia lupa menyebut nama Allah saat makan, maka setan pun berkata, ‘Kalian mendapat tempat bermalam dan jatah makan malam.’” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2018).

 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Jika seseorang menyebut nama Allah ketika memasuki rumah, tetapi tidak menyebutnya saat makan, maka setan akan berserikat dengannya saat makan. Jika seseorang menyebut nama Allah ketika makan, tetapi tidak saat memasuki rumahnya, maka setan akan berserikat dengannya di tempat bermalamnya. Sedangkan jika saat masuk rumah dan saat makan malam, ia menyebut nama Allah, maka setan akan menjauhi tempat bermalam dan jatah makannya. Wallahul muwaffiq.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 4:191)

 

Dari Hudzaifah ra, ia berkata, “Jika kami bersama Nabi SAW menghadiri jamuan makanan, maka tidak ada seorang pun di antara kami yang meletakkan tangannya hingga Rasulullah SAW memulainya. Kami pernah bersama beliau menghadiri jamuan makan, lalu seorang budak wanita datang yang seolah-oleh ia terdorong, lalu ia meletakkan tangannya pada makanan, tetapi Rasulullah SAW memegang tangannya. Kemudian seorang arab badui datang sepertinya ia terdorong hendak meletakkan tangannya pada makanan, tetapi beliau memegang tangannya dan beliau SAW bersabda, “Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya. Setan datang bersama budak wanita tadi, dengannya setan ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Setan tersebut juga datang bersama arab badui ini, dengannya ia ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya tangan setan tersebut ada di tanganku bersama tangan mereka berdua.” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2017)

 

29.    Membaca dzikir ketika mampir di suatu tempat, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Khaulah binti Hakim As-Sulamiyyah ra, ia berkata, ia mendengar Rasulullah SAW,“Jika salah seorang di antara kalian mampir pada suatu tempat, ucapkanlah ‘A’UDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI MIN SYARRI MAA KHOLAQ (artinya: aku meminta perlindungan kepada Allah dengan kalimat-Nya yang sempurna dari kejahatan segala makhluk).’ Bacaan tersebut akan membuat yang membacanya tidak mendapatkan mudarat sedikit pun juga sampai ia berpindah dari tempat tersebut.” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2708)

 

30.    Mengucapkan dzikir ketika kendaraan tergelincir, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abul Malih dari seseorang, dia berkata, “Aku pernah diboncengi Nabi SAW, lalu tunggangan yang kami naiki tergelincir. Kemudian aku pun mengatakan, “Celakalah setan”. Namun, Nabi SAW menyanggah ucapanku tadi, beliau berkata, “Janganlah engkau ucapkan ‘celakalah setan, karena jika engkau mengucapkan demikian, setan akan semakin besar seperti rumah. Lalu setan pun dengan sombongnya mengatakan, ‘Itu semua terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, yang tepat ucapkanlah “Bismillah”. Jika engkau mengatakan seperti ini, setan akan semakin kecil sampai-sampai dia akan seperti lalat.” (Hadits Riwayat Abu Dawud, no. 4982. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

 

31.    Menahan mulut ketika menguap, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Maka, apabila salah seorang di antara kalian bersin dan memuji Allah, maka wajib bagi setiap orang muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan, ‘YARHAMUKALLAH (artinya: semoga Allah merahmatimu)’.” Adapun menguap, maka itu adalah dari setan. Apabila salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia menahannya semampu mungkin. Karena, jika salah seorang di antara kalian menguap maka setan tertawa karenanya.” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 6223)

 

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menguap dalam shalat, hendaklah ia tahan semampunya karena setan ketika itu sedang masuk.” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2995)

Dalam riwayat lainnya disebutkan, “Hendaklah ia tahan dengan tangannya.” (Hadits Riwayat. Muslim, no. 2995)

 

32.    Meninggalkan khalwat dengan wanita, sebagaimana hadits berikut ini: Dari ‘Umar bin Al-Khaththab ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena yang ketiga adalah setan.” (Hadits Riwayat Ahmad, 1:18. Syaikh Syuaib Al-Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini sahih, perawinya tsiqqah, termasuk perawi Bukhari dan Muslim atau Syaikhain).

 

33.    Membaca doa ketika hubungan intim, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca doa: BISMILLAH ALLAHUMMA JANNIBNAASY SYAITHOONA WA JANNIBISY SYAITHOONA MAA ROZAQTANAA. Artinya: ‘Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.’ ” (HR. Bukhari, no. 6388; Muslim, no. 1434)

 

34.    Membaca dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah, berikut ini: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 285-286)

 

Disebutkan dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Badri ra, ia berkata bahwasanya Nabi SAW  bersabda, “Siapa yang membaca dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diberi kecukupan.” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 5009 dan Muslim, no. 808)

 

Dari An-Nu’man bin Basyir ra, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menulis catatan takdir 2.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Allah menurunkan dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah. Dua ayat tersebut bila dibaca akan membuat setan tidak bisa mendekat selama tiga malam.” (Hadits Riwayat Al-Hakim dalam mustadraknya, 1:562)

 

35.    Membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, dan ayat kursi ketika hendak tidur, sebagaimana hadits berikut ini: “dari Aisyah ra,  ia berkata, Rasulullah SAW apabila akan tidur, beliau meniup di kedua tangannya, membaca surah mu’awwidzaat (surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas) lalu mengusapkan kedua tangannya pada tubuhnya. (Muttafaqun ‘alaih). Dan dalam riwayat yang lain oleh Bukhari dan Muslim disebutkan, Nabi SAW apabila menghampiri tempat tidurnya, beliau menyatukan kedua telapak tangannya kemudian meniupnya, lalu membacakan pada kedua tangannya tadi, “QUL HUWALLAHU AHAD, QUL A’UDZU BIROBBIL FALAQ, QUL A’UDZU BIROBBIN NAAS.” Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangannya ke seluruh tubuhnya yang dapat ia jangkau. Beliau mulai dari kepala, wajah, dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukan itu tiga kali. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 6320 dan Muslim, no. 2714)

 

36.    Menjaga diri saat mimpi, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata,  Nabi SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian bermimpi sesuatu yang disukainya, bahwasanya mimpi itu berasal dari Allah, maka pujilah Allah karenanya, dan ceritakanlah hal itu.”—Di dalam riwayat lain disebutkan, maka janganlah ia menceritakan mimpinya kecuali kepada orang yang menyukainya–. “Dan apabila ia bermimpi sesuatu yang tidak ia sukai, bahwasanya mimpi itu berasal dari setan, maka mintalah perlindungan dari kejelekannya dan janganlah ia menceritakan mimpi buruk tadi kepada siapa pun, niscaya mimpi itu tidak akan membahayakannya.” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 6985)

 

Dari Abu Qatadah ra,  ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Mimpi yang baik (shalihah)–dalam riwayat lain, mimpi yang indah (hasanah)—itu berasal dari Allah, dan mimpi buruk itu dari setan. Barangsiapa yang bermimpi sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya tiga kali dan mintalah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan, niscaya mimpi itu tidak akan membahayakannya.” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 3292 dan Muslim, no. 2261). 

 

37.    Meminta perlindungan dari dikuasai setan ketika akan meninggal dunia, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abul Yasr ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW biasa membaca,  ALLOOHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MINAT TARODDI WAL HADMI WAL GHOROQI WAL HARIIQI, WA A’UUDZU BIKA AN-YATAKHOBBATHONISY SYAITHOONU ‘INDAL MAUTI, WA A’UDZU BIKA AN AMUUTA FII SABIILIKA MUDBIRON, WA A’UDZU BIKA AN AMUUTA LADIIGHO. Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebinasaan (terjatuh), kehancuran (tertimpa sesuatu), tenggelam, kebakaran, dan aku berlindung kepada-Mu dari dirasuki setan pada saat mati, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan berpaling dari jalan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam keadaan tersengat. (Hadits Riwayat. An-Nasa’i, no. 5531. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

 

38.     Mengikuti petunjuk Nabi SAW ketika diganggu saat shalat, sebagaimana hadits berikut ini: Dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra,  ia berkata, “Janganlah salah seorang di antara kalian menjadikan setan sesuatu dari shalatnya, di mana ia berpendapat bahwa yang benar padanya adalah tidak berpaling kecuali dari sebelah kanannya. Sungguh, aku telah melihat Nabi SAW kebanyakan berpaling dari arah kiri (setelah shalat.” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 852 dan Muslim, no. 707)

 

 

Itulah 38 (tiga puluh delapan) kiat-kiat yang dapat kita lakukan guna menghadapi setan sang musuh abadi diri kita. Semoga kita mampu melaksanakannya dengan baik dan semoga Allah SWT selalu menolong dan melindungi diri kita dari pengaruh setan, baik dalam bentuk aslinya maupun setan dalam bentuk manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar