21. Menjaga diri dari tempat-tempat
syubhat (yang mengundang kecurigaan), sebagaimana hadits berikut ini: “Dari
Ummul Mukminin Shafiyyah binti Huyay bin Akh-thab rha, ia berkata,
“Rasulullah SAW pernah beriktikaf di masjid, lantas aku mengunjungi beliau
pada malam hari lalu berbincang-bincang dengan beliau, lalu aku berdiri.
Kemudian Nabi SAW mengantarkanku pulang ke rumah.” Rumah Shafiyyah
ketika itu di rumah Usamah bin Yazid. Ketika mengantarkan pulang, lewatlah dua
orang Anshar di jalan. Dua orang Anshar itu memandang
Nabi SAW (dengan penuh curiga), kemudian mereka bergegas melewati
Nabi SAW. Nabi SAW pun berkata, “Tak perlu curiga seperti itu,
ini adalah istriku Shafiyyah binti Huyay.” Mereka berdua pun mengatakan,
“Subhanallah, wahai Rasulullah.” Nabi SAW pun bersabda, “Sesungguhnya
setan mengalir dalam diri manusia melalui pembuluh darahnya. Aku benar-benar
khawatir ada sesuatu prasangka jelek yang ada dalam diri kalian berdua.”
(Hadits Riwayat. Bukhari, no. 2038 dan Muslim, no. 2175)
Hadits ini berisi perintah
untuk menjaga diri dari tempat yang mengundang kecurigaan orang lain. Sebagian
ulama mengatakan bahwa kedua orang Anshar ini bisa saja kafir karena tuduhan
mereka. Akan tetapi, Nabi SAW ingin mengajarkan umatnya. Intinya,
para ulama dan yang menjadi pengikut mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang
mengundang prasangka jelek pada mereka. Walaupun di situ bisa ada jalan keluar
dengan memberikan penjelasan (membantah tuduhan tadi). Akan tetapi, kecurigaan
seperti ini akan membuat keengganan mengambil ilmu dari mereka. Hadits ini juga
menunjukkan begitu bahayanya serangan setan pada jiwa. Walaupun prasangka itu
sulit dicegah sehingga seseorang tidak dihukum karenanya.
22. Meninggalkan an-najwa (bisik-bisik),
sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguh-nya pembicaraan rahasia itu adalah
dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang
pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka, kecuali
dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman
bertawakkal.” (surat Al-Mujadalah (58) ayat 10)
Dari ‘Abdullah bin
Mas’ud ra, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika
kalian bertiga, janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa mengajak yang ketiga
karena yang tidak diajak akan merasa sedih.” (HR. Bukhari, no. 5392 dan
Muslim, no. 2184)
Najwa secara bahasa
berarti bisikan, rahasia. Secara istilah, najwa adalah rahasia di antara dua
orang. Imam Al-Baghawi menyatakan bahwa najwa adalah pembicaraan rahasia di
belakang.Hukum najwa tergantung pada perkara yang jadi bahan bisik-bisik. Jika
berisi perkara makruf dan pelarangan dari mungkar, seperti ini tidak dihukumi
bermasalah. Jika menimbulkan suuzan sesama, itulah yang terlarang. Berbisik-bisik
yang berisi perkara baik diterangkan dalam ayat berikut ini: “Hai
orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu
membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rasul.
Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (surat Al-Mujadalah (58) ayat 9)
Sedangkan berbisik-bisik
yang berisi perkara mungkar diterangkan dalam ayat berikut ini: “Apakah tidak
kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia,
kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan
pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul.
Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan
memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka
mengatakan kepada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita
disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan
mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (surat Al-Mujadalah
(58) ayat 8)
23. Meninggalkan perkataan “seandainya”
yang disertai dengan penentangan pada takdir Allah, sebagaimana hadits berikut
ini: Dari
Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Mukmin yang kuat (yang semangat menggapai akhirat) lebih baik dan lebih
dicintai oleh Allah dibanding dengan mukmin yang lemah imannya. Namun, setiap
mereka yang beriman itu baik. Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat untukmu,
minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah malas (dalam melakukan ketaatan
maupun dalam meminta tolong kepada Allah). Jika ada sesuatu yang menimpamu,
janganlah mengatakan ‘andai terjadi seperti ini dan seperti itu’. Akan tetapi,
ucapkanlah ‘ini semua sudah menjadi takdir Allah dan apa yang Allah kehendaki
pasti terjadi’. Karena ucapan law (seandainya) hanya akan membuka pintu setan
(untuk menentang takdir).” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2664).
24. Meminta perlindungan kepada Allah
ketika datang rasa waswas dari setan yang ingin mengingkari adanya Allah,
sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda,“Setan datang pada salah seorang di antara kalian,
lalu ia berkata, ‘Siapa yang menciptakan ini, siapa yang menciptakan itu.’
Setan pun akhirnya mengatakan, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu.’ Jika sampai
seperti itu, minta perlindunganlah kepada Allah dan berhentilah (dari bertanya
seperti itu).” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 3276 dan Muslim, no. 134)
Sedangkan dari Abu
Hurairah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Manusia
akan terus bertanya-tanya, sampai muncul pertanyaan, ‘Allah menciptakan makhluk
ini, lantas siapakah yang menciptakan Allah.’ Siapa yang mendapati dari yang
demikian itu, maka ucapkanlah, ‘Aku beriman kepada Allah.’” (Hadits Riwayat
Muslim, no. 134)
25. Meminta perlindungan kepada Allah
Ketika meredam marah, sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan jika setan datang menggodamu,
maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha
Mengetahui.” (surat Al-A’raf (7) ayat 200)
Sedangkan menurut hadits
berikut ini: Sulaiman bin Shurad ra, berkata, “Pada suatu hari aku duduk
bersama-sama Nabi SAW sedangkan dua orang lelaki saling mengeluarkan kata-kata
kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan
tegang pula urat lehernya. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tahu
satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia
mau membaca, ‘A’udzubillahi minas-syaitani’ (Aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan), niscaya hilang kemarahan yang dialaminya.” (Hadits Riwayat.
Bukhari, no. 3282)
Juga ada hadits dari Abu
Hurairah ra, Nabi SAW bersabda,
“Jika
seseorang dalam keadaan marah, lantas ia ucapkan, ‘A’udzu billah (Aku meminta
perlindungan kepada Allah)’, maka redamlah marahnya.” (Hadits Riwayat
As-Sahmi dalam Tarikh Jarjan, 252, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah,
no. 1376)
26. Meminta perlindungan kepada Allah
ketika mendengar suara anjing menggonggong dan suara keledai, sebagaimana
hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Nabi SAW
bersabda, “Jika kalian mendengar suara ayam jantan berkokok, mintalah karunia
kepada Allah karena ayam jantan tersebut melihat malaikat. Jika kalian
mendengar suara keledai, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan karena
keledai tersebut melihat setan.” (HR. Bukhari, no. 3303 dan Muslim, no. 2729)
Dari Jabir bin
‘Abdullah ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika
kalian mendengar suara gonggongan anjing dan suara keledai pada malam hari,
maka mintalah perlindungan kepada Allah karena anjing dan keledai tersebut
melihat apa yang tidak kalian lihat.” (HR. Abu Daud, no. 5103. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
27. Membaca surah Al-Baqarah, sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Dari Abu Hurairah ra, , Nabi SAW
bersabda,“Janganlah menjadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu
lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surah Al-Baqarah.” (Hadits Riwayat
Muslim, no. 780)
28. Menyebut nama Allah (berdzikir) ketika
masuk rumah dan ketika makan, sebagaimana hadits berikut ini: Dari
Jabir bin ‘Abdillah ra, ia pernah mendengar bahwa
Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang memasuki rumahnya lantas ia
menyebut nama Allah saat memasukinya, begitu pula saat ia makan, maka setan pun
berkata (pada teman-temannya), ‘Kalian tidak ada tempat untuk bermalam dan
tidak ada jatah makan.’ Ketika ia memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah,
setan pun mengatakan (pada teman-temannya), ‘Saat ini kalian mendapatkan tempat
untuk bermalam.’ Ketika ia lupa menyebut nama Allah saat makan, maka setan pun
berkata, ‘Kalian mendapat tempat bermalam dan jatah makan malam.’” (Hadits
Riwayat Muslim, no. 2018).
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Jika seseorang menyebut nama
Allah ketika memasuki rumah, tetapi tidak menyebutnya saat makan, maka setan
akan berserikat dengannya saat makan. Jika seseorang menyebut nama Allah ketika
makan, tetapi tidak saat memasuki rumahnya, maka setan akan berserikat
dengannya di tempat bermalamnya. Sedangkan jika saat masuk rumah dan saat makan
malam, ia menyebut nama Allah, maka setan akan menjauhi tempat bermalam dan
jatah makannya. Wallahul muwaffiq.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 4:191)
Dari Hudzaifah ra, ia
berkata, “Jika kami bersama Nabi SAW menghadiri jamuan makanan, maka tidak ada
seorang pun di antara kami yang meletakkan tangannya hingga Rasulullah SAW
memulainya. Kami pernah bersama beliau menghadiri jamuan makan, lalu seorang
budak wanita datang yang seolah-oleh ia terdorong, lalu ia meletakkan tangannya
pada makanan, tetapi Rasulullah SAW memegang tangannya. Kemudian seorang arab
badui datang sepertinya ia terdorong hendak meletakkan tangannya pada makanan,
tetapi beliau memegang tangannya dan beliau SAW bersabda, “Sungguh, setan menghalalkan
makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya. Setan datang bersama budak
wanita tadi, dengannya setan ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku
pegang tangannya. Setan tersebut juga datang bersama arab badui ini, dengannya
ia ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Demi Dzat
yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya tangan setan tersebut ada di
tanganku bersama tangan mereka berdua.” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2017)
29. Membaca dzikir ketika mampir di suatu
tempat, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Khaulah binti Hakim
As-Sulamiyyah ra, ia berkata, ia mendengar Rasulullah SAW,“Jika salah
seorang di antara kalian mampir pada suatu tempat, ucapkanlah ‘A’UDZU BI
KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI MIN SYARRI MAA KHOLAQ (artinya: aku meminta
perlindungan kepada Allah dengan kalimat-Nya yang sempurna dari kejahatan
segala makhluk).’ Bacaan tersebut akan membuat yang membacanya tidak
mendapatkan mudarat sedikit pun juga sampai ia berpindah dari tempat
tersebut.” (Hadits Riwayat Muslim, no. 2708)
30. Mengucapkan dzikir ketika kendaraan
tergelincir, sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abul Malih dari seseorang,
dia berkata, “Aku pernah diboncengi Nabi SAW, lalu tunggangan yang kami naiki
tergelincir. Kemudian aku pun mengatakan, “Celakalah setan”. Namun,
Nabi SAW menyanggah ucapanku tadi, beliau berkata, “Janganlah engkau
ucapkan ‘celakalah setan, karena jika engkau mengucapkan demikian, setan akan
semakin besar seperti rumah. Lalu setan pun dengan sombongnya mengatakan,
‘Itu semua terjadi karena kekuatanku’. Akan tetapi, yang tepat ucapkanlah
“Bismillah”. Jika engkau mengatakan seperti ini, setan akan semakin kecil
sampai-sampai dia akan seperti lalat.” (Hadits Riwayat Abu Dawud, no. 4982.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
31. Menahan mulut ketika menguap,
sebagaimana hadits berikut ini: Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW
bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Maka,
apabila salah seorang di antara kalian bersin dan memuji Allah, maka wajib bagi
setiap orang muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan, ‘YARHAMUKALLAH
(artinya: semoga Allah merahmatimu)’.” Adapun menguap, maka itu adalah dari
setan. Apabila salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia menahannya
semampu mungkin. Karena, jika salah seorang di antara kalian menguap maka setan
tertawa karenanya.” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 6223)
Dari Abu Sa’id
Al-Khudri ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jika
salah seorang di antara kalian menguap dalam shalat, hendaklah ia tahan
semampunya karena setan ketika itu sedang masuk.” (Hadits Riwayat
Muslim, no. 2995)
Dalam riwayat lainnya
disebutkan, “Hendaklah ia tahan dengan tangannya.” (Hadits Riwayat. Muslim, no.
2995)
32. Meninggalkan khalwat dengan wanita,
sebagaimana hadits berikut ini: Dari ‘Umar bin Al-Khaththab ra, ia
berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Salah seorang di antara kalian
tidaklah boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena yang
ketiga adalah setan.” (Hadits Riwayat Ahmad, 1:18. Syaikh Syuaib Al-Arnauth
berkata bahwa sanad hadits ini sahih, perawinya tsiqqah, termasuk perawi
Bukhari dan Muslim atau Syaikhain).
33. Membaca doa ketika hubungan intim,
sebagaimana hadits berikut ini: Dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami)
ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca doa: BISMILLAH
ALLAHUMMA JANNIBNAASY SYAITHOONA WA JANNIBISY SYAITHOONA MAA ROZAQTANAA.
Artinya: ‘Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari
(gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan
kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan
intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut
selamanya.’ ” (HR. Bukhari, no. 6388; Muslim, no. 1434)
34. Membaca dua ayat terakhir dari surah
Al-Baqarah, berikut ini: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan
kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan:
“Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan
kepada Engkaulah tempat kembali.” Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang
berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al-Baqarah:
285-286)
Disebutkan dalam hadits
dari Abu Mas’ud Al-Badri ra, ia berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda,
“Siapa
yang membaca dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah pada malam hari, maka ia
akan diberi kecukupan.” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 5009 dan Muslim, no. 808)
Dari An-Nu’man bin
Basyir ra, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala
menulis catatan takdir 2.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Allah
menurunkan dua ayat terakhir dari surah Al-Baqarah. Dua ayat tersebut bila
dibaca akan membuat setan tidak bisa mendekat selama tiga malam.” (Hadits
Riwayat Al-Hakim dalam mustadraknya, 1:562)
35. Membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq,
An-Naas, dan ayat kursi ketika hendak tidur, sebagaimana hadits berikut ini: “dari
Aisyah ra, ia berkata,
Rasulullah SAW apabila akan tidur, beliau meniup di kedua tangannya,
membaca surah mu’awwidzaat (surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas) lalu
mengusapkan kedua tangannya pada tubuhnya. (Muttafaqun ‘alaih). Dan
dalam riwayat yang lain oleh Bukhari dan Muslim disebutkan, Nabi SAW
apabila menghampiri tempat tidurnya, beliau menyatukan kedua telapak tangannya
kemudian meniupnya, lalu membacakan pada kedua tangannya tadi, “QUL HUWALLAHU
AHAD, QUL A’UDZU BIROBBIL FALAQ, QUL A’UDZU BIROBBIN NAAS.” Kemudian beliau
mengusapkan kedua telapak tangannya ke seluruh tubuhnya yang dapat ia jangkau.
Beliau mulai dari kepala, wajah, dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukan
itu tiga kali. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 6320 dan Muslim, no. 2714)
36. Menjaga diri saat mimpi, sebagaimana
hadits berikut ini: “Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata,
Nabi SAW bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian
bermimpi sesuatu yang disukainya, bahwasanya mimpi itu berasal dari Allah, maka
pujilah Allah karenanya, dan ceritakanlah hal itu.”—Di dalam riwayat lain
disebutkan, maka janganlah ia menceritakan mimpinya kecuali kepada orang yang
menyukainya–. “Dan apabila ia bermimpi sesuatu yang tidak ia sukai, bahwasanya
mimpi itu berasal dari setan, maka mintalah perlindungan dari kejelekannya dan
janganlah ia menceritakan mimpi buruk tadi kepada siapa pun, niscaya mimpi itu
tidak akan membahayakannya.” (Hadits Riwayat. Bukhari, no. 6985)
Dari Abu Qatadah ra, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Mimpi
yang baik (shalihah)–dalam riwayat lain, mimpi yang indah (hasanah)—itu berasal
dari Allah, dan mimpi buruk itu dari setan. Barangsiapa yang bermimpi sesuatu
yang tidak disukainya, hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya tiga kali dan
mintalah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan, niscaya mimpi itu
tidak akan membahayakannya.” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 3292 dan Muslim, no.
2261).
37. Meminta perlindungan dari dikuasai
setan ketika akan meninggal dunia, sebagaimana hadits berikut ini: Dari
Abul Yasr ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW biasa
membaca, ALLOOHUMMA INNII A’UUDZU BIKA
MINAT TARODDI WAL HADMI WAL GHOROQI WAL HARIIQI, WA A’UUDZU BIKA
AN-YATAKHOBBATHONISY SYAITHOONU ‘INDAL MAUTI, WA A’UDZU BIKA AN AMUUTA FII
SABIILIKA MUDBIRON, WA A’UDZU BIKA AN AMUUTA LADIIGHO. Artinya: Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebinasaan (terjatuh), kehancuran
(tertimpa sesuatu), tenggelam, kebakaran, dan aku berlindung kepada-Mu dari
dirasuki setan pada saat mati, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam
keadaan berpaling dari jalan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari mati dalam
keadaan tersengat. (Hadits Riwayat. An-Nasa’i, no. 5531. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
38. Mengikuti petunjuk Nabi SAW ketika diganggu
saat shalat, sebagaimana hadits berikut ini: Dari ‘Abdullah bin
Mas’ud ra, ia berkata, “Janganlah
salah seorang di antara kalian menjadikan setan sesuatu dari shalatnya, di mana
ia berpendapat bahwa yang benar padanya adalah tidak berpaling kecuali dari
sebelah kanannya. Sungguh, aku telah melihat Nabi SAW kebanyakan berpaling dari
arah kiri (setelah shalat.” (Hadits Riwayat Bukhari, no. 852 dan Muslim, no.
707)
Itulah 38 (tiga puluh delapan)
kiat-kiat yang dapat kita lakukan guna menghadapi setan sang musuh abadi diri
kita. Semoga kita mampu melaksanakannya dengan baik dan semoga Allah SWT selalu
menolong dan melindungi diri kita dari pengaruh setan, baik dalam bentuk
aslinya maupun setan dalam bentuk manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar