Keberadaan
diri kita, baik selaku abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka
bumi, terikat dengan ketentuan “dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT”
yang mengharuskan diri kita yang sesungguhnya (ruh) datang fitrah kembali
fitrah sehingga kita wajib memiliki ilmu tentang Allah SWT secara baik dan
benar dan kita juga wajib memiliki ilmu tentang tahu diri karena kita hidup di
langit dan di bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT sehingga
mengharuskan kita melaksanakan segala aturan main yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT selaku Tuan Rumah.
Dan
dengan adanya ketentuan di atas maka sangat jelas tujuan perjalanan hidup ini
adalah harus kembali kepada-Nya dan hal ini juga berarti bahwa diri kita pulang
kampungnya ke syurga karena hanya orang-orang yang mampu pulang kampung ke
syurgalah yang bisa melaksanakan ketentuan di atas serta Allah SWT sendirilah
yang akan menemui para penghuni syurga, sebagaimana termaktub dalam surat Al
Qiyaamah (75) ayat 22, 23 berikut ini: “Wajah wajah (orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Memandang Tuhannya.” Dan semoga inilah tujuan akhir kita.
Tahu
tujuan akhir merupakan salah satu bagian dari mata rantai yang tidak dapat
dipisahkan dengan tahu diri dan juga dengan tahu aturan main yang berlaku di
alam semesta ini. Dan adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat,
jika kita berniat untuk sampai ke tujuan akhir, jika kita sendiri tidak paham
tidak mengerti dengan tahu diri, dan tahu aturan main untuk pulang kampung
halaman yang hakiki, yaitu syurga. Dan setiap manusia, siapapun dia,
apapun kedudukannya, dapat dipastikan ia pasti akan bercita-cita untuk masuk
syurga. Karena tidak ada satupun yang ingin masuk neraka.
Dan untuk bisa masuk syurga
tidak serta merta begitu saja dapat kita raih. Kita akan diuji dengan cobaan (kesulitan)
terlebih dahulu. Sebagaimana firman-Nya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan
orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan
Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al
Baqarah (2) ayat 214)”.
Dan adalah sesuatu yang
mustahil diakal jika kita ingin masuk syurga namun kita sendiri yang menentukan
aturan mainnya, padahal kita hanyalah pemain (obyek) semata yang tidak memiliki
apapun saat hadir ke muka bumi ini.Dan agar diri kita mampu pulang kampung ke
syurga, jadikan hadits berikut ini sebagai pedomannya: “Penghuni syurga itu ada tiga.
Pertama, penguasa yang berlaku adil, dapat dipercaya dan berhasil dalam
kepemimpinannya. Kedua, orang yang penyayang dan ringan hati kepada setiap
kerabatnya. Ketiga, orang Islam yang menjaga dirinya dari melakukan perbuatan
haram dan juga menjaga keluarganya. (Hadits Riwayat Muslim)”.
Selanjutnya
untuk mempertegas bahwa hidup yang kita jalani saat ini memenuhi konsep
perjalanan dari Allah SWT untuk kembali kepada Allah SWT selaku asal muasal
dari diri kita. Maka hidup yang kita laksanakan haruslah hidup yang bermakna
sebagai berikut:
1.
Hidup
adalah perjalanan untuk menemukan jati diri kita yang sesungguhnya, yaitu ruh;
2. Hidup
adalah perjalanan untuk menemukan Tuhan
selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini;
3.
Hidup
adalah perjalanan untuk menemukan tujuan
hidupmu;
4. Hidup
adakah perjalanan untuk memenuhi hidup ini dengan karya karya nyata untuk
sesama manusia;
5. Hidup
adalah sebuah perjalanan untuk meninggalkan jejak jejak kebaikan; dan
6. Hidup
adalah sebuah perjalanan untuk mengumpulkan bekal bagi kepentingan akhiratmu
nanti.”
Itulah
6 (enam) buah makna hidup yang kami hubungkan dengan konsep tahu tujuan akhir. Namun,
apa yang terjadi dengan hidup ini? Kita sering lupa diri, lupa Allah dan juga
lupa kepada tujuan akhir kehidupan ini karena tergoda kehidupan dan gemerlap
kehidupan dunia akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan juga pengaruh syaitan
serta juga karena pengaruh lingkungan sekitar yang mengakibatkan kesucian
jasmani dan kefitrahan ruh menjadi rusak.
Untuk itu mari kita perhatikan dengan seksama firman
Allah dalam hadits qudsi berikut ini: “Hudzaifah ra, berkata: Nabi SAW
bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepadaku:
"Wahai saudara para Rasul dan saudara para pemberi peringatan! Berilah
berita peringatan kepada kaummu untuk tidak memasuki rumah-Ku (masjid) kecuali
dengan hati yang bersih, lidah yang jujur, tangan yang suci, dan kemaluan yang
bersih. Dan janganlah mereka memasuki rumah-Ku (masjid) padahal mereka masih
tersangkut barang aniayaan hak hak orang lain. Sesungguhnya Aku mengutuknya
selama ia berdiri mengerjakan shalat di hadapan-Ku sehingga ia mengembalikan
barang aniayaan itu kepada pemiliknya yang berhak. Apabila ia telah
mengembalikannya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar,
menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat dan ia akan menjadi salah
seorang kekasih-Ku, orang pilihan-Ku dan bersanding bersama-Ku bersama para
Nabi, para shiddiqin dan para syuhada di dalam syurga. (Hadits
Qudsi Riwayat Abu Nua'im, Hakim, Ad-Dailami, dan Ibnu Asakir; 272:240).
Berdasarkan ketentuan hadits ini, Allah SWT telah
memberitahukan kepada kita tentang beberapa syarat yang harus kita penuhi
sebelum diri kita bisa bertemu dengan-Nya saat di muka bumi ini. Lalu jika saat
hidup di muka bumi ini saja kita tidak bisa bertemu dengan Allah SWT karena
adanya perbedaan kesucian, atau belum memenuhi syarat dan ketentuan Allah SWT
tetapkan. Lalu bagaimana kita bisa bertemu dengan Allah SWT kelak di akhirat
jika dunia saja tidak mampu kita lakukan!
Dilain
sisi, saat manusia dilahirkan tidak akan tahu ia akan dilahirkan di mana; siapa
yang akan melahirkannya, apa suku bangsanya serta apa agamanya. Akan tetapi,
ada fitrah dalam diri setiap manusia yang telah ditetapkan Allah SWT, yaitu
setiap manusia hidup untuk tujuan tertentu dan oleh karena itu hidup bermakna
sebagai sebuah perjalanan yang merupakan sebuah sunnatullah yang harus kita
laksanakan dengan sebaik baiknya, apalagi hidup ini memiliki keterbatasan waktu
serta ada musuh yang harus kita hadapi, yaitu ahwa (hawa nafsu) dan juga setan.
Hidup
sebagai sebuah perjalanan baru bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan yang
hakiki jika ada titik awal perjalanan untuk menuju suatu tujuan akhir. Titik
awal perjalanan adalah saat diri kita pertama hadir (lahir) di muka bumi ini
baik sebagai abd’ (hamba)-Nya dan yang juga sekaligus khalifah-Nya di muka bumi
maka pada saat itulah kita memulai sebuah perjalanan dari Allah SWT untuk
menuju suatu tujuan tertentu, dalam hal ini adalah menuju kepada Allah SWT yang
dibuktikan dengan mampunya diri kita melihat wajah Allah SWT di syurga secara
langsung.
Hal
ini sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam hadits berikut ini: “Dari
Abu Hurairah ra, dia berkata, “Sungguh, pada suatu waktu para sahabat bertanya
kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, apakah kita bisa melihat Allah pada hari
Kiamat nanti?’ Rasulullah SAW bersabda: “Apakah kalian terhalang melihat
rembulan pada malam purnama?” Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Kemudian
Rasulullah SAW bertanya: “Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak
tertutup awan?” Mereka menjawab: “Tidak, ya Rasulullah.” Rasulullah SAW
kemudian bersabda: “Demikianlah sesungguhnya pada hari Kiamat nanti kalian akan
melihat wajah Allah Ta’ala.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim).
Dan agar
perjalanan hidup ini terarah dari waktu ke waktu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT, sehingga kita bisa bertemu dan melihat wajah Allah
SWT secara langsung, ada baiknya kami mengemukakan hal hal sebagai berikut:
1.
Untuk
dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, tempatnya tidak bisa
disembarang tempat karena Allah SWT tidak akan mungkin mau dan tidak akan bersedia
menemui kita jika kita berada di dalam neraka. Untuk dapat bertemu dan ditemui
oleh Allah SWT kelak, kita harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu, yaitu
beriman dan beramal shaleh; mentaati Allah dan RasulNya; serta menjadi orang
yang bertaqwa karena inilah syarat utama untuk pulang kampung ke syurga.
2.
Untuk
bisa bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, harus dipersiapkan dengan matang
sejak diri kita masih hidup di muka bumi sehingga buang jauh-jauhlah konsep
simsalabim alakadabra untuk bisa bertemu Allah SWT kelak.
3.
Untuk
dapat bertemu dan ditemui oleh Allah SWT kelak, kita harus bisa menjadikan diri
kita sendiri memang pantas untuk ditemui oleh Allah SWT di syurga kelak. Dan untuk
dapat bertemu dengan Allah SWT selaku Dzat Yang Maha Terhormat maka kita harus
terlebih dahulu menjadikan diri kita sesuai dengan kehormatan Allah SWT yaitu
harus menjadi makhluk yang terhormat terlebih dahulu karena tempat bertemunya
diri kita dengan Allah SWT adalah di tempat yang terhormat (syurga) dan dalam
suasana yang saling hormat menghormati.
4.
Untuk
dapat bertemu dengan Allah SWT kelak, bukanlah perkara mudah lagi instans
(cepat), akan tetapi melalui suatu proses perjalanan yang sangat panjang lagi
melelahkan, penuh perjuangan, penuh kesungguhan, penuh doa dan air mata.Untuk bertemu dengan Allah SWT kelak, kita
sangat membutuhkan adanya pedoman atau kompas yang menunjukkan peta perjalanan
yang diiringi dengan pemenuhan bekal selama di dalam perjalanan. Agar diri
kita tidak sesat di jalan, lalu sampai tujuan dengan selamat serta memiliki
pemahaman tentang peta perjalanan yang baik dan benar. Untuk itu Allah SWT telah
memberikan Nomor Personal Contact-Nya kepada seluruh umat manusia yaitu: “24434” yang berlaku 24 jam dimanapun
manusia berada.
Untuk itu ada baiknya kita menghayati
apa yang dikemukakan oleh “Imam Al
Ghazali” dalam bukunya “Rindu tanpa
Akhir” berikut ini: Suatu saat
Rabi’ah Al Adawiyyah ditanya, “Apa pendapat anda tentang syurga?” Dia menjawab,
“Pasangan dan rumah.” Kemudian ia menambahkan, “Hatiku tak pernah menoleh ke
syurga. Aku terfokus kepada Sang Pemilik syurga. Siapa yang tidak mengenal
Allah di dunia, maka ia tidak akan mengenal-Nya besok di akhirat. Siapa yang
tidak memperoleh kenikmatan makrifat di dunia, maka ia tidak akan memperoleh
kenikmatan menatap wajah Allah besok di akhirat. Sebab, tidak ada yang muncul
tiba-tiba di akhirat. Semua harus dibawa dari dunia. Seseorang tidak akan
menuai selain apa yang ia tanam. Pada hari kiamat nanti setiap orang akan
dikumpulkan sesuai dengan bagaimana keadaan ia menyambut kematian, karena semua
manusia akan mati sesuai keadaan ketika ia menjalani kehidupan”.
Akhirnya, orang yang tidak mengenal
Allah di dunia, tidak akan bisa melihatnya-Nya di akhirat. Tidak ada sesuatu
pun yang akan mendampingi seseorang di akhirat kelak selagi sesuatu itu tidak
mendampinginya di dunia. Sekarang semuanya terpulang kepada diri kita
masing-masing.
Itulah
6 (enam) buah modal dasar yang harus kita miliki untuk mengalahkan setan sang
musuh abadi manusia. Namun apabila kita tidak memiliki dan tidak mampu
mempelajari konsep tahu diri, tahu Allah SWT; tahu Nabi Muhammad SAW, tahu
orang tua dan mertua. tahu aturan main serta tahu tujuan akhir, jangan banyak
berharap untuk bisa merasakan rasa kemenangan setelah berhadapan dengan setan.
Untuk itu jangan pernah salahkan setan jika setan mampu menjadi pemenang
sedangkan diri kita menjadi pecundang, karena ulah diri kita sendiri yang tidak
mampu memanfaatkan modal dasar dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar