Saat ini diri kita sudah ada di langit dan di bumi
Allah SWT dalam rangka menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di
muka bumi dalam kerangka melaksanakan konsep hidup adalah sebuah permainan. Lalu
yang manakah diri kita, apakah yang tahu diri, apakah yang mau menghormati
Allah SWT, apakah yang mau mematuhi ketentuan, hukum dan undang-undang Allah
SWT atau apakah yang tidak tahu diri, sudahlah menumpang lalu Allah SWT kita
lawan? Hal yang harus kita ketahui adalah
pilihan yang kita pilih tentu ada konsekuensinya. Jika kita mau menjadi
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang mampu menyenangkan hati tuan
rumah berarti kita akan memperoleh sesuatu yang menyenangkan dari tuan rumah.
Namun jika kita ingin menjadi abd’ (hamba)-Nya yang
juga adalah khalifah-Nya yang tidak tahu diri, berarti bersiap-siaplah menerima
ancaman, atau resiko yang harus kita tanggung saat hidup di muka bumi ini dan
juga di akhirat kelak. Allah SWT selaku pencipta dan juga pemilik dari konsep hidup
adalah sebuah permainan, tidak akan pernah menyianyiakan segala upaya diri kita
di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya
di muka bumi sehingga Allah SWT akan memberikan hikmah bagi setiap orang yang
mampu beriman kepada-Nya, dalam hal ini adanya keberpihakan Allah SWT kepada
orang yang beriman.
Dan selanjutnya untuk mempertegas keberpihakan Allah
SWT kepada orang beriman (mukmin) berikut ini akan kami kemukakan bentuk-bentuk
dari keberpihakan Allah SWT kepada orang mukmin yang terdapat di dalam AlQuran
maupun yang ada di dalam hadits, yaitu:
1. Dilindungi
dari ganguaan setan. Allah SWT akan memberikan perlindungan kepada umat
manusia dari gangguan, provokasi dan juga dari ajakan-ajakan setan untuk keluar
dari kehendak Allah SWT. Sepanjang diri kita mau beriman kepada Allah SWT dan
juga mau memohon kepada-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya
berikut ini: “Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, aku
berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula)
kepada Engkau ya Tuhanku agar mereka tidak mendekati aku.” (surat Mu’minun (23)
ayat 97-98)
2. Dilindungi
dari penipuan dan pengkhianatan. Allah SWT akan selalu memberikan perlindungan kepada
setiap orang mukmin dari segala bentuk penipuan, dari segala bentuk
pengkhianatan serta orang mukmin akan selalu dibimbing oleh Allah SWT untuk
selalu condong di dalam perdamaian, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 61-62 berikut ini: “dan jika
mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.dan
jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi
pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para
mukmin.”
3. Allah
SWT menjadi wali atau pelindung. Allah SWT akan menjadi wali atau pelindung bagi
setiap orang yang mukmin, atau Allah SWT akan menjadi pelindung dan penjaga
bagi setiap orang beriman dan beramal shaleh, tanpa terkecuali. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 68 berikut ini: “Sesung-guhnya orang yang paling dekat kepada
Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta
orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua
orang-orang yang beriman.
4. Hatinya
diteguhkan dengan Iman dan diberikan ketenangan. Allah SWT
menurunkan ketenangan bathin kepada setiap orang mukmin serta hatinya
diteguhkan, atau ditambahkan keimanan yang ada di dalam diri. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Fath (48) ayat 4 berikut ini: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam
hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan
mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394]
dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
[1394] Yang dimaksud
dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang
mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan
sebagainya,
Sedangkan
bagi orang kafir, atau bagi orang yang tiak mau beriman, akan ditanamkan dalam
hati mereka yaitu sifat kesombongan jahiliyah, sehingga hidup yang dijalaninya
tidak pernah merasakan adanya kedamaian. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya
berikut ini: “ketika
orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan
Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada
orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa[1404] dan
adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah
Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (surat Al Fath (48) ayat 26)
[1404] Kalimat takwa
ialah kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah.
5. Diselamatkan
dari anak durhaka. Allah SWT akan menyelamatkan diri kita dari anak
durhaka, atau anak yang tidak mau berbakti kepada diri kita selaku orang tua,
sepanjang diri kita masuk dalam kategori orang mukmin, sebagaimana dikemukakan
dalam surat Al Kahfi (18) ayat
80-81berikut ini: “dan Adapun
anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa
Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. dan
Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain
yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya
(kepada ibu bapaknya).” Adanya kondisi di atas ini, menunjukkan kepada diri
kita jika kita mampu menjadi orang mukmin maka modal awal untuk mencipatakan
keluarga sakinah sudah kita miliki.
6. Dikurniai,
disucikan dan diajar oleh Allah SWT. Allah SWT akan memberikan karunianya kepada diri
kita, sepanjang diri kita beriman dan beramal shaleh, yang dilanjutkan Allah
SWT juga akan membersihkan jiwa kita serta mengajarkan diri kita Al kitab dan Al
hikmah. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 164) berikut
ini: “sungguh Allah telah memberi
karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka
seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka
adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
7. Ditinggikan
derajatnya. Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang
beriman dan beramal shaleh serta memberikan rezeki dan nikmat yang mulia,
sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 4 berikut ini: “Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
8. Dibantu
oleh tentara Allah SWT. Allah SWT akan menolong orang beriman dan beramal
shaleh melalui bala tentara-Nya yang tidak dapat kita lihat dengan mata sehingga
memudahkan diri kita melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi, sebagaimana
dikemukakan dalam surat At Taubah (9) ayat 26 berikut ini: “kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada
RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara
yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang
yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
9. Disayang
Allah SWT. Allah SWT akan memberikan kasih sayang-Nya kepada setiap orang yang beriman
dan beramal shaleh, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 43
berikut ini: “Dialah
yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu),
supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah
Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
10. Allah SWT
menunjukkan sikap-Nya kepada orang yang beriman yang mau mendekat kepada-Nya.
Apa maksudnya? Jika diri kita mendekat kepada Allah SWT sejengkal, maka Allah
SWT mendekati diri kita sehasta dan jika kita
mendekat kepada Allah SWT sehasta, maka Allah SWT mendekat kepada kita sedepa, dan jika diri kita datang
kepada Allah SWT berjalan, maka Allah
SWT mendekat kepada diri kita secara berlari. Hal ini sebagaimana dikemukakan
dalam hadits berikut ini: “Anas dan
Abuhurairah ra, keduanya berkata: Nabi SAW bersaba: Allah ta’ala berfirman:
Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta
dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta. Aku mendekat padanya sedepa, dan jika
ia dating kepada-Ku berjalan. Aku akan datang kepadanya berlari (Hadits Qudsi
Riwayat Bukhari, Athabarani meriwayatkan dari Salman ra, 272:12)
11. Salah satu
bentuk keberpihakan Allah SWT kepada manusia adalah dengan memberikan penilaian
lebih tinggi kepada kebaikan yang kita perbuat dibandingkan dengan keburukan,
atau kejahatan yang kita buat, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku merencanakan melakukan suatu amal kebajikan,
kemudian tidak jadi dilakukannya, maka tetap Aku mencatat baginya suatu
kebajikan, tetapi bila ia melaksanakannya, maka tetap Aku mencatat amalnya itu
sepuluh kebajikan sampai berganda tujuh ratus. Dan apabila ia merencanakan
untuk melakukan suatu kejahatan lalu tidak jadi dilaksanakannya, maka tidaklah
Aku catat baginya, tetapi ia tetap melaksanakannya Aku catat baginya sebagai
kejahatan. (Hadits Qudsi Riwayat Bukhari
dan Muslim, Attirmidzi dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah ra, 272:21). Hal ini
terlihat dari besaran catatan amal yang diperbuat oleh diri kita, jika kita
berbuat kebaikan, maka Allah SWT memberikan pahala sepuluh kebajikan sampai
dengan tujuh ratus kebajikan. Sedangkan apabila diri kita berbuat kejahatan
hanya dicatat satu kejahatan. Tidak cukup dengan itu semua, Allah SWT juga
memberikan penilaian kebajikan walaupun kebaikan masih dalam niat untuk
dilaksanakan, sedangkan niat kejahatan baru dinilai jika kejahatan itu telah
dilakukan.
12. Allah SWT
akan selalu menyertai diri kita sepanjang diri kita mempersangkakan Allah SWT
bersama diri kita dan Allah SWT akan selalu menyertai diri kita jika diri kita
selalu berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala
berfirman: Hai hamba-Ku, Aku berada menurut pikiranmu tentang diri-Ku dan Aku
menyertaimu bila engkau berdoa kepada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Hakiem,
272:118).”
13. Allah SWT
akan memberikan pengampunan kepada diri kita walaupun dosa yang kita perbuat
tidak dapat ditampung oleh seluruh wadah yang ada di muka bumi, sepanjang diri
kita tidak menyekutukan Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh
wadah-wadah yang ada di bumi, namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu
kepada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits
Qudsi Riwayat Aththabarani, 272:127).”
14. Allah SWT
menyatakan perang kepada siapapun juga yang telah menghina Wali Allah SWT, atau
yang menghina Kekasih Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Siapa yang menghina wali-Ku (kekasih-Ku) berarti
menyatakan perang kepada-Ku. Dan Aku tidak ragu dalam segala perbuatan-Ku
seperti raga-Ku untuk mencabut ruh hamba-Ku yang mukmin. Ia tidak suka mati dan
AKu tidak suka menganggunya, tetapi tidak boleh tidak ia harus mati. (Hadits
Qudsi Riwayat Bukhari, 272:138)
15. Allah SWT
akan selalu mengingat diri kita sepanjang diri kita mau mengingat Allah SWT,
sebagaimana hadits berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman:
Wahai anak Adam, apabila engkau ingat kepada-Ku di dalam keadaan menyendiri
akan Ku-ingat kepadamu demikian pula dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam
himpunan orang banyak Aku akan ingat kepadamu
di dalam suatu himpunan yang lebih baik dari himpunan itu. (Hadits Qudsi
Riwayat Asysyairazi, 272:175)
16. Allah SWT
akan memberikan pengampunan kepada anak dan keturunan Nabi Adam as, sepanjang
mereka meminta ampun kepada Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Berkata Iblis kepada Tuhannya: Demi keagungan dan
kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu anak-anak Adam selama ruh dikandung
badan mereka. Lalu Allah berfirman kepadanya: Demi keagungan dan kebesaran-Ku
akan Aku ampuni mereka selama mereka beristighfar minta ampun pada-Ku. (Hadits
Qudsi Riwayat Abu Nua’im, 272:261)
Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan di
atas baik yang ada di dalam AlQuran dan juga hadits, menunjukkan kepada diri
kita semua bahwa setiap manusia yang masuk kriteria orang mukmin (orang yang
beriman) sudah diberikan modal dasar yang begitu hebat oleh Allah SWT dalam
rangka mengalahkan setan serta untuk memudahkan dan melancarkan serta
mensukseskan diri kita di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhornat.
Sekarang apa yang terjadi setelah diri kita hidup di
muka bumi, atau apa yang terjadi setelah
di dalam diri kita terjadi pertarungan antara jasmani dengan ruh, atau setelah
berhadapan dengan setan. Apakah masih sesuai dengan keberpihakan Allah SWT
ataukah sesuai dengan kehendak setan? Berikut ini akan kami kemukakan kondisi
dan keadaan yang sering terjadi pada saat ini, yaitu :
1.
Kita malah memperturutkan ahwa (hawa nafsu) yang
didukung oleh setan sehingga jiwa kita menjadi jiwa fujur, padahal aslinya jiwa
kita adalah jiwa taqwa.
2.
Kita malah menjadi pecundang, sedangkan setan malah
menjadi pemenang. Sehingga kita pulang
kampung ke neraka Jahannam, padahal kampung asli diri kita adalah syurga.
3.
Kita malah menjadikan diri sendiri sebagai orang
yang merugi karena selalu mengotori jiwa kita sendiri (menjadikan jiwa kita
masuk dalam kategori jiwa fujur), padahal aslinya jiwa kita adalah jiwa yang
bersih (masuk dalam kelompok jiwa taqwa).
4.
Kita malah bertuhankan kepada selain Allah SWT dan
tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, padahal
kita telah melaksanakan syahadat dengan mengatakan bahwa “Tiada Tuhan selain
Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW itu utusan Allah SWT”.
5.
Kita malah menjadikan diri sendiri terhormat
dihadapan setan sanglaknatullah, ketim-bang menjadi makhluk yang terhormat
dihadapan Allah Dzat Yang Maha Terhormat.
6.
Kita malah lebih suka membeli tiket masuk ke neraka
Jahannam ketimbang membeli tiket masuk ke syurga. Padahal tiket masuk ke syurga
lebih murah dibandingkan dengan tiket masuk ke neraka.
7.
Kita hanya mampu menjadikan diri ini hanya sebagai
penonton, hanya sebagai penga-gum, hanya sebagai komentator atas kebesaran dan
kemahaan Allah SWT. Padahal kebesaran dan kemahaan dari Allah SWT bukan untuk
ditonton, bukan untuk dikagumi, apalagi untuk dikomentari, tetapi untuk kita
rasakan secara langsung melalui kenik-matan bertuhankan Allah SWT melalui iman
yang kita miliki.
8.
Kita lebih suka membuat jarak dengan Allah SWT
karena kita salah persepsi, karena kita salah meyakini keberadaan Allah SWT,
padahal Allah SWT sendiri sudah tidak berjarak lagi dengan diri kita.
9.
Kita hanya mampu melaksanakan perintah Allah SWT
sebatas ritual dan rutinitas belaka, namun kita tidak mampu memperoleh apa yang
terdapat dibalik makna hakiki dari setiap perintah yang telah diperintahkan
Allah SWT.
10. Kita lebih
suka mendapatkan pahala, atau sibuk mengejar pahala dibandingkan merasa-kan
nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Sehingga yang ada pada diri kita sibuk
dengan tata cara melakukan ibadah, namun lupa akan hakekat dari ibadah yang
tidak melanggar syariat yang berlaku.
Sekarang pelajarilah kembali sejarah dari umat-umat
yang terdahulu yang telah hancur diluluhlantakkan oleh Allah SWT seperti berapa
banyaknya umat dari Nabi Nuh as, yang telah dihancurkan oleh Allah SWT melalui
banjir bandang. Berapa banyaknya umat Nabi Luth as, yang dihancurkan oleh Allah
SWT karena melaksanakan praktek lesbian dan homoseksual. Lalu berapa banyaknya
umat Nabi Musa as, yang ditenggelamkan ke laut oleh Allah SWT dan masih banyak
lagi umat-umat yang terdahulu yang juga telah dihancur luluhlantakkan oleh
Allah SWT. Lalu apakah contoh umat-umat terdahulu yang dihukum, yang di azab
oleh Allah SWT dalam AlQuran hanya sekedar cerita masa lalu sehingga tidak
cukup mampu menyadarkan diri kita untuk beriman kepada Allah SWT, atau mau
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, atau apakah kita ingin merasakan
hukuman, azab atau bencana seperti yang dirasakan oleh umat-umat terdahulu yang
telah dihancurkan oleh Allah SWT?
Padahal Allah SWT sudah begitu berpihak kepada diri
kita, tetapi justru kita kalah melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan
sehingga setan menjadi pemenang dan diri kita menjadi pecundang yang akhirnya
kita menjadi makhluk yang terkutuk seperti halnya setan yang telah dikutuk
Allah SWT. Jika ini yang terjadi pada diri manusia, memang sudah sepatutnya dan
sepantasnyalah Allah SWT memberikan hukuman berupa neraka Jahannam kepada
manusia-manusia yang sudah didukung penuh oleh Allah SWT namun tetap juga kalah
melawan ahwa (hawa nafsu) dan setan, atau tetap tidak sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Dan untuk
itu jangan pernah lupa bahwa mulai saat ini juga selama hayat masih di kandung
badan jadikan dukungan Allah SWT ini sebagai modal dasar untuk mensukseskan
diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi serta
untuk mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan sang laknatullah.
Selain daripada itu, Allah SWT juga akan memberikan
kepada orang-orang yang beriman kepada Allah SWT, atau Allah SWT akan
memberikan kepada orang-orang yang selalu memenuhi apa-apa yang dikehendaki
Allah SWT berupa suatu keadaan yang dinamakan dengan dikeluarkannya diri kita
dari kegelapan dan kekafiran menuju cahaya dan keimanan, atau dikeluarkannya
diri kita dari kesusahan dan kemunduran menuju kebahagiaan, sehingga
dikeluarkannya diri kita dari masalah yang membelenggu menuju perubahan yang
lebih baik menurut Allah SWT serta diberikannya keleluasaan rezeki dari sempit
menuju kecukupan, atau dilindunginya diri kita dari gangguan dan godaan setan
yang terkutuk. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat
257 yang kami kemukakan di bawah ini, “Allah pelindung orang-orang
yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang
mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu
adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Inilah sebahagian yang akan Allah SWT berikan kepada
hamba-Nya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan yang harus kita perhatikan
adalah pengertian dari kegelapan, kekafiran, cahaya, keimanan, kesusahan,
kesuksesan, masalah yang kita hadapi, keleluasaan rezeki, bukan merupakan
pengertian dari sisi kita sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di
muka bumi. Akan tetapi pengertian yang berasal dari sisi Allah SWT. Allah SWT
mempunyai ukuran tersendiri yang tidak akan mungkin sama dengan ukuran manusia.
Adanya ukuran tersendiri dari Allah SWT tentu bukan untuk mencelakakan
hamba-Nya, akan tetapi justru untuk menyelamatkan hamba-Nya sebab hamba-Nya
memperoleh sesuatu yang terbaik dari sisi Allah SWT.
Timbul pertanyaan apakah seluruh abd’ (hamba)-Nya
yang juga adalah khalifah-Nya yang ada di muka bumi ini mampu merasakan hal
yang sama dengan diri kita? Sepanjang abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya
yang ada di muka bumi ini mau melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah
SWT maka mereka pun dapat menikmati hal yang sama dengan diri kita.
Hal yang harus kita perhatikan dengan baik dan benar
adalah hikmah di balik beriman kepada Allah sehingga kita mampu merasakan
kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT memiliki ketentuan dasar sebagai
berikut:
1.
Hikmah beriman kepada Allah SWT tidak akan dapat
diwariskan kepada siapapun juga sehingga tidak akan dapat dipindahtangankan,
atau ditransfer kepada siapapun juga termasuk kepada anak dan keturunan kita
sendiri.
2.
Hikmah beriman kepada Allah SWT juga tidak akan bisa
diperjualbelikan, atau diperdagangkan oleh sebab apapun juga.
3.
Rasa dari hikmah atau kenikmatan dari bertuhankan
kepada Allah SWT tidaklah sama bentuknya, sehingga masing-masing diri akan
merasakan rasa yang berbeda-beda serta
tidak bisa berulang-ulang dirasakan.
4.
Kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT (seperti
maunah atau karomah) akan dibawa pulang ke alam barzah oleh pemiliknya,
sehingga tidak akan mungkin berkeliaran di muka bumi bersama jasmani yang telah
dikubur.
Sekarang apa yang harus kita perbuat kepada orang
lain, atau kepada anak keturunan kita sendiri setelah merasakan hikmah beriman
kepada Allah SWT dengan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT? Setelah
memperoleh dan merasakan langsung hikmah dan kenikmatan dari bertuhankan kepada
Allah SWT. Kita hanya dapat memberitahukan, kita hanya dapat menginformasikan,
kepada sesama manusia, kepada anak dan keturunan kita sendiri, jika ingin
memperoleh dan merasakan kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT
lakukanlah mulai saat ini juga apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Dan
sepanjang orang yang telah diberitahu mau melaksanakan seperti apa yang kita
laksanakan maka iapun akan dapat merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan
kepada Allah SWT. Akan tetapi jika yang diberitahukan tidak mau menerima, tidak
mau melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, jangan pernah
berharap merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT.
Selanjutnya jika kita termasuk orang yang telah
merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, bolehkah diri
kita merasa lebih tinggi, atau merasa paling baik dibandingkan dengan abd’
(hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang lainnya sehingga kita sajalah yang
berhak atas syurga Allah SWT? Jika diri kita termasuk orang yang telah tahu
diri maka dengan merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan Allah SWT maka
tidak akan pernah menjadikan diri kita berubah menjadi inisiator, berubah
menjadi pencipta, berubah menjadi pemilik dari langit dan bumi beserta isinya
serta mampu mensejajarkan diri dengan Allah SWT.
Lalu patut dan pantaskah kita yang telah merasakan
hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, atau yang telah menyatakan
beriman kepada Allah SWT lalu melecehkan sesama makhluk yang kondisinya sama
dengan diri kita dengan mengatakan hanya diri kitalah yang terbaik dan orang
lain itu buruk, atau hanya diri kitalah yang berhak atas syurga sedangkan orang
lain tidak berhak menempati syurga, atau diri kitalah yang paling sesuai dengan
kehendak Allah SWT sedangkan orang lain itu adalah kafir (mengkafirkan orang).
Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “(yaitu) orang-orang yang
menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia
lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan
ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (surat
An Najm (53) ayat 32).”
Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri jangan
pernah sekalipun kita mengambil hak Allah SWT untuk memberikan penilaian kepada
sesama abd’ (hamba) dan juga kepada sesama khalifah di muka bumi sebab Allah
SWT lah yang memiliki hak untuk menilai dan memberikan pahala kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan ingat apa yang kita perbuatpun bukan diri kita sendiri yang
menilainya, akan tetapi Allah SWT lah
yang berhak menilai apa yang kita lakukan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
Allah SWT bahwa hidup di muka bumi adalah sebuah permainan dan jika apa yang
kita laksanakan adalah suatu permainan maka seorang pemain tetap akan menjadi pemain.
Pemain tidak bisa merangkap menjadi wasit sehingga pemain tidak mempunyai hak
apapun juga untuk menilai dirinya sendiri dan juga menilai pemain lainnya sebab
hal itu merupakan kewenangan daripada Wasit.
Hal ini
Allah SWT lakukan karena penampilan phisik dan harta, pangkat, jabatan,
kedudukan, keturunan seseorang bukanlah sesuatu hal yang penting dihadapan Allah SWT. Lalu parameter apakah yang
dipergunakan oleh Allah SWT? Parameter yang dipergunakan oleh Allah SWT adalah
parameter keimanan dan ketaqwaan
seseorang kepada Allah SWT. Semakin baik keimanan dan ketaqwaan seseorang
semakin baik pula penilaian Allah SWT kepada orang tersebut, demikian pula
sebaliknya. Adanya kondisi penilaian keimanan dan ketaqwaan kepada diri kita,
kepada anak dan keturunan kita, maka sudah seharusnya inilah yang kita
tampilkan, yang kita tunjukkan, saat diri kita hidup di muka bumi yang tidak
pernah kita ciptakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar