Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Jumat, 23 Februari 2024

TAHU ALLAH : MODAL DASAR MENGALAHKAN SETAN

 

Saat ini diri kita sudah ada di langit dan di bumi Allah SWT dalam rangka menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi dalam kerangka melaksanakan konsep hidup adalah sebuah permainan. Lalu yang manakah diri kita, apakah yang tahu diri, apakah yang mau menghormati Allah SWT, apakah yang mau mematuhi ketentuan, hukum dan undang-undang Allah SWT atau apakah yang tidak tahu diri, sudahlah menumpang lalu Allah SWT kita lawan? Hal yang harus kita ketahui adalah pilihan yang kita pilih tentu ada konsekuensinya. Jika kita mau menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang mampu menyenangkan hati tuan rumah berarti kita akan memperoleh sesuatu yang menyenangkan dari tuan rumah.

 

Namun jika kita ingin menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang tidak tahu diri, berarti bersiap-siaplah menerima ancaman, atau resiko yang harus kita tanggung saat hidup di muka bumi ini dan juga di akhirat kelak. Allah SWT selaku pencipta dan juga pemilik dari konsep hidup adalah sebuah permainan, tidak akan pernah menyianyiakan segala upaya diri kita di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi sehingga Allah SWT akan memberikan hikmah bagi setiap orang yang mampu beriman kepada-Nya, dalam hal ini adanya keberpihakan Allah SWT kepada orang yang beriman.

 

Dan selanjutnya untuk mempertegas keberpihakan Allah SWT kepada orang beriman (mukmin) berikut ini akan kami kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan Allah SWT kepada orang mukmin yang terdapat di dalam AlQuran maupun yang ada di dalam hadits, yaitu:

 

1.   Dilindungi dari ganguaan setan. Allah SWT akan memberikan perlindungan kepada umat manusia dari gangguan, provokasi dan juga dari ajakan-ajakan setan untuk keluar dari kehendak Allah SWT. Sepanjang diri kita mau beriman kepada Allah SWT dan juga mau memohon kepada-Nya. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku agar mereka tidak mendekati aku.” (surat Mu’minun (23) ayat 97-98)

 

2.  Dilindungi dari penipuan dan pengkhianatan. Allah SWT akan selalu memberikan perlindungan kepada setiap orang mukmin dari segala bentuk penipuan, dari segala bentuk pengkhianatan serta orang mukmin akan selalu dibimbing oleh Allah SWT untuk selalu condong di dalam perdamaian, sebagaimana dikemukakan dalam surat  Al Anfaal (8) ayat 61-62 berikut ini: “dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin.”

 

3.    Allah SWT menjadi wali atau pelindung. Allah SWT akan menjadi wali atau pelindung bagi setiap orang yang mukmin, atau Allah SWT akan menjadi pelindung dan penjaga bagi setiap orang beriman dan beramal shaleh, tanpa terkecuali. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 68 berikut ini: “Sesung-guhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.

 

4.     Hatinya diteguhkan dengan Iman dan diberikan ketenangan. Allah SWT menurunkan ketenangan bathin kepada setiap orang mukmin serta hatinya diteguhkan, atau ditambahkan keimanan yang ada di dalam diri. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fath (48) ayat 4 berikut ini: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,

 

[1394] Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya,

 

Sedangkan bagi orang kafir, atau bagi orang yang tiak mau beriman, akan ditanamkan dalam hati mereka yaitu sifat kesombongan jahiliyah, sehingga hidup yang dijalaninya tidak pernah merasakan adanya kedamaian. Sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa[1404] dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (surat Al Fath (48) ayat 26)

 

[1404] Kalimat takwa ialah kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah.

 

5.    Diselamatkan dari anak durhaka. Allah SWT akan menyelamatkan diri kita dari anak durhaka, atau anak yang tidak mau berbakti kepada diri kita selaku orang tua, sepanjang diri kita masuk dalam kategori orang mukmin, sebagaimana dikemukakan dalam  surat Al Kahfi (18) ayat 80-81berikut ini: dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” Adanya kondisi di atas ini, menunjukkan kepada diri kita jika kita mampu menjadi orang mukmin maka modal awal untuk mencipatakan keluarga sakinah sudah kita miliki.

 

6.  Dikurniai, disucikan dan diajar oleh Allah SWT. Allah SWT akan memberikan karunianya kepada diri kita, sepanjang diri kita beriman dan beramal shaleh, yang dilanjutkan Allah SWT juga akan membersihkan jiwa kita serta mengajarkan diri kita Al kitab dan Al hikmah. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 164) berikut ini: “sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

 

7.     Ditinggikan derajatnya. Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang beriman dan beramal shaleh serta memberikan rezeki dan nikmat yang mulia, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 4 berikut ini: Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.

 

8.  Dibantu oleh tentara Allah SWT. Allah SWT akan menolong orang beriman dan beramal shaleh melalui bala tentara-Nya yang tidak dapat kita lihat dengan mata sehingga memudahkan diri kita melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi, sebagaimana dikemukakan dalam surat At Taubah (9) ayat 26 berikut ini: “kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”

 

9.   Disayang Allah SWT. Allah SWT akan memberikan kasih sayang-Nya kepada setiap orang yang beriman dan beramal shaleh, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33) ayat 43 berikut ini: “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.

 

10. Allah SWT menunjukkan sikap-Nya kepada orang yang beriman yang mau mendekat kepada-Nya. Apa maksudnya? Jika diri kita mendekat kepada Allah SWT sejengkal, maka Allah SWT mendekati diri kita sehasta dan jika kita  mendekat kepada Allah SWT sehasta, maka Allah SWT mendekat  kepada kita sedepa, dan jika diri kita datang kepada Allah SWT  berjalan, maka Allah SWT mendekat kepada diri kita secara berlari. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: Anas dan Abuhurairah ra, keduanya berkata: Nabi SAW bersaba: Allah ta’ala berfirman: Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta. Aku mendekat padanya sedepa, dan jika ia dating kepada-Ku berjalan. Aku akan datang kepadanya berlari (Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, Athabarani meriwayatkan dari Salman ra, 272:12)

 

11. Salah satu bentuk keberpihakan Allah SWT kepada manusia adalah dengan memberikan penilaian lebih tinggi kepada kebaikan yang kita perbuat dibandingkan dengan keburukan, atau kejahatan yang kita buat, sebagaimana hadits berikut ini: Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Apabila hamba-Ku merencanakan melakukan suatu amal kebajikan, kemudian tidak jadi dilakukannya, maka tetap Aku mencatat baginya suatu kebajikan, tetapi bila ia melaksanakannya, maka tetap Aku mencatat amalnya itu sepuluh kebajikan sampai berganda tujuh ratus. Dan apabila ia merencanakan untuk melakukan suatu kejahatan lalu tidak jadi dilaksanakannya, maka tidaklah Aku catat baginya, tetapi ia tetap melaksanakannya Aku catat baginya sebagai kejahatan. (Hadits Qudsi Riwayat  Bukhari dan Muslim, Attirmidzi dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah ra, 272:21). Hal ini terlihat dari besaran catatan amal yang diperbuat oleh diri kita, jika kita berbuat kebaikan, maka Allah SWT memberikan pahala sepuluh kebajikan sampai dengan tujuh ratus kebajikan. Sedangkan apabila diri kita berbuat kejahatan hanya dicatat satu kejahatan. Tidak cukup dengan itu semua, Allah SWT juga memberikan penilaian kebajikan walaupun kebaikan masih dalam niat untuk dilaksanakan, sedangkan niat kejahatan baru dinilai jika kejahatan itu telah dilakukan.

 

12.  Allah SWT akan selalu menyertai diri kita sepanjang diri kita mempersangkakan Allah SWT bersama diri kita dan Allah SWT akan selalu menyertai diri kita jika diri kita selalu berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Hai hamba-Ku, Aku berada menurut pikiranmu tentang diri-Ku dan Aku menyertaimu bila engkau berdoa kepada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Hakiem, 272:118).”

 

13.  Allah SWT akan memberikan pengampunan kepada diri kita walaupun dosa yang kita perbuat tidak dapat ditampung oleh seluruh wadah yang ada di muka bumi, sepanjang diri kita tidak menyekutukan Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Andaikan hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi, namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu kepada-Ku, akan kuhadapinya dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani, 272:127).”

 

14.  Allah SWT menyatakan perang kepada siapapun juga yang telah menghina Wali Allah SWT, atau yang menghina Kekasih Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Siapa yang menghina wali-Ku (kekasih-Ku) berarti menyatakan perang kepada-Ku. Dan Aku tidak ragu dalam segala perbuatan-Ku seperti raga-Ku untuk mencabut ruh hamba-Ku yang mukmin. Ia tidak suka mati dan AKu tidak suka menganggunya, tetapi tidak boleh tidak ia harus mati. (Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, 272:138)

 

15.  Allah SWT akan selalu mengingat diri kita sepanjang diri kita mau mengingat Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, apabila engkau ingat kepada-Ku di dalam keadaan menyendiri akan Ku-ingat kepadamu demikian pula dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam himpunan orang banyak Aku akan ingat kepadamu  di dalam suatu himpunan yang lebih baik dari himpunan itu. (Hadits Qudsi Riwayat Asysyairazi, 272:175)

 

16.  Allah SWT akan memberikan pengampunan kepada anak dan keturunan Nabi Adam as, sepanjang mereka meminta ampun kepada Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Said ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis kepada Tuhannya: Demi keagungan dan kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu anak-anak Adam selama ruh dikandung badan mereka. Lalu Allah berfirman kepadanya: Demi keagungan dan kebesaran-Ku akan Aku ampuni mereka selama mereka beristighfar minta ampun pada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat  Abu Nua’im, 272:261)

  

Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan di atas baik yang ada di dalam AlQuran dan juga hadits, menunjukkan kepada diri kita semua bahwa setiap manusia yang masuk kriteria orang mukmin (orang yang beriman) sudah diberikan modal dasar yang begitu hebat oleh Allah SWT dalam rangka mengalahkan setan serta untuk memudahkan dan melancarkan serta mensukseskan diri kita di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhornat.

 

Sekarang apa yang terjadi setelah diri kita hidup di muka bumi,  atau apa yang terjadi setelah di dalam diri kita terjadi pertarungan antara jasmani dengan ruh, atau setelah berhadapan dengan setan. Apakah masih sesuai dengan keberpihakan Allah SWT ataukah sesuai dengan kehendak setan? Berikut ini akan kami kemukakan kondisi dan keadaan yang sering terjadi pada saat ini, yaitu :

 

1.        Kita malah memperturutkan ahwa (hawa nafsu) yang didukung oleh setan sehingga jiwa kita menjadi jiwa fujur, padahal aslinya jiwa kita adalah jiwa taqwa.

 

2.        Kita malah menjadi pecundang, sedangkan setan malah menjadi pemenang. Sehingga  kita pulang kampung ke neraka Jahannam, padahal kampung asli diri kita adalah syurga.

 

3.        Kita malah menjadikan diri sendiri sebagai orang yang merugi karena selalu mengotori jiwa kita sendiri (menjadikan jiwa kita masuk dalam kategori jiwa fujur), padahal aslinya jiwa kita adalah jiwa yang bersih (masuk dalam kelompok jiwa taqwa).

 

4.        Kita malah bertuhankan kepada selain Allah SWT dan tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, padahal kita telah melaksanakan syahadat dengan mengatakan bahwa “Tiada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW itu utusan Allah SWT”.

 

5.        Kita malah menjadikan diri sendiri terhormat dihadapan setan sanglaknatullah, ketim-bang menjadi makhluk yang terhormat dihadapan Allah Dzat Yang Maha Terhormat.

 

6.        Kita malah lebih suka membeli tiket masuk ke neraka Jahannam ketimbang membeli tiket masuk ke syurga. Padahal tiket masuk ke syurga lebih murah dibandingkan dengan tiket masuk ke neraka.

 

7.        Kita hanya mampu menjadikan diri ini hanya sebagai penonton, hanya sebagai penga-gum, hanya sebagai komentator atas kebesaran dan kemahaan Allah SWT. Padahal kebesaran dan kemahaan dari Allah SWT bukan untuk ditonton, bukan untuk dikagumi, apalagi untuk dikomentari, tetapi untuk kita rasakan secara langsung melalui kenik-matan bertuhankan Allah SWT melalui iman yang kita miliki.

 

8.        Kita lebih suka membuat jarak dengan Allah SWT karena kita salah persepsi, karena kita salah meyakini keberadaan Allah SWT, padahal Allah SWT sendiri sudah tidak berjarak lagi dengan diri kita.

 

9.        Kita hanya mampu melaksanakan perintah Allah SWT sebatas ritual dan rutinitas belaka, namun kita tidak mampu memperoleh apa yang terdapat dibalik makna hakiki dari setiap perintah yang telah diperintahkan Allah SWT.

 

10.    Kita lebih suka mendapatkan pahala, atau sibuk mengejar pahala dibandingkan merasa-kan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT. Sehingga yang ada pada diri kita sibuk dengan tata cara melakukan ibadah, namun lupa akan hakekat dari ibadah yang tidak melanggar syariat yang berlaku.

 

Sekarang pelajarilah kembali sejarah dari umat-umat yang terdahulu yang telah hancur diluluhlantakkan oleh Allah SWT seperti berapa banyaknya umat dari Nabi Nuh as, yang telah dihancurkan oleh Allah SWT melalui banjir bandang. Berapa banyaknya umat Nabi Luth as, yang dihancurkan oleh Allah SWT karena melaksanakan praktek lesbian dan homoseksual. Lalu berapa banyaknya umat Nabi Musa as, yang ditenggelamkan ke laut oleh Allah SWT dan masih banyak lagi umat-umat yang terdahulu yang juga telah dihancur luluhlantakkan oleh Allah SWT. Lalu apakah contoh umat-umat terdahulu yang dihukum, yang di azab oleh Allah SWT dalam AlQuran hanya sekedar cerita masa lalu sehingga tidak cukup mampu menyadarkan diri kita untuk beriman kepada Allah SWT, atau mau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, atau apakah kita ingin merasakan hukuman, azab atau bencana seperti yang dirasakan oleh umat-umat terdahulu yang telah dihancurkan oleh Allah SWT?

 

Padahal Allah SWT sudah begitu berpihak kepada diri kita, tetapi justru kita kalah melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan sehingga setan menjadi pemenang dan diri kita menjadi pecundang yang akhirnya kita menjadi makhluk yang terkutuk seperti halnya setan yang telah dikutuk Allah SWT. Jika ini yang terjadi pada diri manusia, memang sudah sepatutnya dan sepantasnyalah Allah SWT memberikan hukuman berupa neraka Jahannam kepada manusia-manusia yang sudah didukung penuh oleh Allah SWT namun tetap juga kalah melawan ahwa (hawa nafsu) dan setan, atau tetap tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh  Allah SWT. Dan untuk itu jangan pernah lupa bahwa mulai saat ini juga selama hayat masih di kandung badan jadikan dukungan Allah SWT ini sebagai modal dasar untuk mensukseskan diri kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi serta untuk mengalahkan ahwa (hawa nafsu) dan juga setan sang laknatullah.

 

Selain daripada itu, Allah SWT juga akan memberikan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah SWT, atau Allah SWT akan memberikan kepada orang-orang yang selalu memenuhi apa-apa yang dikehendaki Allah SWT berupa suatu keadaan yang dinamakan dengan dikeluarkannya diri kita dari kegelapan dan kekafiran menuju cahaya dan keimanan, atau dikeluarkannya diri kita dari kesusahan dan kemunduran menuju kebahagiaan, sehingga dikeluarkannya diri kita dari masalah yang membelenggu menuju perubahan yang lebih baik menurut Allah SWT serta diberikannya keleluasaan rezeki dari sempit menuju kecukupan, atau dilindunginya diri kita dari gangguan dan godaan setan yang terkutuk. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 257 yang kami kemukakan di bawah ini, “Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

 

Inilah sebahagian yang akan Allah SWT berikan kepada hamba-Nya yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan yang harus kita perhatikan adalah pengertian dari kegelapan, kekafiran, cahaya, keimanan, kesusahan, kesuksesan, masalah yang kita hadapi, keleluasaan rezeki, bukan merupakan pengertian dari sisi kita sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi. Akan tetapi pengertian yang berasal dari sisi Allah SWT. Allah SWT mempunyai ukuran tersendiri yang tidak akan mungkin sama dengan ukuran manusia. Adanya ukuran tersendiri dari Allah SWT tentu bukan untuk mencelakakan hamba-Nya, akan tetapi justru untuk menyelamatkan hamba-Nya sebab hamba-Nya memperoleh sesuatu yang terbaik dari sisi Allah SWT.

 

Timbul pertanyaan apakah seluruh abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang ada di muka bumi ini mampu merasakan hal yang sama dengan diri kita? Sepanjang abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang ada di muka bumi ini mau melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT maka mereka pun dapat menikmati hal yang sama dengan diri kita.

 

Hal yang harus kita perhatikan dengan baik dan benar adalah hikmah di balik beriman kepada Allah sehingga kita mampu merasakan kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT memiliki ketentuan dasar sebagai berikut:

 

1.        Hikmah beriman kepada Allah SWT tidak akan dapat diwariskan kepada siapapun juga sehingga tidak akan dapat dipindahtangankan, atau ditransfer kepada siapapun juga termasuk kepada anak dan keturunan kita sendiri.

2.        Hikmah beriman kepada Allah SWT juga tidak akan bisa diperjualbelikan, atau diperdagangkan oleh sebab apapun juga.

3.        Rasa dari hikmah atau kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT tidaklah sama bentuknya, sehingga masing-masing diri akan merasakan rasa  yang berbeda-beda serta tidak bisa berulang-ulang dirasakan.

4.        Kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT (seperti maunah atau karomah) akan dibawa pulang ke alam barzah oleh pemiliknya, sehingga tidak akan mungkin berkeliaran di muka bumi bersama jasmani yang telah dikubur.

 

Sekarang apa yang harus kita perbuat kepada orang lain, atau kepada anak keturunan kita sendiri setelah merasakan hikmah beriman kepada Allah SWT dengan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT? Setelah memperoleh dan merasakan langsung hikmah dan kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT. Kita hanya dapat memberitahukan, kita hanya dapat menginformasikan, kepada sesama manusia, kepada anak dan keturunan kita sendiri, jika ingin memperoleh dan merasakan kenikmatan dari bertuhankan kepada Allah SWT lakukanlah mulai saat ini juga apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Dan sepanjang orang yang telah diberitahu mau melaksanakan seperti apa yang kita laksanakan maka iapun akan dapat merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT. Akan tetapi jika yang diberitahukan tidak mau menerima, tidak mau melaksanakan apa-apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, jangan pernah berharap merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT.

 

Selanjutnya jika kita termasuk orang yang telah merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, bolehkah diri kita merasa lebih tinggi, atau merasa paling baik dibandingkan dengan abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya yang lainnya sehingga kita sajalah yang berhak atas syurga Allah SWT? Jika diri kita termasuk orang yang telah tahu diri maka dengan merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan Allah SWT maka tidak akan pernah menjadikan diri kita berubah menjadi inisiator, berubah menjadi pencipta, berubah menjadi pemilik dari langit dan bumi beserta isinya serta mampu mensejajarkan diri dengan Allah SWT.

 

Lalu patut dan pantaskah kita yang telah merasakan hikmah dan kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, atau yang telah menyatakan beriman kepada Allah SWT lalu melecehkan sesama makhluk yang kondisinya sama dengan diri kita dengan mengatakan hanya diri kitalah yang terbaik dan orang lain itu buruk, atau hanya diri kitalah yang berhak atas syurga sedangkan orang lain tidak berhak menempati syurga, atau diri kitalah yang paling sesuai dengan kehendak Allah SWT sedangkan orang lain itu adalah kafir (mengkafirkan orang). Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini:  (yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (surat An Najm (53) ayat 32).”

 

Jika kita termasuk orang yang telah tahu diri jangan pernah sekalipun kita mengambil hak Allah SWT untuk memberikan penilaian kepada sesama abd’ (hamba) dan juga kepada sesama khalifah di muka bumi sebab Allah SWT lah yang memiliki hak untuk menilai dan memberikan pahala kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan ingat apa yang kita perbuatpun bukan diri kita sendiri yang menilainya, akan tetapi  Allah SWT lah yang berhak menilai apa yang kita lakukan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Allah SWT bahwa hidup di muka bumi adalah sebuah permainan dan jika apa yang kita laksanakan adalah suatu permainan maka seorang pemain tetap akan menjadi pemain. Pemain tidak bisa merangkap menjadi wasit sehingga pemain tidak mempunyai hak apapun juga untuk menilai dirinya sendiri dan juga menilai pemain lainnya sebab hal itu merupakan kewenangan daripada Wasit.

 

Hal ini Allah SWT lakukan karena penampilan phisik dan harta, pangkat, jabatan, kedudukan, keturunan seseorang bukanlah sesuatu hal yang penting dihadapan  Allah SWT. Lalu parameter apakah yang dipergunakan oleh Allah SWT? Parameter yang dipergunakan oleh Allah SWT adalah parameter keimanan dan  ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT. Semakin baik keimanan dan ketaqwaan seseorang semakin baik pula penilaian Allah SWT kepada orang tersebut, demikian pula sebaliknya. Adanya kondisi penilaian keimanan dan ketaqwaan kepada diri kita, kepada anak dan keturunan kita, maka sudah seharusnya inilah yang kita tampilkan, yang kita tunjukkan, saat diri kita hidup di muka bumi yang tidak pernah kita ciptakan.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar