Dalam
kitab an-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Mishri al-Qalyubi
asy-Syafi‘i dikisahkan, suatu kali Iblis mendatangi Fir’aun dan berkata,
“Apakah kau mengenaliku?” “Ya,” sahut Fir’aun. “Kau telah mengalahkanku dalam
satu hal.” “Apa itu?” tanya Fir’aun penasaran. “Kelancanganmu mengaku sebagai
tuhan. Sungguh, aku lebih tua darimu, juga lebih berpengetahuan dan lebih kuat
ketimbang dirimu. Tapi aku tidak berani melakukannya.” “Kau benar. Tapi aku
akan bertobat,” kata Fira’un.
“Jangan
buru-buru begitu,” bujuk Iblis la’natullah ‘alaih, “Penduduk Mesir sudah
menerima-mu sebagai tuhan. Jika kau bertobat, mereka akan meninggalkanmu,
merangkul musuh-musuhmu, dan menghancurkan kekuasaanmu, hingga kau tesungkur
dalam kehinaan.” “Kau benar,” jawab Fir’aun, “Tapi, apakah kau tahu siapa
penghuni muka bumi ini yang lebih buruk dari kita berdua?” Kata Iblis, “Ya.
Orang yang tidak mau menerima permintaan maaf orang lain. Ia lebih buruk dariku
dan darimu.” Kisah ini sebagaimana dikemukakan dalam laman “islam.nu.or.id”.
Kisah
iblis bertemu dengan fir’aun juga dikemukakan oleh laman “islamindonesia.id” sebagaimana berikut ini: Raja zalim yang dikenal
dengan panggilan Firaun itu telah membunuh setiap anak laki-laki yang lahir,
karena peramalnya bilang bakal ada seorang anak lelaki yang akan meruntuhkan
kekuasaanya. Namun demikian, usahanya itu tidak berhasil berhadapan dengan
kehendak Allah. Seorang anak yang ditakutinya itu malah terselamatkan, bahkan
tinggal di istananya dan menjadi buah hati istrinya.
Dan
ketika sudah dewasa, anak itu, Musa a.s., diutus oleh Allah Swt. untuk
memperingatkan Firaun dan kaumnya. Firaun tetap berlaku zalim dan mengaku sebagai
tuhan yang mewajibkan rakyatnya untuk menyembahnya.
Mukjizat
Nabi Musa a.s., tetap saja diabaikan, padahal para penyihir Firaun telah
terkalahkan oleh mukjizat itu. Para penyihir Firaun tunduk dan beriman kepada
Nabi Musa a.s., usai kompetisi yang diselenggarakan Firaun.
Setelah
peristiwa itu, Firaun tetap merajalela. Dia bahkan menghukum mati para penyihir
yang tobat itu. Firaun juga mempropagandakan fitnah dan tetap ingin menjadi
raja yang disembah.
Suatu
hari Iblis datang menjumpai Firaun secara pribadi di istananya yang megah.
“Tahukah engkau siapa aku?” tanya Iblis.
“Ya,”
jawab Firaun.
“Sungguh
engkau lebih hebat daripada aku.”
“Apa
maksudmu?”
“Engkau
berani mengatakan bahwa dirimu adalah tuhan. Ketahuilah, umurku lebih tua
darimu, ilmuku lebih banyak, dan kekuatanku jauh lebih besar darimu, tetapi aku
masih belum berani berdakwa seperti itu.”
Firaun
pun tersentuh. Dia berpikir sejenak, dan terlintas dibenaknya peringatan Nabi
Musa a.s., selama ini. Lalu dia jawab Iblis, “Engkau benar, sekarang aku mau
tobat.”
“Tunggu
dulu. Tak perlu tergesa-gesa. Sungguh penduduk Mesir telah menerimamu sebagai
sembahan mereka. Kalau engkau berpaling, mereka akan membelakangimu. Musuh akan
bertambah kuat dan kekuasaanmu akan sirna, dan engkau pun akan terhina,” jawab
Iblis.
Dengan
cemas Firaun menjawab “Engkau benar, tapi bagaimana kalau orang-orang
mengatakan aku adalah orang yang jahat?”
“Tak
perlu engkau dengarkan itu. Mereka yang berkata seperti itu sebenarnya lebih
jahat daripada kita berdua.”
Firaun
akhirnya tetap tidak berubah. Dia tetap mempertegas pada rakyatnya bahwa dialah
yang patut disembah, dan akan terus memerangi Nabi Musa a.s.,beserta
pengikutnya.
Begitu
mudah Firaun berpaling. Keserakahan dan keinginan untuk berkuasa memang lebih
mendominasi dirinya ketimbang membiarkan Nabi Musa a.s., mengatur negeri itu
dengan menjunjung keadilan. Padahal dia bisa saja bertobat, belajar dan hidup
bersahaya bersama Nabi Musa a.s., dan mengangungkan Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar