9. Melanggar janji/ingkar janji. Salah satu bentuk keburukan lainnya
yang bertentangan dengan nilai kebaikan adalah melanggar janji atau ingkar
dengan janji yang telah disepakati, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Maaidah (5) ayat 13 yang kami kemukakan berikut ini: “(tetapi)
karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati
mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya[407], dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang
mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan
melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
[407] Maksudnya: merobah arti kata-kata, tempat
atau menambah dan mengurangi.
Sebagai orang yang terikat dengan
janji tentu kita akan kecewa jika janji dari seseorang yang telah terikat
dengan perjanjian melanggar ketentuan yang telah disepakati. Hal yang sama pun
berlaku antara diri kita dengan Allah SWT dimana kita telah membuat sebuah
perjanjian sesaat Ruh/Ruhani dipersatukan dengan jasmani. Salah satu janji
manusia kepada Allah SWT ada pada surat Al A’raaf (7) ayat 172 berikut ini: “dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", dimana setiap ruh yang merupakan jati
diri manusia yang sesungguhnya telah menyatakan bertuhankan kepada Allah SWT.
Adapun resiko dari melanggar janji
yang telah kita nyatakan ada pada surat Al Maaidah (5) ayat 13 di atas, yaitu
pelakunya dikutuk oleh Allah SWT dan juga hati orang yang melanggar janji
menjadi keras seperti batu. Adanya dua buah resiko yang telah kami kemukakan
lalu sudahkah kita merenungi kedua resiko tersebut lalu atau sanggupkah kita
hidup di muka bumi ini di tengah kutukan Allah SWT dan hati yang keras seperti
batu. Jika kita tidak sanggup menghadapi kutukan Allah SWT dan kerasnya hati
yang seperti batu maka segeralah penuhi janji yang pernah kita lakukan kepada
Allah SWT saat ini juga.
10.
Berhukum kepada hukum selain Allah. Salah satu bentuk keburukan yang
bertentangan dengan nilai kebaikan adalah berhukum kepada hukum selain hukum
Allah SWT. Ingat, langit dan bumi beserta isinya adalah ciptaan Allah SWT dan
juga dimiliki Allah SWT dan jika ini kondisinya maka segala hukum dan ketentuan
yang wajib berlaku di muka bumi ini adalah ketentuan dan hukum Allah SWT.
Alangkah tidak tahu diri jika kita yang sedang menumpang di langit dan di bumi
Allah SWT justru kita tidak mau berhukum dengan hukum yang telah ditetapkan
Allah SWT, dalam hal ini adalah AlQuran.
Untuk itu
mari kita perhatikan surat Al Maaidah (5) ayat 55 yang kami kemukakan berikut
ini: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah).” Ayat ini mengemukakan bahwa penolong diri kita
hanyalah Allah SWT,
Rasul-Nya dan orang orang yang beriman. Allah SWT menetapkan adanya ketentuan
pertolongan bukan untuk kepentingan-Nya, melainkan untuk kepentingan umat
manusia termasuk di dalamnya untuk diri kita, yaitu agar setiap orang mampu
sukses melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sepanjang orang yang akan
ditolong adalah orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tunduk patuh
kepada Allah SWT. Dan inilah salah satu hukum Allah SWT yang berlaku di muka
bumi ini. Apakah ada lagi?
Untuk
mengetahui hukum dan ketentuan Allah SWT yang lainnya yang juga yang berlaku di
muka bumi ini, sekarang mari kita perhatikan dengan seksama surat Al An’am (6)
ayat 151 sampai 153 yang kami kemukakan berikut ini: “Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]". demikian
itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). dan janganlah kamu
dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan
apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah
kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. dan bahwa (yang Kami perintahkan
ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain)[152], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu
dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
[518]
Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad,
rajam dan sebagainya.
[519]
Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri.
[520]
Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.
[152]
Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada
yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar.
menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu
dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan ketentuan surat Al An’am
(6) ayat 150 sampai 153 di atas, terdapat sepuluh ketentuan hukum yang sudah
diberlakukan oleh Allah SWT berlaku di muka bumi ini sampai hari kiamat kelak,
yaitu:
a.
Janganlah
kamu mempersekutukan Allah SWT;
b.
Berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapak;
c.
Janganlah
kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan;
d. Janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi;
e.
Janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT;
f.
Janganlah
kamu dekati harta anak yatim;
g.
Sempurnakanlah
takaran dan timbangan;
h. Berlaku adil;
i.
Penuhilah
janji kepada Allah;
j.
Menempuh
jalan yang lurus.
Sekarang sudahkah 10 (sepuluh)
ketentuan dan hukum yang kami kemukakan di atas sudah kita ketahui, sudah kita
pahami serta sudahkah kita laksanakan dengan sebaik mungkin? Jika belum berarti
kita yang telah menjadi penumpang atau tamu di muka bumi yang tidak tahu diri,
sudahlah menumpang atau sudahlah menjadi tamu lalu “Tuan Rumah” kita lawan
dengan tidak melaksanakan ketentuan dan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT
selaku tuan rumah.
Alangkah murkanya Allah SWT selaku
tuan rumah kepada orang yang menumpang atau kepada orang yang menjadi tamu,
dimana keduanya mengabaikan segala hukum dan ketentuan tuan rumah. Sekarang
bayangkan tamu mengatur tuan rumah di rumah tuan rumah, sedangkan tamu tersebut
sedang menumpang di rumah tuan rumah. Jika tuan rumah marah, tidak suka lalu
memasukkan tamu tersebut ke neraka, memang seharusnya itu terjadi. Semoga kita
tidak termasuk orang yang seperti itu.
Selanjutnya agar diri kita tidak salah
jalan, agar diri kita tidak terkecoh oleh ulah setan, ada baiknya kita
mempelajari apa yang dikemukakan oleh “Muhammad
Mahdi al Ashifi” dalam bukunya “Mencerdaskan
Hawa Nafsu” yang mengemukakan tentang pengaruh buruk (sesuatu yang bersifat
destruktif) dari ahwa (hawa nafsu ) bagi diri manusia, sebagaimana berikut ini:
1.
Ahwa
(hawa nafsu) menutup pintu-pintu hati dari petunjuk Allah SWT sebagaimana
termaktub dalam surat Al Jatsiyah (45) ayat 23 berikut ini: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuanNya, dan Allah telah mengunci
pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka
siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)?
Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.
Demikianlah, mengikuti hawa nafsu akan
menyebabkan tertutupnya jendela jendela hati untuk menerima kehadiran Allah,
Rasul-Nya, tanda tanda kebesaran-Nya, hujjah-hujjah-Nya dan bayyinah-bayyinah-Nya.
Untuk itu berhati-hatilah dengan ahwa (hawa nafsu) karena ahwa (hawa nafsu)
adalah sekutu kebutaan. Jauhilah hawa nafsu karena akan mangajak diri kita
kepada kebutaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
2.
Ahwa
(hawa nafsu) dapat menyesatkan manusia dan menghalangi manusia dari jalan Allah
SWT, sebagaimana termaktub dalam surat Maryam (19) ayat 59 berikut ini: “Kemudian
datanglah setelah mereka, pengganti pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikui
keinginannya (memperturutkan hawa nafsunya) maka kelak mereka akan tersesat.”
Dan juga berdasarkan surat Shad (38) ayat 26 berikut ini: “Janganlah engkau mengikuti hawa
nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.”
Selain
2 (dua) buah ketentuan yang telah kami kemukakan di atas, ahwa (hawa nafsu)
juga dapat diartikan sebagai:
1.
Sebagai
penyakit;
2.
Sebagai
awal nestapa manusia;
3.
Sebagai
kendaraan fitnah;
4.
Sebagai
kehancuran dan kebinasaan;
5.
Sebagai
pangkal kemusnahan;
6.
Sebagai
musuh manusia; dan hhawa nafsu juga akan mendisfungsikan akal.
Beginilah
jadinya bila ahwa (hawa nafsu) telah berkuasa dengan sewenang wenang. Ia akan
menjadi kendaraan yang melumpuhkan segala daya dan kekuatan kemanusian manusia
dan menggagalkan diri kita pulang kampung ke syurga. Dan disinilah letak yang
paling hakiki dari berperang melawan ahwa (hawa nafsu) yang dibelakangnya ada
setan sang laknatullah. Dan jika ini terjadi mudahlah setan melaksanakan
aksinya kepada diri kita. Sudahkah kita memahaminya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar