Allah SWT adalah pencipta dan
pemilik dari langit, bumi, air, udara, tumbuhan, binatang, lalu sudah
menetapkan adanya perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan kepada seluruh
umat manusia, selanjutnya apa yang harus
kita sikapi dengan ketentuan ini? Sebagai
orang yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT, sebagai tamu yang
sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT, sebagai perantau yang sedang
menjadi Khalifah di langit dan di bumi Allah SWT, tentu kita harus menerima
segala ketentuan Allah SWT tersebut lalu menjalankan segala ketentuan Allah SWT
dengan sebaik-baiknya, terkecuali jika kita ingin menjadi tamu yang tidak tahu
diri, atau menjadi penumpang yang tidak tahu diri, atau menjadi khalifah yang
tidak tahu diri. Jika di dalam
kehidupan sehari-hari ada istilah anak durhaka kepada orang tua, maka jika kita
berani menantang Allah SWT di langit dan di bumi yang tidak pernah kita
ciptakan dan tidak pernah pula kita miliki maka istilah anak durhakapun terjadi
antara diri kita dengan Allah SWT.
Sekarang adakah resiko yang
harus kita tanggung jika kita tidak mau melaksanakan perintah melaksanakan puasa
wajib di bulan Ramadhan, sedangkan kita ada di langit dan di bumi yang dimiliki
Allah SWT? Berikut ini akan kami
kemukakan beberapa resiko yang harus kita tanggung jika kita tidak mau
melaksanakan perintah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta ini,
yaitu:
A. DIJADIKAN
SEBAGAI HAMBA SYAITAN.
Saat diri kita
hidup di muka bumi ini ada hal yang harus kita ketahui dengan seksama yaitu Allah SWT tidak memiliki kepentingan apapun
dengan ibadah yang kita lakukan, karena Allah SWT tidak butuh dengan ibadah
yang kita lakukan. Allah SWT
menyerahkan sepenuhnya kepada diri kita apakah mau melaksanakan perintah
melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan (melaksanakan Diinul Islam secara kaffah),
atau tidak mau melaksanakan perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.
Ingat, di balik perintah Allah SWT ada
sesuatu yang luar biasa yang siap diberikan kepada kita dan ingat pula dibalik
pelanggaran perintah ada ancaman yang siap diberikan kepada yang melanggar
ketentuan. Sekarang tergantung diri kita mau melaksanakan perintah atau tidak,
resiko tanggung sendiri.
Adanya kondisi yang
kami kemukakan di atas maka tidak salah kalau Allah SWT menunjukkan salah satu
ancaman atau resiko yang akan kita peroleh jika kita tidak mau melaksanakan
perintah melaksanakan puasa kita akan dijadikan sebagai hamba syaitan sang
laknatullah. Jika ini yang terjadi pada diri kita berarti kita telah dengan
sadar memesan tiket untuk pulang kampung bersama syaitan ke neraka Jahannam. Allah
SWT berfirman: “Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).(surat Al
Maa-idah (5) ayat 91)
Seperti telah kita
imani bersama bahwa syaitan asalnya
dari api maka jika syaitan ditempatkan dan dikembalikan oleh Allah SWT ke neraka
jahannam karena memang disanalah kampung halamannya. Bagi syaitan pulang
kampung ke api (maksudnya ke neraka jahannam) bukanlah sebuah masalah besar. Yang menjadi persoalan besar justru ada pada
diri kita, kenapa mau dihasut, kenapa mau dibujuk, kenapa mau dirayu oleh syaitan
untuk tidak mau melaksanakan perintah melaksanakan puasa (tidak mau
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah) sehingga kita menjadi penghuni neraka jahannam. Kondisi ini akan terjadi pada diri kita
yang tidak mau melaksanakan ketentuan yang telah diberlakukan oleh Allah SWT.
Selain daripada
itu, jika kita tidak mau melaksanakan perintah
melaksanakan puasa berarti kita sendiri telah menurunkan derajat diri kita
sendiri dari makhluk yang terhormat menjadi makhluk yang terkutuk seperti syaitan
sang laknatullah. Sekarang pernahkah
kita membayangkan berapa jumlah syaitan yang ada pada saat ini, apakah jumlah
syaitan lebih sedikit dari jumlah manusia ataukah jumlah syaitan lebih banyak
dari jumlah manusia? Setiap manusia
lahir maka lahir pulalah malaikat dan syaitan yang akan mengiringi manusia. Akan tetapi setiap manusia meninggal (maksudnya
berpisah ruhani dengan jasmani) tidak otomatis malaikat dan syaitan ikut
meninggal. Adanya kondisi ini berarti
jumlah malaikat dan syaitan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah manusia.
Di lain sisi,
sebelum anak dan keturunan Nabi Adam as, lahir ke muka bumi, syaitan sudah
mendapat persetujuan dari Allah SWT untuk mengganggu, untuk menggoda, untuk
menghasut seluruh anak dan keturunan dari Nabi Adam as untuk dibawa ke neraka jahannam.
Dan jika saat ini Syaitan menghasut, jika syaitan
mengganggu, jika syaitan menggoda manusia untuk tidak mau melaksanakan perintah
melaksanakan puasa berarti syaitan telah melaksanakan komitmen yang telah
disetujui Allah SWT dengan sebaik-baiknya dan juga Allah SWT tetap konsisten
dengan syaitan, yaitu dalam memberikan persetujuan. Selanjutnya jika kita mengacu bahwa keberadaan syaitan
juga tidak bisa dilepaskan dari kehendak dan kemampuan serta ilmu Allah SWT
berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu, yang paling ahli dan yang
paling mengerti bagaimana caranya mengalahkan syaitan.
Sekarang kita
ingin menang melawan syaitan, akan tetapi pencipta dari syaitan itu sendiri
justru kita lawan perintahnya dengan tidak mau mematuhi apa-apa yang telah
diperintahkan-Nya. Sekarang bagaimana mungkin kita akan dibantu oleh Allah SWT?
Jika kita termasuk
orang yang telah diberi akal sehat oleh Allah SWT maka kita harus melaksanakan
segala apa yang diperintahkan oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT
itu sendiri. Terkecuali jika kita mampu mencari tuhan lain selain Allah SWT,
atau mampu mendapatkan langit dan bumi baru yang melebihi langit dan bumi yang
diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT.
Pada saat diri kita
diperintahkan untuk melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan, ada satu
ketentuan yang diberlakukan oleh Allah SWT untuk kepentingan diri kita, yaitu syaitan
dibelenggu selama satu bulan oleh Allah SWT. Hal yang harus kita pahami adalah
pengaruh buruk yang telah ditanamkan oleh syaitan di dalam diri manusia selama
11 (sebelas) bulan tidak serta merta hilang pengaruhnya walaupun syaitan
dibelenggu oleh Allah SWT. Adanya kondisi ini sudah pasti akan mempengaruhi
kefitrahan diri manusia (manusia tidak fitrah lagi), dan salah satu jalan
keluar yang Allah SWT siapkan untuk manusia adalah dengan memerintahkan manusia
untuk puasa di bulan Ramadhan.
Adanya puasa wajib
di bulan Ramadhan yang telah diperintahkan oleh Allah SWT menunjukkan kepada
diri kita bahwa puasa yang sesuai dengan kehendak Allah SWT merupakan salah satu sarana untuk
menghilangkan pengaruh buruk syaitan selama 11 (sebelas) bulan yang telah berlalu
atau mengembalikan kefitrahan diri sehingga kita kembali fitrah serta mampu
menjadi pemenang yang meraih malam seribu bulan.
Hal didukung dengan adanya fasilitas khusus yang
diberlakukan oleh Allah SWT saat di bulan Ramadhan, yaitu adanya ketentuan
ibadah sunnah yang dijadikan wajib dan adanya ketentuan ibadah wajib yang
dilipatgandakan oleh Allah SWT. Inilah salah satu sarana untuk mempercepat
kembalinya kefitrahan diri agar diri kita kembali fitrah, dimana hal ini hanya
bisa kita nikmati jika kita melaksanakan puasa yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT. Sekarang bertanyalah kepada diri sendiri, butuhkah kita dengan puasa
atau apakah memang kita sanggup menghadapi panasnya api neraka yang panasnya 70
(tujuh puluh) kali api dunia?
Selanjutnya jika
saat ini diri kita telah menjadi hamba syaitan, akan tetapi kita ingin berusaha
untuk menjadi hamba Allah SWT, apa yang harus kita lakukan? Untuk itu segera
lakukan taubatan nasuha saat ini juga karena kita tidak tahu kapan ruh tiba
dikerongkongan, karena waktu tidak akan mungkin kembali lagi, karena penyesalan
tidak pernah ada di depan, karena kita tidak tahu kapan Malaikat Maut yang
tidak pernah gagal melaksanakan tugasnya datang kepada kita.
A. DIJADIKAN SEBAGAI HAMBA AHWA (HAWA
NAFSU).
Hidup
adalah saat dipersatukannya jasmani dengan ruhani. Hidup adalah saat terjadinya
pertarungan atau tarik menarik antara kepentingan jasmani yang mencerminkan
Nilai Nilai Keburukan dengan kepentingan ruhani yang mencerminkan Nilai Nilai
Kebaikan di dalam memperebutkan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7. Adanya kondisi
ini berarti akan ada dua kondisi jiwa manusia, yaitu jiwa fujur dan jiwa taqwa.
Jiwa fujur adalah kondisi kejiwaan manusia dimana
Amanah yang 7 dan Hubbul yang dieksploitasi untuk kepentingan jasmani atau
manusia memperturutkan ahwa dengan mengorbankan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7
sehingga manusia berada di dalam koridor nilai-nilai syaitani (keburukan).
Sedangkan jiwa taqwa adalah kondisi kejiwaan manusia dimana Amanah yang 7 dan
Hubbul yang 7 dieksploitasi untuk
kepentingan ruhani sehingga manusia berada di dalam koridor nilai nilai ilahiah
(kebaikan). Kondisi ini terjadi selama 11 (sebelas) bulan sebelum tibanya bulan
Ramadhan.
Kenapa
jiwa fujur dapat terjadi pada diri manusia? Salah
satu penyebab dari timbulnya jiwa fujur atau penyebab terjadinya manusia
memperturutkan ahwa (hawa nafsu) dengan mengorbankan Amanah yang 7 dan Hubbul
yang 7 karena manusia tidak mau melaksanakan segala perintah dan larangan Allah
SWT (tidak mau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah) sehingga manusia lebih
mementingkan kepentingan duniawi (jasmani) dibandingkan kepentingan akhirat
(ruhani), sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (surat
Maryam (19) ayat 59)
Adanya
kondisi jiwa fujur yang dialami oleh manusia akibat tidak mau melaksanakan
perintah melaksanakan Diinul Islam secara kaffah, termasuk di dalamnya tidak
mau melaksanakan puasa berarti diri kita telah menjadikan ahwa (hawa nafsu) sebagai
tuhan pengganti selain Allah SWT atau kita telah menjadi hamba hawa nafsu. Jika
kondisi ini sampai kita lakukan berarti kita telah membeli tiket masuk ke neraka
jahannam dengan sadar. Dan agar diri kita
terhindar dari pengaruh buruk ahwa (hawa nafsu). Allah SWT selaku pencipta
kekhalifahan di muka bumi, telah menyediakan fasilitas untuk mengalahkan ahwa (hawa
nafsu) yaitu dengan melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan.
Selanjutnya
sebagai khalifah yang membutuhkan puasa seperti membutuhkan mandi, tentu kita
tidak bisa berdiam diri saja jika sudah menjadi hamba ahwa (hawa nafsu) atau mengalami
jiwa fujur. Untuk itu kita harus segera memperbaiki diri dengan melakukan taubatan
nasuha yang
dilanjutkan merubah jiwa kita yang masuk dalam kategori jiwa fujur menjadi jiwa
taqwa dengan melaksanakan Diinul Islam yang kaffah yang tentunya
kita harus bersama Allah SWT untuk melakukan itu semua. Disinilah
letak pentingnya diri kita melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan ataupun
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah
sebab inilah cara untuk mengembalikan jiwa fujur menjadi jiwa yang taqwa
yang dikehendaki Allah SWT.
B. SEGALA AMAL PERBUATAN DITOLAK ALLAH SWT.
Allah
SWT adalah pencipta dan pemilik dari langit dan bumi serta pencipta dan pemilik
dari kekhalifahan yang ada di muka bumi
ini. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik maka ketentuan Allah SWT sajalah
yang wajib berlaku di muka bumi ini. Adanya keadaan ini maka sebagai khalifah
yang ada di muka bumi tentu kita tidak bisa sembarangan hidup di muka bumi ini
sehingga kita harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku dengan mempergunakan
parameter atau ukuran ukuran yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yaitu
mematuhi perintah dan laranganNya. Sekarang bagaimana mungkin kita akan dinilai
dengan baik oleh Tuan Rumah jika peraturan Tuan Rumah yang berlaku kita
langgar?
Salah
satu ancaman atau resiko yang tidak kalah penting jika kita tidak mau
melaksanakan perintah puasa yang telah
Allah SWT tetapkan berlaku di muka bumi ini adalah segala amal ibadah
yang telah kita kerjakan dengan susah payah saat menjadi khalifah di muka bumi,
ditolak mentah-mentah oleh Allah SWT, atau tidak diberi penilaian sedikitpun
oleh Allah SWT, atau meminjam istilah Akuntansi, Allah SWT memberikan penilaian “Disclaimer” kepada manusia yang tidak mau melaksanakan puasa
saat hidup di muka bumi ini. Inilah cara mudah memiliki tiket masuk ke Neraka Jahannam. Allah SWT
berfirman: “dan
tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (surat At Taubah (9) ayat 54)
Sebagai Makhluk yang terhormat tentu kita tidak mau
kehormatan yang kita miliki tercoreng akibat diri kita tidak mau melaksanakan puasa
wajib di bulan Ramadhan. Untuk itu jika
diri kita sangat berkepentingan untuk pulang kampung ke syurga, dikarenakan
memang disanalah kampung halaman kita nantinya, yang dilanjutkan untuk bertemu
dengan Nabi Muhammad SAW dan juga Allah SWT, maka tidak ada jalan lain kecuali
diri kita melaksanakan puasa wajib yang sesuai dengan kehendak Allah SWT atau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah mulai
saat ini juga sampai dengan ruh tiba dikerongkongan.
C. DIJADIKAN SEBAGAI PENGHUNI NERAKA.
Allah SWT adalah inisiator, adalah pencipta dan
adalah pemilik dari kekhalifahan di muka bumi telah mempersiapkan 2(dua) buah
tempat kembali bagi para khalifah-Nya yang diutus ke muka bumi yaitu syurga dan
neraka. Timbul pertanyaan, bagaimana caranya agar syurga dan neraka itu di isi
dengan cara yang seadil-adilnya? Salah
satu cara yang dibuat oleh Allah SWT adalah menetapkan adanya permusuhan antara
manusia dengan syaitan saat hidup di muka bumi ini. Adanya permusuhan abadi
diantara manusia dengan syaitan maka akan terjadilah apa yang dinamakan dengan
manusia manusia pecundang dan juga manusia manusia pemenang.
Manusia
manusia pecundang adalah manusia manusia yang mampu digoda dan dirayu oleh syaitan
untuk melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT seperti perintah
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan (melaksanakan Diinul Islam secara kaffah).
Sedangkan manusia manusia pemenang adalah manusia manusia yang mampu
melaksanakan segala perintah dan larangan yang telah ditetapkan Allah SWT
seperti melaksanakan puasa di bulan Ramadhan (melaksanakan Diinul Islam secara kaffah).
Dan sebagai pemenang dalam pertandingan melawan syaitan ketahuilah keberadaan
syaitan sebagai musuh abadi merupakan salah satu bentuk seleksi alamiah yang
berkeadilan untuk menentukan siapakah yang
berhak untuk pulang kampung ke kampung kebahagiaan (syurga) dan juga siapa yang
berrhak untuk pulang kampung ke kampung kebinasaan dan kesengsaraan.
Adanya
calon penghuni syurga dan adanya calon penghuni neraka saat ini berarti di muka
bumi ini ada hak hidup bagi calon penghuni syurga dan ada hak hidup bagi calon
penghuni neraka sehingga diri kita tidak bisa mengklaim hanya diri kita sajalah
yang bisa menjadi penghuni syurga, atau hanya diri kita sajalah yang bisa
menjadi penghuni neraka. Adanya kondisi seperti
ini tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk segera menentukan sikap apakah
mau menjadi penghuni neraka jahannam ataukah mau menjadi penghuni syurga dan
yang pasti adalah pilihan kita hanya satu karena tidak ada pilihan ganda,
sebagaimana hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Puasa itu laksana perisai yang melindungi hamba Ku dari api
neraka.(Hadits Qudsi Riwayat Ath Thabrani dan Al Baihaqi; 272:86)
Sebagai khalifah di muka bumi yang juga makhluk
terhormat tentu kita tidak pernah berharap sedikitpun untuk pulang kampung ke neraka
jahannam guna hidup bertetangga dengan syaitan. Sekarang sudahkah diri kita memenuhi syarat dan ketentuan
masuk syurga jika kita sangat berkepentingan untuk pulang kampung ke syurga? Hal ini penting kami kemukakan kepada khalayak
karena banyak orang sangat berkepentingan untuk pulang kampung ke syurga, namun
segala apa yang diperbuatnya, segala tindak-tanduknya, segala apa yang dilakukannya
tidak pernah memenuhi kriteria calon penghuni syurga, atau mau masuk syurga
tetapi tidak mau memenuhi syarat dan ketentuan untuk masuk syurga. Jika ini yang terjadi bertanyalah kepada rumput
yang bergoyang, bisakah kita masuk ke syurga dengan mempergunakan tiket masuk neraka
jahannam?
Jawaban dari pertanyaan ini adalah jika unta bisa
masuk ke dalam lubang jarum maka barulah ketentuan yang kami kemukakan di atas
ini bisa berlaku yaitu masuk masuk syurga dengan mempergunakan tiket neraka,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit[540] dan tidak
(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum[541]. Demikianlah
Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (surat Al
A’raaf (7) ayat 40)
[540]
Artinya: doa dan amal mereka tidak diterima oleh Allah.
[541]
Artinya: mereka tidak mungkin masuk surga sebagaimana tidak mungkin masuknya
unta ke lubang jarum.
Sekarang apakah mungkin dengan tidak mau
melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT, atau dengan membangkang perintah dan larangan Allah SWT maka Allah SWT
akan memberikan syurga-Nya kepada orang seperti itu? Hal yang harus kita perhatikan adalah baik syurga
maupun neraka bukanlah barang gratisan, sebab untuk pulang kampung ke syurga
maupun pulang kampung ke neraka kita harus memiliki tiket masuk terlebih
dahulu. Dimana tiket itu hanya tersedia saat diri kita hidup di muka bumi ini, yang menjadi persoalan saat ini adalah sudahkah
kita memiliki tiket untuk pulang kampung ke syurga jika kita berkepentingan
dengan syurga ataukah memang diri kita tidak membutuhkan syurga sehingga saat
ini kita berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan tiket pulang kampung ke neraka
jahannam guna mengarungi hidup bertetangga dengan syaitan!
Itulah 4 (empat) buah resiko
yang akan kita hadapi jika diri kita tidak mau melaksanakan puasa (melaksanakan
Diinul Islam secara kaffah) saat menjadi khalifah di muka bumi. Selanjutnya
mari kita perhatikan dengan seksama apa yang kami kemukakan di bawah ini.
Berdasarkan hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT dengan
tegas mempersilahkan kepada siapapun juga yang tidak mau mematuhi segala hukum
atau segala ketentuan yang berlaku di muka bumi ini, contohnya tidak mau
melaksanakan ketentuan untuk berpuasa di bulan Ramadhan, siapapun orangnya,
apapun pangkatnya, apapun jabatannya, apapun kedudukan-nya, apakah laki-laki
ataupun perempuan, apakah kaya ataukah miskin, dipersilahkan untuk mencari
Tuhan lain selain Allah SWT.
Adanya kondisi ini berarti jika kita tidak mau
melaksnakan puasa di bulan Ramadhan (melaksanakan Diinul Islam secara kaffah)
kita dipersilahkan untuk keluar dari muka bumi ini untuk mencari bumi lain yang
diciptakan oleh selain Allah SWT, sebagaimana hadits berikut ini: Anas
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta'ala berfirman : barang siapa tidak
rela dengan hukum-Ku dan takdir-Ku maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar
serta Ath Thabarani dan Ibnu Hibban dari Ibi Hind, Albaihaqi dan Ibnu Najjar). Sekarang
adakah bumi lain selain bumi Allah SWT atau adakah Tuhan lain selain Allah SWT
yang mampu menciptakan langit dan bumi beserta isinya seperti yang diciptakan
oleh Allah SWT? Jika jawaban dari
pertanyaan ini tidak ada, apakah hal ini tidak cukup bagi diri kita untuk
mematuhi, untuk melaksanakan segala hukum, untuk mematuhi segala ketentuan
Allah SWT yang berlaku di muka bumi dengan sebaik mungkin.
Apa yang kami kemukakan di
atas, bisa tidak berlaku jika kita mampu mendapatkan tuhan baru selain Allah
SWT yang memiliki hukum, ketentuan, peraturan, undang-undang yang berbeda
dengan hukum, ketentuan, peraturan, undang-undang Allah SWT selaku pencipta dan
pemilik dari langit dan bumi ini. Harapan
kami sebagai penulis buku ini, silahkan anda mencarinya dan jika anda dapat
memperolehnya maka berbahagialah dengan tuhan baru selain Allah SWT tersebut
sehingga anda terbebas dari kewajiban untuk melaksanakan perintah melaksanakan
puasa, atau melaksanakan Diinul Islam secara kaffah.
Ingat, Ancaman Allah SWT kepada orang yang tidak mau melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan, bukanlah isapan jempol belaka, ancaman Allah SWT bukanlah ancaman yang bersifat main-main, semuanya pasti akan ditimpakan tanpa pandang bulu, termasuk kepada diri kita jika tidak mau melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekarang masih beranikah diri kita tidak mau melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan dengan dasar keimanan saat hidup di muka bumi? Jawaban dari pertanyaan ini terpulang kepada diri kita sendiri, apalah mau melaksanakan perintah Allah SWT atau tidak mau melaksanakan perintah Allah SWT dan yang pasti adalah Allah SWT tidak pernah membutuhkan ibadah apapun yang dilaksanakan oleh manusia, akan tetapi manusialah yang membutuhkan itu semua dan bersiaplah menerima ancaman yang telah diancamkan kepada diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar