Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 11 Maret 2024

PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN HAKIKI DIRI MANUSIA

Sebagaimana telah kita ketahui dan imani bersama bahwa Allah SWT adalah pencipta dan juga pemilik dari langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya pemilik dan pencipta seluruh manusia yang ada di muka bumi ini. Ini berarti segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang, segala peraturan yang ada di langit dan di bumi ini termasuk ketentuan kekhalifahan yang berada di muka bumi adalah ketentuan, hukum, undang-undang, peraturan dari Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari itu semuanya.

 

Jika diri kita bukanlah pencipta dan juga bukan pula pemilik dari langit dan bumi berarti kita adalah orang yang sedang menumpang, atau tamu yang ada di langit dan di bumi ini sehingga harus tunduk patuh untuk melaksanakan segala ketentuan, segala hukum, segala undang-undang, segala peraturan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik, yang kesemunya termaktub di dalam kitab suci AlQuran, terkecuali jika kita mau dianggap sebagai orang yang menumpang dan tamu yang tidak tahu diri, yaitu sudahlah menumpang aturan main tuan rumah kita langgar.

 

Sekarang Allah SWT selaku pencipta dan pemilik langit dan bumi telah menetapkan adanya ketentuan tentang Puasa di bulan Ramadhan seperti tertuang di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 183-184-185 yang kami kemukakan berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) AlQuran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir  (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

 

[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

 

Adanya ketentuan yang tertuang dalam AlQuran surat Al Baqarah (2) ayat 183, 184, 185 yang bermakna: (1) Perintah dapat diartikan sebagai hukum, undang undang, ketentuan yang berlaku di muka bumi ini sehingga seluruh orang yang berada di muka bumi ini, terutama yang beriman harus melaksanakan ibadah puasa yang bersifat wajib di bulan Ramadhan sesuai dengan kehendak Allah SWT, terkecuali jika memiliki alasan yang sesuai dengan syariat yang berlaku; (2) Perintah bukanlah tujuan akhir melalui sarana atau alat bantu bagi diperintah melaksanakan puasa agar bisa memperoleh dan merasakan rasa meningkatnya ketaqwaan, kembali fitrah, sehat dan selalu bersyukur.  

 

Selanjutnya, jika kita berbicara tentang suatu perintah maka perintah baru dapat dikatakan sebagai sebuah perintah yang baku (maksudnya perintah yang dapat dipertanggungjawabkan dan yang bermakna hakiki) maka perintah dimaksud harus memenuhi 5(lima) buah ketentuan, yaitu: (a) ada yang memberi perintah; (b) ada yang diperintah untuk melaksanakan suatu perintah; (c) ada isi perintah; (d) ada syarat dan ketentuan perintah serta (e) ada maksud dan tujuan dari perintah yang akan dilaksanakan oleh yang diperintah yang tentunya harus sesuai dengan kehendak dari pemberi perintah. Adanya kondisi ini kita tidak bisa melaksanakan perintah melaksanakan puasa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dengan mempergunakan parameter dari diri kita selaku yang diperintahkan untuk melaksanakan puasa. Sekarang bagaimana dengan perintah melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan yang tercantum di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 183-184-185 yang kami kemukakan di atas? Perintah melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan juga telah memenuhi 5(lima) buah kriteria dasar yang  hakiki dari sebuah perintah,  yaitu:

 

Pertama, ada yang memerintahkan untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, dalam hal ini Allah SWT selaku pemilik dan pencipta alam semesta ini termasuk di dalamnya pemilik dan pencipta kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Allah SWT selaku pemberi perintah melaksanakan ibadah puasa tidak mempunyai kepentingan apapun dengan perintah yang diperintahkan-Nya. Allah SWT memberikan perintah melaksanakan puasa dikarenakan Allah SWT sayang kepada umatNya, Allah SWT sangat peduli kepada umatNya, Allah SWT berkehendak agar umatNya termasuk diri kita bisa pulang kampung ke syurga, terutama bagi orang yang beriman.

 

Sekarang mari kita perhatikan tentang Allah SWT selaku pencipta. Allah SWT sebagai pencipta dari apa apa yang ada di alam semesta, tentu Allah SWT lah yang paling ahli, yang paling memahami, apa apa yang telah diciptakannya, termasuk yang paling ahli dan yang paling memahami tentang diri manusia yang terdiri dari jasmani dan ruhani. Dan dalam Ilmu Allah SWT yang begitu luar biasa, dapat dipastikan Allah SWT pasti memiliki sebuah methode yang canggih pula untuk menjaga dan merawat jasmani dan ruhani diri kita yaitu melalui perintah melaksanakan puasa. Perintah melaksanakan puasa adalah sebuah methode Islami yang paling canggih bagi kepentingan jasmani manusia, karena dengan methode ini tidak ada satupun komponen jasmani yang rusak akibat berpuasa. Justru dengan berpuasa jasmani menjadi sehat, dan akan menjadi lebih tinggi kualitas kesehatannya apabila ruhani diri kita beriman yang diikat dengan niat yang ikhlas saat melaksanakan puasa. Akhirnya kekhalifahan di muka bumi dapat terjaga dan terpelihara sesuai dengan kehendakNya.

 

Kedua, ada yang diperintahkan untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, dalam hal ini hanya bagi orang yang beriman. Ingat, perintah kepada orang yang beriman tanpa  memandang pangkat, jabatan, kaya, miskin, tua, muda, laki laki, perempuan, sepanjang orang tersebut beriman atau mengaku telah beriman maka wajib bagi yang bersangkutan untuk melaksakanan apa yang terlah diperintahkan Allah SWT kepadanya. Sebagai orang yang telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk berpuasa di bulan Ramadhan, tunjuk diri sendiri sudahkah saya menjadi orang yang beriman! Jika belum berarti ada yang salah dalam diri kita. Adanya kekhususan orang yang diperintah untuk melaksanakan puasa  yaitu hanya bagi orang yang beriman semata, menunjukkan hanya orang yang berimanlah wajib melaksanakan puasa dan hanya orang berimanlah yang akan mampu melaksanakan perintah dimaksud dengan baik dan benar. Apalagi telah kita ketahui bersama bahwa orang yang beragama Islam belum tentu ia beriman. Lalu sudahkah kita menjadi orang yang beriman seperti yang dikehendaki Allah SWT? 

 

Ketiga, ada perintah yang harus dilaksanakan, dalam hal ini perintah untuk melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan. Perintah ini bermakna bahwa ibadah puasa merupakan ibadah yang bersifat wajib berlaku kepada diri orang yang beriman dan  harus dilaksanakan hanya saat di bulan Ramadhan. Ini berarti ada sesuatu yang istimewa yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT di bulan Ramadhan untuk kepentingan ruhani diri kita dan juga bagi jasmani diri kita dan juga untuk keberlangsungan kekhalifahan di muka bumi melalui hidup yang selalu bersyukur dalam ketaqwaan, dengan catatan kita harus menjadi orang yang beriman terlebih dahulu.

 

Hal yang harus kita ketahui tentang isi perintah adalah isi dari perintah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT terdiri dari dua hal yang berbeda, yaitu ada aktivitas yang harus kita laksanakan, yaitu puasa dan adanya waktu atau saat aktivitas puasa yang harus dilaksanakan, yaitu di bulan Ramadhan. Dari sisi waktu pelaksanaan puasa wajib di bulan Ramadhan dapat kita maknai bahwa bulan Ramadhan adalah saat yang tepat atau waktu yang pas bagi ruhani dan juga bagi jasmani dirawat, dijaga, disempurnakan, dikembalikan ke posisi semula (sesuai dengan fitrahnya). Ruhani menjadi fitrah kembali atau meningkat derajatnya menjadi orang yang bertaqwa serta jasmani menjadi sehat dan bugar sehingga kita mampu beraktifitas secara normal.  

 

Untuk itu, bersiaplah untuk merasakan sesuatu yang luar biasa yang terdapat di balik perintah puasa wajib di bulan Ramadhan, berupa kebaikan bagi ruhani melalui ibadah sunnah menjadi wajib, ibadah wajib dilipatgandakan serta adanya syaitan yang dibelenggu sehingga tingkat keimanan ruh bertambah menjadi derajat taqwa. Jika sudah seperti ini maka nilai nilai ilahiah yang menjadi sifat ruhani menjadi perbuatan diri kita serta ruhani juga mampu mengendalikan pancaindera sesuai dengan nilai nilai kebaikan. Ditambah dengan sehatnya jasmani. Alangkah hebatnya Allah SWT, alangkah sayangNya Allah kepada diri kita. Lalu sudahkah kita paham dengan hal ini!

 

Keempat, ada syarat dan ketentuan yang harus dilaksanakan oleh yang diperintahkan melaksanakan puasa (maksudnya orang yang beriman), yang berasal dari Allah SWT selaku pemberi perintah. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa perintah yang berasal dari Allah SWT harus dilaksanakan sesuai dengan kehendak pemberi perintah. Jika tidak, berarti ada yang salah dalam pelaksanaaan ibadah puasa yang kita laksanakan. Untuk itu sudahkah kita mempelajari dan lalu memahami prasyarat berpuasa yang dikehendaki oleh Allah SWT sebelum diri kita berpuasa di bulan Ramadhan, seperti (1) mampu memahami syarat wajib melaksanakan puasa; (2) mampu memahami arti perintah melaksanakan puasa; (3) mampu memahami apa yang dimaksudkan dengan puasa; (4) mampu memahami rahasia/hikmat dari ibadah puasa; (5) mampu memahami bahaya jika tidak mau melaksanakan puasa; (6) mampu memahami siapa diri kita dan siapa itu Allah SWT dan (7) mampu memahami pekerjaan atau perbuatan saat berpuasa.

 

Kelima, ada maksud dan tujuan dari perintah melaksanakan ibadah puasa dan jika sampai suatu perintah tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu berarti perintah ini bisa dikatakan bukanlah perintah yang sempurna. Allah SWT sangat luar biasa kemahaanNya, sangat luar biasa ilmuNya tentu kemahaan yang dimilikiNya wajib tampil dalam ciptaanNya, dalam hal ini dalam jasmani dan ruhani diri kita. Adanya kondisi ini maka tujuan dari perintah melaksanakan puasa juga untuk kepentingan jasmani dan ruhani diri kita karena setiap manusia adalah makhluk dwidimensi.

 

Sekarang mari kita perhatikan jasmani diri kita yang begitu sangat luar biasa kehebatannya, lalu apakah dengan kehebatan yang dimiliki oleh jasmani bisa kita pergunakan tanpa henti, tanpa istirahat? Allah SWT memerintahkan berpuasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu cara atau methode untuk merawat, menjaga, mengembalikan fungsi fungsi jasmani agar kesehatannya terjaga dari waktu ke waktu. Jika sekarang bulan Ramadhan sudah ditetapkan oleh Allah SWT untuk berpuasa berarti Allah SWT selaku pencipta jasmani telah menentukan jadwal tetap untuk merawat, menjaga, mengembalikan kualitas  kesehatan jasmani sesuai dengan konsep awal diciptakan oleh Allah SWT.  

 

Hal yang samapun berlaku kepada ruhani diri kita, karena puasa itu adalah ibadah ruhiyah dalam kerangka meningkatkan keimanan atau menjadikan diri kita naik tingkat menjadi derajat taqwa yang pada akhirnya mampu menjadikan penampilan diri kita menjadi penampilan Allah SWT di muka bumi yang sesuai dengan konsep asmaul husna. Di lain sisi, saat bulan Ramadhan, Allah SWT juga memberikan kesempatan kepada diri kita untuk dapat meraih dan merasakan apa yang dinamakan dengan malam seribu bulan. Melihat begitu luar biasanya manfaat yang ada di balik perintah puasa di bulan Ramadhan maka tidak berlebihan jika sampai kita tidak mau melaksanakannya berarti kita telah mendzalimi diri sendiri, padahal Allah SWT sangat sayang kepada diri kita. 

 

Adanya 5 (lima) ketentuan yang kami kemukakan di atas, menunjukkan kepada diri kita bahwa perintah melaksanakan ibadah puasa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tidak bisa dipandang sebagai perintah yang bersifat asal-asalan. Asal sudah dikerjakan maka selesai sudah kewajiban kita laksanakan serta tidak dapat pula kita laksanakan dengan mempergunakan parameter yang berasal dari diri kita sendiri selaku yang diperintahkan untuk berpuasa. Perintah melaksanakan ibadah puasa harus tercermin hasilnya setelah puasa dilaksanakan, maka barulah puasa yang kita laksanakan dapat dikatakan telah kita laksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku pemberi perintah. Sekarang bagaimana jika kita yang sedang menumpang, atau kita yang sedang menjadi tamu di langit dan di bumi Allah SWT tidak mau melaksanakan ketentuan Allah SWT? 

 

Jawaban dari pertanyaan ini ada pada hadits yang kami kemukakan berikut ini: Anas ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Barangsiapa tidak rela dengan hukum-Ku dan takdir-Ku maka hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baihaqi dari Ibnu Umar serta Atthabarani dan Ibnu Hibban dari Abi Hind, Al Baihaqi dan Ibnu Najjar, 272:153).” Kita dipersilahkan untuk mencari Tuhan selain Allah SWT yang berarti kita harus keluar dari langit dan bumi Allah SWT. Masih ada resiko yang harus kita tanggung jika kita tidak mau melaksanakan ibadah puasa adalah segala kebaikan bagi ruhani dan segala kebaikan bagi jasmani tidak dapat kita rasakan dari ibadah puasa serta kita dimasukkan ke dalam orang orang yang tidak mau bersyukur. Hal yang tidak kalah penting adalah dengan kita tidak mau melaksanakan ibadah puasa akan menghantarkan diri kita menjadi sahabat/teman yang didambakan syaitan sang Laknatullah sehingga bertambah banyaklah penghuni neraka.

 

Sekarang Allah SWT sudah memerintahkan diri kita untuk melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan karena adanya hubungan antara Allah SWT dengan diri kita. Selanjutnya untuk mempertunjukkan, untuk memperlihatkan serta untuk membuktikan adanya hubungan dimaksud, ada baiknya kita mempelajari beberapa sikap Allah SWT kepada diri kita sebagai bentuk adanya hubungan antara Allah SWT dengan diri kita selaku khalifahNya. Selanjutnya, berdasarkan surat Yunus (10) ayat 44 yang kami kemukakan berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” Dan juga berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 79 yang kami kemukakan berikut ini: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi. dan juga dua buah hadits qudsi yang kami kemukakan di bawah ini, terlihat sangat jelas betapa Allah SWT sangat sayang kepada khalifahNya termasuk kepada diri kita.

 

Rasulullah SAW meriwayatkan bahwa Allah SWT berfirman: “Wahai hamba-Ku, Aku mengharamkan diri-Ku untuk berbuat Zalim. Aku juga mengharamkan hal itu kepada kalian, maka kalian tidak boleh berbuat zalim. Wahai hamba-Ku, kalian akan tersesat, kecuali orang yang mendapatkan petunjuk-Ku. Karena itu mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi kalian petunjuk. Wahai hamba-Ku, kalian akan kelaparan, kecuali orang yang Aku berikan makanan. Karena itu, mintalah makanan kepada-Ku niscaya Aku memberi kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian akan telanjang kecuali orang yang Aku berikan pakaian. Karena itu mintalah pakaian kepada-Ku niscaya AKu akan memberi kalian pakaian. Wahai hamba-Ku, kalian pasti melakukan dosa pada siang dan malam hari, tapi Aku yang mengampuni seluruh dosa, maka mohonlah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa kalian. Wahai hamba-Ku, kalian tidak akan dapat memberikan kerugian atau keuntungan bagi-Ku. Wahai hamba-Ku, sekiranya manusia dan jin, sejak dulu hingga akhir jaman, menyembah-Ku dengan dengan tingkatan taqwa yang paling tinggi, niscaya hal itu tidak akan memberikan kontribusi apapun pada kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, sekiranya seluruh manusia dan jin sejak dulu hingga akhir zama melakukan perbuatan keji, hal itu tidak akan membuat kekuasaan-Ku menjadi lemah. Wahai hamba-Ku, sekiranya seluruh manusia dan jin sejak dulu hingga akhir zama berdiri di atas suatu tempat di bumi ini, lalu mereka memohon kepada-Ku, kemudian Aku mengabulkan permintaan tiap-tiap mereka, niscaya hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada pada-Ku, bak jarum ketika dimasukkan ke lautan. Wahai hamba-Ku, laksanakanlah amal ibadah yang telah Aku tetapkan, dan Aku akan mencatatnya kebaikan, maka bersyukurlah kepada Allah, dan apabila mendapatkan yang sebaliknya, maka salahkanlah dirimu sendiri.” (Hadits Riwayat Muslim)

 

Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam! Jika engkau ingat kepada-Ku, Aku ingat kepadamu dan bila engkau lupa kepada-Ku, Akupun ingat kepadamu. Dan jika engkau ta’at kepada-Ku pergilah kemana saja engkau suka, pada tempat dimana Aku berkawan dengan engkau dan engkau berkawan dengan da-Ku, Engkau berpaling dari pada-Ku padahal Aku menghadap kepadamu. Siapakah yang memberimu makan dikala engkau masih janin di dalam perut ibumu. Aku selalu mengurusmu dan memeliharamu sampai terlaksanalah kehendak-Ku bagimu, maka setelah Aku keluarkan engkau ke alam dunia engkau berbuat banyak maksiat. Apakah demikian seharusnya pembalasan kepada yang telah berbuat kebaikan kepadamu. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Nasher Rabi’ah bin Ali Al-Ajli dan Arrafi’ie; 272:182). Untuk itu perhatikanlah pernyataan Allah SWT yang tidak akan berbuat dzalim kepada diri kita dengan selalu memberikan nikmat yang tiada henti kepada diri kita. Apapun yang kita minta, Allah SWT akan memberikannya. Allah SWT tetap menghadap kepada diri kita walaupun kita berpaling dari pada-Nya.

 

Sekarang, kita sudah tahu sikap Allah SWT kepada diri kita, lalu bagaimana sikap kita kepada Allah SWT? Sikap Allah SWT yang kami kemukakan di atas menjadi tidak berlaku jika kita yang disikapi oleh Allah SWT tidak mau bersikap untuk menyikapi sikap Allah SWT tersebut di atas. Lalu akan menjadi sia-sialah segala apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada diri kita, jika kita sendiri tidak mau menerima, tidak mau berbuat untuk menyikapi sikap Allah SWT tersebut di atas. Hal yang harus kita pahami adalah apa yang dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri kita tidak akan mungkin diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita jika kita sendiri pasif atau hanya menunggu untuk diberikan sesuatu oleh Allah SWT. Ingat, adanya aksi baru ada reaksi sehingga tidak akan mungkin ada reaksi dari Allah SWT jika kita tidak pernah beraksi terlebih dahulu. Disinilah letak perjuangan kita dengan selalu berusaha secara aktif jika ingin memperoleh apa yang telah dijanjikan Allah SWT.

 

Saat ini dan juga sampai hari kiamat kelak, Allah SWT telah memerintahkan kepada diri kita untuk melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan. Adanya kondisi ini dapat dipastikan dibalik perintah ibadah puasa yang telah diperintahkan pasti ada sesuatu makna yang tersembunyi yang siap diberikan oleh Allah SWT kepada diri kita sepanjang diri kita mau menyikapi apa yang diperintahkan oleh Allah SWT serta mau melaksanakan ibadah dimaksud sesuai dengan kehendak pemberi perintah dengan memenuhi segala syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Sepanjang hal ini dilaksanakan dengan ikhlas maka Allah SWT pasti akan memberikan segala hikmah dan manfaat kepada diri kita. 

 

Perintah dalam kehidupan sehari-hari harus dapat kita maknai bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri. Perintah adalah sarana bagi yang diperintahkan untuk melaksanakan perintah agar mampu memperoleh manfaat yang hakiki yang terdapat di balik perintah. Dan juga sebagai bukti bahwa yang memerintah sangat sayang kepada yang diperintah.

Sebagai bahan perbandingan, mari kita pelajari tentang mandi. Mandi merupakan sarana bagi manusia yang tidak akan mungkin bisa menghindarkan diri dari adanya keringat, bau badan, daki ataupun kotoran akibat adanya gerakan tubuh dan pengaruh lingkungan. Dan untuk mengatasi hal tersebut kita sangat membutuhkan mandi. Sekarang mari kita bercerminkan dengan perintah mandi yang diperintahkan oleh orang tua kita saat diri kita masih kecil. Mandikah yang diharapkan orang tua ataukah sehat dan segar serta hilangnya bau badan, daki serta keringat yang diharapkan oleh orang tua sehingga kita menjadi segar dan bugar serta segar kembali?

 

Sebagai orang tua yang memerintahkan anak untuk mandi, maka orang tua berharap anak dapat memperoleh sehat dan segar serta hilangnya daki, bau badan serta keringat melalui aktifitas mandi. Lalu bagaimana jadinya jika anak yang telah kita perintahkan untuk mandi tetapi setelah mandi masih juga menggaruk-garuk kegatalan? Jika ini yang terjadi pada anak kita berarti anak tersebut belum mampu melaksanakan perintah sesuai dengan kehendak pemberi perintah. Adanya kegagalan anak melaksanakan perintah, dimungkinkan terjadi karena anak tidak bisa melaksanakan perintah yang sesuai dengan kehendak orang tua; yang kedua, karena anak tidak percaya dengan perintah mandi yang telah diperintahkan kepadanya; dan yang ketiga karena anak memang tidak mau melaksanakan mandi yang sesuai dengan kehendak orang tua.

 

Sekarang bagaimana dengan perintah mandi itu sendiri? Perintah mandi sampai dengan kapanpun tidak salah atau perintah mandinya tidak salah, akan tetapi yang diperintahkan untuk mandilah yang memiliki masalah. Jika ini kondisinya berarti yang membutuhkan mandi adalah anak yang diperintahkan untuk mandi, sedangkan yang memerintahkan untuk mandi hanya berkehendak agar anak memperoleh sehat dan segar, hilang bau keringat serta gatal-gatal serta bersemangat kembali.

 

Lalu bagaimana dengan perintah Puasa yang berasal dari pemilik dan pencipta langit dan bumi kepada diri kita dan juga kepada orang yang beriman? Hal yang samapun berlaku kepada perintah melaksanakan puasa, dimana  Allah SWT selaku pemberi perintah juga berkehendak agar yang diperintahkan untuk berpuasa dapat memperoleh dan merasakan langsung manfaat dan hikmah yang hakiki yang ada dibalik perintah puasa. Dan jika setelah berpuasa atau setelah hari raya idhul fitri, kita tidak bisa memperoleh dan merasakan langsung manfaat dan hikmah yang hakiki yang terdapat dibalik perintah puasa berarti perintah puasa yang diperintah oleh Allah SWT tidak pernah salah (perintah puasanya tidak akan pernah salah), akan tetapi yang diperintahkan puasalah yang memiliki masalah.

 

Untuk itu mari kita bercermin dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dimana  suatu manfaat dan hikmah yang hakiki tidak datang dengan tiba-tiba, atau tidak turun dari langit begitu saja kepada diri kita. Hal ini dikarenakan manfaat dan hikmah merupakan hasil dari suatu proses, atau disebut juga dengan output yang dihasilkan dari suatu input yang di proses secara konsisten dari waktu ke waktu.

 

Jika kita ingin memperoleh dan merasakan langsung manfaat dan hikmah dari puasa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, maka kita harus terlebih dahulu memiliki ilmu tentang puasa, kita harus pula mengerti tentang syarat dan ketentuan yang dikehendaki oleh pemberi perintah melaksanakan puasa, kita juga harus mengerti tentang bagaimana puasa harus dilaksanakan (kita harus memiliki ilmu tentang syariat puasa) dan juga kita harus paham betul apa maksud dan tujuan, apa makna yang hakiki yang ada di balik perintah puasa. Jika kita mampu melakukan hal-hal di atas, kesempatan diri kita menjadi orang yang bertaqwa dan kembali fitrah serta mendapat bonus jasmani sehat telah kita miliki.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar