Ramadhan
adalah bulan ke 9 di dalam kalender Islam (kalender Hijriah), adalah bulan yang
sangat istimewa bagi jutaan umat Islam di seluruh penjuru dunia maka bulan itu
dijuluki sebagai Rajanya Bulan. Semua orang Islam baik anak anak maupun yang
sudah memiliki kewajiban untuk berpuasa, dari saat fajar menyingsing hingga
tenggelamnya mata hari di waktu maghrib. Ibadah puasa sebagai pilar (rukun)
ketiga yang harus dijalankan oleh setiap manusia, termasuk diri kita yang telah
menyatakan beriman kepada Allah, memiliki beberapa dimensi, seperti “dimensi
perilaku, dimensi keagamaan, dimensi sosial, dan dimensi spiritual”.
Dimensi pertama yang sangat nyata adalah dimensi perilaku. Puasa Ramadhan
berarti menunjukkan hasil dari pembelajaran di dalam mengendalikan diri. Karena
berkurangnya pemenuhan kebutuhan jasmani di siang hari ketika menjalankan
puasa, maka ruhani menjadi lebih dominan. Sehingga jiwa akan terbebaskan dari
belitan nafsu jasmaniah. Berpuasa memberikan waktu istirahat dari rutinitas
kegiatan yang kaku atau perilaku semau maunya.
Ketika
manusia berpuasa, tidak hanya lambung, mulut, mata, telinga, maupun anggota
badan lainnya, namun hati dan pikiran juga harus dikendalikan dan didayagunakan
sesuai dengan kehendak Allah. Sebagaimana kita harus mengendalikan nafsu
jasmaniah, kita juga harus mengendalikan emosi dan tindak tanduk kita terutama
menghentikan perilaku yang esamee sehingga yang ada hanyalah perilaku yang
positif dalam diri dan hasilnya bisa dirasakan oleh orang banyak.
Dilihat
dari aspek dimensi sosial, ibadah puasa adalah cara kita memberikan
pengalaman diri bagaimana rasanya lapar dan memberikan rasa simpati kepada
mereka yang kekurangan dan belajar untuk selalu mensyukuri rahmat Allah yang
begitu besar. Puasa meningkatkan rasa simpati dan belas kasih kita
kepada mereka yang serba kekurangan. Orang dengan mudah mengetahui bahwa di
berbagai penjuru dunia, banyak orang yang kelaparan dan kekurangan, namun
pengetahuan ini tidak cukup kuat untuk memberikan pengaruh kepada perilaku
keseharian kita.Kita menjalani puasa di bulan Ramadhan, karena kita tidak lagi
sekedar tahu bahwa di sana banyak orang kelaparan namun kita juga merasakan
rasa lapar yang mereka alami, maka pengetahuan ini diinternalisasikan.
Internalisasi ini membantu kita mengurangi perilaku kemubadziran dan kita akan
berupaya sedapat mungkin untuk membantu mereka yang membutuhkan dan
meningkatnya rasa syukur kepada Allah SWT atas apa apa yang telah diberikanNya.
Bulan
Ramadhan juga merupakan momentum untuk bermurah hati, pada bulan ini orang akan
menjadi lebih dermawan, pemurah, dan akan lebih mudah tergerak hatinya untuk
melakukan amal kebajikan dibandingkan hari hari lainnya. Puasa adalah satu
bentuk amalan yang juga dilakukan oleh para penganut agama lain seperti Yahudi
dan Kristen. Bagi mereka puasa adalah bagian penting dari bentuk ketaatan
kepada Tuhan. Ayat yang menyuruh umat Islam menjalankan ibadah puasa dengan
jelas mengingatkan kita akan hal berikut: “Wahai
orang yang beriman, puasa diwajibkan atas kamu sekalian sebagaimana ia juga
diwajibkan atas umat umat sebelum kamu”.
Dilihat
dari dimensi spiritual, bulan Ramadhan memberikan reorientasi kepada hati dari
kehidupan duniawi menuju jalan lurus menuju Tuhan. Selama bulan Ramadhan umat
Islam memohon karunia Tuhan dan ampunanNya. Kebersihan hati dan tingkah laku
adalah sangat penting. Selama bulan Ramadhan umat Islam merasakan kedamaian
yang tercipta dari ketaatan spiritual serta dari amal kebajikan yang diberikan
kepada esame muslim. Ramadhan mengajak kita untuk melakukan
dzikir, memikirkan kembali makna kehidupan dan makna dirinya dalam kehidupan
ini. Ia adalah bulan pertaubatan, rahmat dan ampunan. Sehingga selama
berpuasa, orientasi kehidupan seseorang tidak lagi sekedar pemuasan nafsu dan
keinginan jasmaniah belaka, namun aspek spiritualnya memperoleh peningkatan
sehingga ia menjadi lebih dekat kepada Tuhan. Lalu setelah dekat kepada Allah,
inilah yang dikatakan dengan fitrah, selalu ingin bersama Allah SWT dari waktu
ke waktu dan tentunya harus dibuktikan dengan perilaku yang berkesesuaian
dengan Allah SWT Dzat Yang Maha Dekat dengan diri kita. Hal yang menjadi
persoalan adalah setelah kembali fitrah kita tidak mampu untuk mempertahankan kefitrahan dimaksud.
Semoga hal ini tidak terjadi pada diri kita. Amien.
Agar
diri kita mampu melaksanakan puasa yang dikehendaki oleh Allah SWT maka ibadah
puasa yang kita lakukan haruslah ibadah puasa yang memenuhi hal hal yang kami
kemukakan berikut ini:
A. PUASA HARUS DILANDASI DENGAN IMAN KEPADA
ALLAH SWT.
Waktu pelaksanaan ibadah puasa atau waktu
melaksanakan ibadah puasa antar satu negara yang ada di muka bumi ini waktunya
tidak lah sama. Kadang dibelahan bumi utara waktunya lebih lama dibandingkan
dengan dibelahan bumi selatan tergantung kapan bulan Ramadhan terjadi, demikian
pula sebaliknya. Bayangkan ada di suatu wilayah tertentu di muka bumi ini saat
musim panas tiba, waktu melaksanakan puasa di bulan Ramadhan sampai dengan 20
(dua puluh) jam lamanya, padahal sehari semalam hanya 24 (dua puluh empat) jam.
Jika kita mengukur kepada kekuatan jasmani semata, rasanya sangat berat bagi jasmani
mampu dipuasakan tidak makan dan minum serta menahan syahwat dalam kurun waktu 20
(dua puluh) jam.
Kenyataan yang ada adalah orang yang berada di
daerah tersebut mampu melaksanakan puasa selama kurun waktu tersebut dengan
baik dan benar. Timbul pertanyaan apakah karena kekuatan jasmanikah atau karena
kekuatan keimanan dari Ruh/Ruhanikah yang mengakibatkan orang tersebut mampu
melaksanakan puasa selama 20 (dua puluh) jam? Jawaban dari pertanyaan ini
adalah jasmani tidak akan sanggup dipuasakan selama 20 (dua puluh) jam jika ia
sendirian melaksanakan puasa. Jasmani sanggup dipuasakan selama kurang lebih 20
(dua puluh) karena adanya kekuatan iman yang diikat dengan niat yang ikhlas dari
Ruh/Ruhani yang memancar kepada jasmani sebagai sebuah kekuatan yang pada
akhirnya jasmani mampu dipuasakan dalam kurun waktu tersebut. Berdasarkan apa
yang kami kemukakan di atas, terlihat sangat jelas bahwa peranan keimanan
sangatlah penting saat diri kita melaksanakan perintah untuk puasa wajib di
bulan Ramadhan oleh Allah SWT.
Hal ini sangat berkesesuaian dengan apa yang
dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 183 berikut ini: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” yaitu syarat utama untuk bisa melaksanakan puasa
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT adalah orang yang beriman kepada Allah
SWT sehingga hanya orang orang yang berimanlah yang sanggup melaksanakan puasa
yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekarang bagaimana dengan orang Islam
yang belum tentu beriman? Jika kita mengacu kepada ketentuan surat Al Baqarah
(2) ayat 183 maka orang Islam bukanlah orang yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dan memang
kenyataannya banyak orang Islam yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan
dikarenakan orang Islam belum tentu beriman sehingga ia tidak memiliki kekuatan
untuk melaksanakan puasa.
Hidup
adalah masa atau saat masih bersatunya ruhani dengan jasmani dan jika saat ini
kita masih hidup maka unsur ruhani dan jasmani pasti ada di dalam diri kita. Jika unsur jasmani
dan unsur ruhani ada dalam diri kita, maka adakah sifat alamiah keduanya dalam
diri kita? Selama jasmani dan ruhani masih ada dalam diri kita atau
selama jasmani belum berpisah dengan ruhani, maka sifat ruhani dan sifat jasmani
pasti ada di dalam diri kita. Seperti apakah sifat jasmani itu? Seperti apakah
sifat ruhani itu? Sifat alamiah jasmani cenderung kepada Nilai-Nilai Keburukan yang
berasal dari alam yang sesuai dengan kehendak syaitan. Sedangkan sifat alamiah
ruhani cenderung kepada Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai
Ilahiah yang sesuai kehendak Allah SWT.
Di dalam setiap diri manusia,
termasuk di dalamnya diri kita, pasti ada 2(dua) buah sifat yang saling
berlawanan, yang satu cenderung kepada keburukan dan yang satu lagi cenderung
kepada kebaikan. Jika hal itu sudah ada di dalam diri setiap manusia
maka apa yang akan terjadi dalam diri setiap manusia? Apakah akan ada
kesesuaian antara sifat jasmani dengan sifat ruhani? Apakah akan ada
pertarungan sengit antara sifat jasmani dengan sifat ruhani? Apakah akan ada
perdamaian antara sifat jasmani dengan sifat ruhani? Keadaan yang saling bertentangan dan saling
berketidaksesuaian antara sifat jasmani dan sifat ruhani pasti akan dialami
oleh setiap manusia tanpa terkecuali termasuk diri kita, anak keturunan kita,
sampai dengan hari kiamat kelak.
Sekarang
mari kita buktikan apakah memang ada pertentangan atau apakah memang ada
ketidaksesuaian antara sifat-sifat jasmani dengan sifat-sifat ruhani dalam diri
kita, untuk itu lihatlah dan perhatikanlah hal-hal sebagai berikut: Apa yang
terjadi jika jasmani menang atas Ruhani, yang jelas jasmani yang mempunyai sifat-sifat
seperti diciptakan dalam keadaan lemah, selalu tergesa-gesa atau tidak sabaran,
selalu keluh kesah, kikir, suka memperbudak satu sama lain dan selalu dalam
kerugian dapat mengalahkan sifat-sifat Ilahiah dari ruhani yang berasal dari sibghah asmaul husna
sehingga nilai-nilai Ilahiah dapat dikalahkan atau dikuasai oleh nilai-nilai keburukan.
Adanya kondisi di atas akan menimbulkan dampak sebagai berikut:
1.
Manusia menjadi pelit dan kikir yang selalu mementingkan diri
sendiri padahal Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk selalu berbagi
kepada sesama dan saling tolong menolong.
2.
Manusia menjadi tidak sabaran dan selalu
tergesa-gesa padahal Allah SWT mengajarkan untuk selalu teliti, sabar dan telaten
sebelum mengambil sebuah tindakan, sebelum bertindak.
3.
Manusia selalu berkeluh kesah tiada berhenti,
diberi sedikit ngomel dan diberi kurang marah, padahal Allah SWT mengajarkan
untuk selalu bersyukur dan sabar.
4.
Manusia menjadi sombong, tinggi hati, merasa
jagoan, padahal Allah SWT mengajarkan untuk selalu rendah hati (tawadhu).
Apakah hanya itu saja dampak dari berkuasanya
jasmani atas ruhani, atau dampak dari sifat jasmani mengalahkan sifat ruhani? Berkuasanya jasmani
atas ruhani bukan saja berdampak kepada hubungan dengan sesama manusia, yang
akan terlihat dari tingkah laku manusia tersebut berada di luar kepatutan dan kepantasan,
dalam hal ini mementingkan diri sendiri. Akan tetapi juga berdampak kepada
hubungan manusia dengan Allah SWT serta akan
dapat menurunkan kualitas ruhani manusia itu sendiri.
Berikut ini akan kami kemukakan dampak
negatif dari berkuasanya jasmani atas ruhani dalam konteks hubungan antar manusia,
yaitu: “akan menimbulkan dan menumbuhkan manusia yang dzalim yang selalu
memperbudak manusia, hilangnya rasa welas asih, kejam dan tidak mempunyai peri
kemanusian, siapa kuat ia dapat, yang lemah makin terpuruk, yang kaya dan kuat
makin kaya dan berkuasa”. Sedangkan dalam konteks hubungan manusia dengan
Allah SWT, berkuasanya jasmani atas ruhani maka manusia akan selalu berburuk sangka
kepada Allah SWT; selalu bermaksiat terus menerus; suka memperolok-olok Nabi
dan Rasul; tidak mau mensyukuri nikmat Allah dan menjadi thagut.
Hal lainnya yang harus menjadi perhatian kita
adalah jika jasmani berkuasa atas ruhani maka kualitas atau mutu ruhani akan turun
atau ruh mengalami penurunan kefitrahannya, atau ruh mengalami degadrasi
kualitas akibat dikuasai oleh jasmani. Inilah kondisi yang terjadi selama
sebelas bulan sebelum bulan Ramadhan tiba, sehingga tidak ada manusia yang
tidak mengalami hal tersebut di atas, siapapun orangnya dan apapun jabatannya,
apakah laki laki ataupun perempuan pasti mengalami kondisi di atas. Hal inilah
yang tidak dikehendaki oleh Allah SWT kepada khalifahNya yang ada di muka bumi
ini. Allah SWT berkehendak agar seluruh khalifahnya yang ada di muka bumi
ini memenuhi kriteria taqwa, fitrah dan
sehat jasmaninya serta selalu bersyukur seperti apa yang dikemukakan oleh Allah
SWT di dalam surat Al Baqarah (2) ayat 183, 184, 185 di atas.
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, telah mempersiapkan salah satu sarana
untuk mengembalikan atau menjadikan khalifah yang diutusnya sesuai dengan
kehendaknya (yaitu memenuhi kriteria taqwa, fitrah dan sehat jasmaninya dan
selalu bersyukur) dengan diwajibkannya kita berpuasa di bulan Ramadhan dengan
dasar keimanan dan niat yang ikhlas. Ingat, perintah melaksanakan puasa yang
diperintahkan Allah SWT harus dilaksanakan dengan dasar iman hanya kepada Allah
SWT. Adanya perintah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan, maka hal hal
inilah yang dikehendaki oleh Allah SWT setelah diri kita sukses melaksanakan
puasa wajib di bulan Ramadhan dengan dasar Iman kepada Allah SWT, yaitu :
1.
Adanya keimanan yang tinggi akan
mengakibatkan nilai-nilai kebaikan akan selalu tumbuh dan berkembang di dalam
diri kita sebab nilai-nilai kebaikan merupakan sibghah yang berasal dari Af’al
Allah SWT. Sibghah Allah SWT tidak akan
menghasilkan sesuatu yang buruk, tidak baik, tercela, apalagi berlawanan dengan ketentuan Allah SWT.
Sibghah yang berasal dari Af’al Allah SWT sudah pasti mencerminkan nilai-nilai
Ilahiah seperti adanya kasih sayang, toleran dalam kehidupan, suka tolong menolong,
sabar dsb.
2.
Adanya keimanan yang tinggi akan menjadikan ruhani
kuat dan sehat sehingga ruhani mampu menjadi
obat dan penyembuh bagi jasmani; ruhani yang kuat dan sehat dapat menjadi pendorong
(pemacu) semangat; ruhani yang kuat dan sehat dapat menjadi motivator untuk
kemajuan; ruhani yang kuat dan sehat dapat menjadi pemersatu bagi persatuan dan
kesatuan umat.
3.
Adanya keimanan yang tinggi akan menjadikan
ruhani kuat sehingga mampu mengontrol seluruh pancaindera yang kita miliki ke
dalam nilai nilai kebaikan. Mata dan penglihatan mampu dikendalikan untuk tidak
melihat hal hal yang tidak dibenarkan oleh syariat. Telinga dan pendengaran
mampu dijaga untuk tidak mendengarkan hal hal yang mengotori ibadah. Tangan dan
Kaki mampu dikendalikan sehingga ia bisa diarahkan untuk kegiatan yang berguna.
Akan tetapi jika setelah
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, kita masih suka saling berantam, suka
saling menghasut, suka saling memfitnah, suka berbuat tidak adil, suka berbuat
ingkar janji, suka korupsi, suka menyakiti sesama, suka berbuat kerusakan, suka
illegal logging, suka white collar crime, suka nepotisme dan seterusnya dari
manakah itu semua atau kemana larinya sifat-sifat kebaikan yang telah Allah SWT
berikan kepada ruhani kita? Inilah salah satu bentuk kegagalan manusia yang
tidak mampu melaksanakan puasa yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika ini yang terjadi pada
diri kita jangan pernah salahkan siapapun jika kita berada di dalam kehendak syaitan
serta tidak pernah merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT melalui
pelaksanaan ibadah puasa (di dalam pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah).
Selain
daripada itu, jika ruhani mampu menang atas jasmani maka dampak dari itu semua
akan berpengaruh pula kepada ruhani terutama pada waktu ruhani berpisah dengan jasmani,
apakah yang terjadi dengan ruhani? Jawabannya ada pada hadits berikut ini: “Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Apabila ruh
orang-orang mukmin keluar dari tubuhnya, dua orang malaikat menyambutnya dan
menaikkannya ke langit” Kata Hammad. “Karena baunya harum seperti kasturi” Kata
penduduk langit, “Ruh yang baik datang dari bumi, Shallallahu ‘alaika (semoga
Allah melimpahkan kebahagiaan kepadamu) dan kepada tubuh tempat engkau
bersemayam.” Lalu ruh itu dibawa ke hadapan Tuhannya ‘Azza wa Jalla. Kemudian
Allah berfirman, “Bawalah dia ke sidratul muntaha, dan biarkan di sana hingga
hari kiamat.” Kata Abu Hurairah selanjutnya, “Apabila ruh orang kafir keluar
dari tubuhnya, kata Hammad, berbau busuk dan mendapat makian, maka berkata
penduduk langit, “Ruh jahat datang dari bumi.” Lalu diperintahkan, “Bawalah dia
ke penjara dan biarkan di sana hingga hari kiamat.” (Hadits Riwayat Muslim. No. 2248). Ruhani
akan berbau wangi seperti minyak kasturi dan mendapat pujian dan doa dari
penduduk syurga yang berbunyi “Ruh Yang
Baik datang dari bumi dan semoga Allah SWT melimpahkan kebahagiaan kepadamu”
dan kemudian ditempatkan oleh Allah SWT di Sidratul Muntaha hingga hari kiamat
kelak.
Harapan
kami, semoga kondisi ini dapat kita peroleh, termasuk di dalamnya orang tua
kita, anak dan keturunan kita memperolehnya pula dan akhirnya kita bisa
berkumpul di syurga bersama keluarga besar kita.Semoga hal ini terjadi pada
diri kita, pada anak keturunan kita dan juga pada keluarga besar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar