Perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan adalah
perintah yang berasal dari Allah SWT selaku pencipta dan pemilik alam semesta
ini. Puasa di bulan Ramadhan bukanlah tujuan akhir dari perintah itu sendiri
melainkan sarana atau alat bantu bagi yang diperintahkan untuk melaksanakannnya
mampu memperoleh segala maksud dan tujuan yang hakiki yang ada di balik
perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dalam hal ini: “taqwa;
fitrah; sehat dan selalu bersyukur.” Inilah kondisi dasar dari
pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan sehingga hanya orang orang yang mampu
menunaikan ibadah puasa Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT sajalah
yang akan memperoleh segala manfaat yang ada di balik perintah melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan.
Perintah
melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan sangatlah bersifat individualistik,
sehingga manfaat yang hakiki yang
terdapat di balik perintah ini hanya akan dinikmati dan dirasakan oleh orang yang
mampu menunaikan saja secara baik dan benar. Bagi yang tidak mau melaksanakan
tidak akan pernah menikmati dan merasakan apa apa yang ada di balik perintah ibadah
puasa di bulan Ramadhan.
Setelah
diri kita mampu menikmati dan merasakan hasil dari pelaksanaan ibadah puasa di
bulan Ramadhan yang kesemuanya bersifat individualistik bukan berarti kita
sudah sesuai dengan kehendak Allah SWT. Hal ini dikarenakan segala manfaat yang
kita peroleh dan rasakan dari ibadah puasa di bulan Ramadhan baru hanya
terbatas untuk kepentingan diri kita sendiri. Jika ini yang terjadi maka
kondisi ini belum sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berkehendak, agar
masyarakatpun memperoleh manfaat dari ibadah puasa di bulan Ramadhan yang kita
lakukan yang tercermin dalam keshalehan sosial.
Sebagai
bahan perbandingan, sebagai bahan renungan dan juga bahan untuk memperbaiki
diri setelah diri kita telah melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan atau
melakukan ibadah lainnya sepanjang diperintahkan oleh Allah SWT. Berikut ini
akan kami kemukakan dua buah bentuk puasa yang berasal dari hewan yang juga
diciptakan oleh Allah SWT yaitu puasa ular
dan puasa ulat. Sekarang mari kita perhatikan dengan seksama ke dua jenis puasa
yang dilakukan oleh ular dan juga oleh ulat sebagai berikut:
1. Puasa Ular. Ular
agar mampu menjaga kelangsungan dan keberlangsungan hidupnya, maka ular harus
mengganti kulitnya secara berkala. Ular untuk mengganti kulitnya, tidak serta
merta ular bisa menanggalkan kulit yang lama begitu saja tanpa melalui suatu
proses alamiah. Ular harus berpuasa terlebih dahulu tanpa makan dalam kurun
waktu tertentu barulah kulit yang lama lepas digantikan dengan kulit yang baru.
Itulah puasanya ular. Ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari
puasanya ular, yaitu : (a) Wajah ular sebelum dan sesudah puasa
tetap sama; (b) Nama ular sebelum dan sesudah puasa tetap sama; (c) Makanan
ular sebelum dan sesudah puasa tetap sama; (d) Cara bergerak sebelum dan
sesudah puasa tetap sama; (e) Tabiat dan sifat sebelum dan sesudah puasa tetap
sama. Itulah puasa yang dilakukan oleh ular dan saat ini pun banyak
ular ular yang sedang melaksanakannya. Inilah fitrah yang berlaku pada ular
yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT kepada ular.
2.
Puasa
Ulat. Ulat termasuk hewan yang paling rakus, karena sepanjang
waktunya dihabiskan untuk makan. Akan tetapi sesudah bosan makan, maka ulat
melakukan perubahan melalui cara berpuasa. Puasa yang dilakukan ulat adalah
puasa yang benar benar dipersiapkan dengan matang untuk mengubah kualitas
hidupnya. Untuk itu ia mengasingkan diri, badannya dibungkus rapat dan tertutup
dalam kokon (kepompong) sehingga tak mungkin lagi melampiaskan nafsu makannya.
Setelah berminggu minggu berpuasa maka keluarlah dari kokon tersebut seekor
makhluk baru yang bernama kupu kupu dan kitapun bisa menyaksikannya secara
langsung.
Ada
beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari berpuasanya ulat, yaitu: (a)
Wajah ulat sesudah puasa berubah indah mempesona; (b) Nama ulat sesudah puasa
berubah menjadi kupu kupu; (c) Makanan ulat sesudah puasa berubah menjadi
penghisap madu; (d) Cara bergerak ketika masih menjadi ulat menjalar setelah
puasa berubah terbang; (e) Tabiat dan sifat berubah total. Ketika masih jadi
ulat menjadi perusak alam pemakan daun. Begitu menjadi kupu kupu menghidupkan,
membantu kelangsungan kehidupan tumbuhan dengan cara penyerbukan bunga.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligs khalifah-Nya di muka bumi yang telah dibekali
oleh Allah SWT apa yang dinamakan akal, perasaan, pendengaran, penglihatan dan
juga ilmu, dan jika apa yang diberikan oleh itu masih berfungsi normal, maka
kita bisa mengambil pelajaran yang berasal dari puasanya ular dan puasanya ulat
yang telah dipertontonkan oleh Allah SWT kepada kita lalu kita mengambil
pelajaran dan juga pedoman saat dan setelah diri kita melaksanakan puasa di
bulan Ramadhan.
Jika
sampai diri kita tidak mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari puasanya ular
dan ulat ini berarti modal dasar yang telah diberikan Allah SWT sudah tidak
normal lagi. Semoga dengan adanya pelajaran langsung dari
Allah SWT melalui ular dan ulat ini, mampu menjadikan diri kita, keluarga kita,
anak keturunan kita, menjadi kupu kupu generasi baru yang mampu memberikan
warna kehidupan di tengah masyarakat (bukan yang diwarnai oleh masyarakat) yang
lahir dari ibadah puasa yang kita lakukan.
Agar
hasil dari ibadah puasa yang kita lakukan selama di bulan Ramadhan berhasil
guna dari waktu ke waktu. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pokok
bahasan yang penting kita ketahui setelah diri kita selesai melaksanakan ibadah
puasa di bulan Ramadhan, yaitu :
A. ADA APA DIBALIK RINDUNYA DIRI KITA
KEPADA RAMADHAN.
Katakan
kita telah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dengan mencontoh puasanya ulat
lalu telah merasakan rasa kembali fitrah serta saat ini ada dipertengahan bulan
Syawal, lalu apa yang kita rasakan setelah mendengar lagu “Setelah Habis Ramadhan” yang dibawakan oleh Bimbo? Setelah diri
kita mendengarkan lagu Bimbo akan terasa adanya rasa sedih, rindu, bergetar
atau ada perasaan yang tidak rela Ramadhan berlalu dan berharap untuk bisa
memperoleh dan melaksanakan Ramadhan lagi.
“Setiap habis Ramadhan,
hamba rindu lagi Ramadhan. Saat saat padat beribadah. Tak terhingga nilai
mahalnya. Setiap habis Ramadhan, hamba cemas kalau tak sampai. Umur hamba di
tahun depan. Berilah hamba kesempatan. Setiap habis Ramadhan, rindu hamba tak
pernah menghilang. Mohon tambah umur setahun lagi. Berilah hamba kesempatan. Alangkah
nikmat ibadah bulan Ramadhan. Sekeluarga, sekampung, senegara. Kaum muslimin
dan muslimat sedunia. Seluruhnya kumpul dipersatukan. Dalam memohon ridhaNya.” (Taufik Ismail; Bimbo: Setelah Habis Ramadhan)
Timbul
pertanyaan, ada apa dibalik adanya sesuatu yang hilang dalam diri lalu
merindukan bulan Ramadhan lagi? Ada apa dibalik keinginan diri kita untuk bisa
melaksanakan puasa Ramadhan kembali di tengah ketidakpastian apakah kita akan
bertemu kembali dengan bulan Ramadhan? Untuk menjawab pertanyaan ini,
perkenankan kami mengemukakan hal ini terlebih dahulu, yaitu : Seperti telah
kita ketahui bersama keindahan taman laut Bunaken ada pada kehidupan di dalam
lautnya. Katakan kita pergi kesana, lalu hanya menikmati pemandangan laut yang
indah tersebut hanya di atas kapal, lalu apa yang kita rasakan?
Dari
atas kapal memang kita bisa menikmati pemandangan kehidupan bawah laut yang
sangat indah. Namun akan terasa sangat berbeda jika kita bisa langsung menyelam
ke dalam laut (diving) lalu menikmati pemandangan bawah laut bersamaan dengan
aktivitas menye-lam. Lalu kita merasa takjub dan senang dengan apa yang kita
lihat secara langsung di bawah laut. Sekarang jika sudah begini keadaannya,
maukah kita kembali lagi ke Bunaken untuk melakukan penyelaman melihat
keindahan kehidupan bawah laut?
Jika
kita merasakan secara langsung betapa indahnya kehidupan di bawah laut di
Bunaken maka kita akan bersedia kembali untuk pergi kesana. Akan tetapi jika
kita hanya merasakan rasa lelah semata saat berwisata ke taman laut Bunaken,
atau hanya melihat keindahan Bunaken hanya dari atas kapal, kemungkinan besar
orang yang seperti ini tidak akan mau kembali ke Bunaken karena tidak bisa
menikmati secara langsung. Hal yang samapun terjadi setelah Ramadhan berlalu,
dimana hanya orang orang yang telah mampu merasakan betapa nikmatnya melaksanakan ibadah puasa di bulan
Ramadhan yang sesuai kehendak Allah SWT sajalah yang akan merindukan bulan
Ramadhan kembali lagi kepadanya.
Bagi
yang hanya merasakan rasa haus, lapar serta menahan syahwat semata, maka orang
yang seperti ini akan biasa biasa saja mensikapi datangnya bulan Ramadhan atau
bahkan tidak bereaksi saat mendengar lagu Bimbo di atas. Orang yang seperti ini
ada kemungkinan akan menyatakan datangnya bulan Ramadhan hanya menyusahkan
dirinya saja, karena tidak boleh makan, tidak boleh minum dan berhubungan badan
dalam kurun waktu tertentu. Ada di posisi manakah diri kita, apakah yang mampu
merasakan nikmatnya beribadah puasa di bulan Ramadhan yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT ataukah yang hanya merasakan lapar, haus dan menahan syahwat
semata?
Agar
diri kita selalu merindukan bulan Ramadhan tidak ada jalan lain bagi diri kita
untuk merasakan langsung betapa nikmatnya melaksanakan puasa di bulan Ramadhan
lalu kita memperoleh hasilnya berupa taqwa dan kembali fitrah, sehat dan
menjadi orang yang selalu bersyukur. Jika hal ini bisa kita raih dan rasakan
maka lagu Bimbo di atas menjadi sangat indah dan sangat menggugah hati yang
pada akhirnya kita tidak mau berpisah dengan bulan Ramadhan.
Lalu
apakah hanya ibadah puasa saja yang bisa seperti ini atau apakah mendirikan
shalat dan juga menunaikan haji tidak bisa seperti ibadah puasa? Sepanjang kita
mampu merasakan nikmatnya ibadah yang kita kerjakan atau tunaikan sesuai dengan
kehendak Allah SWT, apakah mendirikan puasa, menunaikan zakat dan juga
menunaikan haji, maka sepanjang itu pula kita bisa seperti melaksanakan ibadah
puasa, yaitu merindukan kembali shalat, merindukan kembali menunaikan zakat
serta merindukan kembali menunaikan haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar