A. JIWA
HEWANI.
Untuk
dapat menggambarkan atau menunjukkan seperti apakah jiwa hewani itu, akan kami
ilustrasikan sebagai berikut: Di waktu matahari terik membakar, kondisi ini
akan mempengaruhi jasmani yaitu menimbulkan rasa haus dan lapar. Adanya rasa
haus dan lapar yang dialami oleh jasmani akan menggerakkan Hubbul Hurriyah
untuk membebaskan diri dari rasa haus dan lapar yang dialami dan yang dirasakan
oleh jasmani. Setelah Hubbul Hurriyah bergerak di dalam diri maka diri kita
yang sesungguhnya (maksudnya ruh) beserta Amanah yang 7 mulai bertindak atau
bergerak untuk melakukan upaya mengatasi rasa haus dan lapar yang dialami dan
dirasakan oleh jasmani.
Jika cara untuk mengatasi
rasa haus dan lapar yang dilakukan oleh diri kita yang sesungguhnya tanpa melihat
apakah air atau makanan yang akan dikonsumsi itu halal ataupun haram, atau
tanpa melihat air atau makanan itu milik siapa, dengan mengabaikan af’idah
(perasaan), atau mengabaikan fungsi hati nurani sebagai pengendali diri
sehingga yang penting rasa haus dan lapar yang dirasakan jasmani terselesaikan.
Dan jika ini yang terjadi, maka tindakan yang kita lakukan sudah menyerupai
binatang, atau sama dengan perilaku binatang. Untuk itu lihatlah
kambing sewaktu lapar, semua dimakan, tanpa pandang bulu. Kondisi inilah yang
dikatakan dengan jiwa hewani.
Orang
yang berperilaku jiwa hewani adalah manusia yang hanya mementingkan persoalan
yang dihadapi cepat selesai dengan mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku.
Sehingga sepanjang problem yang
dirasakan oleh jasmani dapat terselesaikan (dalam contoh di atas adalah
keinginan untuk bebas dari rasa haus dan lapar) tanpa mengindahkan unsur kepantasan
dan kepatutan lagi, atau tanpa memandang baik dan buruk lagi, atau tanpa
melihat halal dan haram lagi, yang penting urusan beres dan cepat selesai.
Jika
manusia bertindak seperti seperti itu maka hati nurani telah hilang manfaatnya
karena fungsinya sebagai pengendali tidak bisa berjalan sesuai kehendak Allah SWT.
Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang ada di dalam diri sudah tidak lagi
dipergunakan sesuai dengan kehendak Allah SWT sehingga kita berada di dalam
koridor nilai-nilai keburukan yang paling dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah.
Sekarang mari kita
perhatikan kembali kehidupan hewan. Hewan di dalam kehidupannya
di alam selalu mementingkan diri sendiri,
atau hanya mementingkan kelompoknya saja serta yang kuat memakan yang lemah.
Hewan memakan apa saja tanpa melihat halal dan haram serta bertindak tanpa
melihat apakah itu baik ataupun salah, semuanya dilakukan tanpa pandang bulu
ataupun tanpa malu-malu.
Dilain sisi hewan, atau binatang diberikan
oleh Allah SWT mempunyai kelebihan seperti susu, akan tetapi hewan tersebut
tidak tahu dan tidak mengerti atau tidak dapat memanfaatkan kelebihan yang
diberikan oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri. Dan jika sekaang manusia dikelompokkan ke dalam jiwa
hewani, atau mempunyai bentuk kejiwaan laksana hewan berarti tindak tanduk,
pola tingkah laku ataupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia sudah memenuhi
unsur-unsur negatif dari hewan.
Hal ini dikarenakan manusia lalai atau gagal mempergunakan
sesuatu yang baik yang berasal dari Allah SWT, dalam hal ini Amanah yang 7,
Hubbul yang 7, serta hati nurani di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang
seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang
tidak mengerti apa-apapun.(surat Al
Anfaal (8) ayat 22)”. Jika sekarang kita sering melakukan
perbuatan selalu mementingkan diri sendiri, atau hanya mementingkan golongan
tertentu saja, atau yang kuat memakan yang lemah, atau menindas, atau menipu
yang lemah maka kondisi kejiwaan kita dipersamakan dengan jiwa hewani atau
memiliki kejiwaan yang sama dengan hewan. Sekarang maukah kita dipersamakan
dengan hewan? Jawaban dari pertanyaan ini sangat tergantung kepada pilihan kita
sendiri.
Saat
ini hewan sudah diciptakan Allah SWT dan kita pun sudah pula mengetahuinya.
Timbul pertanyaan adakah pelajaran yang dapat kita petik dari keberadaan hewan?
Allah SWT menciptakan hewan bukanlah tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Jika
ini keadaannya, maka dibalik keberadaan hewan dapat dipastikan ada sesuatu yang
dapat kita jadikan pelajaran. Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi kita harus dapat memilah dan memilih pelajaran yang
didapat dari hewan. Kita tidak diperbolehkan meniru sifat-sifat negatif dari hewan. Akan
tetapi kita boleh bercermin kepada hewan melalui sifat-sifatnya yang positif
seperti:
a.
keberanian singa dan beruang;
b.
kegigihan dan keuletan macan saat berkelahi;
c.
kekompakkan serigala saat menyerbu;
d.
gotong-royong semut;
e.
kesetiaan dan amanah anjing;
f.
kesabaran keledai;
g.
ketabahan dan ketegaran unta;
h.
cemburunya merpati jantan;
i.
Pengabdian dan kesetiakawanan kuda.
Hal
yang paling gampang kita tiru dari hewan adalah contohlah lebah, ia makan yang
baik-baik (tidak mau sembarang makan) sehingga mampu menghasilkan sesuatu yang
baik untuk makhluk yang lain. Selanjutnya sudahkah pelajaran positif dari hewan
ini kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari?
Untuk itu perhatikanlah dengan seksama surat Al
A’raaf (7) ayat 179 yang kami kemukakan berikut ini: “Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.(surat Al
A’raaf (7) ayat 179)”.
Bayangkan Allah SWT mempersamakan manusia dengan
binatang ternak bahkan lebih sesat lagi dari binatang ternak kepada manusia-manusia
yang kondisinya sebagai berikut: (1)
Sudah diberi hati nurani tempat diletakkanya af’idah dan iradat, tetapi tidak
bisa mempergunakannya untuk memahami apa-apa yang dikehendaki Allah SWT; (2)
Sudah diberi mata dan juga penglihatan, tetapi tidak dipergunakannya untuk
melihat tanda-tanda kekuasaan Allah; (3) Sudah diberi telinga dan juga
pendengaran, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan ayat-ayat Allah.
Semoga kita yang telah tahu diri yang sesungguhnya tidak mengalami hal yang
kami kemukakan di atas.
Selain dari pada itu, berdasarkan surat Al Furqaan
(25) ayat 44 berikut ini: “atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka
itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu)”. Dikemukakan
bahwa Allah SWT menyamakan manusia dengan binatang ternak karena manusia memang
sama tingkah laku dan perbuatannya dengan binatang ternak. Apa buktinya?
Lihatlah binatang ternak, ia mempunyai manfaat, ia
memiliki kelebihan yang ada di dalam dirinya, akan tetapi binatang ternak
tersebut tidak dapat mempergunakan atau memakai kelebihan itu untuk kepentingan
dirinya sendiri atau mengambil manfaat atas kelebihan yang diberikan oleh Allah
SWT untuk keselamatan dirinya sendiri. Apa contohnya? Lihatlah sapi dan kambing
yang menghasilkan susu namun ia tidak dapat mengambil manfaat susunya sendiri
untuk kepentingan dirinya sendiri. Demikian pula dengan lebah yang menghasilkan
madu, dimana madunya justru bermanfaat bagi manusia.
Bayangkan manusia dikatakan oleh Allah SWT sebagai
zhalim lagi bodoh. Hal ini dikarenakan hanya manusia sajalah yang memiliki
amanah yang 7 secara lengkap, hanya manusia sajalah yang memiliki hubbul yang 7
dan hanya manusia sajalah yang memiliki hati nurani tempat diletakkannya
af’idah (perasaan) dan kehendak, yang kesemuanya berasal dari Allah SWT. Hal
ini sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung gunung, tetapi
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan
melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh,
manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh. (surat Al Ahzab (33) ayat 72)”.
Namun kita tidak mampu mempergunakan apa yang
diberikan oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak Allah SWT yang tercermin dari
perbuatan yang kita lakukan berkesesuaian dengan kehendak syaitan. Dan jika
kita tidak mau dipersamakan dengan binatang ternak, dan juga diberi label
zhalim lagi bodoh, padahal aslinya adalah makhluk yang terhormat, jangan pernah
serahkan pengelolaan atas Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dan juga hati nurani kepada jasmani. Namun
pergunakanlah Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 dan juga hati nurani di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT.
B.
JIWA
AMARAH.
Untuk dapat menggambarkan Jiwa Amarah di dalam diri
manusia, contohnya ada di dalam surat Yusuf (12) ayat 23-28 berikut ini: Dan
wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata:
"Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah,
sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya
orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah
bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud
(melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari)
Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. Dan
keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf
dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka
pintu. wanita itu berkata: "Apakah pembalasan terhadap orang yang
bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum)
dengan azab yang pedih?" Yusuf berkata: "Dia menggodaku untuk
menundukkan diriku (kepadanya)", dan seorang saksi dari keluarga wanita
itu memberikan kesaksiannya: "Jika baju gamisnya koyak di muka, Maka
wanita itu benar dan Yusuf Termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju
gamisnya koyak di belakang, Maka wanita Itulah yang dusta, dan Yusuf Termasuk
orang-orang yang benar." Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis
Yusuf koyak di belakang berkatalah dia: "Sesungguhnya (kejadian) itu
adalah diantara tipu daya kamu, Sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar."
Ayat di atas ini, menceritakan tentang Zulaikha, istri dari
pembesar kerajaan yang hendak mempergunakan hubbul syahwat di luar nilai-nilai kebaikan
sehingga ia ingin melampiaskan hubbul
syahwatnya kepada Nabi Yusuf a.s (yaitu anak angkatnya sendiri, yang juga
dibesarkan oleh dirinya sendiri). Kondisi ini membuat Zulaika berusaha dengan
berbagai macam cara untuk mendapatkan Nabi Yusuf as, tanpa memikirkan baik dan
buruk dari perbuatan yang akan dilakukannya tersebut.
Adanya hasrat untuk melampiaskan hubbul syahwat
kepada Nabi Yusuf as, mendorong Zulaikha bertindak dan berbuat dengan
mempergunakan Amanah yang 7 yang dimilikinya tanpa menghiraukan kedudukannya
sendiri, tanpa menghiraukan siapa yang akan diajaknya melampiaskan hubbul syahwat,
tanpa menghiraukan lagi martabat suaminya, sehingga yang ada di dalam diri
Zulaikha hanyalah keinginan untuk berbuat sesuatu atau keinginan untuk menyuruh
orang lain berbuat sesuatu bersama dirinya di luar koridor nilai-nilai kebaikan,
dalam hal ini adalah memenuhi kehendak dari hubbul syahwatnya yang tidak sesuai
dengan syariat yang berlaku. Sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Dan aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (surat Yusuf (12) ayat 53)”.
Sekarang timbul pertanyaan, apa yang menyebabkan jiwa
amarah timbul dalam diri manusia? Timbulnya jiwa amarah dalam diri yang
diakibatkan oleh tindakan manusia itu sendiri yang memperalat Amanah yang 7 serta hati ruhani untuk memenuhi hasrat
hubbul syahwat untuk kepentingan sesaat, di luar batas kepantasan dan kepatutan
guna memenuhi kenikmatan sementara, tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari
apa yang diperbuatnya sehingga hasil usaha yang diperbuat akan nampak mewah
dalam sementara waktu atau sukses di dalam pandangan manusia tetapi gagal dalam
pandangan Allah SWT serta yang mengakibat-kan hati dipenuhi oleh noktah hitam
akibat perbuatan dosa.
Di dalam kehidupan sehari-hari banyak contoh yang
dapat dijadikan pelajaran tentang jiwa amarah akibat manusia yang hanya
memperturutkan hubbul melalui penggunaan Amanah yang 7 secara negatif dengan
mengabaikan af’idah, atau perasaan yang diletakkan di dalam hati nurani
sehingga manusia berbuat sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah SWT yang akan
membawa malapetaka bagi kehidupan manusia, seperti :
a. Ijasah Palsu,
Menyebarkan Berita Bohong, Susuk, Pelet, akibat memenuhi Hubbul Maadah;
b. Selingkuh, Hidup bersama tanpa tali pernikahan,
homoseks, lesbian, akibat dari memenuhi Hubbul Syahwat;
c.
Korupsi,
Manipulasi, serta KKN akibat dari memenuhi
Hubbul Maal;
d. Narkoba, Judi, pesta pora akibat dari memenuhi
Hubbul Jam’i;
e. Kudeta, Siap Menang
tidak Siap Kalah, Kampanye Hitam akibat dari memenuhi Hubbul Riasah;
f. KKN, menipu,
mencuri, akibat dari memenuhi Hubbul Hurriyah;
g. Plagiat, Ijasah
Palsu akibat dari memenuhi Hubbul Istitlaq.
Adanya 7 (tujuh) kondisi yang kami kemukakan di atas
ini, dapat dipastikan orang yang melakukan hal tersebut pasti mengabaikan
ketentuan, pasti melanggar norma-norma serta hukum yang berlaku, asal tetap
bisa mempertahankan jabatannya atau asal tetap bisa menikmati apa yang telah
didapatkannya, dengan mengorbankan sesuatu yang baik yang berasal dari Allah
SWT dan yang pasti sesuai dengan kehendak syaitan.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi, kita tidak dibenarkan untuk memiliki kondisi yang kami kemukakan
di atas dalam rangka mencapai suatu tujuan. Hal
yang harus kita perhatikan adalah untuk memperoleh sesuatu yang baik, harus
dimulai dari niat yang baik dibarengi dengan cara yang baik yang sesuai dengan
syariat yang berlaku. Dan yang tidak
akan mungkin terjadi adalah untuk memperoleh hasil yang baik dilakukan dengan
cara-cara yang tidak baik walaupun niatnya baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar