E. BERJIHAD KE DALAM DIRI
Umat manusia, termasuk diri
kita, diutus Allah SWT menjadi khalifah di muka bumi hanya sebentar saja
dibandingkan dengan kehidupan di akhirat kelak. Dalam waktu sekejab itu manusia
dituntut untuk mampu menyelesaikan semua masalah dunia dan mengenal akhirat,
mengenal sang pencipta dalam arti yang sebenarnya. Oleh sebab itu manusia harus
berusaha mengatasi permasalahan dunia dengan ilmunya. Kemudian dia harus
berusaha menemui Tuhan yang disembahnya, sebelum kembali kepada-Nya sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Barangsiapa yang mengharap Pertemuan dengan
Allah, Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. dan
Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (surat Al Ankabuut (29) ayat
5).”
Setiap manusia lahir dengan
bentuk tubuh yang sama, berjalan di muka bumi dan hidup dalam batas ruang serta
waktu tertentu. Makhluk-makhluk hidup yang lain pun memiliki kesamaan pada sisi
ini (ruang dan waktu). Namun, hakekat kelahiran dari manusia ialah
kemampuan meninggalkan jejak yang mendalam di muka bumi. Pada saat
itulah, ia akan menjadi manusia besar yang pernah hadir di dunia ini. Untuk
merealisasikan diri kita menjadi manusia besar yang dibanggakan oleh Allah SWT
bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan untuk itulah dibutuhkan jihad (kesungguh-sungguhan)
untuk merealisasikannya.
Allah SWT berfirman: “dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka
Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. (surat Al Hajj (22)
ayat 78)
[993] Maksudnya: dalam Kitab-Kitab yang telah
diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w.
Ketika Nabi Muhammad SAW
ditanya oleh sahabatnya: apakah yang harus kita perbuat sesudah menyelesaikan
perang ini (maksudnya perang Badar) ya Rasulullah? Nabi SAW menjawab, bahwa
perang yang sudah kita lakukan dengan senjata dan fisik ini belum berarti apa
apa, sesudah ini kita akan menghadapi perang yang paling berat, yaitu ke dalam
diri. Perang ke dalam diri ialah memerangi ahwa (hawa nafsu) yang sesuai dengan
kehendak syaitan.
Perubahan untuk menjadi lebih
baik tidak akan pernah terjadi kita sendiri tidak mau merubah apa apa yang ada
pada diri kita sendiri. Katakan dari sifat malas menjadi rajin, dari sifat
pelit menjadi dermawan, dari sifat tergesa gesa menjadi sabar. Untuk merubah
kondisi ini dibutuhkan jihad atau kesungguhan untuk melakukan suatu terobosan
dalam diri untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Ar Ra’d (13)
ayat 11 berikut ini: bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya
atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (surat Ar
Ra’d (13) ayat 11)”.
Ingat, berjihad untuk
kepentingan apapun, apalagi untuk kepentingan diri sendiri bukanlah sesuatu
yang mudah dilakukan. Ia laksana mengubah pasir terapung untuk menjadi batu karang
yang kuat membutuhkan zat kimia tertentu dan jumlah yang tertentu pula. Hal
yang samapun berlaku saat diri kita ingin merubah kebiasaan pribadi yang kadung
tersandera oleh ahwa (hawa nafsu), serta cinta dunia pun tidak mudah.
Salah satu solusi yang bisa
kita lakukan adalah melalui apa yang dinamakan dengan etos ala Zainudin MZ
dengan penuh humoris “Allahummapaksa”
artinya Ya Allah paksa hamba untuk mengubah kebiasaan hamba. Setelah diri kita
memiliki senjata ampuh berupa ‘Alllahummapaksa” maka pergunakanlah senjata ini
untuk berjihad bagi kepentingan jasmani dan juga jihad untuk kepentingan
ruhani.
1. Jihad Untuk Kepentingan Jasmani. Sebelum kami membahas jihad
untuk kepentingan jasmani, ada baiknya kita mempelajari dahulu apa yang
dinamakan dilema kesuksesan bagi masyarakat yang hidup di zaman modern ini. Ada
sebuah cerita yang dikemukakan oleh Prof Hung Zhao Guang, seorang pakar
kesehatan dunia, yaitu: Rumah sakit tempat saya bertugas, pernah merawat
seorang yang kaya raya. Pada usianya yang baru 38 tahun sudah menderita ‘mycordial
necrosis’ yang gawat, dan juga dinding jantung yang tipis. Suatu hari
ia mengeluh kepada saya, “Prof Hung,
saya ingin bertanya suatu hal, “mengapa Tuhan memperlakukan saya tidak adil,
mengapa orang lain tidak menderita sakit seperti saya, kenapa saya usia 38
tahun sudah kena penyakit terkutuk ini? Kenapa nasib saya begini sial?” Saya
menjawabnya: “Menurut pendapat saya, Tuhan itu paling adil! Dalam kehidupan
duniawi memang banyak ditemui hal hal yang tidak adil. Akan tetapi Tuhan adalah
Maha Adil. Lantas mengapa anda bisa menderita seperti ini? Jawabannya adalah
sederhana saja. Anda telah melanggar hukum kesehatan empat fondasi kesehatan.
Yaitu:”(1) makan dengan sepantasnya; (2) olahraga dengan takarannya yang pas.
Lalu lihatlah anda ke rumah sakit naik mobil, menuju kantor ke lantai dua saja
naik lift, singkatnya anda sama sekali tidak berolahraga; (3) tidak merokok dan
batasi alkohol; (4) mental bathin seimbang.
Lihatlah kehidupan anda,
setiap hari merokok dua pak, tiap kali bersantap selalu diiringi dengan alkohol
yang diminum tanpa batas. Mana mungkin mental bathin anda bisa tenang seimbang.
Bila transaksi dagang mendatangkan untung, anda bergairah, bila rugi, anda
menjadi gelisah dan muruh.Tiada hari yang dilewatkan dengan mental bathin yang
seimbang!” Semuanya telah Anda langgar. Hidup anda bertentangan dengan 4
fondasi kesehatan tersebut. Tidak heran, kalau anda dihinggapi penyakit. Contoh
hidup ini dengan jelas dapat memperlihatkan Tuhan itu Maha Adil. Dihadapan hukum
kesehatan setiap manusia diperlakukan sama. Siapa yang patuh terhadapnya, dia
pasti akan sehat, selamat sepanjang hayatnya.” (Ismail Al Faruqi dan Syahrial Yusuf, 9 Kebiasaan Manusia Super Bahagia,
Lentera Ilmu Cendekia, Jakarta, 2013).
Berdasarkan kisah di atas,
terlihat dengan jelas tentang penderitaan hidup manusia modern yang berlimpah
kekayaan tapi miskin secara kesehatan jiwa (kefitrahan ruh). Adanya kondisi ini
mengharuskan diri kita tidak hanya fokus untuk menjaga kesehatan jasmani
semata. Namun harus diimbangi dengan menjaga kesehatan ruh (jiwa) yang pada
akhirnya kita harus seimbang menjaga keduanya.
Jihad untuk kepentingan
jasmani adalah sebuah sikap yang harus kita ambil dengan tegas yaitu bagaimana
jasmani yang telah diberikan oleh Allah SWT dijaga, dipelihara dan dirawat dan
dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah SWT yang sesuai dengan ilmu kesehatan
dan juga ilmu gizi.
Dan dalam kerangka berjihad
untuk kepentingan jasmani diri kita sendiri, kita dapat melakukan sebagai
berikut:
a. Jihad
untuk memperoleh atau mendapatkan penghasilan dan juga pekerjaan yang halal.
Bukan dari menipu, bukan dari korupsi dan juga bukan dari usaha yang melanggar
hukum Allah SWT dan juga ketentuan negara. Lalu lanjutkan dengan selalu menjaga
kebersihan dari penghasilan dan harta kita melalui program zakat, infaq dan
sedekah. Allah SWT berfirman: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168) serta melalui firman-Nya
berikut ini: Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80)
ayat 24)
b. Jihad
kepada jasmani melalui memberikan asupan makanan yang sesuai dengan ketentuan
“halalan wa tayyiban. Halal dari sisi jenis makanan dan minuman yang kita
konsumsi, sedangkan tayyiban sesuai dengan ketentuan ilmu gizi.
c. Jihad
kepada jasmani melalui menjaga tata cara mengkonsumsi makanan dan minuman yang
telah diatur oleh Allah SWT melalui Nabi-Nya dengan selalu membaca Basmallah, berdoa
sebelum mengkonsumsi sesuatu dan tidak berlebihan di dalam mengkonsumsi sesuatu
serta makanlah sesuatu dikala lapar berhenti sebelum kenyang.
d. Jihad
kepada jasmani melalui menjaga keseimbangan antara makanan dan minuman yang
dikonsumsi dengan sesuatu yang harus dikeluarkan dari jasmani, yaitu melalui
udara kotor, melalui cairan kotor, melalui kotoran dari usus besar serta
melalui aktivitas bekerja dan berolah raga untuk membakar karbohidrat dan juga
lemak dalam tubuh.
e. Jihad
kepada jasmani melalui membuang pikiran pikiran negatif yang berasal dari olah
pikir otak seperti gampang marah, membenci orang, suka mengkritisi dan menilai
orang lain, berprasangka buruk dan suka berdebat tidak akan bisa menjadikan
pikiran dan tubuh yang sehat. Pikiran negatif
adalah kotoran dalam pikiran yang paling ampuh merusak kesehatan tubuh
dan juga kesehatan ruhani seseorang. Maka pikiran negatif yang kotor itu perlu dibersihkan
sesegara mungkin dan setuntas tuntasnya.
Selain daripada itu,
ketahuilah ada 3 (tiga) racun yang bisa mendatangkan penderitaan, yaitu keserakahan, kebencian dan kebodohan.
Orang yang suka marah besar dan dendam kepada orang lain, hidupnya selalu
tegang dan pikirannya tidak bisa senang.
Ingat Rasulullah SAW pernah berkata: Ada segumpal daging yang jika ia
baik maka seluruh tubuh akan baik. Dan kalau ia buruk maka seluruh tubuh akan
buruk. Itulah Hati. Seharusnya ia selalu dalam kondisi indah dan baik. Selalu
ikhlas, menerima ketentuan Allah SWT, bersyukur, tulus berbagi dan bahagia
bersama.
Seperti anak bayi yang selalu
bahagia dan tertawa, seperti itulah kondisi hati kita seharusnya. Pada saat
hati kita sudah tidak lagi seperti itu, itulah saat penyakit muncul. Dan
deteksi dini harus dilakukan. Akar permasalahan
harus diatasi. Jika ke lima hal yang kami kemukakan di atas mampu kita
lakukan dalam kerangka jihad untuk kepentingan jasmani, alangkah nikmatnya
hidup ini dan alangkan indahnya kita beribadah karena ditunjang dengan jasmani
yang sehat.
2. Jihad Untuk Kepentingan Ruh. Jihad untuk kepentingan ruh
adalah suatu tindakan nyata guna mempertahankan dan menjaga konsep kefitrahan
ruh, yaitu: datang fitrah, dalam
perjalanan fitrah dan kembali fitrah, untuk bertemu Allah SWT di tempat yang
fitrah. Dalam perjalanan kehidupan manusia, ruh bisa menjadi tidak fitrah
dikarenakan kita melakukan maksiat karena tidak melakukan perintah dan larangan
Allah SWT atau memperturutkan ahwa (hawa nafsu) atau karena pengaruh buruk dari
penghasilan dan kekayaan yang haram.
Berikut ini akan kami
kemukakan beberap tindakan nyata yang bisa kita lakukan untuk menjaga
kefitrahan atau mengembalikan kesucian diri atau mempertahankan kefitrahan,
melalui hal hal sebagai berikut:
a. Mengadu dan Berlindung Kepada Allah Dari
Kejahatan Nafsunya. Seseorang
tidak akan kuat menghadapi ahwanya (hawa nafsunya) tanpa pertolongan dari Allah
SWT. Oleh karena itu, orang yang dilindungi dan dijaga oleh Allah SWT berarti
telah dibantu dan dipelihara dari kekikiran dan dari kejahatan nafsunya, serta
diberi kekuatan untuk melawan dan memeranginya. Sedangkan orang yang menjadikan
nafsunya sebagai pemimpin berarti telah dikuasai, ditundukkan, ditawan, dan
akan digiring kepada kehancuran dan ia tidak bisa berbuat apa apa, akhirnya
sengsara hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Untuk itu pelajarilah dan
perhatikan tiga buah hadits yang kami kemukakan di bawah ini: “Rasulullah
SAW memberikan arahan, agar membaca doa berikut ini: “Ya Allah, beri aku
petunjuk dan lindungi aku dari kejahatan nafsuku.” (Hadits Riwayat An Nassai,
Ath Thirmidzi, Hakim dan Ibnu Hibban)”. Di lain sisi, Rasulullah SAW
senantiasa mengawali khutbahnya dengan mengucapkan: “Segala puji hanya bagi Allah,
KepadaNya kami menyampaikan pujian, meminta pertolongan, dan meminta ampunan.
Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu kami dan kebusukan perbuatan
kami”. (Hadits Riwayat Muslim).
Dalam suatu riwayat yang lain
juga dikemukakan ketika Abu Bakar ra, berkata kepadanya: “Wahai Rasulullah, ajari aku doa
yang kubaca setiap pagi dan petang!. Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah, Ya
Allah Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang tampak,
Yang Mengatur dan Memiliki segala sesuatu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan nafsuku dan dari
kejahatan syaitan dan kemusyrikan, dan dari melakukan kejahatan atas diriku
atau diri seorang muslim.” Bacalah doa itu di saat pagi dan petang dan ketika
hendak tidur.” (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ath Thirmidzi).” Oleh
karena itu, hal penting yang harus dilakukan oleh seorang hamba bila ingin
selamat dari gangguan ahwa (hawa nafsu) adalah memohon kepada Allah SWT agar
tidak menyerahkan dirinya kepada nafsunya meski hanya sebentar.
Ibnul Qayyim al Jauziah mengemukakan
bahwa: “orang bodoh adalah orang yang mengeluhkan ketidakadilan Allah kepada
manusia. Ini puncak kebodohan dan bukti konkret bahwa dirinya tidak mengenal
Allah dan siapa manusia. Jika ia mengenal Tuhannya, ia tidak akan mengeluh;
jika ia mengenal siapa manusia, ia tidak akan mengadu kepada mereka.Sedangkan
orang yang bijak hanya mengadu kepada Allah. Orang yang paling bijak adalah
orang yang mengeluhkan kesalahan dari dirinya sendiri kepada Allah, bukan
kepada orang lain.” Ingat, setiap manusia itu sangat tergantung bagaimana
dia mendisain dirinya, apakah menempuh jalan kefasikan ataukah menempuh jalan
ketaqwaan.
Jika seseorang ingin
beruntung dan tinggi derajatnya maka ia harus mampu mensucikan jiwanya melalui
jalan ketaqwaan. Sebaliknya, jika dia ingin merendahkan derajatnya sehingga
menjadi orang yang merugi maka kotorilah jiwanya melalui jalan kefasikan atau
berbuat maksiat dengan melakukan tindakan melanggar perintah dan larangan Allah
SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini:“dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (surat Asy Syams (91) ayat 7,
8, 9, 10)”.
Sekarang pilihan hidup ada di
tangan diri kita sendiri. Namun apabila kita mengalami kekotoran jiwa akibat
diri kita memperturutkan ahwa (hawa nafsu) jangan pernah berharap sukses di
dunia dan di akhirat kelak. Ingat, Allah SWT sudah menunjukkan adanya dua
pilihan jalan kehidupan, yaitu jalan taqwa atau jalan fujur. Dan jika kita
salah memilih maka resiko tanggung sendiri.
b. Evaluasi Diri. Sesungguhnya kesucian dan kebersihan jiwa
bergantung pada evaluasi yang dilakukan terhadap jiwa. Jiwa tidak akan menjadi
suci, bersih dan baik jika tidak diperhatikan. Perhatian ini dilakukan dengan
melihat aib dan kekurangan yang ada padanya. Dengan demikian, memperbaikinya
dapat dimungkinkan.
Imam Ahmad mengatakan bahwa
Umar ibn Khattab ra, berkata, “Perhatikanlah dirimu sebelum engkau
diperhatikan. Timbanglah dirimu sebelum engkau ditimbang. Dengan memperhatikan
diri sekarang, kelak engkau akan mendapat kemudahan ketika diadili di akhirat
kelak. Persiapkanlah dirimu untuk menghadapi datangnya hari perhitungan. Hari
itu, semua perbuatanmu ditampakkan dan tidak ada satupun yang dapat
disembunyikan.” Dan Agar upaya
evaluasi diri dapat kita lakukan dengan baik, ada baiknya kita mempelajari
terlebih dahulu faktor-faktor penyebab dari kegagalan yang akan menghambat diri
kita melakukan jihad untuk kepentingan jasmani dan ruhani, yang bersumber dari
dalam diri kita sendiri, yaitu:
|
Tidak
punya tujuan pasti dalam hidupnya. |
Tidak
ada ambisi untuk membidik sasaran yang lebih tinggi. |
|
Khawatir
berlebihan. |
Keliru
memilih pasangan perkawinan. |
|
Takhayul
atau prasangka. |
Tidak
dapat mengendalikan birahi |
|
Keliru
memilih rekan bisnis dan pekerjaan. |
Kepribadian
negatif. |
|
Kurang
konsentrasi dalam berusaha. |
Tidak
punya disipilin diri. |
|
Kebiasaan
menghabiskan uang (boros) |
Keinginan
tidak terkendali terhadap sesuatu yang gratis. |
|
Tidak
memiliki Antusiasme. |
Tidak
toleran atau berpikiran tertutup. |
|
Pendidikan
kurang. |
Kesehatan
yang memburuk. |
|
Tidak
dapat bekerja sama dengan orang lain. |
Memiliki
kekuasaan yang tidak diperoleh dari usaha sendiri. |
|
Egoisme
dan kesombongan. |
Suka
menunda pekerjaan. |
|
Ketidakjujuran
yang disengaja. |
Berlebihan
makan dan minum. |
|
.Tidak
gigih dalam berusaha. |
Menebak
bukan memikirkan. |
Setelah diri kita menemukan
dan mengindentifikasi faktor-faktor yang akan menggagalkan diri untuk memulai
berjihad memerangi sifat sifat alamiah jasmani yang berkesesuaian dengan nilai
nilai keburukan. Untuk itulah perjuangan ini harus dimulai dengan renungan
suci, mengagungkan nama-Nya, Asma-Nya dalam tekad yang kuat. Cara memeranginya
agar memperoleh sifat terpuji yang sesuai dengan kehendak Allah SWT adalah:
1. Jika
kita memperturutkan sifat malas lawanlah dengan aktifitas karena berdiam diri
adalah musuh kesuksesan nomor satu.
2. Jika
kita memperturutkan sifat pelit lawan sifat pelit dengan berbagi, lakukan
secara rutin walaupun rutin.
3. Jika
kita memperturutkan sifat tergesa gesa lawan dengan mulai belajar sabar,
katakan biasakan untuk mengantri.
4. Jika
kita memperturutkan sifat tamak diperangi dengan rasa cukup dari hasil usaha
yang diperoleh.
5. Jika
kita memperturutkan sifat marah, emosi, dendam diubah menjadi sabar/penyabar
dalam menghadapi sesuati.
6. Jika
kita memperturutkan nafsu hewani/jiwa fujur harus dilawan dengan sifat malu
berbuat seperti binatang.
7. Jika
kita memperturutkan sifat iri dan dengki perangi sifat ini dengan sifat
kepoloson, berterus terang dan koreksi diri.
8. Jika
kita memperturutkan sifat sombong dan angkuh perangi sifat ini dengan sifat
merendahkan diri.
9. Jika
kita memperturutkan sifat riya perangi sifat ini dengan berpindah menjadi
ikhlas dalam berbuat.
Selain sembilan hal yang
telah kami kemukakan di atas, lanjutkan dengan apa yang kami istilahkan dengan
kurangi untuk menambah.
|
Kurangi
analisa perbanyak usaha |
Kurangi
berfikir perbanyak rasa. |
|
Kurangi
menilai perbanyak perhatian |
Kurangi
kata lidah tingkatkan kata hati. |
|
Kurangi
kertas perbanyak pohon |
Kurangi
makan perbanyak puasa |
|
Kurangi
asap perbanyak udara bersih |
Kurangi
gadget perbanyak silaturahmi. |
|
Kurangi
mengkritik perbanyak memuji. |
Kurangi
penjelasan perbanyak perbuatan. |
|
Kurangi
perbedaan perbanyak pengertian. |
Kurangi
batasan perbanyak kebebasan. |
|
Kurangi
meminta perbanyak memberi. |
Kurangi
keinginan perbanyak bersyukur |
|
Kurangi
pembelian tingkatkan berbagi. |
Kurangi
stress perbanyak tertawa. |
|
Kurangi
jam bersama TV tingkatkan jam bersama membaca Al Qur’an. |
Kurangi
mencari keluar perbanyak pencarian diri ke dalam |
|
Kurangi
bicara perbanyak diam. |
Kurangi
bicara tingkatkan mendengar. |
|
Kurangi
kepemilikan tingkatkan kreatifitas. |
Kurangi
ketergantungan tingkatkan kesadaran. |
Manusia hidup di dunia ini
dituntut untuk selalu berusaha dan bekerja keras baik untuk kehidupan di dunia
maupun perbekalan untuk kepentingan akhirat. Bila kita malas untuk berdayung maka
tidak mungkin akan sampai ke seberang. Bila kita belum tahu jalan hendaklah
rajin bertanya agar tidak sesat di jalan.
Orang yang beriman adalah
orang yang paling bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Ia memperhatikannya
karena Allah. Orang orang yang memperhatikan dirinya di dunia ini, kelak di
akhirat akan dihisab dengan mudah. Sedangkan orang orang yang melakukan sesuatu
tanpa perhatian terlebih dahulu, kelak di akahirat akan dihisab dengan penuh
kesulitan.
Sesungguhnya orang orang yang
beriman adalah mereka yang dihentikan oleh AlQur’an dari kehancurannya. Di
Dunia ini, orang beriman adalah tawanan yang berusaha membebaskan dirinya. Ia
tidak merasa aman hingga berjumpa denganNya. Ia mengetahui bahwa ia akan
dimintai pertanggungjawaban atas pendengarannya, atas penglihatannya, atas
lisannya dan atas organ tubuhnya yang
lain. Ia mengetahui bahwa ia benar benar akan dimintai pertanggung jawaban atas
semuanya.
c. Meninggalkan Sesuatu yang Meragukan. Orang yang menganggap remeh segala sesuatu yang
syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) hampir dapat dipastikan suka
meremehkan sesuatu yang haram. Dengan demikian ia telah mendekatinya. Nabi SAW
bersabda: Nu’man ibn Basyir ra, menyatakan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas.
Di antara keduanya ada sesuatu yang syubhat. Barangsiapa menjauhi sesuatu yang
syubhat berarti telah membebaskan agama dan kehormatannya. Barangsiapa terperosok
ke dalam sesuatu yang syubhat, berarti telah terperosok ke dalam sesuatu yang
haram, seperti orang yang menggembala di sekitar tanah larangan, hampir pasti
ia terperosok ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai batasan, dan
ketahuilah bahwa batasan Allah adalah laranganNya.” (Muttafaq’Alaih)
Rasulullah mengemukakan bahwa
orang yang terperosok ke dalam sesutau yang syubhat berarti telah terperosok ke
dalam sesuatu yang haram. Orang yang terperosok ke dalam sesuatu yang syubhat
diumpamakan seperti orang yang mengembalakan di sekitar tanah larangan. Ia
pasti mendekatinya. Barangsiapa menjauhi batasan, berarti telah menghindar dari
yang haram. Orang yang membahas suatu permasalahan kemudian tidak menemukan
hukumnya yang pasti, sehingga ia ragu antara boleh dan tidak maka sikap yang
tepat terhadap masalah tersebut adalah mengerjakannya apabila permasalahan
tersebut berada di antara hukum mubah dan hukum wajib, dan meninggalkannya
apabila permasalahan tersebut berada di antara halal dan haram.
d. Menjauhi Sikap Ingin Tahu
Rahasia Orang Lain. Ahwa
(hawa nafsu) diciptakan dengan sifat ingin mengetahui dan menyelidiki segala
sesuatu. Ia ingin mengetahui dan terlibat di dalam percakapan manusia dan isu
isu yang beredar diantara mereka, baik itu berupa isu seputar harga barang,
makanan, hal hal yang baru dan segala sesuatu yang tidak ada kaitan dengannya.
Ia juga memperhatikan dan mencurahkan pikiran untuk hal hal yang demikian. Itu
semua merupakan tindakan yang berlebihan dan tidak bermanfaat, karena di situ
tidak ada sesuatu yang dibutuhkannya.
Perbuatan tersebut hanya
membuang buang waktu, memperlemah tekad, dan menyebabkan kelalaian.Rasulullah
SAW bersabda: “Salah satu tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu
yang tidak bermanfaat.” (Hadits Riwayat Ath Thirmidzi dan Ibnu Madjah)”. Sesuatu
yang tidak bermanfaat disini bersifat umum, bisa melihat, mendengar, berjalan,
berpikir, dan seluruh aktivitas lahir maupun bathin yang lain. Hadits di atas
sudah cukup untuk menjelaskan makna wara’ yang sebenarnya. Wara’ adalah
meninggalkan setiap yang tidak jelas, yang tidak bermanfaat dan yang
berlebihan.
Apabila seseorang
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat dan mengerjakan sesuatu yang
bermanfaat, maka telah sempurna dan baik Islamnya. Selanjutnya agar diri kita
terhindar dari perbuatan perbuatan yang tidak bermanfaat, hal hal sebagai
berikut bisa kita jadikan patokannya, yaitu
hindari berbicara secara berlebihan serta banyak tertawa; jangan berlebihan
dalam melihat sesuatu; jangan berlebihan dalam mendengar sesuatu; jaga pikiran;
jangan sampai makan berlebihan; jangan kebanyakan tidur; jangan kebanyakan
bergaul.
Waspadalah, karena jalan yang
kita lalui penuh dengan bahaya, sementara ahwa (hawa nafsu) diciptakan dengan
watak zhalim dan bodoh serta memiliki sifat yang menampilkan nilai nilai
keburukan. Jika seorang hamba bertekad
menempuh perjalanan menuju Allah, ahwa (hawa nafsu) siap memperdaya dan
menghadangnya.
Setelah diri kita mampu untuk berjihad untuk kepentingan jasmani dan ruhani diri kita sendiri, jangan lupa kita wajib berjihad pula untuk kepentingan keluarga, anak dan keturunan serta untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara secara bersamaan sebagai bukti kita pernah ada di muka bumi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar