B. MAMPU
MEMAHAMI ARTI PERINTAH MELAKSANAKAN PUASA.
Untuk dapat melaksanakan puasa wajib di bulan
Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita harus terlebih dahulu
paham akan arti dari perintah melaksanakan ibadah puasa yang akan kita
laksanakan. Adalah suatu yang tidak bisa ditolerir dengan akal sehat jika ada orang
yang akan melaksanakan suatu perintah namun tidak mampu memahami akan arti
perintah yang akan dilaksanakannya secara baik dan benar. Lalu bagaimana
mungkin kita bisa melaksanakan ibadah dimaksud dengan baik dan benar dan
memperoleh hasil yang maksimal dengan kondisi seperti itu?
Sekarang bagaimana kita akan tahu maksud dan tujuan
yang sesungguhnya yang terdapat di balik perintah melaksanakan puasa jika yang
melaksanakannya tidak mau belajar, tidak memiliki ilmu tentang puasa. Padahal
maksud dan tujuan dari perintah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan
harus kita raih dan rasakan dan yang menjadi tujuan utama bagi yang
melaksanakan ibadah puasa. Allah SWT berfirman: “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari
peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah
sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling
mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (surat An Najm (53) ayat 29,30)
Sebagai orang yang telah diperintahkan oleh Allah
SWT untuk melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan, maka kita harus
bisa menjadikan taqwa dan kembali fitrah yang tercermin dalam budi pekerti
serta menjadikan jasmani sehat menjadi tujuan utama dan yang harus kita raih
dan kita capai saat melaksanakan ibadah puasa. Jika tidak berarti kita tidak
paham akan arti dari melaksanakan ibadah yang akan kita laksanakan serta tidak
memiliki tujuan dari pelaksanaan ibadah dimaksud.
Allah SWT dengan kebesaran dan kemahaan yang
dimiliki-Nya bukan sekedar pemberi perintah menunaikan ibadah puasa di bulan
Ramadhan. Allah SWT juga penilai dari puasa yang kita laksanakan serta Allah
SWT juga Penentu hasil akhir dari ibadah puasa yang telah kita laksanakan. Jika
ini kondisi dasar Allah SWT di dalam pelaksanaan ibadah puasa maka tidak ada
jalan lain bagi diri kita yang akan
melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan untuk segera belajar agar memiliki
ilmu tentang puasa sebaik mungkin yang tentunya harus sesuai dengan kehendak
Allah SWT.
Allah SWT sangat Maha sehingga tidak membutuhkan
apapun dan dari siapapun juga, termasuk di dalamnya Allah SWT tidak membutuhkan
ibadah puasa yang kita laksanakan. Jika pemberi perintah melaksanakan puasa
tidak membutuhkan apapun berarti segala manfaat yang ada di balik perintah
melaksanakan puasa bukanlah untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk orang
yang beriman yang mampu melaksanakan perintah puasa di bulan Ramadhan yang
sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Sekarang jika yang diperintahkan untuk melaksanakan
puasa di bulan Ramadhan tidak bisa menikmati, atau merasakan apa-apa yang ada
di balik perintah ibadah puasa berarti orang yang melaksanakannya memiliki
kesalahan atau tidak sempurna saat melaksanakan ibadah puasa. Padahal perintah
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan sampai kapanpun tidak akan pernah salah. Jika
sekarang kita tidak pernah merasakan dan mendapatkan tawqa dan kembali fitrah
serta sehatnya jasmani melalui ibadah puasa Ramadhan, kecuali memperoleh dan
merasakan rasa haus, lapar serta menahan syahwat semata. Jangan
pernah salahkan pemberi perintah melaksanakan puasa jika kita sendiri malas
untuk belajar sehingga tidak paham akan apa yang akan dilaksanakannya.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat berkepentingan
dengan konsep “datang fitrah dan
kembali harus fitrah”, ketahuilah bahwa tujuan hakiki dari puasa Ramadhan
berupa taqwa dan kembali fitrah serta sehatnya jasmani tidak akan pernah kita
dapatkan jika kita tidak pernah mengerti makna yang hakiki yang ada di balik
perintah melaksanakan puasa Ramadhan. Akhirnya belajar, belajar dan belajarlah
yang menjadi tolak ukur bagi diri kita untuk memahami makna yang hakiki dari
perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.
Dan
butuh waktu, butuh perjuangan dan semuanya tidak ada yang langsung jadi (instan)
untuk segera memahami makna yang hakiki dari apa yang telah diperintahkan Allah
SWT. Buang jauh jauh pemikiran serta pemahaman bahwa dengan belajar apa adanya
mampu menghantarkan kita memiliki ilmu tentang puasa yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Dan jangan pernah berharap dan bermimpi memperoleh taqwa
dan kembali fitrah yang tercermin dalam budi pekerti dan terjaganya pancaindera
dari perbuatan yang dilarang Allah SWT serta sehatnya jasmani dari ibadah puasa
yang dilaksanakan oleh orang lain.
C. MAMPU
MEMAHAMI APA YANG DIMAKSUDKAN DENGAN PUASA.
Ibadah puasa
(ibadah shaum) dapat diartikan sebagai saat diri kita meninggalkan makan dan
minum serta syahwat semenjak dari matahari terbit di ufuk timur (saat tibanya
shalat subuh) sampai dengan matahari terbenam (saat tibanya waktu magrib)
karena ikhlas kepada Allah SWT. Saat diri kita berpuasa kita tetap harus
melaksanakan ibadah ibadah yang bersifat wajib dan juga ibadah ibadah yang
bersifat sunnah. Dengan kata lain saat diri kita berpuasa bukanlah penghalang
apalagi menjadi penghambat untuk melaksanakan ibadah seperti shalat, zakat,
berbuat baik, melainkan menjadi sebuah kekuatan untuk berbuat dan berbuat
menjadi lebih baik lagi.
Lalu
siapakah yang meninggalkan makan dan minum serta syahwat itu jika ditinjau dari
sisi manusia yang wajib terdiri dari ruhani dan jasmani? Yang akan dipuasakan
dalam kurun waktu tertentu bukanlah ruhani melainkan adalah jasmani. Hal ini
dikarenakan kebutuhan yang dibutuhkan ruhani atau jasmani adalah berbeda.
Ruhani harus tetap diberi makan dan minum melalui pelaksanaan ibadah yang
sesuai dengan syariat yang berlaku seperti shalat, dzikir, zakat, infaq dan
sedekah, membaca AlQuran, berbuat kebaikan dan lain sebagainya.
Disinilah
hal yang terpenting dari makna yang hakiki dari perintah melaksanakan puasa (adanya
kewajiban untuk berpuasa) di bulan Ramadhan bila ditinjau sisi ruh/ruhani dan jasmani.
Lalu apa yang terjadi dengan jasmani yang dipuasakan dalam kurun waktu
tertentu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang terjadi pada
jasmani saat puasa kita laksanakan, yaitu:
1.
Puasa
dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh yang pada gilirannya dapat melindungi
tubuh dari berbagai penyakit. Dengan berpuasa, indikator fungsional sel sel
getah bening akan membaik 10 kali lipat dan besar persentase sel sel yang
bertanggung jawab atas kekebalan spesifik (limposit T) juga bertambah banyak.
Selain daripada itu, beberapa jenis antibody dalam tubuh bertambah banyak dan
reaksi ketahanan meningkat sebagai akibat dari bertambahnya lemak yang
berkepadatan rendah.
2.
Puasa
dapat mencegah pembentukan batu batu ginjal pada tubuh karena dengan puasa
dapat menambah tingkat sodium pada air mata yang kemudian mencegah kristalisasi
garam kalsium. Selain itu, bertambahnya zat urine juga dapat membantu mencegah
jatuhnya garam air seni yang membentuk batu batu oada saluran kemih.
3.
Puasa
dapat mencegah kegemukan dengan berbagai dampak negatifnya serta puasa dapat
mengurangi dan menurunkan dorongan seksual khususnya di kalangan pemuda, yang
pada gilirannya dapat melindungi tubuh dari psikopati dan penyimpangan
perilaku.
4.
Terjadinya
regenerasi sel sel tubuh yang rusak yang berdampak bagi kesehatan jasmani, yang
mana hal ini tidak akan bisa terjadi jika jasmani tidak pernah dipuasakan dalam
kurun waktu tertentu.
5.
Dipuasakannya
jasmani dalam kurun waktu tertentu diharapkan kemampuan ahwa (hawa nafsu) yang
ada di dalam diri menjadi lemah sehingga ahwa (hawa nafsu) mampu dikendalikan
atau dikalahkan oleh ruhani atau sifat dan perbuatan ahwa mampu digantikan
dengan sifat dan perbuatan ruhani. Sehingga pada akhirnya ruhani mampu menjadi
jati diri manusia yang sesungguhnya melalui proses puasa atau ruhani mampu
menjadi khalifah bagi jasmani melalui proses puasa.
Apa kami
kemukakan di atas hanya bisa terjadi jika yang berpuasa atau yang dipuasakan
dalam kurun waktu tertentu hanyalah jasmani semata. Sedangkan ruh/ruhani pada
saat jasmani dipuasakan tidak boleh dipuasakan oleh sebab apapun juga. Ruhani
harus tetap dan terus diberi makan dan minum sebanyak banyaknya melalui ibadah
yang sesuai dengan syariat yang berlaku. Apalagi pada saat bulan Ramadhan, ada
ketentuan yang berlaku khusus untuk kepentingan ruhani yaitu setiap ibadah
sunnah yang dijadikan ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib dilipatgandakan oleh
Allah SWT.
Lalu apa
dampak yang dapat kita rasakan? Tekanan kejiwaan atau goncangan kejiwaan
berkurang. Ketenangan jiwa dan mental sangat terasa dalam diri. Emosi dan
kecemasan dapat ditekan. Aktifitas selalu mengarah kepada kegiatan positif dan
bermanfaat. Selain daripada itu, adanya fasilitas khusus yang diberlakukan
khusus untuk ruhani selama di bulan Ramadhan ini berarti Allah SWT telah
menyediakan fasilitas percepatan untuk mengembalikan kefitrahan ruhani akibat
pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan syaitan yang telah terjadi selama kurang lebih
11 (sebelas) bulan berjalan (atau satu tahun sebelum) bulan Ramadhan tiba.
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan
puasa, kita harus mampu mempuasakan jasmani semata dengan tidak pernah
mempuasakan ruhani oleh sebab apapun, apakah di bulan Ramadhan ataupun di luar
bulan Ramadhan.
Sekali
lagi kami ingatkan, ruhani tidak boleh dipuasakan oleh sebab apapun karena yang
dipuasakan selama hayat di kandung badan hanyalah jasmani semata. Sekarang apa
yang harus kita lakukan saat diri kita tidak berpuasa terutama di luar bulan
Ramadhan? Hal yang harus kita ketahui terlebih dahulu adalah adanya perbedaan
ketentuan antara ketentuan di bulan Ramadhan dengan ketentuan di luar bulan
Ramadhan. Di luar bulan Ramadhan, ketentuan wajib tetap dinilai wajib demikian
juga ketentuan sunnah tetap dinilai sunnah. Sedangkan di bulan Ramadhan,
ketentuan sunnah menjadi wajib sedangkan ketentuan wajib akan dilipatgandakan.
Adanya
perbedaan ketentuan yang berbeda antara di luar Ramadhan dengan di bulan
Ramadhan, tidak boleh menjadikan ibadah kita mengendur atau berkurang. Sehingga
saat diri kita tidak berpuasa atau saat berada di luar Ramadhan maka ruhani
harus tetap diberi makan sebanyak banyaknya dengan selalu beribadah kepada
Allah SWT.
|
Ketentuan
Di Bulan Ramadhan |
Ketentuan
Di luar Bulan Ramadhan |
|
Ibadah Sunnah menjadi Ibadah Wajib |
Ibadah Sunnah tetap Ibadah Sunnah |
|
Ibadah Wajib dilipatgandakan |
Ibadah Wajib tetap Ibadah Wajib. |
|
Syaitan dibelenggu selama Ramadhan |
Syaitan bebas/tidak dibelenggu |
|
Ahwa/Hawa Nafsu tetap ada. |
Ahwa/Hawa Nafsu tetap ada. |
|
Memberi makan orang berbuka,
pahalanya sama dengan orang yang kita beri makan untuk berbuka. |
Ketentuan ini tidak ada. |
|
Umroh di bulan Ramadhan seperti
berhaji bersama Nabi. |
Ketentuan ini tidak ada. |
|
Adanya Malam seribu Bulan |
Ketentuan ini tidak ada. |
Jasmani
pada saat di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan maka jasmani wajib
diberi makan dan minum yang sesuai dengan ketentuaan surat Al Baqarah (2) ayat
168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.” yaitu
harus memenuhi ketentuan halal dan juga baik menurut ketentuan ilmu gizi (tayyib).
Ketentuan halal tidak berdiri sendiri, ketentuan halal harus sejalan dengan
ketentuan ilmu gizi, terutama angka kebutuhan gizi dan juga sesuatu yang halal
itu wajib didapatkan dari penghasilan
yang halal pula serta dilanjutkan dengan membaca Basmallah dan Doa sebelum
mengkonsumsi makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh jasmani.
Hal yang
harus kita jadikan pedoman tentang jasmani adalah walaupun diri kita mampu
memenuhi ketentuan syarat dan ketentuan mengkonsumsi makanan dan minuman
seperti yang kami kemukakan diatas, tidak serta merta ahwa (hawa nafsu) yang
tidak lain adalah perbuatan dari sifat alamiah dari jasmani (insan) hilang dari
diri kita. Semakin berkualitas tingkat halal dan tayyib makanan dan minuman
yang kita konsumsi maka ahwa menjadi mudah untuk dikendalikan oleh ruhani.
Semakin rendah tingkat halal dan baik (tayyib) makanan dan minuman yang kita
konsumsi maka ahwa menjadi liar dan sulit untuk dikendalikan oleh ruhani
sehingga mudah dikendalikan oleh syaitan.
Lalu apa
jadinya jika saat kita berpuasa, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan
Ramadhan, yang berpuasa adalah jasmani dan ruhani (maksudnya jasmani dan ruh/ruhani
keduanya dipuasakan)? Jika jasmani dan ruh/ruhani dipuasakan saat diri kita
berpuasa, maka inilah yang ditakutkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu hanya lapar
dan haus serta ditahannya syahwat sajalah yang kita peroleh dari puasa yang
kita lakukan serta kesempatan menjadikan jiwa taqwa gagal total serta fitrah
jauh panggang dari api apalagi menjadi orang yang bersyukur. Hal ini bisa
terjadi pada diri kita jika kita tidak mau belajar, malas, tidak paham, tidak
mengerti apa arti dari perintah puasa yang hakiki dari puasa yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT.
Untuk itu
jangan pernah menyalahkan Allah SWT selaku pemberi perintah jika kita sendiri
yang memiliki masalah saat melakasanakan perintah Allah SWT dimaksud. Puasa
dalam arti yang seperti inilah yang paling banyak dilaksanakan oleh kebanyakan
umat Islam dan jika hasil akhirnya adalah hanya merasakan lapar dan haus serta
menahan syahwat semata bukanlah sesuatu yang mustahil adanya.
Segala
kebaikan dan segala manfaat, yang terdapat dibalik perintah melaksanakan puasa,
tidak bisa diketahui oleh semua orang dan tidak bisa dirasakan oleh semua
orang. Hanya orang orang tertentu saja yang tahu dan hanya orang orang tertentu
saja yang paham tentang arti dan makna yang sesungguhnya yang ada di balik
perintah melaksanakan puasa, sebagaimana hadits berikut ini: Abu Darda
ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah
mewahyukan kepada orang orang Bani Israil, bahwa barang siapa berpuasa karena mengharap ridha Ku, niscaya
Aku karuniai kesehatan badan dan pahala yang banyak. (Hadits Qudsi Riwayat Abu
Syeikh, Ad Dailami dan Ar Rafi’i; 272:234)
Untuk
itu mari kita renungkan dan perhatikan apa yang telah dikemukakan Allah SWT di
ujung surat Al Baqarah (2) ayat 184 di bawah ini, yaitu: “jika kamu mengetahui”. Berapa
banyak orang yang paham tentang hakekat dari berpuasa yang tidak melanggar
syariat dan berapa banyak orang yang tidak paham tentang hakekat berpuasa serta
berapa banyak orang yang hanya tahu syariat berpuasa tanpa pernah tahu hakekat
dari berpuasa? Semoga kita termasuk orang orang yang tahu dan mengerti secara
baik dan benar tentang hakekah berpuasa yang tidak melanggar syariat sehingga
mampu menghantarkan diri merasakan dan mencapai apa apa yang terdapat dibalik
perintah puasa.
Adanya
kondisi yang telah dikemukakan oleh Allah SWT di surat Al Baqarah (2) ayat 184 berikut
ini: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih
baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
[114]
Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
Ayat
di atas ini menunjukkan kepada diri kita untuk segera mempelajari makna yang
hakiki dari perintah Allah SWT dimaksud yang tentunya harus sesuai dengan
kehendak Allah SWT itu sendiri (yang sesuai dengan syariat yang berlaku). Agar
diri kita mampu mengetahuinya maka belajarlah hanya kepada Allah SWT melalui
guru agama, melalui ustads, melalui kiyai dan lain sebagainya. Dimana Allah SWT
lah yang harus dijadikan guru sedangkan guru, ulama, ustadz ataupun kiyai
hanyalah sarana untuk belajar kepada Allah SWT. Ingat, jangan pernah belajar
kepada guru, ustads, kiyai, akan tetapi belajarlah langsung kepada Allah SWT
melalui mereka. Jika kita mampu melakukan hal ini maka Allah SWT akan turut
serta memberikan pelajaran kepada kita sehingga pemahaman dari pelajaran yang
kita terima dan dapatkan akan sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Lalu
apa jadinya jika kita yang telah diperintahkan untuk puasa, namun yang didapat
dari pelaksanaan puasa hanya lapar dan haus serta ditahannya syahwat semata?
Jika ini yang terjadi pada diri kita berarti perintah puasa yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT tidak akan pernah salah. Akan tetapi diri kitalah
yang punya masalah karena tidak mampu melaksanakan perintah puasa yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu segeralah belajar lebih baik lagi tentang
puasa yang tentunya belajar hanya kepada Allah SWT semata.
Sekarang
mari kita perhatikan penilaian Allah SWT yang terdapat di dalam hadits yang
kami kemukakan berikut ini: Basyir bin Al Khashasshiah ra berkata: Nabi Saw
bersabda: Allah ta’ala berfirman: Ibadah puasa itu laksana perisai terhadap
neraka. Puasa itu untuk Ku, maka Aku sendiri yang akan membalasnya. Ia
meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku. Sesungguhnya dalam
pandangan Allah, bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum daripada bau
minyak kesturi. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baghawi, Ath Thabrani dan Abdan;
272:85). Apabila
kita mampu melaksanakan puasa yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka di
dalam pandangan Allah SWT, bau mulut orang yang melaksanakan ibadah puasa hanya
karena Allah SWT lebih harum daripada bau minyak kesturi. Bau mulut pada saat
berpuasa adalah sesuatu yang pasti terjadi atau hal yang tidak dapat kita
hindari pada saat kita berpuasa.
Bau
mulut terjadi karena adanya proses alamiah yang terjadi di dalam tubuh akibat
kita tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu sehingga keluarlah aroma
tidak sedap dari dalam rongga mulut. Coba kita bayangkan bau mulut yang tidak
kita sukai justru oleh pemberi perintah puasa dinilai sangat harum laksana bau
minyak kesturi. Adanya kondisi seperti ini berarti ada sesuatu yang hakiki
dibalik perintah puasa yang telah diberlakukan oleh Allah SWT di muka bumi ini
sampai dengan hari kiamat kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar