Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 02 Maret 2024

PRASYARAT MENUJU PUASA YANG SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH SWT (PART 2 OF 3)


B.      MAMPU MEMAHAMI ARTI PERINTAH MELAKSANAKAN PUASA.

 

Untuk dapat melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka kita harus terlebih dahulu paham akan arti dari perintah melaksanakan ibadah puasa yang akan kita laksanakan. Adalah suatu yang tidak bisa ditolerir dengan akal sehat jika ada orang yang akan melaksanakan suatu perintah namun tidak mampu memahami akan arti perintah yang akan dilaksanakannya secara baik dan benar. Lalu bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan ibadah dimaksud dengan baik dan benar dan memperoleh hasil yang maksimal dengan kondisi seperti itu?

 

Sekarang bagaimana kita akan tahu maksud dan tujuan yang sesungguhnya yang terdapat di balik perintah melaksanakan puasa jika yang melaksanakannya tidak mau belajar, tidak memiliki ilmu tentang puasa. Padahal maksud dan tujuan dari perintah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan harus kita raih dan rasakan dan yang menjadi tujuan utama bagi yang melaksanakan ibadah puasa. Allah SWT berfirman: Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (surat An Najm (53) ayat 29,30)

 

Sebagai orang yang telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan, maka kita harus bisa menjadikan taqwa dan kembali fitrah yang tercermin dalam budi pekerti serta menjadikan jasmani sehat menjadi tujuan utama dan yang harus kita raih dan kita capai saat melaksanakan ibadah puasa. Jika tidak berarti kita tidak paham akan arti dari melaksanakan ibadah yang akan kita laksanakan serta tidak memiliki tujuan dari pelaksanaan ibadah dimaksud.

 

Allah SWT dengan kebesaran dan kemahaan yang dimiliki-Nya bukan sekedar pemberi perintah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Allah SWT juga penilai dari puasa yang kita laksanakan serta Allah SWT juga Penentu hasil akhir dari ibadah puasa yang telah kita laksanakan. Jika ini kondisi dasar Allah SWT di dalam pelaksanaan ibadah puasa maka tidak ada jalan lain bagi diri  kita yang akan melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan untuk segera belajar agar memiliki ilmu tentang puasa sebaik mungkin yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Allah SWT sangat Maha sehingga tidak membutuhkan apapun dan dari siapapun juga, termasuk di dalamnya Allah SWT tidak membutuhkan ibadah puasa yang kita laksanakan. Jika pemberi perintah melaksanakan puasa tidak membutuhkan apapun berarti segala manfaat yang ada di balik perintah melaksanakan puasa bukanlah untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk orang yang beriman yang mampu melaksanakan perintah puasa di bulan Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Sekarang jika yang diperintahkan untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan tidak bisa menikmati, atau merasakan apa-apa yang ada di balik perintah ibadah puasa berarti orang yang melaksanakannya memiliki kesalahan atau tidak sempurna saat melaksanakan ibadah puasa. Padahal perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan sampai kapanpun tidak akan pernah salah. Jika sekarang kita tidak pernah merasakan dan mendapatkan tawqa dan kembali fitrah serta sehatnya jasmani melalui ibadah puasa Ramadhan, kecuali memperoleh dan merasakan rasa haus, lapar serta menahan syahwat semata. Jangan pernah salahkan pemberi perintah melaksanakan puasa jika kita sendiri malas untuk belajar sehingga tidak paham akan apa yang akan dilaksanakannya.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat berkepentingan dengan konsep datang fitrah dan kembali harus fitrah”, ketahuilah bahwa tujuan hakiki dari puasa Ramadhan berupa taqwa dan kembali fitrah serta sehatnya jasmani tidak akan pernah kita dapatkan jika kita tidak pernah mengerti makna yang hakiki yang ada di balik perintah melaksanakan puasa Ramadhan. Akhirnya belajar, belajar dan belajarlah yang menjadi tolak ukur bagi diri kita untuk memahami makna yang hakiki dari perintah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.

 

Dan butuh waktu, butuh perjuangan dan semuanya tidak ada yang langsung jadi (instan) untuk segera memahami makna yang hakiki dari apa yang telah diperintahkan Allah SWT. Buang jauh jauh pemikiran serta pemahaman bahwa dengan belajar apa adanya mampu menghantarkan kita memiliki ilmu tentang puasa yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Dan jangan pernah berharap dan bermimpi memperoleh taqwa dan kembali fitrah yang tercermin dalam budi pekerti dan terjaganya pancaindera dari perbuatan yang dilarang Allah SWT serta sehatnya jasmani dari ibadah puasa yang dilaksanakan oleh orang lain.  

 

C.      MAMPU MEMAHAMI APA YANG DIMAKSUDKAN DENGAN PUASA.

 

Ibadah puasa (ibadah shaum) dapat diartikan sebagai saat diri kita meninggalkan makan dan minum serta syahwat semenjak dari matahari terbit di ufuk timur (saat tibanya shalat subuh) sampai dengan matahari terbenam (saat tibanya waktu magrib) karena ikhlas kepada Allah SWT. Saat diri kita berpuasa kita tetap harus melaksanakan ibadah ibadah yang bersifat wajib dan juga ibadah ibadah yang bersifat sunnah. Dengan kata lain saat diri kita berpuasa bukanlah penghalang apalagi menjadi penghambat untuk melaksanakan ibadah seperti shalat, zakat, berbuat baik, melainkan menjadi sebuah kekuatan untuk berbuat dan berbuat menjadi lebih baik lagi.

 

Lalu siapakah yang meninggalkan makan dan minum serta syahwat itu jika ditinjau dari sisi manusia yang wajib terdiri dari ruhani dan jasmani? Yang akan dipuasakan dalam kurun waktu tertentu bukanlah ruhani melainkan adalah jasmani. Hal ini dikarenakan kebutuhan yang dibutuhkan ruhani atau jasmani adalah berbeda. Ruhani harus tetap diberi makan dan minum melalui pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan syariat yang berlaku seperti shalat, dzikir, zakat, infaq dan sedekah, membaca AlQuran, berbuat kebaikan dan lain sebagainya.

 

Disinilah hal yang terpenting dari makna yang hakiki dari perintah melaksanakan puasa (adanya kewajiban untuk berpuasa) di bulan Ramadhan bila ditinjau sisi ruh/ruhani dan jasmani. Lalu apa yang terjadi dengan jasmani yang dipuasakan dalam kurun waktu tertentu? Berikut ini akan kami kemukakan beberapa hal yang terjadi pada jasmani saat puasa kita laksanakan, yaitu:

 

1.        Puasa dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh yang pada gilirannya dapat melindungi tubuh dari berbagai penyakit. Dengan berpuasa, indikator fungsional sel sel getah bening akan membaik 10 kali lipat dan besar persentase sel sel yang bertanggung jawab atas kekebalan spesifik (limposit T) juga bertambah banyak. Selain daripada itu, beberapa jenis antibody dalam tubuh bertambah banyak dan reaksi ketahanan meningkat sebagai akibat dari bertambahnya lemak yang berkepadatan rendah.

2.        Puasa dapat mencegah pembentukan batu batu ginjal pada tubuh karena dengan puasa dapat menambah tingkat sodium pada air mata yang kemudian mencegah kristalisasi garam kalsium. Selain itu, bertambahnya zat urine juga dapat membantu mencegah jatuhnya garam air seni yang membentuk batu batu oada saluran kemih.

3.        Puasa dapat mencegah kegemukan dengan berbagai dampak negatifnya serta puasa dapat mengurangi dan menurunkan dorongan seksual khususnya di kalangan pemuda, yang pada gilirannya dapat melindungi tubuh dari psikopati dan penyimpangan perilaku.

4.        Terjadinya regenerasi sel sel tubuh yang rusak yang berdampak bagi kesehatan jasmani, yang mana hal ini tidak akan bisa terjadi jika jasmani tidak pernah dipuasakan dalam kurun waktu tertentu.

5.        Dipuasakannya jasmani dalam kurun waktu tertentu diharapkan kemampuan ahwa (hawa nafsu) yang ada di dalam diri menjadi lemah sehingga ahwa (hawa nafsu) mampu dikendalikan atau dikalahkan oleh ruhani atau sifat dan perbuatan ahwa mampu digantikan dengan sifat dan perbuatan ruhani. Sehingga pada akhirnya ruhani mampu menjadi jati diri manusia yang sesungguhnya melalui proses puasa atau ruhani mampu menjadi khalifah bagi jasmani melalui proses puasa.

 

Apa kami kemukakan di atas hanya bisa terjadi jika yang berpuasa atau yang dipuasakan dalam kurun waktu tertentu hanyalah jasmani semata. Sedangkan ruh/ruhani pada saat jasmani dipuasakan tidak boleh dipuasakan oleh sebab apapun juga. Ruhani harus tetap dan terus diberi makan dan minum sebanyak banyaknya melalui ibadah yang sesuai dengan syariat yang berlaku. Apalagi pada saat bulan Ramadhan, ada ketentuan yang berlaku khusus untuk kepentingan ruhani yaitu setiap ibadah sunnah yang dijadikan ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib dilipatgandakan oleh Allah SWT.

 

Lalu apa dampak yang dapat kita rasakan? Tekanan kejiwaan atau goncangan kejiwaan berkurang. Ketenangan jiwa dan mental sangat terasa dalam diri. Emosi dan kecemasan dapat ditekan. Aktifitas selalu mengarah kepada kegiatan positif dan bermanfaat. Selain daripada itu, adanya fasilitas khusus yang diberlakukan khusus untuk ruhani selama di bulan Ramadhan ini berarti Allah SWT telah menyediakan fasilitas percepatan untuk mengembalikan kefitrahan ruhani akibat pengaruh ahwa (hawa nafsu) dan syaitan yang telah terjadi selama kurang lebih 11 (sebelas) bulan berjalan (atau satu tahun sebelum) bulan Ramadhan tiba.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan puasa, kita harus mampu mempuasakan jasmani semata dengan tidak pernah mempuasakan ruhani oleh sebab apapun, apakah di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan.

 

Sekali lagi kami ingatkan, ruhani tidak boleh dipuasakan oleh sebab apapun karena yang dipuasakan selama hayat di kandung badan hanyalah jasmani semata. Sekarang apa yang harus kita lakukan saat diri kita tidak berpuasa terutama di luar bulan Ramadhan? Hal yang harus kita ketahui terlebih dahulu adalah adanya perbedaan ketentuan antara ketentuan di bulan Ramadhan dengan ketentuan di luar bulan Ramadhan. Di luar bulan Ramadhan, ketentuan wajib tetap dinilai wajib demikian juga ketentuan sunnah tetap dinilai sunnah. Sedangkan di bulan Ramadhan, ketentuan sunnah menjadi wajib sedangkan ketentuan wajib akan dilipatgandakan.

 

Adanya perbedaan ketentuan yang berbeda antara di luar Ramadhan dengan di bulan Ramadhan, tidak boleh menjadikan ibadah kita mengendur atau berkurang. Sehingga saat diri kita tidak berpuasa atau saat berada di luar Ramadhan maka ruhani harus tetap diberi makan sebanyak banyaknya dengan selalu beribadah kepada Allah SWT.

 

Ketentuan Di Bulan Ramadhan

Ketentuan Di luar Bulan Ramadhan

Ibadah Sunnah menjadi  Ibadah Wajib

Ibadah Sunnah tetap Ibadah Sunnah

Ibadah Wajib dilipatgandakan

Ibadah Wajib tetap Ibadah Wajib.

Syaitan dibelenggu selama Ramadhan

Syaitan bebas/tidak dibelenggu

Ahwa/Hawa Nafsu tetap ada.

Ahwa/Hawa Nafsu tetap ada.

Memberi makan orang berbuka, pahalanya sama dengan orang yang kita beri makan untuk berbuka.

Ketentuan ini tidak ada.

Umroh di bulan Ramadhan seperti berhaji bersama Nabi.

Ketentuan ini tidak ada.

Adanya Malam seribu Bulan

Ketentuan ini tidak ada.

 

Jasmani pada saat di bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan maka jasmani wajib diberi makan dan minum yang sesuai dengan ketentuaan surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” yaitu harus memenuhi ketentuan halal dan juga baik menurut ketentuan ilmu gizi (tayyib). Ketentuan halal tidak berdiri sendiri, ketentuan halal harus sejalan dengan ketentuan ilmu gizi, terutama angka kebutuhan gizi dan juga sesuatu yang halal itu wajib  didapatkan dari penghasilan yang halal pula serta dilanjutkan dengan membaca Basmallah dan Doa sebelum mengkonsumsi makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh jasmani.   

  

Hal yang harus kita jadikan pedoman tentang jasmani adalah walaupun diri kita mampu memenuhi ketentuan syarat dan ketentuan mengkonsumsi makanan dan minuman seperti yang kami kemukakan diatas, tidak serta merta ahwa (hawa nafsu) yang tidak lain adalah perbuatan dari sifat alamiah dari jasmani (insan) hilang dari diri kita. Semakin berkualitas tingkat halal dan tayyib makanan dan minuman yang kita konsumsi maka ahwa menjadi mudah untuk dikendalikan oleh ruhani. Semakin rendah tingkat halal dan baik (tayyib) makanan dan minuman yang kita konsumsi maka ahwa menjadi liar dan sulit untuk dikendalikan oleh ruhani sehingga mudah dikendalikan oleh syaitan.

 

Lalu apa jadinya jika saat kita berpuasa, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan, yang berpuasa adalah jasmani dan ruhani (maksudnya jasmani dan ruh/ruhani keduanya dipuasakan)? Jika jasmani dan ruh/ruhani dipuasakan saat diri kita berpuasa, maka inilah yang ditakutkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu hanya lapar dan haus serta ditahannya syahwat sajalah yang kita peroleh dari puasa yang kita lakukan serta kesempatan menjadikan jiwa taqwa gagal total serta fitrah jauh panggang dari api apalagi menjadi orang yang bersyukur. Hal ini bisa terjadi pada diri kita jika kita tidak mau belajar, malas, tidak paham, tidak mengerti apa arti dari perintah puasa yang hakiki dari puasa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.

 

Untuk itu jangan pernah menyalahkan Allah SWT selaku pemberi perintah jika kita sendiri yang memiliki masalah saat melakasanakan perintah Allah SWT dimaksud. Puasa dalam arti yang seperti inilah yang paling banyak dilaksanakan oleh kebanyakan umat Islam dan jika hasil akhirnya adalah hanya merasakan lapar dan haus serta menahan syahwat semata bukanlah sesuatu yang mustahil adanya.

 

Segala kebaikan dan segala manfaat, yang terdapat dibalik perintah melaksanakan puasa, tidak bisa diketahui oleh semua orang dan tidak bisa dirasakan oleh semua orang. Hanya orang orang tertentu saja yang tahu dan hanya orang orang tertentu saja yang paham tentang arti dan makna yang sesungguhnya yang ada di balik perintah melaksanakan puasa, sebagaimana hadits berikut ini: Abu Darda ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepada orang orang Bani Israil, bahwa barang siapa  berpuasa karena mengharap ridha Ku, niscaya Aku karuniai kesehatan badan dan pahala yang banyak. (Hadits Qudsi Riwayat Abu Syeikh, Ad Dailami dan Ar Rafi’i; 272:234)

 

Untuk itu mari kita renungkan dan perhatikan apa yang telah dikemukakan Allah SWT di ujung surat Al Baqarah (2) ayat 184 di bawah ini, yaitu: jika kamu mengetahui”. Berapa banyak orang yang paham tentang hakekat dari berpuasa yang tidak melanggar syariat dan berapa banyak orang yang tidak paham tentang hakekat berpuasa serta berapa banyak orang yang hanya tahu syariat berpuasa tanpa pernah tahu hakekat dari berpuasa? Semoga kita termasuk orang orang yang tahu dan mengerti secara baik dan benar tentang hakekah berpuasa yang tidak melanggar syariat sehingga mampu menghantarkan diri merasakan dan mencapai apa apa yang terdapat dibalik perintah puasa.

 

Adanya kondisi yang telah dikemukakan oleh Allah SWT di surat Al Baqarah (2) ayat 184 berikut ini: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

 

[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

 

Ayat di atas ini menunjukkan kepada diri kita untuk segera mempelajari makna yang hakiki dari perintah Allah SWT dimaksud yang tentunya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT itu sendiri (yang sesuai dengan syariat yang berlaku). Agar diri kita mampu mengetahuinya maka belajarlah hanya kepada Allah SWT melalui guru agama, melalui ustads, melalui kiyai dan lain sebagainya. Dimana Allah SWT lah yang harus dijadikan guru sedangkan guru, ulama, ustadz ataupun kiyai hanyalah sarana untuk belajar kepada Allah SWT. Ingat, jangan pernah belajar kepada guru, ustads, kiyai, akan tetapi belajarlah langsung kepada Allah SWT melalui mereka. Jika kita mampu melakukan hal ini maka Allah SWT akan turut serta memberikan pelajaran kepada kita sehingga pemahaman dari pelajaran yang kita terima dan dapatkan akan sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Lalu apa jadinya jika kita yang telah diperintahkan untuk puasa, namun yang didapat dari pelaksanaan puasa hanya lapar dan haus serta ditahannya syahwat semata? Jika ini yang terjadi pada diri kita berarti perintah puasa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT tidak akan pernah salah. Akan tetapi diri kitalah yang punya masalah karena tidak mampu melaksanakan perintah puasa yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu segeralah belajar lebih baik lagi tentang puasa yang tentunya belajar hanya kepada Allah SWT semata.

 

Sekarang mari kita perhatikan penilaian Allah SWT yang terdapat di dalam hadits yang kami kemukakan berikut ini: Basyir bin Al Khashasshiah ra berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Ibadah puasa itu laksana perisai terhadap neraka. Puasa itu untuk Ku, maka Aku sendiri yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku. Sesungguhnya dalam pandangan Allah, bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum daripada bau minyak kesturi. (Hadits Qudsi Riwayat Al Baghawi, Ath Thabrani dan Abdan; 272:85). Apabila kita mampu melaksanakan puasa yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka di dalam pandangan Allah SWT, bau mulut orang yang melaksanakan ibadah puasa hanya karena Allah SWT lebih harum daripada bau minyak kesturi. Bau mulut pada saat berpuasa adalah sesuatu yang pasti terjadi atau hal yang tidak dapat kita hindari pada saat kita berpuasa.

 

Bau mulut terjadi karena adanya proses alamiah yang terjadi di dalam tubuh akibat kita tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu sehingga keluarlah aroma tidak sedap dari dalam rongga mulut. Coba kita bayangkan bau mulut yang tidak kita sukai justru oleh pemberi perintah puasa dinilai sangat harum laksana bau minyak kesturi. Adanya kondisi seperti ini berarti ada sesuatu yang hakiki dibalik perintah puasa yang telah diberlakukan oleh Allah SWT di muka bumi ini sampai dengan hari kiamat kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar