Sekarang
mari kita pelajari apa yang dinamakan dengan musuh dalam selimut itu dan semoga
hal ini mampu menghantarkan diri kita tahu diri.
A.
SIFAT SIFAT JASMANI MANUSIA.
Sekarang mari kita perhatikan
diri kita. Saat diri kita masih hidup berarti kita sedang berhadapan langsung
dengan dua buah lingkungan, yaitu lingkungan yang bercirikan nilai nilai
keburukan (insan) yang berasal dari jasmani dan juga lingkungan yang bercirikan
nilai nilai kebaikan (nass) yang berasal dari ruh. Lalu di posisi manakah diri kita
saat ini, apakah yang sesuai dengan kehendak syaitan ataukah yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT!.
Untuk bisa menentukan dimana
posisi kita saat ini, mari kita pelajari salah satu lingkungan yang melingkungi
diri kita dalam hal ini adalah lingkungan yang berasal dari dalam jasmani diri
kita sendiri yang bercirikan nilai nilai keburukan (insan), yaitu :
1. Diciptakan Dengan Keadaan
Lemah (Terbatas). Berdasarkan
surat An Nisaa’ (4) ayat 28 berikut ini : Allah hendak
memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” Dan berdasarkan surat Ar Ruum (30) ayat 54 di berikut ini: Allah, Dialah
yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah
kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya
dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” disebutkan bahwa salah satu
sifat dari jasmani manusia adalah lemah atau bersifat lemah atau disebut juga
dengan dhaif.
Adanya sifat lemah dalam jasmani menunjukkan
bahwa jasmani memiliki keterbatasan sehingga jasmani tidak mampu selamanya kuat
sehingga jasmani memiliki penurunan fungsi setelah mencapai titik optimalnya. Jika
jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada
pada diri kita) adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan untuk
melemahkan sangat tergantung dengan kemampuan sifat lemah mempengaruhi manusia.
Adanya sifat lemah di dalam jasmani, ini menandakan kepada kita bahwa kemampuan
jasmani manusia ada batasnya (terbatas).
Jika sifat jasmani adalah
lemah atau mempunyai keterbatasan, sekarang bagaimana dengan sifat Allah SWT
dan juga dengan sifat ruh yang juga berasal dari Allah SWT? Allah SWT tidak
mempunyai sedikitpun sifat lemah dan juga kelemahan dan demikian pula dengan
ruh. Ruh juga tidak mempunyai kelemahan sepanjang ruh dapat dijaga dan dirawat
dengan baik dan benar atau tidak dijajah oleh jasmani.
Sekarang adakah sifat lemah
di dalam diri kita? Sifat lemah pasti ada di dalam diri kita sebab diri kita
sama-sama lemah dibandingkan alam karena keduanya ada karena ada yang
mengadakan atau ada yang menciptakan. Pencipta pasti ada sebelum ciptaannya ada
serta pencipta lebih kuat dan lebih mampu dari yang diciptakan. Ini berarti
diri kita dan alam sama-sama diciptakan dalam kondisi lemah. Jika setiap
jasmani telah memiliki sifat lemah lalu bagaimanakah ahwa dari sifat lemah ini
mempengaruhi diri kita atau mempengaruh sifat ruh?
Jika sifat lemah mampu mempengaruhi atau mampu
mengalahkan sifat ruh/ruhani maka manusia dibuat malas untuk beraktifitas,
hanya berorientasi jangka pendek, rendah motivasi, selalu bersikap pesimis dan
lain sebagainya yang akhirnya manusia berada di dalam koridor nilai-nilai
keburukan atau berada di dalam suatu
keadaan yang paling dikehendaki oleh syaitan. Hal ini sangat bertentangan
kehendak Allah SWT kepada diri kita yang selalu memerintahkan diri kita untuk
selalu aktif berbuat kebaikan dimanapun dan kapanpun, beriorientasi jangka
panjang (maksudnya tidak hanya untuk duniawi semata), selalu memiliki motivasi
untuk maju dengan selalu bersikap optimis. Dan jika sampai diri kita mampu
dipengaruhi oleh ahwa berarti kita sendirilah yang memberikan kesempatan bagi
syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita.
2. Keluh Kesah dan Kikir (Bakhil). Berdasarkan
surat Al Ma’aarij (70) ayat 19-20-21 berikut ini: Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusuahan
ia berkeluh kesah. Dan apabila dapat kebaikan ia amat kikir.” dikemukakan salah satu sifat jasmani manusia selalu berkeluh kesah dan selalu
kikir (bakhil). Jika jasmani memiliki sifat berkeluh kesah dan selalu kikir
(bakhil) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada pada diri kita) adalah selalu
merasa dirinya kekurangan sehingga memelitkan diri untuk tidak berbagi kepada
orang yang membutuhkan. Pada akhirnya orang seperti ini hanya mementingkan diri
sendiri, keluarga dan kelompoknya saja.
Hal ini terlihat jika manusia
ditimpa kesusahan ia selalu berkeluh kesah dan jika ia mendapat kebaikan selalu
merasa kurang dan akan kikir untuk berbagi kepada sesama. Jika di dalam diri
kita sudah ada sifat demikian, bagaimanakah kita harus bersikap sedangkan di
lain sisi kita harus berbagi kepada fakir miskin atau wajib menunaikan hak
Allah SWT melalui zakat, infaq, shadaqah. Kedua keadaan tersebut di atas akan
ada selama ruhani dan jasmani masih bersatu maka tarik menarik keduanya akan
terjadi. Jika
Nilai-Nilai Ilahiah yang berasal dari ruh dapat mengalahkan sifat-sifat jasmani
yang berasal dari alam maka kita akan menjadi dermawan dan jika sebaliknya yang
terjadi maka kikir dan bakhil serta mementingkan diri sendiri yang terjadi.
Selanjutnya apa yang akan
terjadi jika sifat keluh kesah dan kikir sampai mempengaruhi diri kita atau
jika ahwa mempengaruhi diri kita melalui sifat keluh kesah dan kikir? Jika sifat ini mempengaruhi diri kita maka
kita selalu merasa kekurangan sehingga tidak bisa menerima sesuatu secara
ikhlas, selalu iri melihat orang lain sukses dan juga selalu mementingkan diri
sendiri, susah untuk diajak berbagi untuk kepentingan bersama, demikian
seterusnya yang kesemuanya berkesesuaian dengan kehendak syaitan. Kondisi
ini sangat bertentangan dengan perintah Allah SWT kepada diri kita, seperti
kita diharuskan ikhlas menerima sesuatu, mau berbagi, tidak mendahulukan
kepentingan pribadi serta selalu bersyukur. Sekarang yang manakah perbuatan
kita?
3. Loba, Tamak Akan Harta. Berdasarkan
surat Al Fajr (89) ayat 17-18-19-20 yang kami kemukakan berikut ini: Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak
yatim. Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. Dan kamu
memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)
dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” sifat jasmani adalah loba, tamak atau rakus akan harta benda.
Jika jasmani memiliki sifat
loba, tamak atau rakus akan harta benda berarti perbuatan jasmani (ahwa yang
ada pada diri kita) adalah selalu merasa dirinya kekurangan sehingga semua
ingin dimilikinya yang pada akhirnya ia berbuat tanpa memikirkan dari mana
harta ataupun benda itu berasal, apakah halal ataupun haram semuanya dianggap
sama rata. Lalu pernahkah anda merasakan sifat ini di dalam diri kita atau
adakah sifat ini di dalam diri kita? Jika saat ini kita merasa memiliki sifat loba,
tamak apakah akan kita pertahankan atau jika kita merasa tidak memiliki sifat
loba, tamak apakah kita akan tetap mempertahankannya? Ingat, tangan di
atas selalu lebih baik dari tangan di bawah.
Lalu, apa yang terjadi jika
sifat loba, tamak, rakus akan harta sampai mempengaruhi diri manusia atau
seperti apakah kondisi ahwa di dalam mempengaruhi diri kita melalui sifat loba,
tamak? Jika sampai perbuatan loba, tamak akan harta menjadi perbuatan kita maka
ahwa dari itu semua membuat diri kita melakukan segala cara untuk mendapatkan
sesuatu, halal dan haram bukanlah ukuran, melanggar hukum bukanlah masalah,
yang penting apa yang diinginkan dapat tercapai.
Selanjutnya kondisi inilah yang paling dikehendaki oleh syaitan sang
laknatullah dan yang paling tidak disukai (dibenci) oleh Allah SWT.
4. Selalu Berburuk Sangka Dengan Allah SWT. Berdasarkan
surat Al Fajr (89) ayat 15-16 berikut ini: “Adapun manusia
apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakanNya dan diberiNya kesenangan, maka
dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila TuhanNya mengujinya lalu
membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. sifat jasmani adalah selalu
buruk sangka tidak hanya kepada manusia saja tetapi ia juga berburuk sangka kepada Allah SWT. Jika ini
adalah sifat jasmani berarti perbuatan dari sifat jasmani ini adalah memandang
sesuatu hal dari sisi keburukan semata tanpa pernah mampu melihat dari sisi
kebaikan/sisi positif sesuatu hal. Sehingga menjadikan seseorang menjadi orang
yang pesimis. Dan saking pesimisnya ia berani untuk berburuk sangka kepada
Allah SWT.
Sekarang pejamkan mata dan
renungkan adakah sifat ini di dalam diri kita? Jika sifat itu ada di dalam diri
kita, baikkah jika sifat negatif kita pelihara dan kita lestarikan? Sekarang
apa yang terjadi jika sifat buruk sangka sampai mempengaruhi perbuatan manusia
melalui ahwa? Jika sifat buruk
sangka menyerang diri kita maka diri kita akan selalu berprasangka negatif
kepada siapapun, merasa diri kita benar sehingga orang lain selalu salah,
merasa orang lain ingin mencelakakan diri kita padahal orang tersebut ingin
menolong diri kita. Dan jika sifat ini terus mengendap di dalam diri
maka ketenangan bathin di dalam diri sirna dikarenakan prasangka-prasangka
buruk selalu menghantui diri, padahal apa yang kita sangkakan belum tentu benar
adanya.
5. Selalu Bermaksiat Terus Menerus. Berdasarkan
surat Al Qiyamah (75) ayat 5 berikut ini: “Bahkan manusia
itu hendak membuat maksiat terus menerus.” sifat
jasmani yang lainnya adalah selalu ingin berbuat maksiat terus menerus.
Jika ini adalah sifat dari jasmani maka perbuatan dari sifat jasmani (ahwa) ini
adalah tidak pernah mau bersyukur atas apa apa yang telah diberikan oleh Allah
SWT kepada diri kita yang ada hanyalah kurang dan kurang. Selain tidak mau
bersyukur, juga tidak mau mengalah atau selalu mau menang sendiri seperti
halnya hukum alam yang lemah selalu dikalahkan oleh yang kuat.
Selama di alam itu ada maka
hukum alam akan tetap berlaku dan terus berlaku. Adanya hukum alam maka sifat
alam juga akan ada di dalam jasmani manusia. Jika manusia melakukan tindakan
berbuat zhalim kepada sesama atau selalu menganiaya yang lemah atau selalu
berbuat maksiat dengan tidak mau bersyukur maka hukum alam yang telah berlaku
dan juga merupakan sunnatullah telah
menjadi perbuatan diri kita.
Selanjutnya jika hal ini
terjadi di dalam diri kita, bagaimana kita harus menyikapinya? Jika kita ingin
selalu berada di dalam kehendak Allah SWT maka tidak ada jalan lain kecuali
kita menolak atau meniadakan atau tidak menjadikan hukum alam tersebut berlaku
bagi diri kita.Sekarang apa jadinya jika sampai sifat Jasmani yang
selalu bermaksiat terus menerus sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka kenyamanan,
ketentraman, kerukunan hidup di dalam masyarakat hilang, yang ada perasaan
untuk mengintimidasi orang lain, tingginya rasa permusuhan di antara sesama,
serta hilangnya kepercayaan di tengah masyarakat. Adanya kondisi ini
memudahkan syaitan memecah belah umat dan serta memudahkan syaitan
menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
6. Selalu Minta Perlindungan Kepada Makhluk. Berdasarkan
surat Al Jin (72) ayat 6 berikut ini: Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah
bagi mereka dosa dan kesalahan.” dikemukakan bahwa
sifat jasmani adalah yang kuat selalu menjadi komandan bagi yang lemah
(perhatikan di dalam dunia hewan). Adanya kondisi ini menimbulkan yang lemah
akan selalu meminta perlindungan atau akan selalu minta untuk dilindungi oleh
yang kuat sehingga terjadilah adu kuat di antara mereka. Sekarang adakah
kondisi yang terjadi di alam juga terjadi di dalam diri manusia?
Di dalam diri setiap manusia
juga terjadi hal yang sama jika terjadi pertentangan ataupun di dalam keadaan
tertentu yang mengakibatkan manusia terjepit. Untuk itu manusia biasanya akan
selalu meminta perlindungan kepada makhluk tertentu yang dianggap mampu untuk
melindunginya. Di lain sisi Allah SWT sudah menyatakan dengan tegas bahwa Allah
SWT akan menjadi penolong dan pelindung bagi hamba-Nya yang beriman. Sekarang
jika kita mengalami hal tersebut di atas kemanakah kita mencari perlindungan?
Semuanya terpulang kepada diri kita sendiri.
Selanjutnya apa yang terjadi
jika sifat jasmani yang selalu meminta perlindungan kepada makhluk sampai
mempengaruhi diri kita melalui jalan ahwa?Jika
ini yang terjadi maka akan ada manusia-manusia yang merasa dirinya jagoan, akan
ada apa yang dinamakan jawara-jawara yang dapat dimintakan tolong baik untuk
kebaikan maupun untuk keburukan. Adanya kondisi ini maka akan timbul di
dalam masyarakat apa yang dinamakan rasa kebencian terhadap kelompok masyarakat
tertentu, rasa mementingkan kelompok tertentu tumbuh di dalam masyarakat,
stigma negatif kepada kelompok tertentu tumbuh subur, yang pada akhirnya akan
menghancurkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
7. Suka Membantah, Menantang dan Membangkang. Berdasarkan
surat Al Nahl (16) ayat 4 berikut ini: Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah
yang nyata.” Dan juga
berdasarkan surat Al Kahfi (18) ayat 54 yang kami kemukakan berikut
ini: Dan
sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan
manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” dikemukakan bahwa sifat jasmani suka membantah, suka
menentang serta suka menjadi pembangkang. Kenapa timbul sifat ini di dalam
diri manusia, padahal sebelumnya manusia itu tidak mempunyai kemampuan apa-apa
pada waktu dilahirkan?
Timbulnya sifat
pembantah, penentang dan pembangkang di dalam diri setiap orang disebabkan di
dalam diri manusia juga terdapat hawa panas yang berasal dari api. Sifat api
atau hawa panas biasanya selalu ingin menang sendiri dan tidak mau tunduk
kepada siapapun. Api atau hawa panas biasanya akan langsung keok atau tidak
dapat berbuat apa-apa jika api bertemu dengan air. Sekarang perhatikan
orang pembangkang dan pembantah dia baru
akan terdiam jika sudah tersudutkan atau setelah di “skak-mat” baru tidak dapat
membantah lagi. Pernahkah anda merasakan hal tersebut di atas.
Sekarang
apa jadinya jika sifat jasmani yang suka membantah, membangkang dan juga suka
menantang sampai mempengaruhi diri manusia? Jika
ini yang terjadi maka akan di dalam diri dan juga masyarakat rasa untuk
memberontak, rasa tidak puas serta merasa diri jagoan, merasa diri benar orang
lain salah dan seterusnya yang pada akhirnya akan selalu berada di dalam
kehendak Syaitan, tetapi tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT.
8. Suka Ingkar. Berdasarkan
surat Az Zukhruf (43) ayat 15 berikut
ini: Dan
mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian dari pada-Nya.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap) rahmat
Allah).” dikemukakan bahwa sifat jasmani suka
ingkar atau tidak mau mengakui rahmat dan kebaikan yang berasal dari Allah SWT
atau kufur terhadap nikmat Allah SWT. Sekarang pernahkah anda merasakan atau
mengalami hal tersebut di atas? Setiap manusia pasti mengalami apa yang dinamakan
dengan ingkar, merasa kufur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Hal
ini terjadi karena kurangnya kesadaran diri akibat selalu mementingkan jasmani
dibandingkan mementingkan ruhani (ruhani nomor sepatu, jasmani nomor satu).
Sekarang
apa jadinya jika sifat jasmani yang suka ingkar atau suka kufur nikmat sampai
mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang
terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat, akan timbul rasa tidak pernah puas dengan apa yang
telah diperoleh, susah untuk bersyukur atau susah untuk mengakui kekalahan
walaupun sudah menyatakan siap menang dan siap kalah. Hal ini sangat
bertentangan dengan kehendak Allah SWT namun sesuai dengan kehendak syaitan.
Sebagai khalifah di muka bumi yang baik, tentu kita tidak diperkenankan berbuat
seperti apa yang kami kemukakan di atas, terkecuali diri kita merasa nyaman
dengan kehendak syaitan.
9. Suka Zhalim dan Tidak Mensyukuri Nikmat. Berdasarkan
surat Ibrahim (14) ayat 34 berikut ini: Dan Dia telah
memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” dikemukakan bahwa sifat jasmani suka bertindak zhalim serta
sulit untuk bersyukur. Timbul pertanyaan, dari manakah asalnya sifat ini? Untuk
itu lihatlah dan perhatikanlah dunia hewan, seekor hewan buas ditolong oleh manusia apakah hewan
tersebut berterima kasih kepada manusia yang telah menolongnya? Hewan buas
setelah ditolong bukannya berterima kasih malah menyerang balik manusia yang
telah menolongnya.
Jika
sekarang di dalam diri manusia terjadi hal yang serupa, apakah ini berarti
manusia mengambil contoh dari apa yang terjadi di alam? Jasmani yang berasal
dari alam tentunya mempunyai nilai-nilai tertentu yang diturunkan dari alam
(ingat, kita juga senang mengkonsumsi hewan). Timbul pertanyaan manusiakah yang mengambil
contoh atas perilaku hewan ataukah hewan yang mengikuti perilaku manusia?
Sekarang
apa jadinya jika sifat jasmani yang suka berbuat zhalim dan tidak suka
bersyukur sampai mempengaruhi diri manusia? Jika
ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat maka akan
terjadilah apa yang dinamakan yang kuat menindas yang lemah, yang berkuasa
menindak yang membutuhkan sesuatu, aparatur yang seharusnya melayani justru
ingin dilayani serta rendahnya tingkat kesadaran di dalam masyarakat untuk
berbuat kebaikan. Jika sampai hal ini terjadi rusaklah tatanan hidup di
masyarakat bangsa dan negara dan kondisi ini sangat dinantikan oleh syaitan
namun sangat dibenci oleh Allah SWT.
10. Dalam Bahaya Ingat Allah SWT,
Jika Selamat Lupa Untuk Bersyukur. Berdasarkan surat Al
israa' (17) ayat 67 berikut ini: Dan apabila
kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali
Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan
manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” dikemukakan bahwa sifat jasmani akan ingat kepada Allah SWT
saat dalam bahaya atau dalam posisi susah, setelah selesai lupa kepada Allah
SWT. Sifat jasmani yang seperti ini tidak ubahnya dengan sifat hewan buas,
setelah ditolong menyerang balik penolongnya. Sekarang bagaimana dengan manusia
dalam hidupan sehari-hari? Manusia juga sering lupa siapa yang menolongnya.
Lalu
apa jadinya jika sifat jasmani yang ingat kepada Allah SWT hanya pada saat ada
perlunya saja sampai mempengaruhi diri manusia? Jika ini yang terjadi maka di dalam diri dan juga di dalam masyarakat
maka akan terjadi budaya pamrih, hilang rasa ikhlas di dalam bekerja dan
berbuat sesuatu, tumbuh subur budaya udang di balik batu, tingkat produktifitas
rendah karena kurang ikhlas di dalam bekerja dan berkarya. Kondisi sangat
disukai oleh syaitan sang laknatullah namun sangat dibenci oleh Allah SWT dan
semoga kita tidak termasuk orang-orang yang melakukan itu semua.
11. Tergesa-gesa Tidak Sabaran
dan Ingin Cepat. Adapun
sifat lainnya yang ada di dalam diri manusia atau jasad adalah suka tergesa-gesa,
tidak sabaran dan selalu ingin cepat selesai. Keinginan ini biasanya akan
tercermin pada saat kita diharuskan untuk mengantri atau berbaris satu persatu
untuk mengambil sesuatu atau pada waktu terjadi kemacetan lalu lintas. Allah
SWT berfirman: “dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk
kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa. (surat Al Isra’ (17) ayat
11).” Selanjutnya apa yang terjadi pada tubuh kita setelah kita
melakukan hal tersebut diatas? Biasanya kita akan mengumpat, menggerutu dan
seterusnya dan sebaliknya kita akan senang jika orang lain dibuat susah.
Adakah
sifat tergesa-gesa dan tidak sabaran serta ingin cepat dalam diri kita?
Sekarang bagaimana jika ahwa (hawa nafsu) yang berasal dari sifat tergesa-gesa
atau tidak sabaran atau ingin cepat mempengaruhi sifat ruh atau mempengaruhi
perbuatan manusia? Jika sifat
jasmani yang seperti ini sampai mempengaruhi perbuatan manusia maka manusia
tersebut tidak akan mau disuruh mengantri, selalu meminta perlakuan khusus jika
harus mengantri, tidak mau diatur di dalam kepentingan bersama secara urutan,
sehingga apa yang dilakukan harus ia dahulu yang dilayani, harus ia dahulu yang
memperoleh sesuatu sedangkan secara urutan ia memperoleh belakangan.
Jangan sampai diri kita melakukan hal seperti ini dan jika sampai kita
laksanakan berarti diri telah dipengaruhi atau telah memperturutkan ahwa (hawa
nafsu).
12. Tidak Mau Mensyukuri Nikmat
Allah SWT. Dalam
kehidupan sehari-hari hukum penjumlahan dan hukum perkalian merupakan hal yang
sangat di-inginkan oleh manusia sedangkan hukum pengurangan dan pembagian merupakan hal
yang sulit dilakukan. Jika ini yang terjadi dalam kehidupan diri
kita berarti sifat jasmani yang dikemukakan di dalam surat Al Hajj (22) ayat 66 ada pada diri kita. “Dan dialah Allah yang telah menghidupkan
kamu, kemudian mematikan kamu, sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat
mengingkari ni’mat.” yaitu tidak mau bersyukur atau
tidak mau mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita atau
kepada keluarga kita merupakan sesuatu yang susah dilakukan oleh manusia.
Hukum pembagian dan
pengurangan adalah manusia sangat sulit untuk berbagi kepada sesama atau
manusia paling tidak suka untuk mengurangi haknya kepada orang lain. Manusia
lebih senang dan suka untuk selalu menambah dan mengalikan apa yang
dimilikinya, dimana kondisi ini sangat bertentangan dengan hukum pembagian dan
pengurangan.
Sekarang yang manakah yang anda miliki apakah hukum pembagian dan pengurangan
yang anda miliki ataukah hukum perkalian dan penjumlahan yang anda miliki?
13. Ditimpa Bahaya Berdoa, Senang Kafir. Berdasarkan
surat Asy Syuura (42) ayat 48 berikut ini: Jika mereka
berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi mereka.
Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila
Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami dia bergembira ria
karena rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan
tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya manusia itu
amat ingkar (kepada ni’mat).” serta
berdasarkan surat Yunus (10) ayat 12 yang kami kemukakan berikut
ini: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak
pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.
Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu
mereka kerjakan.” Adapun sifat
jasmani yang lainnya adalah jika ditimpa bahaya atau mengalami kekurangan atau
dalam posisi terjepit, ia akan akan
selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah SWT namun setelah doanya
dikabulkan, ia lupa, ia lalai, merasa apa yang telah diperolehnya bukan atas
bantuan Allah SWT.
Di
dalam kehidupan, terutama di dalam kehidupan binatang, coba anda perhatikan
pada waktu kita menolong seekor hewan buas yang terjepit, pada saat ditolong
hewan tersebut menurut dan tidak menunjukkan gelagat yang tidak baik. Akan
tetapi setelah semuanya berakhir maka hewan tersebut akan menyerang kita yang
telah menyelamatkannya. Selanjutnya jika perbuatan yang kita lakukan seperti di atas ini,
berarti apa yang kita lakukan sama dengan hewan yang telah kita tolong. Sekarang
hewankah yang meniru kita atau kita kah yang meniru tingkah laku hewan?
14. Selalu Dalam Kerugian. Berdasarkan
surat Al ‘Ashr (103) ayat 1-2
yang kami kemukakan berikut ini: Demi masa.
Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.” salah satu sifat jasmani yang lainnya adalah
selalu menghambur-hamburkan waktu atau melalaikan waktu. Jika ini adalah sifat
dari jasmani berarti perbuatan dari jasmani (ahwa) adalah menghabiskan waktu
dengan cara cara yang tidak berguna atau menganggap waktulah yang menunggunya.
Manusia berpikir bahwa waktu adalah sesuatu yang dapat
dikendalikannya atau bahkan dapat dibelinya sehingga pada saat waktu itu telah
habis atau akan berakhir barulah manusia itu sadar dan berharap waktu akan
kembali lagi. Di sinilah letaknya jika manusia dikatakan selalu berada di dalam
kerugian. Kerugian yang terjadi akibat kelalaian di dalam memanfaatkan waktu
atau tidak mampunya kita memanfaatkan saat bersatunya ruh dengan jasmani
sehingga fungsi dari kekhalifahan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada
diri kita tidak dapat terlaksana dengan baik dan benar.
Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan
tentang 14 (empat belas) sifat-sifat alamiah jasmani, yang di dalam AlQuran
disebut dengan insan. Tidak ada satupun sifat-sifat alamiah jasmani (insan)
yang sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang berasal dari nilai-nilai Ilahiah.
termasuk juga perbuatan dari sifat insan itu sendiri yang dinamakan dengan ahwa.
Sifat-sifat jasmani dan juga ahwa (hawa nafsu) kesemuanya mencerminkan nilai-nilai
keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah. Lalu perlukah kita meratapi
dan mempertanyakan kembali sifat-sifat jasmani?
Sifat jasmani yang telah kami sebutkan diatas
merupakan sunnatullah yang harus berlaku di muka bumi ini sama seperti sifat
garam yaitu
asin dan mengasinkan atau sifat gula yaitu manis dan memaniskan. Kita semua
tidak dapat merubah sifat gula maupun sifat garam, yang dapat kita lakukan
adalah meramu atau mencampur sifat gula dan sifat garam menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi hidup dan kehidupan. Jika sekarang sifat-sifat jasmani sudah
ada di dalam diri setiap manusia dapatkah sifat-sifat itu dirubah atau
ditiadakan? Sifat-sifat
jasmani tidak dapat dirubah dan ditiadakan, akan tetapi harus kita jadikan
rambu-rambu atau larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar jika kita ingin
selamat dan sukses menjadi khalifah di muka bumi sehingga mampu
menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga.
Jika saat ini kita masih
hidup tentu kondisi ini sedang kita alami, tinggal bagaimana kita menyikapi hal
ini yang sunnatullah sudah berlaku di alam semesta ini. Perjalanan masih
panjang. Jangan berhenti belajar. Selanjutnya, setelah diri kita mengetahui
tentang sifat sifat jasmani (insan) maka langkah berikutnya adalah kita harus
mengetahui pula pola kerja dari sifat sifat jasmani, atau cara kerja ahwa (hawa
nafsu) di dalam mempengaruhi diri manusia. Adanya pengetahuan tentang hal ini
maka kita akan mengetahui cara mengatasi dan mengalahkan ahwa (hawa nafsu)
secara bermartabat karena ahwa (hawa nafsu) tidak bisa dibunuh atau dihabisi
total, atau tidak bisa dibuang habis dalam diri. Ahwa (hawa nafsu) akan tetap
ada dalam diri manusia sepanjang jasmani dengan ruh belum dipisahkan melalui
kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar