B. MENGETAHUI CARA KERJA AHWA
(HAWA NAFSU) MEMPENGARUHI DIRI MANUSIA.
Seperti kita telah ketahui
bersama, bahwa lingkungan sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia.
Apabila lingkungan bercirikan nilai nilai keburukan berarti nilai nilai
keburukan yang ada di dalam lingkungan bisa merubah diri kita dari yang baik
bisa menjadi buruk dan bisa juga dari yang buruk menjadi lebih buruk lagi. Hal
yang samapun berlaku dengan lingkungan yang bercirikan nilai nilai kebaikan.
Lingkungan ini bisa merubah orang yang berperilaku buruk menjadi baik dan juga
bisa membuat orang baik menjadi lebih baik lagi.
Saat ini, kita tidak bisa
melepaskan diri dari jasmani dikarenakan hidup harus terdiri dari jasmani dan
ruhani. Jika ini kondisinya berarti sepanjang diri kita masih hidup maka kita
tidak bisa keluar dari lingkungan jasmani (lingkungan insan) dan juga
lingkungan ruh (lingkungan nass). Jika kita berada dan masuk serta terpengaruh
di dalam lingkungan jasmani maka kita sangat dikehendaki oleh syaitan namun
dibenci oleh Allah SWT. Demikian pula sebaliknya, jika kita berada dan masuk
serta terpengaruh di dalam lingkungan ruhani maka kita sangat dibenci oleh
syaitan namun sesuai dengan kehendak Allah SWT. Pilihan untuk menjadikan diri
kita sesuai dengan kehendak Allah SWT atau sesuai dengan kehendak syaitan ada
pada diri kita masing masing.
Lingkungan kebaikan (nass)
ataupun lingkungan keburukan (insan) tidak akan pernah memberikan dampak kepada
diri kita jika kita sendiri tidak pernah meresponnya, atau kita tidak terpengaruh
oleh keberadaannya, atau kita tidak pernah memperturutkannya. Jika kita mulai terpengaruh dengan nilai
nilai keburukan saat hidup, dari sinilah mulai timbul adanya nafsu untuk
berbuat sesuatu. Dan jika sampai keadaan ini terjadi maka nafsu ini menjadi pintu
masuk bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Sehingga nafsu
yang semula hanya berkekuatan kecil setelah dipengaruhi oleh syaitan memiliki
kekuatan besar di dalam mempengaruhi tingkah laku manusia. Lalu berlakulah
ketentuan di bawah ini, yaitu mempertuhankan ahwa (hawa nafsu).
Allah SWT berfirman: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (surat Al Jaatsiyah (45) ayat
23)”. Setelah kita mengetahui
tentang sifat alamiah jasmani (insan) dan juga perbuatan dari jasmani
(ahwa/hawa nafsu), lalu kita harus mengetahui pula hubungan antara sifat
alamiah jasmani (insan) dengan perbuatan dari jasmani (ahwa)?
Sifat-sifat
alamiah jasmani dan perbuatan jasmani keduanya tidak bisa dipisahkan begitu
saja, karena keduanya saling berhubungan erat dimana keduanya sangat tergantung
dari kemampuan dari jasmani itu sendiri. Apa maksudnya? Seperti telah kita ketahui
bersama sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari sari pati tanah (alam),
termasuk di dalamnya perbuatan dari sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) di dalam
mempengaruhi perbuatan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan dari jasmani
itu sendiri, yang disebut juga di dalam AlQuran sebagai Basyar.
Untuk itu perhatikanlah garam
yang memiliki sifat asin, dimana garam baru bisa mengasinkan apa-apa yang ada diliputinya
jika kemampuan garam melebihi kemampuan dari apa-apa yang diliputinya. Semakin
tinggi kemampuan garam maka semakin tinggi pula perbuatan garam di dalam
mengasinkan sesuatu, demikian pula sebaliknya. Hal yang samapun terjadi pada
sifat-sifat alamiah jasmani (insan) yang berasal dari alam di dalam
mempengaruhi perbuatan manusia (ahwa).
Semakin tinggi kualitas
sifat-sifat alamiah jasmani (kualitas insan) maka semakin tinggi pula kualitas
ahwa di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, demikian pula sebaliknya. Timbul
pertanyaan, apa dasarnya? Jika kita berbicara tentang kemampuan dari
sifat-sifat alamiah jasmani yang asalnya dari alam dan juga perbuatan dari
sifat-sifat alamiah jasmani di dalam mempengaruhi perbuatan manusia, maka hal
ini tidak terlepas dari asal-usul dari jasmani itu sendiri.
Sekarang darimanakah asal
usul dari jasmani manusia? Allah SWT berfirman: “Maka hendaklah manusia itu
memperhatikan makanannya. (surat Abasa (80) ayat 24)”. Kemampuan alamiah jasmani manusia tidak
terlepas dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia itu sendiri,
apakah sudah sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT dalam
hal ini halal dan thayyib (halal dan juga sesuai dengan kecukupan gizi), serta
dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan sel telur dengan sperma sesuai
dengan syariat.
Allah SWT berfirman: “Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168)”. Semakin
kita memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT semakin
baik pula kemampuan jasmani. Demikian pula sebaliknya, semakin jelek kita
memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan semakin jelek pula
kemampuan jasmani. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang
dikehendaki oleh syaitan yaitu haram lagi buruk (khabits) yang tidak sesuai
dengan kecukupan gizi, tidak dibacakan Basmallah dan doa serta mempertemukan
sel telur dengan sperma tidak sesuai dengan syariat.
Hal yang harus kita
perhatikan adalah ketentuan halal dan baik (thayyib) serta dibacakan Basmallah
dan doa sewaktu mengkonsumsi makanan dan minuman serta mempertemukan sel telur
dengan sperma sesuai dengan syariat tidak bisa menghilangkan begitu saja
sifat-sifat alamiah jasmani (sifat insan) yang sesuai dengan koridor
nilai-nilai keburukan yang sangat dikehendaki oleh syaitan. Akan tetapi,
kondisi di atas mampu mengurangi kemampuan sifat-sifat alamiah jasmani (insan)
di dalam mempengaruhi perbuatan diri kita sehingga kemampuan ahwa berkurang
kualitasnya.
Sekarang coba kita bayangkan halal
dan baik (thayyib) serta dibacakan Basamallah dan doa saja tidak mampu
menghilangkan sifat-sifat alamiah jasmani (sifat insan), sekarang bagaimana
jika makanan dan minuman yang kita konsumsi, yang anak keturunan kita konsumi,
memenuhi konsep haram dan buruk (khabits)? Jawaban dari pertanyaan ini sudah
pasti yaitu sifat insan tetap utuh yang diikuti dengan kemampuan ahwa (hawa nafsu)
yang sangat besar.
Salah satu sifat jasmani
adalah lemah (dhaif) sebagaimana firman-Nya berikut ini: “Allah hendak memberikan
keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (surat An Nissa (4)
ayat 28)”. Adanya sifat lemah dalam jasmani menunjukkan jasmani
memiliki keterbatasan sehingga jasmani tidak mampu selamanya kuat dan juga akan
mengalami penurunan fungsi setelah mencapai titik optimalnya. Jika sekarang
jasmani memiliki sifat lemah (dhaif) berarti perbuatan jasmani (ahwa yang ada di
dalam diri kita) adalah melemahkan diri kita. Sedangkan kekuatan atau daya dari
melemahkan diri sangat tergantung dari tingkat keharaman makanan dan minuman
yang kita konsumsi.
Semakin banyak dan semakin
tinggi tingkat keharamannya maka semakin kuat kemampuan sifat jasmani
mempengaruhi manusia karena dibalik yang haram-haram ada syaitan yang
mencengkeram manusia melalui faktor keharaman. Selanjutnya, jika sifat lemah
mampu mempengaruhi atau mampu mengalahkan sifat-sifat ruh maka manusia dibuat
malas untuk beraktifitas, diam menunggu nasib, hanya berorientasi jangka
pendek, motivasi rendah, selalu bersikap pesimis, dan lain sebagainya yang pada
akhirnya manusia berada di dalam nilai nilai keburukan yang dikehendaki
syaitan.
Kondisi ini sangat bertentangan
dengan kehendak Allah SWT yang selalu memerintahkan diri kita untuk selalu
aktif berbuat kebaikan, berorientasi jangka panjang, selalu memiliki motivasi
untuk maju dan optimis. Dan jika sampai diri kita mampu dipengaruhi oleh ahwa
(hawa nafsu) malas yang memalaskan berarti diri kita sendirilah yang memberikan
kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita.
Hal yang samapun berlaku
dengan sifat sifat jasmani lainnya, seperti: sering berkeluh kesah dan kikir;
loba, tamak akan harta; selalu berburuk sangka kepada Allah; selalu berbuat
maksiat; selalu minta perlindungan kepada makhluk; suka membantah, menantang
dan membangkang; suka ingkar; suka berbuat dzalim dan tidak mensyukuri nikmat;
tergesa gesa tidak sabaran dan ingin cepat; dan lain sebagainya. Yang
pada intinya sifat sifat ini ada di dalam diri, namun sifat ini belum akan
mempengaruhi diri kita sepanjang diri kita sendiri tidak membangkitkan atau
tidak terpengaruh dengan sifat ini. Setelah sifat ini bangkit, atau mampu
mempengaruhi diri kita maka barulah syaitan mulai mengganggu diri kita agar
kita terpengaruh dengan sifat sifat jasmani ini, lalu terjadilah apa yang
dinamakan mempertuhankan ahwa (hawa nafsu).
Adanya keadaan yang kami
kemukakan di atas ini, memang sudah
seharusnya kita harus memperhatikan tingkat keharaman atau tingkat kehalalan
dari segala apa yang kita makan dan dari segala apa yang kita minum karena akan
berdampak langsung kepada kekuatan ahwa (hawa nafsu) yang akan mempengaruhi
diri kita. Adanya tingkat keharaman atau adanya makanan atau minuman yang
terkontaminasi dengan yang haram akan menjadi pintu masuk bagi syaitan
untuk mengganggu dan menggoda serta
mempengaruhi manusia melalui sifat sifat jasmani. Sekarang tergantung diri kita
sendiri mau makan dan minum yang seperti apa, karena dampak dari kualitas sifat-sifat
jasmani (insan) dan kualitas perbuatan dari sifat-sifat jasmani (ahwa) yang ada
pada diri kita, bukan orang lain yang menentukan melainkan kita sendiri yang
menentukan.
Selain daripada itu, masih
ada hal lain yang harus pula kita perhatikan yaitu sifat-sifat alamiah jasmani
yang berasal dari saripati tanah, termasuk di dalamnya perbuatan dari
sifat-sifat alamiah jasmani (ahwa) kesemuanya adalah sunnatullah, atau sudah
menjadi ketetapan Allah SWT yang wajib berlaku bagi jasmani setiap manusia yang
menjadi khalifah di muka bumi. Sehingga setiap orang yang ada di muka bumi ini,
tanpa terkecuali, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, apapun jabatannya,
baik laki-laki ataupun perempuan, termasuk Nabi Muhammad SAW juga memiliki
sifat-sifat alamiah jasmani yang berasal dari alam, juga memiliki ahwa dan juga
memiliki kemampuan sifat insan dan ahwa seperti manusia-manusia lainnya yang
ada di muka bumi, yang jadi persoalan Nabi SAW tidak pernah terpengaruh oleh
keberadaan sifat sifat alamiah jasmani.
Perbuatan dari sifat
jasmani (ahwa) yang telah kami kemukakan di atas, bukanlah sesuatu yang
menakutkan, akan tetapi sunnatullah yang harus kita terima. Hal ini dikarenakan
melalui ahwa (hawa nafsu) yang didukung syaitan, kita dapat menikmati apa yang
dinamakan syurga dan neraka atau yang dapat menghantarkan diri kita menjadi
pemenang ataupun pecundang. Dan sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi, kita tidak boleh apriori dengan adanya sifat alamiah jasmani yang
paling disukai oleh syaitan. Hal ini dikarenakan jika keduanya tidak ada
(maksudnya jika ahwa (hawa nafsu) dan syaitan tidak ada) maka hambarlah hidup
yang kita laksanakan atau monotonlah kehidupan yang ada di muka bumi, atau kita
tidak akan dapat merasakan apa yang dinamakan dengan kemenangan jika tidak ada
musuh dalam suatu permainan.
C.
HUBUNGAN ANTARA AHWA (HAWA
NAFSU) DENGAN SYAITAN.
Iblis/syaitan telah
ditetapkan oleh Allah SWT sebagai musuh yang nyata bagi manusia, termasuk musuh
bagi diri kita. Syaitan pada dasarnya tidak bisa melaksanakan aksinya secara
langsung untuk mengganggu, menggoda, merayu diri kita sepanjang diri kita tidak
memberikan kesempatan bagi syaitan untuk melaksanakan aksinya tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam
firman-Nya berikut ini: “Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh
bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu
berdua dari surga yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (surat Thaaha (20) ayat 117)”.
Saat ini, syaitan sudah
berada di depan diri kita, di belakang diri kita, di kiri diri kita dan di
kanan diri kita, sehingga diri kita selalu di dalam pantauan radar syaitan
sehingga syaitan akan selalu mengitari dan mengelilingi diri kita sebelum
melaksanakan aksinya. Lalu jika ada kesempatan ia akan melaksanakan aksinya. Hal
ini berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 17 berikut ini: “kemudian saya akan mendatangi mereka dari
muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau
tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.
Sekali
lagi kami ingatkan, syaitan walaupun sudah ada dihadapan (mengelilingi) diri
kita, depan belakang, kanan kiri, namun ia belum bisa melaksanakan aksinya
kepada diri kita sepanjang pintu masuk untuk melaksanakan aksinya tidak ada.
Salah satu pintu masuk yang harus kita waspadai adalah saat diri kita mulai
terpengaruh baik langsung ataupun tidak langsung dari adanya nilai-nilai kebaikan
yang berasal dari ruh ataupun dari nilai-nilai keburukan yang berasal dari
jasmani.
Jika kita terpengaruh dengan
nilai-nilai kebaikan lalu berusaha untuk berbuat kebaikan maka syaitan mulai
melancarkan aksinya agar diri kita jangan sampai berbuat hal hal yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT dan jika sampai kita melaksanakannya (maksudnya
syaitan tidak mampu mempengaruhi diri kita) maka langkah yang dilakukan oleh
syaitan berikutnya adalah:
1.
Merubah
besaran kebaikan, atau;
2.
Merubah
kualitas dari niat seseorang dalam berbuat, atau;
3. Mengaburkan
keikhlasan di dalam berbuat sehingga hasilnya akhirnya tidak maksimal.
Lalu bagaimana jika nilai-nilai
keburukan mulai mempengaruhi diri kita? Jika kita mulai terpengaruh dengan
nilai-nilai keburukan maka syaitan seperti diberikan bahan bakar yang sangat
cepat lagi hebat untuk melaksanakan aksinya kepada diri kita. Syaitan langsung
menyuruh kita untuk berbuat tanpa harus memikirkan akibatnya. Syaitan berupaya
jangan sampai hal yang sudah ada dihadapannya gagal dilaksanakan oleh manusia.
Syaitan akan berusaha terus dan terus mempengaruhi manusia untuk melaksanakan
apa-apa yang berasal dari nilai-nilai keburukan dan bahkan akan menunjukkan
jalan bagaimana hal itu bisa dilaksanakan oleh manusia yang sudah terpengaruh
dengan nafsunya.
Hal yang harus kita
perhatikan adalah akhir dari pekerjaan syaitan untuk menggoda dan mengganggu
serta merayu manusia, ada pada firman Allah SWT berikut ini: ”dan
berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:
"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan
akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak
ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu
mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi
cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun
sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan
perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.Sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (surat Ibrahim (14)
ayat 22)’.
Syaitan melakukan aksi lepas
tangan dengan segala perbuatannya kepada manusia, dengan mengatakan “janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi
cercalah dirimu sendiri.” Inilah jawaban dan pernyataan resmi syaitan
kepada manusia manusia yang telah terpengaruh oleh ahwa (hawa nafsu)nya, lalu
apa yang bisa kita perbuat saat hari berhisab kelak, selain menyesali diri
sendiri!
Ingat, syaitan berbuat dan
melaksanakan aksinya sudah itu disetujui oleh Allah SWT sehingga kita wajib
menerima syaitan sebagai musuh abadi manusia. Jika tanpa ada syaitan maka tidak
akan ada proses seleksi secara adil dan beradab (fairplay) tentang siapakah
yang berhak menempati syurga dan siapakah yang berhak menempati neraka. Inilah
sunnatullah yang sudah berlaku dan akan berlaku terus sampai hari kiamat tiba.
Untuk itu jadilah orang yang
cerdas dalam hidup ini yaitu orang yang
memiliki kesadaran tentang tahu diri, tahu aturan dan tahu tujuan akhir yang
diikuti dengan memiliki ilmu tentang musuh diri kita, dalam hal ini ahwa (hawa
nafsu) yang dibelakangnya ada syaitan. Tanpa ini semuanya maka hidup sebagai
sebuah permainan akan sulit untuk kita menangkan. Ayo siapkan waktu untuk
belajar dan memahami Diinul Islam secara menyeluruh, bukan hanya sebatas
syariatnya saja melainkan sampai dengan hakekatnya. Selamat menikmati
kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT, wahai jiwa jiwa yang tenang nan lapang
lagi tenteram semoga kita semua mampu bertemu Allah SWT kelak di syurga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar