Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Kamis, 14 Maret 2024

PENAMPILAN ORANG YANG BERJIWA MUTHMAINNAH (PART 3 OF 5)


E.      BILA DISEBUT NAMA ALLAH SWT GEMETAR HATINYA.

 

Orang yang telah menjadikan jiwanya jiwa Muthmainnah adalah yang apabila disebut nama Allah SWT kepada diri kita atau jika kita mendengar, atau diperdengarkan nama Allah SWT kepada diri kita maka gemetarlah hati kita, tersentuhlah af’idah atau perasaan kita, sehingga kita merasa sangat membutuhkan Allah SWT sehingga kita merasa kecil dihadapan Allah SWT. Hal ini terjadi karena kita telah paham benar tentang Allah SWT, kita telah mengerti dengan benar dimana Allah SWT berada, kita telah menjadi orang yang paling tahu, atau kita telah menjadi orang dekat dengan Allah SWT.

 

Apa maksudnya? Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka”. (surat Al Hajj (22) ayat 35).” Dalam kehidupan sehari-hari, katakan kita mengenal seseorang yang sangat lama, kemudian karena sesuatu sebab kita berpisah dengannya sekian lama. Lalu pada suatu ketika kita mendengar namanya disebut orang, apa yang kita rasakan saat itu? Setelah mendengar nama orang yang sangat kita kenal tersebut maka tergetarlah hati kita yang kemudian kitapun berusaha untuk mencari tahu dimana ia berada.

 

Kenapa ini bisa terjadi? Tergetarnya hati kita ketika disebut namanya karena kita sudah sangat mengenal betul orang tersebut. Sekarang bagaimana jika kita mendengar nama Allah SWT disebut orang, apakah hati kita juga akan bergetar? Jika kita termasuk orang yang berjiwa muthmainnah berarti kita sudah pasti mengenal siapa Allah SWT yang sesungguhnya dan sudah pasti mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya. Adanya kondisi ini maka sudah seharusnya jika disebut nama Allah SWT kepada diri kita, bergetarlah hati kita.

 

Dan jika hal ini tidak terjadi pada diri kita maka dapat dipastikan kita belum fitrah dan juga belum menjadikan jiwa kita jiwa muthmainnah sehingga ada sesuatu yang salah di dalam diri kita. Sekarang apa yang harus kita sikapi dengan kondisi seperti ini, apakah cukup dengan bergetar saja, ataukah harus melakukan suatu perbuatan?

 

Sebagai orang yang telah mampu merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT maka di setiap apa yang kita lihat di muka bumi ini maka harus terbayang oleh kita  bahwa semuanya ada karena diciptakan oleh Allah SWT (semuanya adalah ciptaan Allah SWT), yang dilanjutkan dengan memberikan pernyataan bahwa semua yang ada di muka bumi adalah tanda-tanda dari kebesaran, kemahaan serta ilmu Allah SWT (TKBA) dan yang terakhir kita harus bisa menyatakan bahwa di setiap ciptaan yang ada di muka bumi ini selalu disertai oleh kebesaran, kemahaan serta ilmu Allah SWT (di setiap ciptaan ada Allah SWT). Lalu apa yang harus kita lakukan dengan kondisi ini?

 

Kita harus bisa menempatkan dan meletakkan bahwa Allah SWT adalah segala-galanya dan selanjutnya kita harus berbuat, bekerja, berkarya, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Timbul pertanyaan, apa yang dikehendaki oleh Allah SWT? Hal yang harus kita perhatikan adalah saat kita berbuat, bekerja dan berkarya maka tidak boleh sekalipun menempatkan dan meletakkan segala yang diciptakan oleh Allah SWT, segala tanda-tanda Kebesaran, Kemahaan dan Ilmu dari Allah SWT (TKBA) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Allah SWT itu sendiri dan lalu kita meminta bantuan kepadanya (maksudnya kita tidak boleh meminta bantuan kepada Ciptaan Allah SWT atau meminta bantuan kepada Tanda-Tanda Kebesaran, Kemahaan, dan Ilmu Allah SWT (TKBA)  karena di luar itu semua masih ada Allah SWT).

 

Lalu kepada siapa kita harus meminta pertolongan? Untuk itu kita harus meminta pertolongan langsung hanya kepada Allah SWT melalui Kemahaan, Kebesaran dan Ilmu yang ada pada Allah SWT, tanpa melalui perantara oleh sebab apapun juga. Apa contohnya dan bagaimana caranya? Jika Allah SWT memiliki sifat Ilmu maka kita harus bisa membayangkan betapa tingginya Ilmu Allah SWT sehingga mampu menciptakan alam semesta ini dan jika saat ini kita juga memiliki Ilmu yang berasal dari Allah SWT maka kita harus mempergunakan Ilmu yang berasal dari Allah SWT selalu di dalam koridor Nilai-Nilai Kebaikan.

 

Dan jika pada saat diri kita berbuat, bekerja dan berkarya mengalami kekurangan ilmu atau jika kita ingin mencari ilmu, jangan pernah mencari ilmu kepada ciptaan Allah SWT, atau jangan pernah pula mencari ilmu kepada Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan  Allah SWT (TKBA). Akan tetapi mintalah langsung kepada Allah SWT selaku pemilik ilmu (dan juga ilmu merupakan salah satu Sifat Ma’ani Allah SWT) itu sendiri melalui doa yang kita panjatkan sebelum memulai belajar dengan mengatakan “Ya Allah, Tambahi Ilmu, Pertinggilah Kecerdasanku, serta berikanlah aku pemahaman yang sesuai dengan Kehendak-Mu”. Demikian seterusnya sesuai dengan sifat Ma’ani Allah SWT dan Asmaul Husna.

 

F.      RENDAH HATI DAN TIDAK MERASA PALING BENAR.

 

Orang yang memiliki jiwa muthmainnah adalah orang yang rendah hati, sehingga ia menjadi orang tidak akan merasa senang di atas kesedihan orang lain, tidak bangga karena kebodohan orang dan tidak merasa paling benar. Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewahyukan kepadaku: Bertawadhu’lah hingga seseorang tidak menyomgbongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya. (hadits riwayat Muslim)”.  Jadilah orang selalu rendah hati seperti ini, yaitu:

 

1.    Jika semakin tinggi ilmunya, ia akan semakin merasa pengetahuannya tidak ada apa apanya;

2.    Jika semakin banyak hartanya, akan semakin besar rasa syukurnya dan lebih banyak memberi kepada orang yang tidak mampu;

3.  Jika semakin tinggi jabatan atau kedudukannya, akan semakin dekat dan santun terhadap orang kecil;

4.   Jika semakin banyak ibadahnya, akan semakin merasa berdosa dan merasa kurang banyak beribadah.

 

Orang yang memiliki jiwa muthmainnah adalah orang yang sabar dan rendah hati, penampilannya sejuk menyenangkan, mudah bergaul, dan bisa diterima oleh siapa pun. Orang seperti itu sistem imunnya tinggi, tidak gampang terkena penyakit. Orang yang sabar, rendah hati dan menerapkan falsafah air, pikirannya tenang dan tubuhnya sehat. Air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, namun kekuatannya luar biasa besar.

 

Orang yang sabar dan rendah hati, bathinnya kuat dan tidak punya musuh. Damailah pikiran orang yang sabar dan rendah hati. Dia selalu mau mengalah dan memiliki toleransi. Orang seperti ini pandai mengendalikan diri, tidak emosional. Sesuai dengan nasehat orang-orang shaleh terdahulu yaitu : “Orang yang pandai mengendalikan diri dan memiliki toleransi tinggi, bisa tenang dan selamat”. Sudahkah kita mampu seperti ini? Mudah mudahan kita semua mampu menampilkan hal ini dalam kehidupan sehari hari.

 

G.    MAMPU MAWAS DIRI, BERDZIKIR DAN BERSYUKUR TIAP WAKTU.

 

Orang yang memiliki jiwa Muthmainnah adalah orang yang mampu selalu mawas diri, mampu berdzikir (sebagai sebuah refleksi setiap waktu, atau di setiap kesempatan) dan selalu bersyukur dan sabar dalam hidupnya. Nabi SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits Riwayat Muslim)”. Dan inilah yang dimaksud dari mawas diri, berdzikir dan juga bersyukur itu.

 

1.     Mawas Diri. Mawas diri berarti pengenalan, atau pencarian, atau penemuan jati diri seseorang ke dalam spiritualnya, serta latihan kemampuan spiritual dan intelektual untuk memperoleh  nilai nilai kemanusiaannya untuk membangun nurani, membantu, dan memelihara dirinya. Ini adalah proses bagaimana seseorang membedakan baik dan buruk, amal dan dosa, dan bagaimana menjaga hati nurani. Lebih jauh lagi mawas diri adalah memberikan waktu kepada kita untuk mengevaluasi apa yang terjadi serta merencanakan sesuatu untuk masa depan.

 

Bertafakur adalah kesempatan bagi kita untuk menyadari kesalahan kesalahan masa lalu dan menyadari Allah selalu mengawasi setiap langkah yang kita jalani, ini berarti pula kesadaran tanpa henti untuk selalu memperbaharui diri dalam jiwa seseorang. Kondisi tersebut adalah untuk mencapai hubungan yang harmonis dengan Allah, dimana hubungan ini tergantung kepada kemampuan seseorang dalam menjalani kehidupan spiritualnya dan waspada terhadap keinginan keinginan yang berlebihan dalam jiwanya. Kesuksesan hidup berarti dapat memelihara hubungan yang langgeng dengan alam sebagaimana dia mempertahankan jiwa raganya.

 

2.   Berdzikir (Reflection). Berdzikir adalah langkah penting untuk menyadari apa yang sedang terjadi di sekitar kita dan menyimpulkan daripadanya. Berdzikir adalah kunci emas untuk membuka pintu pengalaman, suatu tanah persemaian bagi pohon kebenaran, dan merupakan titik awal bagi terbukanya mata hati. Karena itu, wakil manusia yang paling agung, yang paling utama dalam berdzikir, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tiada satu amalan ibadah pun yang nilainya menyamai berdzikir. Maka berdzikirlah tentang karunia Allah dan hasil perbuatanNya, namun jangan engkau mencoba untuk memikirkan akan dzatNya, karena engkau tidak akan pernah bisa melakukannya.” Hadits tersebut menggambarkan pahala/kebaikan dari berdzikir, manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW, menentukan, serta mengingatkan batas batas pemikiran dan kemampuan kita.

 

Menyebut nama Allah akan membuat hatimu senang dan tenang. Mengingat Allah akan membuat hidupmu terasa bahagia. Bertemu dengan Allah dalam setiap shalat dan doamu akan menjadi waktu yang sangat kau nantikan. Itulah tanda cinta kepada Allah. Lalu apakah kita tidak mau melakukannya!

 

3.      Bersyukur. Orang yang memiliki jiwa muthmainnah adalah orang yang selalu bersyukur dalam hidup dan kehidupannya. Hal ini dikarenakan: (a)  bersyukur mampu menjadikan kita tidak sombong; (b) bersyukur menjadikan nikmat terasa lebih; (c) bersyukur menjadikan diri kita kaya; (d) bersyukur menjadikan tubuh kita sehat. Ingat, tidak perlu kaya terlebih dahulu untuk bersyukur. Tidak perlu dapat rezeki banyak untuk bersyukur. Tidak perlu menunggu sehat untuk bersyukur. Tidak perlu menunggu esok hari untuk bersyukur. Bersyukurlah kapan saja dan bersyukurlah kepada Allah sekarang juga.

 

Selain dari pada itu, ketahuilah bahwa mengeluh tidak akan menghasilkan apa-apa. Tidak ada hasil yang didapat dengan mengeluh. Mengeluh hanya malah akan menjauhkan diri kita dari rasa syukur. Mengeluh malah akan membuatmu menjadi tambah tertekan. Mengeluh membuat kita jauh dari rasa syukur. Bersyukur yang sesungguhnya berada di dalam hati seseorang akan tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya bahwa semua berasal dari Allah dan memengaruhi kehidupan sehari harinya. Sebagaimana firman-Nya “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (surat Ibrahim (14) ayat 34)”.

 

Seseorang dapat bersyukur kepada Allah secara lisan atau melalui ibadahnya jika ia merasa yakin untuk mengakui dengan sungguh sungguh bahwa seluruh hidupnya, keberadaannya, dirinya, penampilan phisiknya, seluruh kemampuannya, dan seluruh prestasinya adalah semuanya karena Allah.

 

Mensyukuri nikmat Allah maka sebenarnya kita menjemput rezeki yang lain. Karena syukur itu sendiri nikmat yang tidak terkira. Betapa banyak orang yang berlimpah nikmat tapi tak diberi nikmat untuk bersyukur. Syukur artinya menjaga nikmat kita agar tidak cepat hilang. Namun saat nikmat hilang, sadari dan renungkan, mungkin Allah ingin mengingatkan kita, betapa kenikmatan duniawi sering melenakan kita hingga lupa kapan terakhir mata ini basah karena mengingat nikmatNya, mengakui kesalahan kita.

 

Untuk bersyukur tidak perlu kaya terlebih dahulu. Tidak perlu naik pangkat dan jabatan untuk bersyukur. Tidak menunggu jadi sarjana untuk bersyukur. Tidak perlu dapat rezeki banyak untuk bersyukur. Tidak perlu menunggu sehat untuk bersyukur, Tidak perlu menunggu esok hari untuk bersyukur.

 

Bersyukurlah kapan saja dan dimana saja. Bersyukurlah sekarang juga dan jangan mengeluh karena mengeluh tidak menghasilkan apa apa bagi diri hidup dan kehidupan. Syukur adalah kekuatan seorang mukmin. Orang yang bersyukur adalah orang yang paham betul bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah dikarenakan orang yang bersyukur tidak pernah menghambakan dirinya kepada orang lain, kepada dunia atau kepada mahluk lain. Betapa hebatnya syukur itu, tidakkah kita mampu memahaminya!

 

Akhirnya orang yang berjiwa muthmainnah adalah orang yang dalam pencapaian yang telah diraihnya tidak mengenal kata titik (maksudnya berhenti berbuat kebaikan), melainkan koma. Ia akan terus berusaha, berusaha sampai titik darah penghabisan (sebelum ruh tiba dikerongkongan) serta ia memiliki prinsip setelah berbuat kebaikan maka langsung ia melupakan apa yang telah diperbuatnya karena ia telah bersiap siap untuk berbuat kebaikan lagi dan lagi lalu melupakannya lagi demikian seterusnya. Akhirnya hidupnya hanya untuk kebaikan, kebaikan dan kebaikan sampau ajal menjemputnya.

 

H.    MAMPU PEDULI SEKALIGUS TIDAK PEDULI.

 

Orang yang memiliki jiwa Muthmainnah adalah orang yang peduli dan yang sekaligus tidak peduli. Orang yang baik adalah orang yang peduli, yaitu orang yang memiliki empati yang tinggi terhadap sesama dan terhadap lingkungan di sekitarnya. Jangan menjadi seseorang yang memiliki jiwa yang tak acuh terhadap orang orang di sekitarmu. Jangan menganggap dirimu pusat alam semesta dan orang orang berputar di sekelilingmu.

 

Jangan menganggap bahwa semua orang hanya hidup untuk memenuhi kepentingan dirimu semata. Sebagaimana Nabi SAW bersada: “Anas ra, berkata, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kami sehingga mencintai saudara saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (hadits riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)”. Berbuat baiklah karena Allah, karena memang hatimu ingin membantu orang lain. Pedulilah karena Allah, karena memang kau peduli akan kebahagiaan orang lain.

 

Orang yang berjiwa muthmainnah, ada kalanya juga harus tidak peduli, terhadap hal hal tertentu. Hal ini dimungkinkan karena ada sebagian manusia yang terlalu banyak berpikir, atau memikirkan hal hal kecil yang tidak penting. Hal ini dapat mempengaruhi pikiranmu dan bisa membuat kita stress. Kadang, kita juga berharap terlalu banyak, terlalu memikirkan orang lain, atau bahkan mencoba memikirkan masa depan yang belum terjadi. Semuanya dapat mengganggu pikiran kita dan mengakibatkan hidup menjadi tidak tenang dan tidak bahagia

 

Allah SWT berfirman: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku. (surat Al Kafirun (109) ayat 1 sampai 6)”. Berdasarkan surat Al Kafirun (109) ayat 1 sampai 6 di atas ini, orang yang berjiwa Muthmainnah, juga mampu bersikap tegas dan memiliki sikap tidak peduli terhadap sesuatu hal, seperti: (a) tidak memikirkan orang yang tidak memikirkannya; (b) tidak memperdulikan orang yang menghinanya; (c) tidak memikirkan apa isi kepala orang lain; (d) tidak terlalu mengharapkan penghargaan dari orang lain; (e) tidak mengharapkan terima kasih dan balas budi; (f) tidak memikirkn perbuatan baik  dan ibadah yang dikerjakannya apakah dilihat orang atau tidak; (g) tidak membanding bandingkan dirinya dengan orang lain.

 

Selain daripada itu, orang yang berjiwa muthmainnah juga mampu melihat ke atas dalam kerangka memacu semangat, bukan untuk menjadikannya iri dan dengki. Orang yang berjiwa muthmainnah juga mampu melihat ke bawah dalam kerangka bersyukur, bukan untuk merendahkan derajat orang lain.

 

I.         MAMPU MENDAPATKAN DAN MERASAKAN IBADAH BATHINIYAH.

 

Salah satu ciri dari penampilan dari orang yang berjiwa muthmainnah adalah mampu  mendapatkan dan merasakan nikmatnya ibadah bathiniyah dari ibadah yang dilakukannya. Apa maksudnya? Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa kita harus beribadah kepada Allah SWT baik lahir maupun bathin. Ibadah lahir disebut dengan syariat. Ibadah bathin disebut dengan hakekat.

 

Orang yang sudah melaksanakan ibadah lahir (syariat) akan terlihat dengan kasat mata oleh kita melalui tandanya yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji, membaca Alqur’an, shalawat, dzikrullah, menutup aurat, menuntut ilmu, bersilaturrahim dan cara hidup lainnya yang diperintahkan oleh Allah SWT dengan meninggalkan (tidak melakukan) segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.

 

Begitu juga orang yang melakukan ibadah bathiniyah, terlihat pula tandanya. Namun tanda tanda orang yang telah mampu merasakan ibadah bathiniyah (hakekat) itu tidak dapat dilihat oleh mata lahir kita, sebab tanda itu tersembunyi di balik hati seseorang.  Hal itu hanya dapat dilihat oleh orang itu sendiri dengan merasakan gerak dan arah perjalanan hatinya sendiri. Hati yang sudah melakukan ibadah bathin sangat berbeda dengan hati orang yang mampu beribadah lahir (syariat) dan juga sangat jauh berbeda dengan hati yang masih durhaka.

 

Untuk dapat mengetahui perbedaan hati, berikut ini akan kami kemukakan tanda tanda atau sifat sifat hati yang tinggi kedudukannya, yang dimiliki oleh orang orang yang mampu melakukan ibadah bathiniyah, yaitu:

 

1.       Syariatnya Kuat. Orang yang kuat beribadah bathiniyah pasti akan kuat pula ibadah lahirnya (syariatnya), akan tetapi perlu diingat bahwa orang yang kuat ibadah syariat lahir saja belum tentu kuat di dalam ibadah bathiniyahnya. Hal ini disebabkan pada diri kita, hati (bathin) adalah pemimpin sedangkan anggota anggota lain (jasad lahiriah) sebagai pekerja.

 

Kita makan karena hati kita menyuruh kita makan. Kaki dan tangan pun bekerja untuk mencari makanan. Kita hendak ke masjid karena amalan hati kita. Kaki kita hanya menurut saja. Tetapi kalau hati tidak mau pergi walau masjid disebelah rumah sekalipun, kaki tidak akan melangkah pergi.

 

Begitu besarnya kuasa dan peranan hati dalam menentukan corak hidup manusia. Sebab itu kalau hati sudah baik, taat menghambakan diri pada Allah, hati akan mengarahkan semua anggota lahiriah untuk tunduk patuh dalam menyembah kepada Allah SWT. Semua perintah dan larangan Allah akan ditaati tanpa tanya jawab lagi. Semua larangan Allah akan ditinggalkan tanpa ragu.

 

Allah SWT berfirman: “Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."(surat Al Baqarah (2) ayat 285)”. Shalat fardhunya baik, shalat sunnah dan yang lainnya tidak ditinggalkan. Puasa sunnah dianggap penting dan selalu dilakukan dengan senang hati. Membaca Al Qur’an, shalawat, dzikir, tasbih telah menjadi sesuatu yang rutin yang mengasyikkan. Berjuang untuk menyebarkan agama Allah terasa satu kewajiban yang mesti dilakukan sehingga tidak pernah jemu dan letih karena perjuagan.

 

Kuat berkorban harta, pikiran, waktu dan tenaga untuk membantu Islam dan umat Islam. Tidak hidup bermewahan dengan rezeki pemberian Allah sekalipun halal dan hanya diambil sesuai keperluan saja. Kelebihannya diserahkan untuk keperluan dan kepentingan umat. Sebab itu rumahnya sederhana, pakaian, dan makan minum juga sederhana. Hanya menyuruh berderma dan bersedekah maka ia akan melakukannya tanpa takut miskin dan bimbang pada hari depan. Hatinya menyuruh ia berjamaah sesama kaum muslimin maka ia pun berjamaah tanpa ragu meninggalkan alam dan kawan di luar jamaah.

 

Hati yang taat dan takut pada Allah akan menyuruh kita mengikuti semua perintah dan larangan Allah. Tidak pernah terlintas dalam hati orang orang shaleh satu keinginan untuk durhaka pada Allah. Hatinya tidak pernah berencana untuk melakukan (melanggar) larangan Allah. Sebab itu orang yang kuat ibadah bathinnya, cukup kuat meninggalkan hal hal yang haram, makruh ataupun syubhat. Hati yang kuat dengan Allah akan melarang keras untuk terlibat dengan pekerjaan yang dikutuk oleh Allah. Hati yang sempurna ibadahnya akan menolak semua perkara yang dibenci Allah. Tegasnya hanya hati kita yang bisa membetulkan diri kita dan hati juga yang bisa menjahanamkan kita. Kalau hati baik, tindakan kita akan baik. dan kalau hati jahat, tindakan kita akan jahat juga.

 

Konsep “hati baik” itu pun jangan disalahartikan. Jangan sampai kita katakan,“Tidak shalat pun tidak apa apa, asalkan hati kita baik. Tidak menutup aurat pun tidak apa apa, asal hati kita baik”. Jika hal ini kita lakukan, berarti kita telah membuat dua buah kejahatan.

 

a.   Telah berani membantah perintah Allah karena shalat dan menutup aurat itu adalah perintah Allah.

 

b.   Kita menganggap hati kita baik, padahal hati kita masih durhaka kepada Allah. Hati yang tidak mau shalat atau tutup aurat itu adalah hati yang durhaka kepada Allah. Hati yang baik adalah hati yang taat dan takut kepada Allah. Bila hati taat maka kita akan mentaati seluruh perintah Allah. Bila hati kita baik akan kuat bersyariat.

 

2.    Mendapat Kejernihan atau Keringanan Bathin. Apabila seseorang hamba itu sudah mampu mendapatkan tingkat keruhanian tingkat tinggi (jiwa muthmainnah) yang tercermin dari kembali fitrah, hatinya (bathinnya) akan menjadi suci dan ringan. Allah SWT berfirman: “(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian,  dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),  (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (surat Ar Ra’d (13) ayat 20 sampai 24).” 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar