C. PUASA ADALAH IBADAH UNTUK ALLAH DAN
ALLAH SENDIRI YANG AKAN MEMBALASNYA.
Berdasarkan
dua buah hadits yang akan kami kemukakan berikut ini: Abu
Hurairah ra, berkata: Nabi Saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: Semua amal
ibadah anak Adam menyangkut dirinya pribadi kecuali ibadah puasa. Sesungguhnya
puasa itu untuk Ku dan Aku sendiri yang membalasnya. Pada waktu berpuasa,
janganlah seorang mengucapkan kata kata yang tidak sopan, membuat keributan dan
bertengkar. Jika seorang mencaci atau mengajak berkelahi, maka hendaklah ia
berkata: “Aku sedang berpuasa”. Demi tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan
Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harus di sisi
Allah dari bau kesturi. Dan bagi orang yang berpuasa tersedia dua kegembiraan,
gembira ketika berbuka puasa dan gembira kelak menemui Tuhannya. (Hadits Qudsi diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ibnu Hibban, 272:122)
Allah ta’ala berfirman: Satu amal kebajikan berpahala
sepuluh kali lipat atau lebih, sedangkan amal kejahatan diganjar satu kali
bahkan dapat Aku hapus. Sesungguhnya ibadah puasa itu adalah untuk Ku dan Aku
sendiri yang akan memberikan pahalanya. Puasa itu laksana perisai dari adzab
Allah sebagaimana perisai yang dipergunakan terhadap perang. (Hadits Qudsi
Riwayat Al Baghawi, 272:83)
Ibadah puasa
di bulan Ramadhan adalah satu satunya ibadah untuk Allah SWT sehingga Allah SWT
sendirilah yang langsung memberikan penilaian kepada orang yang melaksana-kan
ibadah puasa yang telah diperintahkanNya. Bayangkan Allah SWT selaku pemilik
dan pencipta alam semesta ini yang menilai langsung ibadah puasa yang kita
laksanakan. Lalu apakah kondisi yang sudah sedemikian tingginya nilai dari
ibadah ini begitu saja kita laksanakan tanpa mengindahkan keberadaan Allah SWT
yang langsung menilai puasa kita. Alangkah rugi dan tidak tahu dirinya diri
kita jika sampai puasa yang kita laksanakan hanya memperoleh lapar, haus dan
menahan syahwat semata.
Sekarang ibadah
puasa yang seperti apakah yang dimkasud untuk Allah SWT dan Allah SWT yang memberikan penilaian, karena
kita terdiri dari jasmani dan juga ruhani? Agar ibadah puasa yang kita laksanakan menjadi puasa untuk Allah SWT maka :
Pertama, Yang melaksanakan ibadah puasa wajib
di bulan Ramadhan maupun yang melaksanakan puasa sunnah di luar bulan Ramadhan
hanya jasmani semata. Ingat, bukan
ruhani yang dipuasakan (ruhani tidak boleh dipuasakan). Sehingga jasmani dalam
kurun waktu tertentu tidak diberikan makan dan minum serta tidak boleh
menyalurkan syahwat. Adanya ibadah bagi kepentingan jasmani berarti ibadah ini
yang berdampak langsung bagi kesehatan jasmani serta untuk melemahkan atau
meniadakan sifat sifat alamiah jasmani yang menunjukkan sifat sifat keburukan
(insan) seperti malas, pelit, tergesa gesa, mau menang sendiri. Kondisi yang
seperti ini bukanlah konsep ibadah yang berkesesuaian dengan Allah SWT karena
jasmani asalnya dari alam/tanah.
Kedua, Saat jasmani dipuasakan maka secara
berbarengan ruh/ruhani diri kita tidak boleh dipuasakan. Ruhani harus tetap
diberi makan dan minum melalui ibadah wajib dan ibadah sunnah sehingga ruhani
tetap tersambung dengan Allah SWT atau tetap bersinergi dengan Allah SWT dengan
dasar keimanan. Ingat, ruhani adalah bagian dari Nur Allah SWT dimana ruhani
inilah yang menjadi jati diri manusia yang sesungguhnya. Ruhani selaku bagian
dari Nur Allah SWT maka ruhani tidak boleh bisa dipisahkan dengan Allah SWT
oleh sebab apapun juga.
Ruhani
harus selalu diusahakan dengan sekuat tenaga dan kesungguhan hati agar
bersinergi dengan Allah SWT melalui pelaksanaan ibadah wajib dan sunnah yang
sesuai dengan syariat yang berlaku. Adanya sinergi antara ruhani diri kita
dengan Allah SWT di atas maka dapat
dipastikan kemampuan, kekuatan, kefitrahan Ruhani menjadi luar biasa sehingga
jiwa kita menjadi jiwa taqwa. Disinilah letak ibadah puasa adalah ibadah untuk
Allah SWT yaitu ibadah yang mampu menunjukkan kualitas ruhani sebagai bagian
dari Nur Allah SWT terjaga kefitrahannya. Dan jika hal ini yang terjadi maka
sifat dan perbuatan ruhani menjadi perbuatan diri kita sehingga penampilan
Allah SWT tampil dalam perilaku diri kita.
Apalagi
pada saat bulan Ramadhan ada perubahan ketentuan, dimana ketentuan yang sunnah
menjadi wajib dan yang wajib dilipatgandakan serta syaitan dibelenggu dan juga
adanya malam seribu bulan yang kesemuanya adalah untuk kepentingan ruhani. Adanya
ketentuan khusus ini maka ruhani menjadi cepat kembali fitrah (menjadikan jiwa
taqwa) lalu dengan keadaan ini mampu mengendalikan atau bahkan mengalahkan ahwa
yang bertolak belakang dengan sifat dan perbuatan ruhani.
Akhirnya
yang menjadi perilaku kita adalah sifat dan perbuatan ruhani yang sesuai dengan
nama nama Allah SWT yang indah. Hal ini terlihat dengan sifat pelit berubah
menjadi sifat dermawan, sifat malas hilang menjadi raji, sifat tergesa gesa
berubah menjadi penyabar dan seterusnya. Selain daripada itu dengan tidak
dipuasakannya ruhani maka mata yang di dalamnya ada penglihatan tidak mau lagi
melihat hal hal yang tidak berguna. Telinga yang di dalamnya ada pendengaran
tidak mau lagi mendengar perkataan yang tidak berguna. Otak yang di dalamnya
ada alat untuk berfikir tidak mau lagi berfikiran jelek atau kotor. Tangan dan
kaki yang didalamnya ada kekuatan tidak mau lagi melangkah atau berbuat yang
merugikan orang lain, yang pada akhirnya panca indera kita mampu terjaga.
Sehatnya ruhani berarti
kefitrahann ruhani tetap terjaga, yang berarti pula kualitas keimanan orang
yang berpuasa tetap terjaga dengan baik dan jika kondisi ini terjadi maka :
1.
Jasmani
dapat dipastikan memperoleh dampak positif secara langsung dari puasa yang
dilandasi keimanan, terutama dari sisi hilangnya penyakit atau mampu
menyehatkan jasmani.
2.
Ketentuan
surat Al Mu’minuun (23) ayat 1 berikut ini: “Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman.” dan juga bersarkan surat Al Ashr (103) ayat
1 sampai 3 berikut ini: “demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.” Menjadi berlaku kepada diri kita
sehingga Kita menjadi orang yang beruntung dan/atau kita menjadi orang yang
tidak pernah merugi yang tercermin dari berkualitasnya amal shaleh yang kita
perbuat serta akhirnya menjadi pewaris syurga firdaus, dan kita kekal di
dalamnya (lihat surat Al Mu’minuun (23) ayat 11).
3.
Kita
mampu mempergunakan, mendayagunakan pancaindera yang ada pada diri kita mampu
berfungsi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT, seperti yang
termaktub dalam surat Al Ar’aaf (7) ayat 179 berikut ini: “dan Sesungguhnya Kami jadikan
untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
4.
Ketentuan
tentang orang yang beriman pasti bermanfaat bagi orang lain bukanlah angan
angan belaka, melainkan terbukti karena banyak yang memperoleh hasil dari
keimanan yang kita miliki. Hal ini dikarenakan orang yang beriman pasti
bermanfaat bagi orang lain melalui perbuatan yang dilakukannya sehingga kesalehan
pribadi tercermin dalam kesalehan sosial.
Inilah yang dikehendaki
oleh Allah SWT melalui ketentuan hadits diatas, lalu sudahkah kita mampu sesuai
dengan yang dikehendaki Allah SWT di atas? Jika mampu berarti jalan untuk menjadikan
diri kita hanya bertuhankan kepada Allah SWT semata sangat terbuka lebar. Sehingga
kita mampu memutuskan ketergantungan diri kita dengan alam, mampu memutuskan
pengabdian diri kita kepada alam, mampu memutuskan kebutuhan diri kita kepada
alam, yang pada akhirnya mampu menjadikan diri kita hanya bertuhankan
hanya kepada Allah SWT dan inilah yang
menghantarkan kita menjadi orang yang beriman dan bertaqwa dan mampu membuat
Allah SWT tersenyum bangga dengan diri kita.
D. PUASA
ADALAH BENTUK SYUKUR KEPADA ALLAH SWT.
Allah
SWT melalui surat melalui Al Baqarah (2) ayat 185 berikut ini: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.”
Ayat di atas ini menunjukkan kepada diri kita bahwa
Allah SWT sangat berkehendak kepada yang diperintahkan untuk puasa di
bulan Ramadhan menjadi orang yang selalu bersyukur yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan.
Lalu dimanakah letak dari puasa yang dikatakan sebagai sebuah syukur? Puasa
dikatakan sebagai sebuah syukur dikarenakan yang berpuasa adalah jasmani dalam
kurun waktu tertentu dimana pada saat yang bersamaan ruhani jangan pernah
dipuasakan dengan selalu diberikan makanan berupa ibadah sebanyak banyaknya.
Adanya kondisi jasmani yang kita pasifkan selama
berpuasa maka pada saat yang bersamaan kemampuan ruhani menjadi lebih tinggi
kualitasnya apalagi didukung dengan keimanan yang diikat dengan niat yang
ikhlas ditambah adanya kebijaksanaan ibadah sunnah menjadi wajib sedangkan
ibadah wajib dilipatgandakan serta syaitan dibelenggu. Jika sudah seperti ini
kualitas ruhani maka Nilai Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai Nilai Ilahiah
yang menjadi sifat alamiah ruh harus menjadi perbuatan diri kita dan tercermin
dalam kesalehan pribadi yang tercermin di dalam kesalehan sosial.
Disinilah letaknya puasa sebagai bentuk syukur
kepada Allah SWT karena apa yang menjadi perbuatan kita adalah perbuatan ruh yang
sangat berkesesuaian dengan apa apa yang dikehendaki Allah SWT. Katakan kita
telah menerima ilmu yang berasal dari Allah SWT melalui proses belajar lalu
Ilmu yang telah kita peroleh tidak kita simpan untuk diri kita semata, akan
tetapi kita sebar luaskan ilmu melalui mengajar orang lain sebagai bentuk
syukur kita kepada Allah SWT. Demikian seterusnya sesuai dengan apa apa yang
telah Allah SWT berikan kepada diri kita dan berbuatlah kebaikan sebagai bentuk
rasa syukur kepada Allah SWT sebagaimana firmanNya berikut ini:“karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (surat Al Baqarah (2) ayat 152)
[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan
ampunan-Ku kepadamu.
Hal yang harus kita jadikan patokan adalah syukur
akan mudah kita lakukan jika ruhani tidak pernah kita puasakan terlebih lebih
saat di bulan Ramadhan sehingga jangan pernah lewatkan kesempatan yang baik itu
berlalu tanpa kesan. Ramadhan harus selalu memberikan kesan yang terbaik tidak
hanya kepada diri sendiri, melainkan juga harus berkesan kepada keluarga,
kepada masyarakat, kepada bangsa dan negara. Untuk membuktikan bahwa kita telah
mampu bersyukur kepada Allah SWT, ke dua hal yang akan kami kemukakan di bawah
ini harus sudah mampu kita laksanakan saat hidup di dunia ini, yaitu:
1.
Saat kita bersyukur kepada Allah SWT maka kita harus
saling memberi dan saling menerima, contohnya setelah menerima rezeki dari
Allah SWT jangan simpan rezeki itu untuk kepentingan diri kita sendiri saja, berbagilah
kepada sesama yang membutuhkannya maka Allah SWT akan memberikan kembali rezeki
tersebut kepada kita. Allah SWT berfirman: “Dan
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik. (surat Al Israa’ (17) ayat 19)
2.
Saat kita bersyukur kepada Allah SWT maka pada saat
itu sudah tidak ada lagi dusta di antara kita dengan Allah SWT, atau jangan
pernah mengingkari segala nikmat yang pernah Allah SWT berikan. Lalu berbuatlah
sesuatu untuk kepentingan masyarakat atas nikmat yang telah kita nikmati
itu. Allah SWT berfirman: “karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu[98], dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (surat Al Baqarah (2) ayat 152)
[98] Maksudnya: aku limpahkan rahmat dan
ampunan-Ku kepadamu.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang sedang melaksanakan tugas di
muka bumi, kita wajib meyakinkan diri sendiri bahwa kita mampu menjadi khalifah
yang dibanggakan oleh Allah SWT dengan suksesnya diri kita melaksanakan ibadah
puasa (melaksanakan Diinul Islam secara kaffah) yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT, yang pada akhirnya mampu menghantarkan diri kita sebagai makhluk
yang terhormat yang pulang kampung ke tempat yang terhormat dalam suasana yang
saling hormat menghormati. Amiin.
Sebagai manusia yang sudah
diangkat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, sudah
menjadi kewajiban kita untuk selalu bersyukur kepada Allah SWT, atas segala
nikmat yang telah kita peroleh. Bersyukur bisa dilakukan di mana saja dan kapan
saja, termasuk saat ini dan detik ini juga. Kita tidak perlu menunggu sesuatu
yang bisa membuat kita benar-benar bahagia baru bersyukur. Hal-hal sederhana seperti makanan
yang baru kita nikmati atau senyuman yang kita dapat dari orang di sekitar kita
seharusnya sudah bisa membuat kita bersyukur dan jangan sampai kita menjadi
orang yang gembul (gemar makan) berkata kepada orang yang kelaparan untuk
selalu bersabar. Bersyukur bisa kita lakukan melalui perbuatan, melalui
lisan ataupun melalui hati. Dengan memperbanyak rasa syukur maka insya Allah
kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT dapat kita nikmati sepanjang hayat
masih di kandung badan. Ayo kita bersyukur, jangan menunda nunda untuk
bersyukur, semakin cepat bersyukur semakin baik diri kita dan semakin cepat
masyarakat merasakan buah dari rasa syukur kita serta semakin tersenyum bangga
Allah SWT kepada diri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar