F. MANUSIA ADALAH PENCARI KEBENARAN,
KETENTRAMAN DAN KEBAHAGIAAN.
Hidup
tentram dan bahagia itu hanya dapat dicapai dengan hidup dalam kebenaran. Untuk
itu cobalah kita hidup dalam kesalahan, dapat dipastikan hidup kita jauh dari
ketentraman apalagi bahagia. Ingat, bahagia itu sumbernya adalah tentram. Nabi
Muhammmad SAW menyatakan: “Kesalahan pasti membuat hatimu tidak
tenteram” dan kenyataannya memang demikian. Akan tetapi, banyak manusia
berbeda pendapat mengenai kebenaran, sehingga timbullah berbagai aliran
filsafat, kemudian ajaran filsafat tersebut dijadikan pegangan hidup atau idiologi,
lalu dipengang dengan erat dan mengaku dialah yang benar yang lain salah.
Akibatnya terjadilah pertentangan dan krisis dalam kehidupan manusia. Adanya
kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia dengan kemampuannya saja tidak akan
dapat menemukan kebenaran itu. Kebenaran itu haruslah tunggal.
Berdasarkan
surat Al Baqarah (2) ayat 147 berikut ini: “Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka
janganlah sekali kali engkau (Muhammad) termasuk orang orang yang ragu.” serta
berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 60 berikut ini: “Kebenaran itu dari Tuhanmu,
karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang orang yang ragu.” Kebenaran
yang tunggal hanya berasal dari Allah SWT. Hal ini dikarenakan kebenaran yang
datangnya dari Allah SWT selain sebagai Sunnatullah, ia juga merupakan hokum
Diinullah. Dengan demikian, jika manusia
benar benar ingin hidup dalam kebenaran, maka ia harus mengikatkan dirinya
kepada hukum, ketentuan, yang berasal dari Allah SWT semata.
“Kegelisahan adalah azab dunia, yang paling
hebat” ini yang dikemukakan oleh Maz Skeller. Tidak seorangpun dari manusia
yang ingin memperoleh azab yang seperti itu. Dengan demikian pada hakekatnya
manusia mengingingkan ketentraman. Di lain sisi, kegelisahan merupakan salah
satu gangguan paling utama bagi umat manusia. Adanya gangguan kegelisahan akan
berakibat kepada kesehatan mental seseorang, yang pada akhirnya terganggu pula
perasaan, pikiran, kecerdasan, kelakuan/perilaku serta kesehatan badan
seseorang.
Salah
satu penyebab terjadinya kegelisahan dikarenakan manusia tidak memiliki
pegangan hidup yang mengakibatkan ruhani tidak diberi makan (tidak terawat
dengan baik) melalui pelaksanaan diinul Islam secara kaffah dan juga
dikarenakan manusia berpaling dari peringatan Allah dan lupa di dalam mengingat
Allah yang berakibat memperturut ahwa sehingga menjadi kawan syaitan. Allah SWT
berfirman: “Barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sungguh, dia akan
menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta. (surat Tha haa (20) ayat 124); dan Allah SWT juga
berfirman melalui surat Ar Rad (13) ayat 28 berikut ini: “(yaitu) orang orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram..” Adanya kondisi yang telah kami
kemukakan di atas, sangat jelas bahwa untuk menjaga ketentraman jiwa maka
manusia harus selalu mengingatkan dirinya kepada ketentuan Allah SWT lalu
melaksanakannya dengan ikhlas.
Di
lain sisi, tidak seorangpun dari manusia ingin hidup susah lagi sengsara. Semua
manusia ini hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Selain dari
pada itu, banyak orang salah sangka, dia menyangka kebahagiaan itu dapat
dicapai dengan harta, pangkat, jabatan, mampu keliling dunia, rumah yang besar.
Karena itu dicarinyalah harta itu sebanyak banyaknya, pangkat dan jabatan
setinggi tingginya dan seterusnya. Akan tetapi setelah semua itu diperolehnya,
apa yang terjadi adalah kesengsaraan. Hal ini dikarenakan kebahagiaan itu
bukanlah urusan materi belaka. Kehagiaan seseorang tidak bisa diukur dengan
besarnya materi yang dimiliki seseorang.
Allah
SWT berfirman: “Dan diantara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab
neraka. (surat Al Baqarah (2) ayat 201).” Bahagia adalah urusan ruhani,
sedangkan ruhani adalah urusan Allah. Karena itu jika memang manusia ingin
hidup berbahagia, maka ia harus bertanya kepada Allah tentang apa arti bahagia
itu. Alhamdulillah, Allah SWT telah menjawabnya dan inilah jawaban Allah SWT
tentang arti dari bahagia itu, yaitu :
1.
Berdasarkan surat Al Maidah (5) ayat 16
berikut ini: “Dengan Kitab itulah Allah
memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan,
dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya dengan izinNya dan menunjukkan jalan yang lurus.” Al
Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam kerangka untuk membahagiakan manusia.
2.
Tolak ukur dari kebahagiaan adalah sejauh
mana kita mengenal Allah, mengenal diri sendiri, dan mengenal alam semesta ini
secara baik dan benar. (pelajari kembali surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5 dan
surat Al Fatihah (1) ayat 1 sampai 7).
3.
Untuk mencapai kebahagian hidup dan
kehidupan, maka jalan yang ditempuh tidak bisa kita yang menentukan, melainkan
Allah SWT yang menentukan. Jalan itu adalah beriman dan beramal shaleh
(pelajari kembali surat Ar Rad (13) ayat
29 ) serta melalui jalan mentaati Allah dan RasulNya. (pelajari kembali surat
Al Ahzab (33) ayat 71).
4.
Bersungguh sungguh dan Istiqamah di dalam
melaksanakan keimanan dan amal shaleh serta di dalam mentaatai Allah dan
RasulNya. Allah SWT berfirman: “Maka tetaplah engkau (Muhammad) di jalan
yang benar, sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang orang
yang bertaubat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha
Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan. (surat Hud (11) ayat 112).”
Disinilah
letak perjuangannya, disinilah letak dari inti permainannya, apabila manusia
ingin tenteram dan bahagia dalam hidup dan kehidupannya, maka ia harus
mengikatkan diri dengan sekuat kuatnya kepada hukum dan ketetapan Allah yang
berlaku lalu melaksanakannya dengan ikhlas semata karena Allah SWT.
G. MANUSIA HARUS BERTANGGUNGJAWAB KEPADA
ALLAH SWT.
Setiap
manusia, siapapun orangnya, apapun kedudukannya, kaya miskin, tua muda,
semuanya akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT atas apa apa yang
telah diberikan oleh Allah SWT, atas apa apa yang telah kita lakukan, atas apa
apa yang telah kita lakukan saat menjadi khalifah di muka bumi dan inilah
fitrah manusia.
Lalu
apa apa sajakah yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak dihadapan Allah
SWT? Berikut ini akan kami kemukakan, yaitu:
1.
Berdasarkan ketentuan dalam surat At
Takatsur ayat 8 berikut ini: “Kemudian
kamu benar benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di
dunia itu).” semua kenikmatan yang telah kita terima akan diminta
pertanggungjawabannya kelak dihadapan Allah SWT di hari berhisab.
2.
Berdasarkan ketentuan dalam surat An Nahl
(16) ayat 93 berikut ini: “Dan jika Allah menghendaki niscaya Dia
menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu
pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” Allah SWT
akan meminta pertanggung jawaban kita tentang hal hal yang pernah kita lakukan
atau kerjakan saat hidup di muka bumi ini.
3.
Berdasarkan ketentuan dalam surat An Nahl
(16) ayat 56 berikut ini: “Dan mereka menyediakan sebagian dari rezeki
yang telah Kami berikan kepada mereka, untuk berhala berhala yang mereka tidak
mengetahui (kekuasaannua). Demi Allah, kamu pasti akan ditanyai tentang apa
yang telah kamu ada adakan.” semua yang kita ada adakan, seperti ide,
gagasan, ilmu, teknologi, hasutan, pengajaran, selama kita hidup di dunia akan
dimintakan pertanggungjawabannya kelak.
4.
Berdasarkan ketentuan dalam surat Al Isra’
(17) ayat 34 berikut ini: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan
penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” semua janji janji yang telah diikrarkan baik
kepada manusia ataupun kepada Allah SWT, terutama tentang janji setia kepada
Allah SWT saat masih di dalam rahim seorang ibu, akan diminta
pertanggungjawabannya.
Untuk
mempertanggungjawabkan atas apa apa yang telah kami kemukakan di atas, Allah
SWT akan mengadakan pengadilan dalam
kerangka meminta laporan pertanggungjawaban dari seluruh makhluk yang telah
diciptakanNya, terutama jin dan manusia. Berikut ini akan kami kemukakan proses
pengadilan dan proses laporan pertanggungjawaban yang akan dilaksanakan oleh
Allah SWT kepada jin dan manusia.
H. BERMUSUHAN DENGAN SYAITAN DAN KITA
MENJADI PEMENANGNYA.
Berdasarkan surat Al A’raaf (7) ayat 22 yang kami
kemukakan di bawah ini, Allah SWT berfirman: “Maka syaitan
membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya
telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan
mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun syurga. Kemudian Tuhan mereka
menyeru mereka: “Bukankah aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu
dan aku telah mengatakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagi kamu berdua?” (surat Al
A’raaf (7) ayat 22). kembali fitrah
berarti kita harus bermusuhan dengan syaitan sampai dengan kapanpun juga dan
inilah fitrah dari manusia yang harus kita ketahui dan pahami.
Adanya kondisi fitrah yang seperti ini maka jangan
pernah sekalipun menjadikan syaitan yang sudah ditetapkan sebagai musuh, justru
kita rubah posisinya menjadi kawan bagi diri kita, menjadi pahlawan bagi diri
kita, menjadi atasan bagi diri kita, menjadi pemimpin bagi diri kita, menjadi
konsultan bagi diri kita, atau menjadi guru bagi diri kita, dalam hidup dan
kehidupan yang kita jalani saat ini. Alangkah bodohnya diri kita jika ketetapan
Allah SWT yang menjadikan syaitan sebagai musuh kita rubah menjadi hal hal yang
kami kemukakan di atas, karena resikonya sangat berat.
Memiliki
ilmu tentang syaitan merupakan salah satu jalan yang paling dikehendaki oleh
Allah SWT jika kita ingin mengalahkan syaitan. Syaitan sebagai musuh bukanlah
musuh yang mudah dikalahkan, syaitan tidak akan pernah putus asa di dalam
mengganggu dan menggoda musuhnya agar musuhnya kalah. Sebagai musuh daari
syaitan maka sudah seharusnya kita meniru langkah langkah syaitan terutama dari
sisi kegigihannya dalam menggoda dan menggangu diri kita.
Jika
sikap syaitan sudah seperti ini kepada diri kita maka tidak ada jalan lain bagi
diri kita yang ingin menang melawan syaitan
maka kita harus gigih pula untuk mengalahkannya. Jangan pernah merasa
kalah kepada syaitan, kita harus terus berjuang untuk memenangkan pertarungan
ini sebab tidak ada tujuan perang yang hakiki kecuali kemenangan, sebagaimana
dikemukakan oleh Sun Tzu dalam bukunya The Art Of War, yaitu: Perencanaan yang baik akan memberi lebih banyak
peluang untuk menang, sementara semakin buruk perencanaan, semakin sedikit
peluang untuk menang. Jadi bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki rencana?
(Sun Tzu)
Sebagai
pelaksana dari ketetapan untuk bermusuhan dengan syaitan, tidak ada jalan lain kecuali harus
melaksanakan ketetapan ini dengan sebaik baiknya. Untuk itu kita harus segera
mempersiapkan rencana yang baik agar menjadi pemenang dan juga harus mengetahui
pula apa posisi syaitan yang lainnya di dalam kerangka rencana besar
kekhalifahan di muka bumi ini. Syaitan diciptakan oleh Allah SWT bukan hanya
sebatas musuh bagi umat manusia. Syaitan juga dijadikan Allah SWT sebagai
sarana atau alat bantu untuk menseleksi secara adil siapa yang berhak untuk
masuk ke Syurga dan siapa yang berhak masuk Neraka.
Adanya
syaitan dalam rencana besar kekhalifahan di muka bumi maka lahirlah apa yang
disebut menang masuk syurga dan juga kalah masuk neraka yang keduanya hanya
berlaku bagi umat manusia. Serta dengan adanya syaitan akan melahirkan adanya
nilai dari sebuah kemenangan dan juga nilai dari sebuah kekalahan. Nilai inilah
yang akan menghantarkan kita di tingkat berapa kita berada di Syurga dan juga
di tingkat berapa kita berada di Neraka. Untuk itu jangan pernah merubah
ketetapan Allah SWT yang berlaku kepada diri kita yaitu tetap jadikan syaitan
sebagai musuh karena hanya dengan adanya permusuhan ini akan diketahui kualitas
kefitrahan seseorang.
Ingat,
Syaitan asalnya dari api dan jika api kembali ke neraka jahannam bukanlah
sesuatu yang istimewa karena kampung halaman dari api adalah neraka. Yang
menjadi persoalan adalah kita yang sudah dikehendaki oleh Allah SWT sebagai
pemenang justru pulang kampungnya ke neraka akibat kalah melawan syaitan, padahal
kampung halaman asli diri kita adalah syurga. Jadi siapakah yang pintar
sekarang, manusia ataukah syaitan?
Ayo
segera pelihara dan jaga serta rawatlah kefitrahan yang telah ditetapkan
berlaku oleh Allah SWT kepada diri kita karena hasil akhir daripada kefitrahan
bukan untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk kepentingan diri kita
sendiri. Allah SWT tidak butuh dengan kefitrahan diri kita melainkan kita lah
yang sangat membutuhkan kefitrahan, terkecuali kita mau difitrahkan oleh Allah
SWT lewat jalur khusus yang bernama neraka jahannam sebelum dipindahkan ke
Syurga.
“Kemenangan adalah tujuan utama dari perang.” (Sun
Tzu). Inilah makna fitrah yang harus kita pahami dengan benar
bahwa kembali fitrah harus menjadikan diri kita pemenang melawan syaitan, bukan
menjadi pecundang yang menjadikan syaitan sebagai pemenang. Jika kita adalah
pemenang di dalam permusuhan abadi dengan syaitan berarti kita telah kembali
fitrah. Agar kemenangan terus menjadi milik kita maka kita harus memiliki ilmu
tentang musuh dengan sebaik baiknya. Syaitan selaku musuh tidak akan mungkin
bisa kita kalahkan jika kita tidak tahu apa kelemahannya dan apa kekuatannya.
Ingat, untuk mengalahkan musuh secara mudah harus melalui kelemahannya, bukan
melalui kekuatannya. Ayo segera belajar dalam kerangka memiliki ilmu tentang
syaitan agar kefitrahan kepada syaitan tetap terjaga dari waktu ke waktu, yaitu
bermusuhan lalu menang melawan syaitan.
I.
SELALU
MEMPERHATIKAN KONSEP HALAL LAGI BAIK .
Orang yang telah menjadikan jiwanya fitrah, atau
orang yang telah mampu menjadikan jiwanya jiwa Muthmainnah yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT adalah orang yang mampu melaksanakan ketentuan Allah SWT
yang tertuang di dalam surat Abasa (80) ayat 24 berikut ini: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan
makanannya.” yaitu mampu memperhatikan dengan seksama
apa-apa yang akan dimakannya, apa-apa yang akan dikonsumsinya, termasuk apa-apa
yang akan dikonsumsi oleh istrinya/suaminya, dan juga apa yang akan dikonsumsi oleh
anak dan keturunannya.
Orang yang telah fitrah, orang
yang kembali fitrah atau orang yang jiwanya jiwa Muthmainnah mampu memenuhi
ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 168 berikut ini: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.” dan surat An Nahl (16) ayat 114 berikut ini: “Maka
makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu;
dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” yang mengatur syarat dan ketentuan tentang makanan
dan minuman yang akan dikonsumsi. Seperti apakah syarat dan ketentuan dimaksud?
Kita diwajibkan, kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk selalu mengkonsumsi
makanan dan minuman yang memenuhi kriteria halal lagi baik (maksudnya halal
lagi sesuai dengan ilmu gizi dan kesehatan).
Selain ketentuan di atas, masih ada ketentuan lain
yang harus kita perhatikan sebelum makan dan minum, yaitu berdasarkan Hadits Qudsi
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, berikut ini: Ibnu
Abbas r.a. berkata: Nabi SAW bersabda:
Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis: Ya Tuhan; Semua makhluk-Mu telah engkau
tentukan rezekinya, maka manakah rezekiku. Allah berfirman: Rezekimu adalah
makanan yang tidak disebut nama-Ku padanya. (Hadits Qudsi Riwayat Abussyekh;
272-259). Kita wajib membaca Basmallah sebelum mengkonsumsi
segala sesuatu, baik makanan atau minuman. Dan juga kita juga diwajibkan untuk
membaca doa sebelum makan dan minum. Hal ini dikarenakan melalui doa yang kita
panjatkan kepada Allah SWT, semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia
serta dihindarkannya diri kita dari mudharat yang terdapat di dalam makanan dan
minuman yang kita konsumsi.
Sebagai khalifah di muka bumi
ada satu hal penting lainnya yang harus kita perhatikan dengan seksama, yaitu
ketentuan Halal lagi Baik dari makanan dan minuman yang akan kita konsumsi
bukanlah ketentuan yang berdiri sendiri. Akan tetapi ketentuan ini juga sangat
berkaitan erat atau tidak bisa dilepaskan dengan cara memperoleh makanan dan minuman yang akan
kita konsumsi, atau ketentuan Halal lagi Baik sangat berhubungan erat dengan
cara memperoleh penghasilan, atau sangat berhubungan erat dengan pekerjaan yang
kita lakukan untuk mendapatkan makanan dan minuman. Sebagai kepala keluarga,
sebagai suami yang baik, sebagai istri yang baik, ada baiknya kita
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kita tidak bisa sembarangan bekerja. Kita harus
memperhatikan apa yang kita kerjakan apakah sudah memenuhi Syariat yang berlaku
ataukah melanggar Syariat, karena hasil dari pekerjaan itu akan kita konsumsi
bersama istri, suami dan anak keturunan.
2. Kita tidak bisa sembarangan memperoleh penghasilan,
atau uang. Kita harus memperhatikan dengan pasti dari manakah asalnya
penghasilan atau uang tersebut, apakah halal, apakah haram, apakah melanggar
ketentuan undang-undang yang berlaku, karena halal dan haram tidak bisa
dicampur adukkan. Halal dan Haram adalah sesuatu yang masing-masing berdiri
sendiri-sendiri.
3. Kita tidak bisa sembarangan di dalam mendapatkan
makanan dan minuman. Kita harus jeli dan tahu persis bagaimana makanan dan
minuman itu kita peroleh, apakah dibeli dengan uang yang halal, apakah di dalam
dengan cara mencuri, karena apa yang kita lakukan dapat berdampak negatif kepada
apa yang akan kita konsumsi.
4. Untuk mendapatkan keluarga Sakinah Maawaddah
Waarahmah, anak dan keturunan yang shaleh dan shalehah tidak akan mungkin bisa
kita wujudkan, jika penghasilan, jika pekerjaan, jika makanan dan minuman yang
kita konsumsi berasal dari yang haram lagi buruk (syaiat).
Sebagai abd’
(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita harus paham dan
mengerti benar bahwa Haram dan Halal tidak akan mungkin sama kedudukannya
dihadapan Allah SWT. Halal dan Haram sampai dengan hari kiamat akan tetap
berbeda. Halal akan membawa kepada kebaikan sedangkan Haram akan membawa kepada
keburukan. Jika ini adalah kondisi dasar dari ketentuan Halal dan Haram yang
berlaku di muka bumi ini, maka mulai saat ini kita tidak bisa begitu saja makan
dan minum, kita bisa begitu saja bekerja, kita tidak bisa begitu saja
memperoleh penghasilan, kita tidak bisa begitu saja memperoleh makanan dan
minuman, terkecuali jika kita ingin pulang kampung ke Neraka Jahannam bersama
Syaitan sang laknatullah.
Sekarang pernahkah kita semua membayangkan jika jasmani
yang secara sunnatullah sudah memiliki sifat-sifat yang mencerminkan nilai-nilai
keburukan, atau disebut dengan ahwa (hawa nafsu), lalu kondisi ini ditambah
dengan sewaktu kita merawat dan memeliharanya, atau menjadikan regenerasi
kekhalifahan di muka bumi dimana sumbernya atau makanan dan minuman yang kita
konsumsi bersifat haram lagi buruk (syaiat)? Apabila makanan dan minuman yang
kita konsumsi memenuhi konsep haram lagi buruk (syaiat) maka hal-hal sebagai
berikut akan terjadi, yaitu :
1.
Sifat-sifat alamiah
Jasmani yang mencerminkan nilai-nilai keburukan akan lebih sempurna
keburukan-keburukannya.
2.
Nilai-nilai keburukan
yang terdapat di dalam jasmani menjadi lebih kental, atau bahkan menjadi
bertambah dengan adanya konsep haram lagi buruk (syaiat).
3.
Adanya makanan dan
minuman yang haram lagi buruk (syaiat) maka ahwa (hawa nafsu) akan memperoleh
tambahan bahan bakar sehingga kemampuan ahwa (hawa nafsu) untuk mengendalikan
dan untuk mempengaruhi ruhani menjadi bertambah kuat.
Jika sampai diri kita selalu memberikan makanan dan
minuman kepada jasmani berupa makanan dan minuman yang masuk dalam kategori haram
lagi buruk (syaiat) berarti kita telah memberikan kesempatan bagi syaitan untuk
membangun rumahnya, membangun istananya di dalamnya jasmani diri kita, yang
pada akhirnya akan memudahkan syaitan untuk melaksanakan aksinya mengganggu,
dan mengoda diri kita serta menjauhkan diri kita kepada jalan yang lurus dan
juga menggagalkan diri kita memperoleh anak dan keturunan yang shaleh dan
shalehah.
Setiap manusia pasti terdiri dari jasmani dan ruhani,
lalu apakah hanya jasmani saja yang membutuhkan makanan dan minuman untuk
merawatnya, sehingga ruhani tidak perlu di rawat dan dipelihara? Selama diri
kita masih terdiri dari jasmani dan ruhani maka keduanya harus dirawat dan
dijaga kesehatannya. Dan jika kita berpedoman kepada asal usul dari jasmani dan
ruhani maka makanan dan minuman untuk merawat dan menjaga jasmani dan ruhani
pasti berbeda.
Sekarang makanan dan minuman apakah yang paling
dibutuhkan oleh ruhani? Ruhani yang asalnya dari Allah SWT maka dapat dipastikan
ruhani memerlukan kedekatan dengan Allah SWT. Untuk dapat mendekatkan ruhani
dengan Allah SWT, maka makanan dan minuman ruhani adalah ibadah seperti melaksanakan
Diinul Islam secara kaffah, mempelajari dan mengamalkan AlQuran, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan puasa wajib dan sunnah, pergi haji dan umroh, infaq,
shadaqah zariah serta dzikrullah. Adanya
perbedaan makanan dan minuman antara jasmani dan ruhani maka kita harus
pandai-pandai menyeimbangkan pemberian makanan dan minuman baik kepada jasmani
dan ruhani. Untuk itulah kita tidak bisa hanya condong kepada jasmani semata
dengan melalaikan kebutuhan ruhani, karena ruhani juga membutuhkan jasmani yang
sehat. Demikian pula sebaliknya kita tidak bisa hanya condong kepada ruhani
semata dengan melalaikan kesehatan jasmani, karena hidup adalah saat bersatunya
jasmani dengan ruhani.
Untuk itu kita tidak bisa hanya mementingkan makanan ruhani saja dengan mengabaikan kepentingan jasmani sebab baik ruhani maupun jasmani harus tetap kita pelihara dan harus kita rawat sesuai dengan kondisinya masing-masing, yaitu ruhani melalui Diinul Islam (maksudnya konsep ilahiah yang diciptakan oleh Allah SWT untuk kepentingan kekhalifahan di muka bumi), sedangkan jasmani melalui ilmu kesehatan dan juga ilmu gizi. Selamat menikmati ruhani fitrah dan jasmani sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar