Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 12 Maret 2024

TAQWA SEBAGAI PARAMETER PENILAIAN MANUSIA (PART 1 of 2)


Allah SWT adalah pencipta dan pemilik dari konsep dwifungsi yang ada di muka bumi. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik tentu tidak bisa sembarangan di dalam menilai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya yang telah diutusnya ke muka bumi. Allah SWT tentu tidak akan mencoreng kemahaan yang dimiliki-Nya dengan bersikap tidak adil kepada abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya. Dalam kerangka adil dan bersikap “fair play” kepada seluruh manusia maka Allah SWT telah menetapkan adanya parameter tersendiri untuk menilai atas keberadaan manusia.

 

Allah SWT selaku dzat yang maha adil lagi maha bijaksana tentu saja tidak akan menilai manusia  yang telah diciptakan dan yang dimiliki-Nya berdasarkan penampilan phisiknya, seperti tinggi badan seseorang, warna kulit seseorang, berjenggot apa tidak, bercadar apa tidak, pangkat dan jabatan serta kedudukan seseorang, keturunan seseorang, atau berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki seseorang. Buang jauh jauh konsep penilaian yang seperti ini karena itu tidak akan pernah terjadi sampai dengan kapanpun juga.

 

Nabi SAW bersabda: “Sekali kali allah tidak menilai bentuk rupamu atau banyaknya hartamu, dan tidak pula menilai keadaanmu, tetapi yang Dia nilai adalah amal perbuatan dan niat hatimu.” Allah SWT selaku pencipta dan pemilik konsep dwifungsi telah memiliki konsep penilaian tersendiri kepada setiap manusia secara perseorangan yaitu berdasarkan tingkat ketaqwaan seseorang. Semakin baik tingkat ketaqwaan seseorang maka semakin baik kedudukan seseorang dihadapan Allah SWT.

 

Sebaliknya semakin buruk tingkat ketaqwaan seseorang maka semakin buruk kedudukan seseorang dihadapan Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT berikut ini: “Kedudukan mereka itu bertingkat tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (surat Ali Imran (3) atar 163).”

 

Sebagai orang yang akan dinilai tingkat ketaqwaannya oleh Allah SWT maka kita tidak bisa menentukan sendiri bahwa kita telah bertaqwa kepada Allah atau menyatakan diri telah bertaqwa kepada Allah dengan mempergunakan parameter yang kita tentukan sendiri. Adanya kondisi ini kita tidak tahu berapa tingkat ketaqwaan kita, hanya Allah SWT sajalah yang tahu berapa sebenarnya tingkat (kualitas) ketaqwaan yang kita miliki.

 

Dan jangan sampai kita merasa atau mengaku-ngaku telah bertaqwa kepada Allah SWT padahal kenyataannya tidak sesuai dengan konsep yang telah Allah SWT tetapkan, yaitu Allah SWT sajalah yang berhak menilai ketaqwaan seseorang. Jika ini keadaannya berarti kita harus segera memiliki ilmu tentang ketaqwaan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT saat ini juga karena kita sangat berkepentingan dengan kualitas taqwa tersebut dalam hidup ini.

 

A.     APA ITU TAQWA.

 

Sebelum kami membahas tentang apa itu taqwa, ketahuilah bahwa taqwa adanya bukan di dalam kepala (dalam pikiran), bukan pula adanya di bibir (atau di mulut), melainkan adanya di dalam hati yang kemudiann terpancar seluruh jaringan tubuh manusia. Nabi Muhammad SAW bersabda: “At Taqwa ha Huna,” (taqwa itu disini,.…sambil menunjuk dadanya). Ia mengisyaratkan bahwa letak dari sebuah ketaqwaan adalah di dalam hati. (Hadits Riwayat Muslim)”. Adanya kondisi ini maka jangan pernah sekali kali kita mengatakan bahwa kita telah bertaqwa karena taqwa bukanlah amaliah lisan, melainkan amaliah hati (bathiniyah) yang hanya diketahui oleh Allah SWT semata.

 

Kata taqwa di dalam Al Qur’an terulang sebanyak 259 kali dengan makna yang sangat beragam sehingga taqwa memiliki makna yang sangat luas sehingga tidak bisa bisa didefinisikan dalam satu definisi semata. Luasnya pengertian dari taqwa mengharuskan diri kita untuk belajar dari waktu ke waktu dari satu pengertian ke pengertian lainnya. Dimana masing masing pengertian dari taqwa itu sendiri selalu saling lengkap-melengkapi, yang menunjukkan betapa dalamnya makna yang terkandung di balik kata taqwa itu.

 

Berikut ini akan kami kemukakan 10 (sepuluh) makna dari taqwa (ketaqwaan) itu, yaitu:

 

1.  Secara etimologi taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang artinya menjaga diri, menghindari dan menjauhi atau mencegah dari sesuatu yang dibenci dan dilarang Allah. Secara terminologi taqwa berarti takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta takut terjerumus dalam perbuatan dosa.

 

2.  Ibnu Abbas ra, mendefinisikan, taqwa adalah takut berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya. Ketika Abu Dzar Al Ghifari meminta nasihat kepada Rasulullah SAW, maka pesan paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah taqwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya wasiatkan kepadamu, bertaqwalah engkau kepada Allah karena taqwa itu adalah pokok dari segala perkara”.

 

3.    Taqwa kepada Allah adalah rasa takut, takzim dan kagum kepada Allah SWT serta mengakui superioritas Allah SWT. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 40 berikut ini: “Wahai Bani Israil, Ingatlah nikmatKu yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepadaKu, niscaya Aku penuhi janjiKu kepadamu, dan takutlah kepadaKu saja.” Alhasil dari pernyataan ini adalah kita bukanlah apa apa dibandingkan dengan Allah SWT. Taqwa juga dapat dikatakan sebagai takutnya diri kita akan hukum, ketentuan, aturan yang berasal dari Allah SWT termasuk di dalamnya takut akan azab yang akan ditimpakan oleh Allah SWT kepada yang melanggar aturan-Nya.

 

4.   Taqwa kepada Allah adalah taat dan beribadah yang sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Ali Imran (3) ayat 102 berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar benar takwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (surat Ali Imran (3) ayat 102.”  Alhasil dari pernyataan ini adalah ibadah yang kita lakukan bukanlah menjadi sebuah kewajiban, apalagi sekedar mencari pahala. Ibadah adalah sebuah kebutuhan bagi diri kita.

 

5. Taqwa kepada Allah adalah jalan bagi manusia untuk mendapatkan, merasakan kemenangan, yaitu memenangkan diri dari pengaruh jiwa fujur yang didukung oleh syaitan. Hal ini berdasarkan ketentuan surat An Nur (24) ayat 52 berikut ini:  Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang orang yang mendapatkan kemenangan.”   

 

6.    Taqwa kepada Allah adalah wasiat (perintah) yang ditujukan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Hal ini berdasarkan ketentuan surat An Nisaa’ (4) ayat 131 berikut ini: Dan milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. Tetapi jika kamu ingkar (ketahuilah), milik Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Mahakaya, Mahaterpuji.

 

7. Taqwa kepada Allah adalah jalan menggapai keberuntungan atau kemenangan. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Maidah (5) ayat 10 berikut ini: “Maka bertakwalah kepada Allah, hai orang orang yang mempunyai akal sehat, agar kamu beruntung.”  

 

8. Taqwa kepada Allah adalah bekal menuju hari pembalasan. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat 197 berikut ini: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang orang yang berakal.” .

 

9. Taqwa adalah taat dan patuhnya diri kita kepada apa apa yang diperintahkanNya dan yang telah dilarang oleh Allah SWT sehingga ia mampu menjadi penegak keadilan serta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya serta selalu menjaga hubungan baik diantara sesama manusia. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Al Maaidah (5) ayat 8 berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” dan juga berdasarkan surat Al Anfal (8) ayat 1 berikut ini: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan RasulNya),maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang orang yang beriman.” .

 

10.Taqwa adalah memelihara diri dari terputusnya hubungan antara diri kita dengan Allah SWT dengan selalu patuh dan taat kepada apa yang telah ditetapkan berlaku oleh Allah SWT. Hal ini berdasarkan ketentuan surat Yunus (10) ayat 31 berikut ini: Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran, penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah”. Maka katakanlah, “Mengapa  kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?. dan juga berdasarkan surat An Nisaa’ (4) ayat 14 berikut ini:  Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas batas hukumNya, niscaya Allah memasukkannya  ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.”

 

Selain dari sepuluh hal yang telah kami kemukakan di atas tentang taqwa serta untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang taqwa (ketaqwaan). Berikut ini akan kami kemukakan beberapa pengertian mendasar dari taqwa (ketaqwaan) yang harus kita pelajari, yang harus kita pahami dan selanjutnya harus kita laksanakan dan amalkan dalam hidup dan kehidupan ini jika kita berharap memiliki jiwa taqwa, dalam hal ini jiwa muthamainnah, yaitu:

 

1.  Taqwa kepada Allah adalah melindungi dari apa yang merugikan diri dan merusak diri di akhirat. Semakin diri ini dibatasi, semakin baik diri ini.

 

2.  Taqwa kepada Allah adalah takut kepada Allah dan menjaga diri dari kedurjanaan, keburukan, kejahatan, kekejiaan, dan dosa.

 

3.   Taqwa kepada Allah adalah cahaya di dalam hati, sedangkan dampak dan pengaruhnya akan nampak jelas di dalam perbuatan anggota tubuh dan hati.

 

4.    Taqwa kepada Allah adalah cahaya yang Allah tempatkan dalam hati orang orang yang beriman. Tak ada yang mengetahui kadarnya kecuali Allah dan tak ada yang mengetahui siapa yang paling bertaqwa, kecuali Allah SWT.

 

5.   Taqwa kepada Allah adalah sifat teragung yang bersemayam di dalam diri orang beriman, taat, dan memiliki jiwa ikhsan. Taqwa adalah sifat yang melekat sangat kuat dalam hati dan nurani mereka.

 

6.  Taqwa kepada Allah adalah faktor kemenangan, sumber kebaikan dan perbaikan. Orang yang memiliki sifat ini akan hidup dalam keberuntungan, tak akan pernah sengsara apalagi menderita.

 

7.    Taqwa kepada Allah adalah pilar yang menopang orang beriman di dunia, cahaya yang akan menerangi kuburnya, dan petunjuk yang akan menuntunnya di akhirat menuju syurga yang penuh kenikmatan.

 

8.   Taqwa kepada Allah adalah kalimat agung. Tak ada kebaikan bagi kita jika kita tak pernah mengucapkannya, dan tak ada kebaikan pada diri orang yang mendengarnya tapi tidak melaksanakannya.

 

9.   Taqwa kepada Allah adalah kalimat yang tidak asing dikalangan manusia, akan tetapi yang mampu melaksanakannya sangatlah sedikit.

 

10. Taqwa kepada Allah adalah kalimat yang memuliakan Salman Al Farisi, Shuhaib Ar Rumi, dan Bilal al Habsyi. Akibat enggan menerima kalimat ini, maka Abu Lahab tetap terbenam dalam kemusyrikan dan menderita dalam siksaan.

 

11. Taqwa kepada Allah adalah benteng yang melindungi di kala susah dan tabungan yang sangat berguna di kala sengsara.

 

12.   Taqwa kepada Allah bukan sekedar ucapan dan materi pelajaran yang hanya disampaikan di ruang perkuliahan atau di atas mimbar. Tapi harus diterapkan dalam gerak nyata, dan dalam akhlak pergaulan seorang muslim sehari hari.

 

13. Taqwa kepada Allah adalah lentera yang benderang dan pedang yang berkilauan di kala krisis mendera. Betapa seringnya takwa mengusir kegundahan, menyingkap awan gelap, mendatangkan rezeki, dan memudahkan urusan semasa hidup di dunia dan setelah kematian.

 

14.Taqwa kepada Allah senantiasa mendatangkan ketenangan, ketentraman, kekuatan dan keyakinan. Taqwalah yang membuat jiwa mulia naik menuju langit.

 

15. Taqwa kepada Allah adalah pengokoh di saat kaki akan tergelincir dan menyatukan hati di kala fitnah sedang bertebaran dan taqwa kepada Allah adalah kekayaan terbesar yang dibawa seorang manusia di dalam relung hatinya dalam meniti kehidupan dunia.

 

Berdasarkan uraian yang telah kami kemukakan di atas tentang taqwa (ketaqwaan) kepada Allah, pada hakikatnya taqwa itu adalah kandungan Diinul Islam secara keseluruhan, yaitu menjalankan apa yang telah diperintahkan dan meninggalkan segala larangan,serta takut kepada Allah di kala tersembunyi atau terang terangan.

 

TAQWA ADALAH PENGENDALIAN DIRI DAN PENJAGAAN DIRI DARI APA YANG BERTENTANGAN DENGAN ALLAH SWT.

 

Ini berarti kehidupan seseorang yang dihiasi dengan agama, keimanan yang kuat, amal shaleh adalah gambaran dari takwa itu sendiri. Karena taqwa bisa melindungi seseorang dari perbuatan yang tidak bermanfaat dan dari hawa nafsu yang hina dan hanya orang orang yang berjiwa muthmainnah lah yang kualitas ketaqwaannya paling tinggi.

Diinul Islam sebagai sebuah konsep ilahiah maka ia adalah agama yang haq yang mampu mengerem laju hawa nafsu dan juga syahwat yang terus merongrong manusia sepanjang hari. Agama ini juga yang mampu mengendalikan gairah seksual dalam diri manusia, agar berjalan lurus sesuai dengan yang digariskan Tuhan, penuh keridhaan, ketaatan, dan kesucian yang pada akhirnya mampu menghadirkan ketakwaan dalam diri kita.

 

Lalu apakah kita sudah melakukan hal-hal yang disukai dan diridhai Allah, dan apakah sudah pula kita menjauhi apa yang menyebabkan Allah murka? Untuk itu mari kita perhatikan firman-Nya berikut ini: Siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (surat An Nahl (16) ayat 97).” Ayat ini mengemukakan tentang hasil dari perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, apakah kita sudah melaksanakannya!

 

Untuk dapat melaksanakan apa-apa yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT kita tidak bisa begitu saja kita melakukannya. Semua ini menuntut kepada kita untuk mencermati lebih dalam, sejenak berhenti dihadapan jiwa kita, dan menelisik di mana sebenarnya posisi jiwa kita dari pelajaran agung tentang keimanan dan ketakwaan yang melandasi perbuatan diri kita. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (surat Asy Syams (91) ayat 9 dan 10). Dan juga berdasarkan hadits sebagaimana berikut ini: Setiap manusia beraktivitas, karena itu bisa jadi dengan aktivitas tersebut ia membebaskan dirinya dari api neraka, atau justru akan membahayakan dirinya. (Hadits Riwayat Muslim).”  Disinilah letak betapa pentingnya diri kita memiliki ilmu dan pemahaman yang baik dan benar tentang keimanan, ketaqwaan (ketauhidan) sebelum diri kita bertindak dan berbuat.

 

Sekarang mari kita perhatikan sebuah kisah tentang sahabat Nabi SAW berikut ini: Umar bin Al Khaththab ra, bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang taqwa. Ubay menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, pernahkah Anda meniti jalan yang dipenuhi duri?” Umar menjawab, “Pernah.” Ubay bertanya lagi, “Apa yang Anda lakukan pada saat itu?” Umar menjawab, “Aku singsingkan lengan bajuku dan berupaya semaksimal mungkin?’ Kemudian Ubay berkata, “Begitulah taqwa. Jika seorang Umar sang Amirul Mukminin, yang telah dijanjikan syurga saja masih bertanya tentang makna taqwa, dan sangat antusias untuk merealisasikannya, maka mengapa kita yang jauh berada di bawahnya, justru malah bermalas malasan, enggan, dan pura pura lupa, atau pura pura sibuk untuk merealisasikan tujuan yang sangat mulia ini. Ketaqwaan bukanlah hal yang bisa kita akui begitu saja, bukan pula impian yang tak ada bukti dalam realita.

 

Taqwa adalah hakekat yang harus diterapkan, ditampakkan dampak dan pengaruhnya dalam setiap perbuatan, tentu saja setelah sebelumnya dikokohkan terlebih dahulu di dalam relung hati yang paling dalam. Taqwa itu adalah sifat yang apabila telah bersemayam dalam diri seorang hamba, maka akan memberikan celupan (sibghah) khusus baginya. Untuk kemudian mendorongnya dalam melakukan ketaatan dan perbuatan baik lainnya, mencegahnya dari keburukan dan maksiat, dan membawanya untuk menggapai pahala dari sisi Allah.

 

Lalu sudahkah saat ini kita semua menerapkan dalam hidup, bahwa taqwa kepada Allah SWT tidaklah hanya saat di bulan Ramadhan, atau hanya saat di masjid, atau di tempat pengajian dan di majelis taklim, atau saat melaksanakan ibadah haji dan umroh saja. Sangat disayangkan tatkala sesorang kembali ke rumahnya masing masing, ke sawah, ke kantor dan tempat usahanya masing masing, atau ke komunitasnya masing masing, dia kembali dalam keterlenaan, yang seharusnya tetap menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Untuk itu segera tanamkanlah sikap taqwa pada jiwa kita, pada istri/suami kita, pada anak dan keturunan kita, pada profesi, pada ucapan dan tindak tanduk kita.

 

Untuk itu simaklah firman Allah SWT berikut ini: Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. (surat Al A’raf (7) ayat 26).” yang mengarahkan kepada kita semua kepada pakaian kebesaran yang sepatutnya dipakai oleh setiap manusia, yaitu pakaian takwa.

 

Semoga Allah SWT menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang bertaqwa, senantiasa berbuat kebajikan, dan selalu selalu berbusanakan atau berpakaian taqwa serta selalu mempersiapkan bekal taqwa sepanjang hayat masih dikandung badan. Dan yang berarti jiwa kita adalah jiwa yang muthmainnah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa dan harapan kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar