B. JANGAN SAMPAI LATIHAN SUKSES, SAAT
BERTANDING PECUNDANG.
Sekarang
katakan kita sudah di bulan Syawal, lalu apa buktinya kita telah mampu
melaksanakan puasa Ramadhan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, atau setelah
diri kita mampu memperoleh, mampu merasakan nikmat dari taqwa, kembali ke fitrah, dan dicintai oleh
Allah SWT, apa yang harus kita perbuat dengan itu semuanya setelah Ramadhan
berlalu?
Sebelum
kami menjawab pertanyaan ini, perkenankan kami mengemukakan hal-hal sebagai
berikut: Jika saat ini kita masih hidup
berarti kita tidak akan mungkin hanya berdiam diri saja. Kita wajib bekerja,
berusaha, melakukan aktivitas jasmani yang pada akhirnya akan menimbulkan
keringat, bau badan serta adanya aktivitas buang air baik besar maupun kecil.
Selain daripada itu kitapun tidak bisa menghindarkan diri dari pengaruh
lingkungan, seperti angin, debu, polusi, yang mengakibatkan tubuh kita menjadi
kotor serta menjadikan diri kita menjadi tidak bersemangat, lesu dan lelah.
Jalan keluar yang paling baik untuk mengatasi hal-hal yang kami kemukakan di atas
hanyalah dengan mandi yang sesuai dengan ilmu kesehatan.
Selanjutnya
apakah cukup hanya sekali saja kita mandi, sedangkan aktivitas jasmani maupun
pengaruh lingkungan terus terjadi selama kita hidup di dunia? Sepanjang
pengaruh dari dalam diri akibat aktivitas jasmani tidak bisa kita hindarkan,
sepanjang pengaruh lingkungan tidak bisa kita elakkan, sepanjang tubuh kita
mengalami kemunduran akibat lelah, maka sepanjang itu pula kita membutuhkan
mandi.
Hal
yang samapun terjadi saat diri kita melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka
bumi, atau selama ruhani belum berpisah dengan jasmani, kita tidak akan pernah
bisa menghindar dari adanya saling pengaruh mempengaruhi atau perang antara
kepentingan Jasmani yang membawa Nilai-Nilai Keburukan (yang disebut dengan ahwa
(hawa nafsu)) yang didukung oleh syaitan dengan kepentingan ruhani yang membawa
Nilai-Nilai Kebaikan (yang disebut dengan Nafs/Anfuss) yang di dukung oleh malaikat
dan yang dikehendaki Allah SWT. Jika ruhani sampai dikalahkan oleh jasmani
berarti jiwa kita dimasukkan ke dalam kelompok jiwa fujur, sedangkan jika ruhani
mampu mengalahkan jasmani berartu jiwa kita dimasukkan dalam kelompok jiwa taqwa.
Adanya
kondisi yang tidak akan mungkin bisa dihindarkan oleh siapapun juga (maksudnya
adalah perang melawan ahwa (hawa nafsu) dan juga perang melawan Syaitan)
sedangkan kita harus bisa mempertahankan kefitrahan diri kita yang sesungguhnya
adalah ruhani, oleh Allah SWT diberikan jalan keluar untuk mengalahkan ahwa,
untuk meningkatkan kualitas ruhani, kita diperintahkan untuk melaksanakan puasa
(maksudnya melaksanakan Diinul Islam secara kaffah). Apakah cukup hanya dengan
sekali saja kita melaksanakan puasa Ramadhan maka kita akan sanggup menghadapi
ahwa dan syaitan selama hayat masih dikandung badan, sedangkan ahwa dan syaitan
akan tetap ada mempengaruhi diri kita sepanjang ruhani belum berpisah dengan jasmani?
Sepanjang
pengaruh ahwa (perang melawan hawa nafsu) tidak bisa kita hindarkan, sepanjang
pengaruh buruk dari syaitan tidak bisa kita elakkan, sepanjang kita ingin
mempertahankan Ruhani sebagai jati diri kita yang sesungguhnya, sepanjang kita
harus mempertahankan kefitrahan diri, sepanjang kita ingin pulang kampung ke syurga,
maka sepanjang itu pula kita membutuhkan puasa, atau melaksanakan Diinul Islam
yang kaffah yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Jika ini kondisi dasar yang
harus kita hadapi saat melaksanakan tugas sebagai Khalifah di muka bumi,
berarti kita sangat membutuhkan manfaat yang hakiki yang terdapat di balik
puasa Ramadhan.
Adanya
kondisi ini berarti hakekat dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan
Ramadhan bukan akhir dari suatu
perjalanan. Ibadah di bulan Ramadhan bukan pula puncak pencapaian. Ibadah di
bulan Ramadhan dapat pula kita jadikan sebagai awal dari pembelajaran dan
pelatihan yang harus diaplikasikan dalam kehidupan secara sungguh-sungguh di
dalam menghadapi ahwa dan syaitan, menjaga dan merawat fitrah yang telah kita
peroleh serta untuk mempertahankan ruhani sebagai jati diri kita yang
sesungguhnya. Ini berarti kita harus bisa melaksanakan apa-apa yang dikemukakan
oleh Allah SWT dalam surat Al Ahqaaf (46) ayat 13 berikut ini, apakah itu? Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”
[1388]
Istiqamah ialah teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh.
Berdasarkan
apa-apa yang kami uraikan di atas, setelah diri kita melaksanakan puasa di
bulan Ramadhan, maka pasca Ramadhan kita harus tetap melaksanakan Diinul Islam
secara kaffah, kita harus tetap bertuhankan kepada Allah SWT, kita harus tetap
beramal shaleh, kita harus tetap melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, kita harus
tetap istiqamah, karena setelah puasa Ramadhan belum tentu ruhani kita berpisah
dengan jasmani. Terkecuali jika kita mampu mengalahkan ahwa (hawa nafsu) seorang
diri serta mampu mengalahkan syaitan yang jumlahnya sudah melebihi jumlah
manusia seorang diri.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi kita dapat menjadikan
bulan Ramadhan sebagai bulan latihan dan sebelas bulan yang lainnya sebagai
bulan perjuangan apabila kualitas keimanan diri kita masih memiliki masalah.
Namun apabila kualitas keimanan diri kita sudah dalam kondisi yang baik maka
kita harus bisa menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pertandingan atau bulan
perjuangan untuk meraih kemenangan dengan menjadikan sebelas bulan lainnya
sebagai bulan latihan.
Walaupun
ada perbedaan kualitas keimanan, namun kita bisa merasakan nikmatnya ibadah di
bulan Ramadhan karena adanya peraturan khusus yang hanya berlaku di bulan
Ramadhan. Jadi bukanlah sesuatu yang istimewa jika kita mampu merasakan
nikmatnya ibadah di bulan Ramadhan karena adanya fasilitas yang berbeda yang
ditetapkan Allah SWT selama bulan Ramadhan. Jangan sampai diri kita hanya
berhasil saat di bulan latihan semata sehingga mampu menjadi pemenang, namun
menjadi pecundang saat di sebelas bulan pertandingan yang dimulai dari bulan
Syawal sampai dengan bulan Sya’ban. Atau jangan sampai kita mampu menjadi
pemenang saat bertanding di bulan Ramadhan namun terseok seok di sebelas bulan latihan.
|
Ketentuan Di Bulan Ramadhan |
Ketentuan Diluar Bulan Ramadhan |
|
Ketentuan
Sunnah menjadi Wajib |
Ketentuan
Sunnah tetaplah Sunnah |
|
Ketentuan
Wajib dilipatgandakan |
Ketentuan
Wajib tetaplah Wajib. |
|
Syaitan
dibelenggu selama Ramadhan |
Syaitan
bebas/tidak dibelenggu |
|
Ahwa
tetap ada. |
Ahwa
tetap ada. |
|
Memberi
makan orang berbuka, pahalanya sama dengan orang yang kita beri makan untuk
berbuka. |
Tidak
ada. |
|
Umroh
di bulan Ramadhan seperti berhaji bersama Nabi. |
Tidak
ada. |
|
Malam
seribu Bulan |
Tidak
ada. |
Allah
SWT mengadakan bulan Ramadhan setahun sekali bukanlah untuk menjadikan manusia
termasuk diri kita menjadi pecundang. Allah SWT mengadakan adanya bulan
Ramadhan agar diri kita sukses di pertandingan yang sesungguhnya yaitu bulan
tanpa adanya fasilitas khusus yaitu adanya perubahan aturan main. Disinilah
letak yang paling penting dari adanya bulan Ramadhan jika ditinjau bulan
Ramadhan sebagai bulan pelatihan, yaitu Allah SWT memberikan kesempatan latihan
sebulan agar diri kita berkualitas yang sesuai dengan kehendak Allah SWT lalu
tetap berkualiatas selama 11 (sebelas) bulan selanjutnya sampai bertemu kembali
dengan bulan Ramadhan.
Demikian
seterusnya sepanjang hayat masih di kandung badan. Justru yang sering terjadi
adalah kita sukses di saat latihan, kita bisa merasakan nikmatnya bertuhankan
kepada Allah SWT di bulan Ramadhan. Namun gagal di pertandingan yang
sesungguhnya atau menjadi pecundang di bulan pertandingan yang sesungguhnya.
Untuk itu perhatikan dengan seksama apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam
surat An Nahl (16) ayat 92 berikut ini: “dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu
di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari
golongan yang lain[838]. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu.
dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu
kamu perselisihkan itu.”
[838] Kaum muslimin yang
jumlahnya masih sedikit itu telah Mengadakan Perjanjian yang kuat dengan Nabi
di waktu mereka melihat orang-orang Quraisy berjumlah banyak dan berpengalaman
cukup, lalu timbullah keinginan mereka untuk membatalkan Perjanjian dengan Nabi
Muhammad s.a.w. itu. Maka perbuatan yang demikian itu dilarang oleh Allah
s.w.t.
Allah
SWT melalui surat An Nahl (16) ayat 92 di atas, telah mengingatkan melalui
perumpamaan seorang yang menguraikan benang yang sudah dipintal dengan kuat
menjadi cerai berai karena ulah dirinya sendiri. Ini menunjukkan hasil kerja
keras hilang karena kita tidak bisa mempertahankan apa apa yang telah kita
perjuangkan. Hal yang samapun berlaku saat diri kita selama sebulan
melaksanakan puasa yang tidak lain adalah bulan latihan. Dalam latihan selama
sebulan kita mampu berbuat dan merasakan apa apa yang telah dijanjikan Allah
SWT. Namun apa apa yang tidak kita capai dan raih selama bulan Ramadhan
akhirnya hilang setelah Ramadhan berlalu.
Agar
peristiwa latihan sukses, bertanding kalah bisa kita hindari, maka kita harus
segera merubah pendekatan yang sebelumnya bulan Ramadhan sebagai bulan latihan
dan sebelas bulan sebagai bulan pertandingan menjadi bulan Ramadhan sebagai
bulan pertandingan dan menjadikan sebelas bulan yang lainnya sebagai bulan
latihan. Jika pendekatan ini yang kita lakukan, maka inilah pendekatan yang
terbaik karena selama sebelas kita mampu mempertahankan kualitas keimanan
sehingga saat pertandingan yang sesungguhnya kita mampu menjadi pemenangnya.
Latihan sukses, pertandingan sukses, akhirnya piala atau medali malam seribu
bulan dapat kita raih dan rasakan.
Dan
agar diri kita sukses saat melaksanakan latihan di sebelas bulan dan juga
sukses saat pertandingan di bulan Ramadhan atau sebaliknya kita sukses latihan
di bulan Ramadhan dan juga sukses di sebelas bulan pertandingan. Berikut ini
akan kami kemukakan hal hal yang harus kita laksanakan pasca bulan Ramadhan
berlalu, yaitu :
1.
Tetaplah Menjaga Lapar dan Haus. Hal yang bisa kita lakukan setelah bulan Ramadhan
berlalu adalah tetap menjaga rasa lapar dan haus dengan melakukan ibadah puasa
sunnah, seperti melaksanakan puasa Syawal selama 6(enam) hari, atau
melaksanakan puasa senin kamis, atau jika mungkin melaksanakan puasa Daud,
sehari lapar sehari kenyang. Adanya rasa lapar dan rasa haus yang terpelihara
dalam diri akan menjadikan diri kita mengerti akan arti sesuap nasi atau makna
dari seteguk air. Makan yang nikmat adalah di kala lapar, demikian juga dengan
minum yang nikmat adalah di kala haus.
Tetaplah lapar
karena lapar membuat badan lebih sehat dan ringan (enteng), pikiran cerdas dan
hati lembut, serta mudah berempati kepada derita sesama manusia, lalu senang
bersedekah kepada yatim dan dhuafa. Hal yang samapun berlaku jika kita tetap
menjaga haus. Rasa haus juga akan menjadikan diri kita sangat menghargai
segelas air. Orang yang berpuasa akan menghargai, menjaga kebersihan dan
menjaga kejernihan air sehingga ia tidak akan mengotori, mencemari apalagi
merusak lingkungan.
2. Tetaplah
Merasa Bodoh. Orang yang telah kembali fitrah atau telah
difitrahkan oleh Allah SWT maka ia akan selalu belajar, selalu menuntut ilmu
untuk kepentingan diri, keluarga serta masyarakat banyak. Setelah diri kita
giat belajar lalu memiliki ilmu ketahuilah ilmu yang kita miliki belum
dikatakan menjadi ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya atau
hanya sampai diri kita saja. Ilmu yang kita miliki baru bisa dikatakan
bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita ajarkan kepada orang lain.
Semakin banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan
oleh orang banyak serta semakin baiklah diri kita dihadapan Allah SWT.
Agar diri kita
selalu berada di dalam kefitrahan yang dikehendaki Allah SWT, terutama untuk
selalu belajar dan belajar. Tetaplah merasa bodoh dikarenakan orang yang merasa
bodoh tidak akan berprasangka macam macam kepada orang lain. Mereka polos dalam
menjalani kehidupan dan sadar akan kekurangan dirinya dan lalu terus belajar
untuk meningkatkan kemampuan dirinya. Orang yang merasa bodoh adalah orang yang
tahu baru dirinya tidak tahu akan sesuatu. Akan tetapi orang yang merasa tahu
menunjukkan dia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Orang yang merasa tahu semua
hal sebenarnya tidak ada apa apanya dan itu merupakan kesombongan.
Meski sudah banyak
belajar, mengkaji, meneliti, mendengarkan tausyiah, tetaplah merasa bodoh.
Sedangkan tanda tanda orang yang berilmu itu selalu menyadari bahwa yang
diketahuinya lebih sedikit daripada yang tidak diketahuinya. Jangan sampai kita
menjadi orang yang bodoh yaitu orang yang tidak tahu jika ia tidak tahu. Untuk
itu maka kita wajib memahami 3 (tiga)
buah hadits yang kami kemukakan berikut ini: Abu Hurairah ra,
berkata: Nabi bersabda: “Orang yang ditanya tentang pengetahuan dan
menyembunyikannya, akan dikekang dengan kekangan api pada hari kiamat”. (Hadits
Riwayat Abu Daud, Athtirmidzi,Ibnu Madjah)
Abu Dharda ra, berkata: Nabi bersabda: Sesungguhnya
seburuk buruknya manusia pada hari kiamat ialah orang pintar yang ilmu
pengetahuannya tidak menguntungkan”. (Hadits Riwayat Ad Darimi)
Dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi
bersabda: “Janganlah ingin seperti orang lain kecuali seperti dua orang ini.
Pertama orang yang diberi Allah kekayaan yang berlimpah dan ia membelanjakannya
secara benar, kedua orang yang diberi Allah SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia
berperilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain”. (Hadits
Riwayat Bukhari)
Untuk itu berhati hatilah jika kita telah
memiliki ilmu dan pengetahuan, jangan sampai ilmu pengetahuan yang seharusnya
menjadi kebaikan bagi diri kita justru menjadi bumerang karena kita tidak mau
mengajarkan kepada sesama. Dan ingat ilmu pengetahuan yang kita miliki akan
dimintakan pertanggungjawabannya oleh
Allah SWT dan jika sampai kita kita tidak mau mengajarkan hal itu,
bagaimana caranya kita akan mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT?
Sekarang apa yang akan kita pertanggungjawabkan kelak jika saat ini kita hanya
pasif dengan hanya belajar tanpa pernah mengajarkan sesuatu kepada orang lain.
Apabila kita mampu mengajar atau berbagi ilmu
pengetahuan ketahuilah semakin kita berbuat maka semakin halus dan tajam serta
semakin mendalam pula ilmu dan pengetahuan yang kita miliki. Bukanlah sesuatu
yang sangat berlebihan jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah
memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat”.
Adanya perintah untuk menuntut ilmu berarti kita wajib untuk belajar dan
belajar serta belajar tiada henti. Yang menjadi persoalan adalah setelah kita
belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi
sebuah kesiasiaan jika apa apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri
kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan
diri sendiri.
Sedangkan hadits di bawah ini mengajarkan
kepada kita untuk selalu berbagi, apalagi kita sendiri telah memperoleh taqwa
dan kembali fitrah, sehat dan selalu bersyukur, yakni: Abu Hurairah ra,
berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin
dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang di
dapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia
berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah
terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat
dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad)
Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi
ini berarti saat ini kita menjalani sisa usia yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan tidak akan
pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu apakah disisa usia yang
tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar tanpa
pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan dengan
mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama? Lalu kapan lagi
kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki jika
tidak sekarang? Jangan sampai terlambat karena kita memiliki keterbatasan usia
dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta keterbatasan kesempatan
yang hanya datang satu kali.
Untuk itu perhatikan dengan seksama hadits
yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda:
“Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu
orang yang shalat”. (Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah). Dimana
syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau
paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika
seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh
syaitan sang laknatullah. Agar diri kita mampu menjadi orang yang
diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajar
atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa pernah merenungi apa yang telah kita
pelajari. Ayo segera belajar lalu jangan lupa mengajar karena inilah salah satu
bukti jika kita telah mampu merasakan nikmatnya puasa di bulan Ramadhan.
3. Tetaplah
Rendah Hati (Tawadhu). Walaupun kita
telah banyak belajar, telah banyak berbuat, telah banyak sedekah, telah banyak
kearifan kita tebarkan, telah banyak kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT
telah kita rasakan, kita tetap harus rendah hati. Hanya dengan rendah hatilah
kita akan terus dan terus merasakan betapa indahnya hidup ini. Hal
yang harus kita ketahui adalah kelima hal yang kami kemukakan di atas ini
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri sendiri, melainkan satu kesatuan yang
saling lengkap melengkapi sehingga kita mampu mempertahankan tujuan dari ibadah
puasa, yaitu menjadi orang yang bertaqwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar