Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Selasa, 12 Maret 2024

MUKADDIMAH: WAHAI JIWA YANG TENANG


Sekarang, sudahkah kita mengenal Allah SWT! Sudahkah kita mengenal diri kita yang sesungguhnya adalah ruh! Sudahkah kita mengetahui bahwa manusia termasuk diri kita adalah makhluk dwifungsi yang tidak lain adalah abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi. Lalu sudahkah pula kita tahu bahwa kita adalah makhluk dwidimensi, yang terdiri dari ruh dan jasmani. Sudahkah kita tahu jika jiwa manusia bisa dibedakan menjadi dua, yaitu adanya jiwa fujur (jiwa sesat) yang terdiri dari jiwa hewani, jiwa amarah dan jiwa mushawwillah dan adanya jiwa taqwa, yang terdiri dari jiwa lawwamah dan jiwa muthmainnah.

 

Untuk dapat mengenal Allah, kita harus mengenal diri.

Mengenal Allah itu tidak sulit, yang sulit itu adalah mengenal diri.

 

Apa yang kami kemukakan di atas, terutama mengenal Allah dan mengenal diri, sangatlah mudah dikemukakan, namun sangat sulit untuk diungkapkan. Kita tidak bisa sembarangan untuk bisa memiliki ilmunya. Jika salah maka salah pula pengertian dan pemahamannya. Memiliki ilmu tentang Allah SWT dan juga ilmu tentang diri kita yang sesungguhnya adalah ruh wajib hukumnya dan sangat penting bagi kepentingan diri kita saat hidup di dunia maupun di akhirat kelak.

 

Ali bin Thalib ra”, pernah mengemukakan tentang betapa pentingnya diri kita mengenal diri sebagaimana kami kemukakan berikut ini:

 

1.         Mengenal diri adalah ilmu yang paling berguna.

2.      Aku heran dengan orang yang mencari barangnya yang hilang padahal (di saat yang sama) ia kehilangan dirinya namun ia tidak (berupaya) mencarinya.

3.        Aku heran dengan orang yang tidak mengenali dirinya bagaimana ia akan dapat mengenal Tuhannya?.

4.         Puncak makrifat adalah pengenalan seseorang atas dirinya.

5.     Prestasi terbesar (bagi seseorang) adalah manakala ia berjaya dalam mengenal dirinya.

6.   Setiap kali bertambah pengetahuan seseorang, maka akan bertambah pula perhatiannya kepada dirinya dan ia akan mengerahkan segenap upayanya untuk mengasah dan memperbaikinya.

 

Jangan sampai di usia kita yang telah berada di persimpangan jalan, yaitu saat sudah berada antara waktu maghrib dengan waktu isya (kematian), kita masih sibuk mencari Allah, sibuk menemukan Allah dikarenakan tidak tahu tentang Allah. Ditambah kita belum tahu diri akibat tidak memiliki ilmu tentang jati diri sendiri yang sesungguhnya ditambah pula kita  belum tahu aturan main dan juga belum tahu tujuan akhir. Lengkap sudah, apa apa yang dikehendaki oleh syaitan kepada diri kita.

 

Penyesalan tidak memiliki ilmu tentang Allah, tidak memiliki ilmu tentang diri sendiri, tidak memiliki ilmu tentang jiwa manusia yang terdiri dari  jiwa fujur dan jiwa taqwa bukanlah sesuatu yang disesalkan. Melainkan buah dari perjalanan hidup yang abai, lalai, malas tidak mau belajar terhadap hal ini di saat usia muda.

 

Alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini, apalagi saat berada di persimpangan jalan, jika kita sudah mengetahui, sudah memahami, sudah menghayati dan sudah pula mengenal Allah SWT dan mengenal diri yang paling hakiki (memiliki jiwa muthmainnah) lalu tinggal meraih dan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT yang tercermin dalam perilaku kehidupan yang bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat luas, atau menampilkan kesalehan diri yang tercermin dalam kesalehan sosial.

 

Agar diri kita termotivasi untuk segera belajar dan memiliki ilmu terutama tentang mengenal Allah SWT dan mengenal diri sendiri yang dilanjutkan dengan mengetahui akan menjadi seperti apa diri ini kelak, apakah yang berjiwa taqwa ataukah yang berjiwa fujur. Konsekuensi dari kita tidak mengenal Allah SWT dan tidak mengenal diri akan sangat mempengaruhi proses kematian yang akan kita hadapi kelak.

 

Bagi orang yang berjiwa taqwa akan menghantarkan dirinya ke husnul khatimah, sedangkan bagi orang yang berjiwa fujur (berjiwa sesat) akan menghantarkan dirinya ke suul khatimah. Sedangkan kita tahu bahwa kematian itu adalah sesuatu yang pasti sehingga segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang jauh sebelum kematian itu tiba.

 

Lalu apa pentingnya kita mempelajari dan memahami serta memiliki ilmu tentang diri sendiri? Banyak manfaat yang melekat jika kita memiliki ilmu tentang diri sendiri. Berikut ini akan kami kemukakan manfaat yang akan kita peroleh dari mengenal diri sendiri, terutama jati diri kita yang sesungguhnya adalah ruh. Sekali lagi kami ingatkan bahwa jati diri kita yang sesungguhnya bukanlah jasmani melainkan ruh yang asalnya dari Nur Allah SWT.

 

Dan inilah yang dikemukakan oleh “Allamah Thahathabai dan Mirza Mahdi Isfahani, dalam bukunya “Wilayah dan Shalat : Perantara ke Pendekatan Ilahi”, penerbit Citra, Jakarta, 2016, tentang manfaat dari mengenal diri, yaitu:  

 

a.      Seorang yang cerdas adalah yang mengenal dirinya dan melakukan segala sesuatu dengan ketutulusan.

b.  Orang yang banyak tahu (arif) adalah dia yang mengenal dirinya, dan membebaskan dan menghindarkan dari apapun yang akan menjauhkannya dari Allah SWT selaku Rabb dan diri kita hanyalah hamba-Nya.

c.         Kebodohan terbesar adalah orang yang tidak mengenal dirinya.

d.       Kearifan terbesar adalah orang yang mengenal dirinya.

e.     Orang orang yang paling kenal diri mereka, lebih memiliki rasa takut terhadap Tuhan mereka.

f.        Intelektualitas terbaik adalah pengenalan seseorang terhadap dirinya sendiri. Jadi, siapapun yang mengenal dirinya maka ia adalah orang yang paling berilmu, sedangkan orang yang tidak mengenal dirinya, akan jatuh tersesat.

g.  Aku heran kepada orang yang bisa kehilangan sesuatu (miliknya) maka ia (langsung) mencarinya, sementara kehilangn dirinya, ia tidak mencarinya.

h.  Aku heran kepada orang yang tidak mengenal dirinya, bagaimana bisa ia mengenal Tuhannya.

i.    Tujuan dari pengetahuan bagi seseorang (berilmu) ialah untuk mengenal jati dirinya.

j.    Bagaimana orang yang tidak mengenal orang lain itu bisa mengenal dirinya sendiri.

k.     Cukuplah dikatakan berilmu seseorang ketika mengenal dirinya dan cukuplah dikatakan bodoh seseorang ketika tidak mengenal dirinya.

l.            Orang yang mengenal dirinya tidak akan menjadi materialistis.

m.         Orang yang mengenal dirinya akan berjuang dengannya.

n.           Orang yang tidak mengenal dirinya akan melalaikannya.

o.           Orang yang mengenal dirinya niscaya mengenal Tuhannya.

p.       Orang yang mengenal dirinya akan mulia kedudukannya dan orang yang tidak mengenal dirinya akan lebih tidak mengenal orang lain.

q.          Orang yang mengenal dirinya akan lebih mengenal orang lain.

r.          Orang yang mengenal dirinya berarti telah mencapai tujuan tertinggi dari setiap ilmu dan pengetahuan.

s.       Orang yang tidak mengenal dirinya niscaya akan menjauh dari jalan keselamatan dan ia akan jatuh ke dalam penyimpangan dan kebodohan.

t.          Pengenalan diri merupakan bentuk pengenalan yang bermanfaat.

u.       Orang orang yang meraih pengenalan diri, akan meraih kemenangan terbesar.

v.      Jangan sampai tidak mengenal dirimu, karena orang yang tidak mengenal dirinya, ia tidak akan mengenali segala sesuatu.

 

Secara keseluruhan, pengenalan diri, tahu diri adalah jalan terbaik dan yang terdekat menuju kesempurnaan, dan ini tidak perlu diragukan lagi.Bagaimanapun, inilah metode dalam menapaki jalan keselamatan dan kesempurnaan yang tidak lain adalah cerminan dari jiwa taqwa yang tidak lain jiwa muthmainnah ini sendiri.

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, apa yang anda pikirkan setelah membaca, lalu merenungi tentang pentingnya mengenal diri. Lalu sudah sampai di posisi manakah kita mengenal diri? Apakah hanya sebatas jasmani dan ruh semata? Jika kita hanya tahu sebatas itu, maka sebatas itu pula kita tahu diri. Padahal ilmu tentang jasmani dan ruh sangatlah luas cakupannya dikarenakan banyak hal yang menyertai keduanya.

 

Ingat, adanya jasmani dan ruh pada diri kita, baru menghantarkan diri kita sebagai manusia biasa. Akan tetapi untuk menjadikan diri kita sukses menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, yang mampu pulang kampung ke syurga, tidak cukup hanya mengandalkan serta bermodalkan jasmani dan ruh semata.

 

Allah SWT menciptakan manusia yang kemudian dijadikan-Nya menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi bukan sekedar untuk menciptakan manusia yang terdiri dari jasmani dan ruh semata dan bukan pula untuk melanjutkan adanya regenerasi manusia yang ada di muka bumi. Adanya konsep abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah di muka bumi  merupakan cara dan metode yang dipergunakan Allah SWT agar kemahaan dan kebesaran Allah SWT dimiliki-Nya aktif dan juga terlihat dengan nyata di dalam di alam semesta ini termasuk di dalam kehidupan manusia sehari-hari. Untuk itulah manusia dijadikan sebagai hamba-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang diciptakan oleh Allah SWT.

 

Lalu sebagai apakah manusia itu di muka bumi? Jawaban dari pertanyaan ini ada 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

 

1.   Arti secara tersurat, setiap manusia adalah ciptaan (makhluk) dan Allah SWT adalah penciptanya (khaliq); Pencipta ada terlebih dahulu barulah ciptaan ada serta ciptaan tidak bisa melepaskan diri dari penciptanya.

 

2.  Arti secara tersirat, setiap manusia adalah abd’(hamba)-Nya yang sekaligus khalifah atau perpanjangan tangan Allah SWT di muka bumi sehingga setiap manusia terikat dengan konsep dwifungsi.

 

3.    Arti secara tersembunyi, setiap manusaia secara tersembunyi tidak lain adalah (a) Bentuk penampilan Allah SWT di muka bumi; (b) Gambaran dari sifat dan asma-Nya; (c) Bayangan Allah SWT di muka bumi (khalifah); (d) Pemandangan bagi penampilan keindahan Allah SWT; (e) Eksistensi Allah SWT bagi tersingkapnya hijab Allah SWT; (f) Gudang perbendaharaan Allah SWT.

 

Sudahkah kita tahu tentang hal ini? Sudahkah kita memahaminya? Sudahkah kita mewujud kannya dengan menjadikan diri kita sebagai bentuk penampilan Allah SWT di muka bumi? Jika belum, kapan lagi mewujudkannya apalagi kesempatan untuk merealisasikannya hanya ada di sisa usia yang tersedia, yang tidak pernah kita ketahui berapa lamanya. Tidakkah hal ini menjadi semangat untuk mendorong kita untuk berubah menjadi lebih baik lagi.

 

Allah SWT selaku pemilik waktu tidak pernah memaksa kita untuk berubah menjadi lebih baik, namun apabila kesempatan yang telah diberikan oleh Allah SWT tidak bisa kita manfaatkan maka kesempatan ini diambil alih oleh syaitan melalui jalur malas, melalui jalur pesimis, melalui jalur emang udah nasib sehingga kita berada di luar kehendak Allah STW. Jika sudah begini, terimalah hasil akhir tanpa ada keluhan lagi apalagi penyesalan.

 

Agar diri kita bisa mudah memahami tentang hakekat diri sendiri dan juga mengetahui dengan pasti apa yang disebut dengan jiwa muthmainnah selaku jiwa yang tenang nan lapang lagi tenteram. Untuk itu mari kita  perhatikan dan pelajari serta memahami apa apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia sebagai wujud tanggung jawab Allah SWT untuk mensukseskan rencana besar kekhalifahan di muka bumi serta untuk memudahkan kita menjadi khalifah sampai level terbaik yaitu level dalam arti yang tersembunyi.

 

Untuk itu ketahuilah bahwa Allah SWT tidak hanya memberikan jasmani dan ruh kepada setiap manusia, namun juga memberikan hal hal sebagai berikut kepada setiap umat manusia, yaitu:   

 

1.       Setiap manusia diberikan modal dasar yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT (seperti sifat qudrat, sifat iradat, sifat kalam, sifat hayat, sifat ilmu, sifat sami’, sifat bashir) atau yang kami istilahkan dengan Amanah yang 7, yang kesemuanya bukan barang gratisan yang bisa seenaknya dipergunakan. Amanah yang 7 akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah SWT di hari kiamat kelak.

 

2.       Setiap ruh telah disibghah atau telah disifati dengan sifat sifat ilahiah yang berasal dari  Nama Nama Allah SWT yang indah lagi baik yang mencerminkan nilai nilai kebaikan (Nass) Sedangkan jasmani memiliki sifat sifat alamiah yang mencerminkan nilai nilai keburukan (Insan) sehingga pada saat keduanya bersatu terjadilah apa yang dinamakan dengan tarik menarik kepentingan ruh dengan kepentingan jasmani saat kita hidup di dunia.

 

Adanya pertarungan antara jasmani dengan ruh di dalam diri manusia yang berakibat akan timbulnya apa yang dinamakan dengan kondisi jiwa manusia, dimana jiwa manusia dapat digolongkan menjadi 2(dua) yaitu: jiwa Fujur (yang terdiri dari  jiwa hewani, jiwa amarah, jiwa mushawwilah) dan jiwa Taqwa (yang terdiri dari jiwa lawwamah dan jiwa muth-mainnah).

 

3.       Setiap manusia telah diberikan hati nurani, tempat diletakkanya af’idah (perasaan), kehendak (iradat), akal, keimanan, ketenangan, kenyamanan, pemahaman.

 

4.       Setiap manusia telah diberikan hubbul (keinginan) yang tidak lain motor penggerak untuk berbuat dan bertindak seperti Hubbul Syahwat  (ingin berhubungan dengan lawan jenis), Hubbul Hurriyah (ingin bebas), Hubbul Istitlaq (ingin tahu), Hubbul Jam’i (ingin berkumpul), Hubbul Maal (ingin harta), Hubbul Maadah (ingin dipuji) dan Hubbul Riasah (ingin jadi pemimpin), yang kesemuanya akan dimintakan pertanggungjawabannya kelak oleh Allah SWT.

 

5.       Setiap diri manusia ada syaitan yang selalu menyertainya termasuk juga kepada Nabi dan Rasul juga disertai oleh syaitan. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (surat Az Zukhruf (43) ayat 36)

 

6.       Setiap manusia juga disertai malaikat pencatat atau malaikat pengawas yang bertugas mencatat segala aktifitas manusia dari waktu ke waktu. Allah SWT berfirman: “Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat, penggiring dan seorang malaikat penyaksi.Yang menyertai dia berkata (pula): “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh”.(surat Qaaf (50) ayat 21-27)

 

7.       Setiap manusia berdasarkan ketentuan surat Al Anbiyaa (21) ayat 34 berikut ini: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, Apakah mereka akan kekal? (surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 34)”. tidak ada yang hidup kekal atau abadi selamanya. Setiap manusia pasti akan mengalami kematian. 

 

8.       Setiap manusia berdasarkan ketentuan surat Al Mu’minuun (23) ayat 33 berikut ini: dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, Dia Makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum”. tanpa terkecuali dapat dipastikan memerlukan makanan dan minuman untuk kepentingan jasmani atau phisiknya. Tanpa adanya asupan makanan dan minuman bagi kepentingan jasmani, maka phisik atau jasmani manusia akan menjadi lemah dan tidak mempunyai tenaga saat menjadi khalifah di muka bumi.

 

9.       Setiap manusia tanpa terkecuali, dalam hal ini diwakili oleh ruh-nya, berdasarkan surat Al A’raf (7) ayat 172 berikut ini: dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(surat Al A’raaf (7) ayat 172)”. sudah mengakui bertuhankan kepada  Allah SWT dan juga telah mengetahui adanya hari kiamat.

 

Itulah 9 (sembilan) hal yang menyertai keberadaan ruh dan jasmani setiap manusia sehingga ruh dan jasmani telah memiliki perangkat yang lengkap untuk melaksanakan tugasnya sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi. Selain dari pada itu, Allah SWT juga telah mempersiapkan adanya konsep ilahiah untuk kepentingan rencana besar kekhalifahan di muka bumi, yaitu adanya Diinul Islam sebagai satu satunya konsep ilahiah yang berlaku di muka bumi ini.

 

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya agama  di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungannya. (surat Ali Imran (3) ayat 19)”. yang kemudian dipertegas dengan surat Ar Rum (30) ayat 30 berikut ini: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (surat Ar Rum (30) ayat 30).”

 

Dimana konsep ilahiah ini harus dilaksanakan secara kaffah atau menyeluruh dalam satu kesatuan, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah langkah syaitan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 208)”. Berdasarkan uraian yang kami kemukakan di atas, terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT sangat cermat dan teliti lagi sempurna di dalam mempersiapkan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, yang menunjukkan Allah SWT tidak berkehendak kepada manusia yang dijadikannya abd’ (hamba) dan khalifah sampai gagal dalam melaksanakan tugasnya.

 

Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari rencana besar konsep dwifungsi di muka bumi, tentunya akan melakukan penilaian atas setiap abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya, mana yang pantas masuk neraka dan mana yang pantas masuk syurga. Agar penilaian ini bersifat obyektif dan transfaran lagi “fair play” maka Allah SWT telah memiliki parameter tersendiri guna menilai secara individual atas diri diri manusia yang telah diutusnya ke muka bumi.

 

Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan yang pasti tidak akan pernah menilai manusia termasuk kepada diri kita berdasarkan suku, ras, bahasa, warna kulit, status sosial, tingkat pendidikan, kedudukan, pangkat, jabatan, penampilan, keturunan, apalagi berdasarkan kekayaan. Allah SWT akan melakukan penilaiaan melalui parameter ketaqwaan, dimana ketaqwaan ini bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan keimanan, keyakinan serta bentuk- bentuk kejiwaan seseorang, apakah jiwa fujur apakah jiwa taqwa yang pada akhirnya menunjukkan kualitas dari masing masing manusia.Apakah sesuai dengan kehendak Allah SWT ataukah sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah.

 

Inilah konsep dasar dari rencana besar dwifungsi di muka bumi, lalu sudahkah kita memiliki ilmu dan pemahaman yang sesuai dengan kehendak Allah SWT terutama tentang diri kita sendiri yang salah satunya adalah bentuk penampilan Allah SWT di muka bumi? Semoga kita termasuk orang yang lebih banyak belajar mengenai diri sendiri, daripada menilai orang lain sehingga kita tahu diri dan tahu aturan serta tahu tujuan akhir serta mampu memiliki sikap seperti kami kemukakan di atas.

 

Sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, yang memiliki kepentingan hidup dan kehidupan di muka bumi ini yang sesuai dengan kehendak Allah, dan yang sedang berusaha menjadikan jiwanya jiwa muthmainnah, serta yang hendak pulang kampung ke syurga. Untuk itu ada baiknya jika kita bisa melaksanakan prinsip hidup di bawah ini.

 

Jalanilah hidupmu dengan penuh prasangka baik.

Jalanilah hidupmu dengan jiwa yang lapang.

Dengan hati yang ikhlas, maka jiwamu akan terasa lapang.

Dengan hati yang ikhlas, maka kau akan bahagia dunia dan akhirat.

 

Agar proses mengenal diri sendiri tidak hanya sekedar basi-basi dihadapan Allah SWT atau hanya ala kadarnya mengenal diri. Untuk itu ada baiknya kita melakukan hal hal sebagai berikut sebagai upaya untuk menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT, yaitu:  

 

a.        Hargai diri sendiri sambil melihat cermin lalu bertanyalah kepada diri sendiri masih sesuaikah diri kita dengan konsep Allah;

b.       Berhentilah untuk menilai setiap tindakan yang kita lakukan;

c.        Jangan minder karena penilaian orang lain karena kita tidak bertanggungjawab kepadanya;

d.       Berhentilah mencari kesalahan diri sendiri;

e.        Lupakan kenangan buruk masa lalu  dan jadikan kenangan itu sesuatu yang hanya kita lihat melalui kaca spion lalu fokuslah ke masa depan;

f.         Jangan mencoba untuk mengubah diri sendiri dengan cara cara kita sendiri;

g.        Menghargai ketrampilan dan bakat kita lalu berbuatlah kebaikan;

h.       Lakukan hal hal yang kita sukai dan jangan lupa buatlah Allah SWT selalu tersenyum lebar kepada diri kita, atau buatlah diri kita menjadi kebanggaan Allah SWT lalu kita mampu menemukan dan bertemu Allah SWT dalam diri kita masing.

 

Hidup adalah saat bersatunya ruh dengan jasmani. Hidup adalah saat terjadinya tarik dan menarik antara kepentingan ruh yang membawa nilai nilai kebaikan yang berasal dari nilai nilai ilahiah (nass,nafs/anfuss) dengan kepentingan jasmani yang membawa nilai nilai keburukan yang berasal dari alam (insan,ahwa).

 

Keadaan yang kami kemukakan ini, pasti dialami oleh setiap manusia, karena sepanjang manusia itu terdiri dari ruh dan jasmani hal ini merupakan sunatullah berlaku bagi setiap manusia yang ada di muka bumi. Setelah terjadi pertarungan antara ruh dan jasmani di dalam diri setiap manusia, maka terkondisikanlah keadaan diri manusia, atau keadaan diri kita yang sesungguh-nya, dalam hal ini kondisi ruh setelah dipersatukan dengan jasmani, yang disebut juga dengan jiwa.

 

Timbul pertanyaan, apakah itu jiwa, lalu berbedakah antara jiwa dengan ruh? Jiwa dan ruh pada prinsipnya adalah sama. Ruh dan jiwa menjadi berbeda jika dilihat dari sisi sebelum dipersatukan dengan jasmani melalui proses peniupan, atau sebelum dipersatukan dengan jasmani. Namun setelah dipersatukan dengan jasmani dan setelah dipisahkan kembali dengan jasmani menjadi sesuatu yang berbeda kembali. Apa maksudnya?

 

Ruh sebelum dipersatukan dengan jasmani, atau ruh sebelum ditiupkan ke dalam jasmani maka ruh tetap dinamakan dengan ruh. Ruh baru akan berubah namanya menjadi jiwa setelah ruh mulai dipersatukan dengan jasmani. Dimana masa bersatunya keduanya inilah lahirlah apa yang dinamakan dengan hidup, sehingga hidup merupakan saat dipersatukannya ruh dengan jasmani sampai dengan dipisahkannya kembali keduanya. Ruh akan bernama ruh kembali setelah ruh dipisahkan kembali dengan jasmani, atau adanya kematian maka ruh akan bernama kembali ruh.

 

Lalu seperti apakah kondisi diri kita yang sesungguhnya, atau seperti apakah kondisi ruh setelah dipersatukan dengan jasmani yang disebut juga dengan jiwa? Berdasarkan surat Asy Syams (91) ayat 7-8-9 berikut ini: “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”.

 

Jiwa manusia, atau kondisi dan keadaan ruh setelah dipersatukan dengan jasmani dapat dibedakan menjadi 2(dua) bentuk yaitu Jiwa Fujur dan Jiwa Taqwa. Jiwa Fujur dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu jiwa hewani, jiwa amarah dan jiwa mushawiilah. Sedangkan jiwa taqwa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jiwa lawwamah dan jiwa muthmainnah.

 

Jika pada saat ini kita masih hidup di dunia, berarti  kita sedang melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi dan juga sedang mengalami pertarungan atau perebutan kekuasaan dan kepentingan antara jasmani dengan ruhdi dalam memperturutkan sifat-sifat masing-masing termasuk di dalamnya memperebutkan kekuasaan atas Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang dikendalikan oleh hati nurani. Adanya pertarungan, atau adanya perebutan kekuasaan antara jasmani dengan ruh di dalam memperebutkan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 pasti akan berdampak kepada hidup yang sedang kita jalani saat ini.

 

Selanjutnya dengan adanya kondisi yang kami kemukakan ini, akan didapat beberapa kemungkinan hasil pertarungan atau perebutan kekuasaan antara jasmani dengan ruh dengan saat manusia hidup di dunia, yaitu : 

 

a.       Kemungkinan yang pertama adalah kepentingan jasmani mampu mengalahkan secara mutlak kepentingan ruh sehingga Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 di bawah komando dan penguasaan jasmani sehingga hati nurani tidak mampu berbuat apapun dengan kepentingan jasmani. Apabila manusia mengalami hal ini maka di dalam diri manusia akan selalu dipenuhi  dengan nilai-nilai keburukan dikarenakan  memperturutkan ahwa (hawa nafsu) sehingga tindak tanduk, perilaku dan perbuatannya sangat sesuai dengan kehendak syaitan. Kondisi jiwa ini yang bisa dinamakan jiwa hewani, bisa jiwa amarah dan bisa jiwa musyawillah, yang ketiganya masuk dalam kategori jiwa fujur (jiwa yang sesat).

 

b.       Kemungkinan yang kedua adalah kepentingan jasmani dan kepentingan ruh dalam posisi seri, atau posisi tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Kondisi seperti ini tidak berlaku. Yang mungkin terjadi adalah kadang menang kadang kalah. Apa maksudnya? Ada kalanya kepentingan ruh mampu mengalahkan (mendominasi) kepentingan jasmani, dan adakalanya kepentingan ruh mampu dikalahkan oleh kepentingan jasmani. Apabila manusia mengalami hal ini berarti jiwa kita masih labil, sehingga tindak tanduk, perilaku dan perbuatannya belum mampu seutuhnya menampilkan nilai nilai kebaikan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Orang yang memiliki kondisi jiwa seperti ini apabila berbuat keburukan ia cepat menyesali pernbuatannya dan berusaha untuk memperbaiki diri. Kondisi ini sudah lebih baik dibandingkan dengan kemungkinan yang pertama, namun harus terus ditingkat-kan kualitasnya. Kondisi jiwa ini yang dinamakan dengan jiwa lawwamah.

 

c.       Kemungkinan yang ketiga adalah kepentingan ruh mampu mengalahkan kepentingan jasmani secara mutlak sehingga Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 di bawah komando atau dibawah penguasaan ruh sehingga hatinya menjadi tenang dan tentram didalam menghadapi ujian dan cobaan. Apabila manusia mengalami hal ini maka di dalam diri manusia akan selalu dipenuhi dengan Nilai-Nilai Kebaikan yang berasal dari Nilai-Nilai Ilahiah sehingga ia selalu berada di dalam kehendak Allah SWT.Kondisi jiwa ini yang dinamakan dengan jiwa muthmainnah.

 

Inilah 3(tiga) buah kemungkinan yang terjadi akibat adanya pertarungan antara kepentingan jasmani dengan kepentingan ruh dalam rangka memperebutkan Amanah yang 7 dan Hubbul yang 7 yang akan menimbulkan suatu keadaan kejiwaan seseorang, atau menimbulkan adanya bentuk kejiwaan seseorang sesuai dengan kondisi yang sedang dialaminya yang disebut juga dengan bentuk kejiwaan.

 

Adanya bentuk kejiwaan yang terdapat di dalam diri manusia mengakibatkan tingkah laku, perbuatan serta tindak tanduk manusia sesuai dengan bentuk atau keadaan kejiwaan yang dialaminya. Apabila manusia berbuat, berkehendak atau melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai keburukan yang dibawa oleh jasmani maka keadaan ini dikategorikan sebagai jiwa fujur (jiwa yang sesat) yang terdiri dari jiwa hewani, jiwa amarah dan jiwa mushawwilah. Sedangkan apabila manusia berbuat, berkehendak atau melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai nilai kebaikan yang dibawa oleh ruh maka keadaan ini dikategorikan sebagai jiwa taqwa, yang terdiri dari jiwa lawwamah dan jiwa muthmainnah. Dan semoga jiwa kita adalah jiwa muthmainnah saat bertemu dengan Allah SWT kelak.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar