Saat ini
sampai dengan hari kiamat kelak sudah berlaku ketentuan untuk melaksanakan
ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan (termasuk ketentuan melaksanakan Diinul
Islam secara kaffah) yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Adanya kondisi ini
maka kita harus bisa melaksanakan ketentuan dimaksud dengan baik dan benar
sesuai dengan kehendak Allah SWT. Lalu bisakah kita melaksanakan ibadah puasa
begitu saja tanpa mengetahui dengan pasti bagaimana puasa bisa kita laksanakan?
Kita tidak bisa melaksanakan ibadah puasa yang dikehendaki Allah SWT tanpa kita
mengetahui bagaimana puasa dapat kita laksanakan dengan baik dan benar. Agar
diri kita yang sangat membutuhkan ibadah puasa tidak salah di dalam
melaksanakan puasa yang telah diperintahkan Allah SWT maka kita harus belajar
atau memiliki ilmu tentang ibadah puasa dimaksud dengan sebaik baiknya.
Beberapa
studi yang dilakukan mengenai fungsi organ tubuh selama masa puasa secara medis
menyebutkan bahwa puasa menurut Islam terbilang sangat mudah sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) ayat 185 berikut ini: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) AlQuran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.”
Allah SWT
mewajibkan ibadah puasa dengan penuh kemudahan dan masa yang pendek dalam satu
tahun. Bahkan, Allah SWT tidak mewajibkan puasa bagi orang yang sakit dan
sedang dalam perjalanan. Selain itu, kemudahan puasa dalam Islam juga terlihat
pada terpenuhinya semua kebutuhan tubuh terhadap suplai makanan.
Puasa tidak
menghalangi bahan makanan yang dibutuhkan tubuh. Sebab orang yang berpuasa
menahan makan dan minum serta syahwat selama masa sejak terbitnya fajar hingga
terbenamnya matahari. Sedangkan, di malam hari ia bebas untuk makan dan minum
secara normal. Dengan demikian, praktek puasa dalam Islam sebenarnya hanya
merupakan peralihan atau pergeseran jadwal waktu makan dan minum saja. Allah
SWT sama sekali tidak mewajibkan kita untuk tidak makan dan minum secara total
dalam waktu yang lama, bahkan dalam waktu sehari semalam demi kemudahan dan
keringanan umat Nabi Muhammad SAW.
Praktek
puasa yang diajarkan Islam tampak makin jelas berkat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Beberapa referensi medis membagi masa lapar menjadi tiga
periode, yaitu periode awal, menengahm
dan panjang. Puasa pendek terjadi setelah masa penyerapan pada makan terakhir
atau sekitar 5 jam, menurut beberapa ahli. Puasa yang diajarkan Islam terjadi
pada masa itu dan pada masa penyerapan makanan. Tidak mengkonsumsi makanan pada
masa masa itu menurut standar ilmiah dinilai sangat aman dan tidak
membahayakan. Sebab glukosa adalah satu satunya bahan bakar untuk otak,
sedangkan lemak tidak teroksidasi dalam kadar yang dapat melahirkan jasad keton
dalam darah selama masa penyerapan dan protein juga tidak dikonsumsi untuk
memproduksi energi dalam kadar yang dapat menimbulkan gangguan pada
keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Oleh karena itu, banyak ahli yang tidak
memasukkan masa ini ke dalam masa lapar. Fakta tersebut memperjelas puasa yang
diajarkan Islam sangat mudah dan berbeda dengan periode periode lapar yang
lain.
Dari paparan
di atas dapat kita ketahui bahwa rentang waktu puasa dalam Islam berkisar rata
rata antara 12 sampai 16 jam,
sebagiannya terletak pada masa penyerapan dan sebagian besarnya terletak pada
periode setelah penyerapan yang terjadi pengaktifan semua proses penyerapan dan
metabolism secara seimbang. Dengan demikian, proses disolusi (penguraian)
glikogen, oksidasi dan disolusi lemak, disolusi protein dan pembentukan glukosa
baru menjadi makin aktif tanpa menimbulkan gangguan apa apa dalam tubuh manusia.
Sementara lapar atau puasa medis, baik jangka pendek maupun jangka panjang
tidak berhenti pada pengaktifan proses situ, tetapi berlanjut hingga
menimbulkan gangguan pada sebahagian fungsi tubuh. Dengan demikian, puasa
menurut Islam merupakan asimilasi yang sangat spesifik karena mencakup masa
masa pembentukan dan pemusnahan.
Setelah
berbuka puasa dan makan sahur, terjadi proses pembentukan komposisi komposisi
penting di dalam sel dan pembaruan bahan bahan yang tersimpan untuk digunakan
memproduksi tenaga. Setelah masa penyerapan makan sahur, terjadi pemusnahan
sehingga cadangan makanan glikogen dan lemak mengalami disolusi, akhirnya tubuh
mendapat suplai tenaga yang diperlukan selama bergerak dan beraktifitas di
siang hari saat berpuasa. Jadi, dapat kita pahami mengapa Rasulullah SAW sangat
menekankan perlunya makan sahur, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah
bersabda: Makan sahurlah karena di dalam makan sahur terdapat berkah”.(Mutafaq’
alaih)
Hal tersebut
dicapai dengan menyuplai pembentuk tubuh selama empat jam terhitung dari saat
berhenti makan. Dengan demikian, dapat dicapai perpendekan masa setelah
penyerapan. Diperkuat penegasan Rasulullah SAW yang menganjurkan kita untuk
menyegerakan berbuka dan mengakhirkan makan sahur. Dalam sebuah haditsnya
Rasulullah SAW bersabda: “Orang orang
masih dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuaka puasa”.
(Mutafaq’alaih). Dan dalam hadits lain diriwayatkan dari Zaid bin
Tsabit ra bahwa ia berkata: “Kamu
makan sahur bersama Rasulullah SAW lalu kami mendirikan shalat, Lalu Zaid
ditanya oleh salah seorang sahabat, “Berapa lama jarak antara makan dan shalat?
Zaid menjawab, “Sekitar bacaan 50 ayat .” (Mutafaq’alaih).
Menyegerakan
berbuka dan mengakhirkan sahur dengan sendirinya akan memperpendek masa puasa
agar sedapat mungkin tidak melewati masa setelah penyerapan. Dengan demikian,
puasa secara Islam tidak menyulitkan dan tidak menimbulkan tekanan jiwa yang
membahayakan kesehatan.
Atas dasar
fakta fakta di atas, dapat kita pahami bahwa hal yang berhenti selama masa
puasa hanyalah proses pencernaan dan penyerapan, bukan proses nutrisi. Sel sel
tubuh bekerja secara normal dan memperoleh semua kebutuhan dasarnya dari
cadangan makanan setelah mengalami disolusi yang dapat dianggap sebagai proses
pencernaan di dalam sel. Melalui proses itu, glikogen berubah menjadi asam
lemak dan asam amina berkat jaringan enzim yang semuanya menunjukkan keagungan
dan kemahakuasaan Allah SWT.
Berdasarkan
apa apa yang kami kemukakan di atas, itulah fakta sesunguhnya dari puasa yang
Islami yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Bukti nyata
secara ilmu dan teknologi sudah membuktikan bahwa puasa sangat berguna dan
penuh kebaikan bagi jasmani manusia. Dan kondisi ini akan menjadi jauh lebih
hebat lagi jika yang mengerjakan, atau yang melaksanakan puasa adalah umat yang
beriman yang memiliki kualitas keimanan yang tinggi ditambah keimanan tersebut
diikat dengan niat yang ikhlas, dilaksanakan dengan penuh kejujuran dan penuh
kesadaran bahwa ibadah ini baik bagi jasmani dan juga baik bagi ruhani, baik
untuk kehidupan dunia, baik untuk kehidupan akhirat. Alangkah nikmatnya hidup
ini jika ruhani sehat ditunjang dengan jasmani yang sehat sehingga segala
ibadah yang kita lakukan menjadi terasa indah dan nikmat walaupun usia sudah
berada di persimpangan jalan.
Berikut ini
akan kami kemukakan jenis jenis atau pengelompokkan dari puasa secara Islami
yang berlaku saat ini. Adapun jenis atau pengelompokkan puasa dimaksud adalah
puasa wajib, puasa kafarat, puasa nadzar dan juga puasa sunnah. Sekarang mari
kita bahas hal tersebut:
A. PUASA
WAJIB.
Sebagai
abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sangat
membutuhkan puasa, ada satu pertanyaan penting yang harus kita jawab, yaitu
berapa kalikah kita harus melaksanakan puasa saat diri kita menjadi Khalifah di
muka bumi ini? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus terlebih dahulu
mengetahui bentuk atau jenis puasanya. Berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah
(2) ayat 185 yang kami kemukakan di bawah ini, Allah SWT selaku pemberi
perintah melaksanakan ibadah puasa hanya mewajibkan kita untuk berpuasa selama
sebulan penuh hanya di bulan Ramadhan saja atau setiap tahun kita hanya
diperbolehkan untuk melaksanakan puasa wajib di setiap bulan Ramadhan.
Di
luar bulan Ramadhan kita tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa wajib,
tetapi kita diperbolehkan untuk melaksanakan puasa kafarat, atau puasa nazar
atau puasa sunnah yang tidak berhubungan langsung dengan ibadah puasa wajib di
bulan Ramadhan. Selain daripada itu, di luar Ramadhan kita juga bisa
melaksanakan puasa pengganti (mengqadha) atas puasa Ramadhan yang tidak kita
laksanakan dikarenakan kita sakit atau dalam perjalanan. Allah SWT berfirman: (Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) AlQuran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur. (surat Al Baqarah (2) ayat 185)
Adanya ketentuan ini
berarti kita wajib melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh di setiap datangnya
bulan Ramadhan, dimanapun kita berada selama masih di muka bumi ini, maka
ketentuan ini pasti berlaku kepada kita. Berapa banyak kita melaksanakan puasa
wajib ini? Setelah syarat dan ketentuan wajib melaksanakan ibadah puasa
Ramadhan jatuh kepada diri kita, maka setiap kali datang bulan Ramadhan kepada
diri kita maka kita wajib menunaikan ibadah dimaksud selama hayat masih di
kandung badan atau selama kita masih hidup di muka bumi ini maka sepanjang kita
bertemu dengan bulan Ramadhan maka sepanjang itu pula kita wajib menunaikan
puasa wajib.
Ingat, ibadah puasa wajib
di bulan Ramadhan tidak disertai dengan ibadah puasa sunnah, seperti halnya
shalat wajib yang diiringi dengan adanya shalat sunnah rawathib sebagai
penyempurna bagi shalat wajib yang kita dirikan. Adanya hal ini maka kita harus
bisa melaksanakan puasa wajib ini semaksimal mungkin, sebaik mungkin karena
tidak bisa disempurnakan dengan ibadah puasa sunnah, yang bisa kita lakukan hanyalah
melakukan ibadah lainnya yang tidak ada hubungan langsung kepada puasa yang
kita lakukan, melainkan sangat berhubungan dengan ruh/ruhani diri kita seperti
tadarus, shadaqah, memberikan takjil, shalat taraweh dan lain sebagainya.
Sekarang
adakah larangan bagi diri kita jika ingin melaksanakan puasa melebihi ketentuan
minimal? Apabila diri kita berkeinginan untuk melaksanakan puasa di luar bulan
Ramadhan, maka yang harus kita lakukan adalah melaksanakan puasa sunnah. Hal
ini dikarenakan puasa wajib sudah ditetapkan oleh Allah SWT hanya di bulan
Ramadhan sehingga kita tidak boleh menambah atau mengurangi, atau merubah
ketentuan dimaksud. Apa dasarnya?
Thalhah bin Ubaidillah r.a. berkata: Seorang dari
Najed datang kepada Nabi SAW, sedang ia terurai rambutnya, lalu ia mendekat
kepada Nabi SAW, dapat didengar dengung suaranya tetapi tidak dapat ditangkap
(dimengerti) apa yang ditanyakannya, tiba-tiba ia menanya tentang Islam. Maka
Rasulullah SAW bersabda: Lima kali sembahyang dalam sehari semalam. Ia bertanya:
Apakah ada kewajiban bagiku selain itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika
anda akan sembahyang sunnat. Lalu Nabi SAW bersabda: Dan puasa pada bulan
Ramadhan. Orang itu bertanya: Apakah ada lagi puasa yang wajib atasku selain
itu? Jawab Nabi SAW: Tidak, kecuali jika anda puasa sunnat. Lalu Nabi SAW
menerangkan kewajiban zakat. Maka ia tanya: Apakah ada kewajiban selain itu?
Jawab Nabi SAW: Tidak kecuali jika anda bersedekah sunnat. Maka pergilah orang
itu, sambil berkata: Demi Allah saya tidak akan melebihi atau mengurangi dari
itu. Maka Rasulullah SAW, bersabda: Sungguh bahagia ia jika benar-benar (yakni
dalam ucapannya tidak akan mengurangi atau melebihi itu) (Hadits
Riwayat Bukhari, Muslim, Al Lulu Wal Marjan No.6)
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim yang kami kemukakan di atas, ibadah puasa dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
bentuk yaitu ada puasa wajib di bulan Ramadhan dan ada puasa sunnah di luar
bulan Ramadhan. Dengan ketentuan bahwa ibadah puasa sunnah di luar bulan
Ramadhan tidak bisa menggantikan ibadah puasa wajib dan juga tidak bisa
menyempurnakan puasa wajib. Lalu apakah masih ada puasa yang lainnya? Selain
dari puasa wajib di bulan Ramadhan, masih ada ketentuan puasa yang lainnya
yaitu: puasa yang hukumnya
menjadi wajib walaupun bukan berdasarkan ketentuan surat Al Baqarah (2) ayat
185 di atas, yaitu puasa kafarat dan puasa nadzar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar