Anda mungkin heran dengan pokok bahasan ini, dan mungkin bertanya apa
maksud dari pembahasan ini. Hal ini menjadi penting kami kemukakan dan perlu
dibahas secara detail sebab untuk dapat mengimani Allah SWT dan merasakan
nikmatnya bertuhankan Allah SWT tidak serta merta dapat kita raih begitu saja
tanpa ada proses yang menyertainya. Dan adapun yang mendorong kami membahas
masalah ini karena adanya ketentuan hadits berikut ini:
“Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Musa: “Jika saja tidak
karena mereka yang mengucapkan syahadat La illaha illa Allah niscaya telah Ku-timpakan
jahanam di atas dunia. Wahai Musa, jika saja tidak karena mereka yang beribadah
kepadaKu niscaya tidaklah Aku lepaskan mereka yang berbuat maksiat sekejap mata
pun. Wahai Musa, sesungguhnya orang orang yang beriman kepada-Ku mereka
itulah makhluk yang termulia dalam pandangan-Ku. Wahai Musa, sesungguhnya
sepatah kata dari seorang yang durhaka (terhadap kedua orang tuanya) adalah
sama beratnya dengan seluruh pasir bumi. Bertanya Nabi Musa: “Siapakah yang
durhaka itu wahai Tuhan-Ku?” “Yaitu orang yang berkata kepada orang tuanya:
Tidak…. Tidak” ketika dipanggil. (Hadits Riwayat Abu Nu’aim; 272:225 ).
Berdasarkan hadits yang kami kemukakan, Allah SWT dengan tegas telah menyatakan bahwa
sesungguhnya orang orang yang beriman kepadaKu mereka itulah makhluk yang
termulia dalam pandangan-Ku. Dan semoga makhluk yang mulia itu adalah diri
kita, keluarga kita serta anak dan keturunan kita semuanya. Amiin.
Adanya kondisi ini berarti iman kepada Allah SWT merupakan hasil dari
suatu proses jangka panjang yang harus dilakukan secara terus menerus selama hayat
dikandung badan. Iman kepada Allah SWT
tidak akan bisa dilakukan secara insidentil, jika butuh Allah SWT kita iman dan
jika tidak butuh dengan Allah SWT kita tidak mau beriman. Iman kepada Allah SWT
tidak boleh dilakukan pada saat kita membutuhkan pertolongan dan bantuan Allah
SWT saja, atau pada saat kita sedang susah saja. Iman kepada Allah SWT harus
konsisten dilakukan dari waktu ke waktu, sehingga iman tidak mengenal situasi,
apakah di saat senang ataupun di saat susah.
Agar kita dapat menempatkan dan meletakkan keimanan sesuai dengan
ketentuan yang dikehendaki Allah SWT maka kita harus terlebih dahulu memiliki ilmu
tentang Allah SWT secara utuh dan konprehensif sehingga kita dapat meletakkan
dan menempatkan Allah SWT pada posisi yang sebenarnya, yang pada akhirnya mampu
menghantarkan diri kita memperoleh kenikmatan bertuhankan kepada Allah SWT
secara terus menerus dan semoga tidak hanya diri kita saja yang merasakan itu
semua, namun istri, suami, anak keturunan serta masyarakat juga merasakan
Nilai-Nilai Kebaikan yang telah kita peroleh.
Lalu, apakah itu iman? Menurut Maulana
Muhammad Ali dalam buku “Islamologi”: iman dalam agama Islam diterjemahkan
sebagai percaya. Akar katanya berasal dari kata “amana” yang mengandung arti ia
percaya. Jika digunakan menurut wazan transitif artinya meng anugerahkan
ketentraman atau perdamaian. Namun, bila menurut wazan intransitif artinya
berubah menjadi masuk dalam keadaan tenteram atau damai. Pengertian iman juga
disebutkan dalam hadits dari Umar bin Khatthab ra, berkata pada suatu hari
Rasulullah SAW didatangi oleh Malaikat Jibril as, Jibril bertanya pada
Rasulullah, artinya: "Beritahukanlah kepadaku apa itu iman."
Rasulullah menjawab, "Iman itu artinya engkau beriman kepada
Allah, para malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari
akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk."
(Hadits Riwayat. Muslim).
Iman dalam Islam menurut segi
istilah disebut sebagai keyakinan bulat yang dibenarkan oleh hati,
diikrarkan oleh lidah, dan dimanifestasikan dengan amalan atau pembenaran
dengan penuh keyakinan. Tanpa adanya sedikit pun keraguan mengenai ajaran yang
datang dari Allah dan Rasulullah SAW. Maka berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap
sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya. Sebab itu, iman bukan hanya
dipercayai dan/atau diucapkan melainkan juga untuk menyatu dalam diri seseorang
yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Selanjutnya
perkenankan kami untuk mengemukakan hal hal sebagai berikut: Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa cabai rasanya pedas.Lalu
kapan kita mempercayai bahwa cabai itu pedas? Kita tidak bisa memberikan
Sebelum kita bisa mempercayai bahwa
cabai itu pedas maka hal yang pertama harus kita ketahui adalah kita harus
terlebih dahulu tahu akan adanya cabai. Kita baru akan mempercayai bahwa cabai
itu pedas jika kita sendiri telah merasakan langsung rasa cabai itu dan
memberikan pernyataan mengakui telah merasakan rasa pedas dari cabai.
Lalu apakah selesai sampai disini saja kita mengakui bahwa cabai itu
pedas rasanya? Seseorang yang telah merasakan pedasnya rasa cabai dan merasa
suka akan rasa pedasnya maka orang tersebut akan memberikan sebuah pernyataan
yang lainya yaitu meyakini akan merasakan kembali rasa pedasnya cabai. Lalu
bagaimana jika orang lain yang memakan cabai lalu kita gunakan dasar untuk
memberikan pernyataan tentang mengakui bahwa cabai itu pedas? Jika hal ini yang
kita lakukan maka pernyataan mengakui dan pernyataan meyakini akan rasa
pedasnya cabai menjadi sangat rendah kualitasnya.
Sekarang bagaimana caranya diri kita beriman kepada Allah SWT dengan
analogi cabai di atas? Untuk dapat mengimani Allah SWT atau untuk beriman
kepada Allah SWT kitapun dapat mempergunakan
konsep di atas. Hal yang pertama harus kita lakukan adalah kita harus
tahu terlebih dahulu tentang Allah SWT melalui belajar tentang Allah SWT
sehingga kita tahu tentang Allah SWT yang pada akhirnya kita bisa memiliki ilmu
dan pemahaman yang baik dan benar tentang Allah SWT. Setelah kita tahu tentang
Allah SWT maka langkah selanjutnya mengakui telah merasakan rasa beriman kepada
Allah SWT seperti halnya kita merasakan rasa garam yang asin atau cabai yang
pedas. Setelah itu kita harus meyakini akan merasakan kembali rasa keimanan
kepada Allah SWT seperti memperoleh dan merasakan adanya ketenangan bathin,
memperoleh perlindungan, memperoleh jalan keluar dari suatu persoalan ataupun
dari ujian tertentu dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka iman kepada Allah SWT baru dapat kita
lakukan jika kita telah memiliki tiga hal sebagaimana berikut ini:
1. Kita harus kenal dan tahu terlebih dahulu tentang Allah SWT melalui
proses belajar dari waktu ke waktu;
2. Adanya proses mengakui telah merasakan rasa beriman kepada Allah SWT;
3. Meyakini akan merasakan kembali rasa beriman kepada Allah SWT terus dan
terus selama hayat masih di kandung badan.
Dan setelah diri kita mampu melaksanakan 3 (tiga) ketentuan di atas maka
akan melahirkan 3 (tiga) buah unsur unsur dari keimanan yang harus bisa kita
laksanakan, yaitu: (1) Tidak mengakui
adanya tuhan selain Allah; (2) Tidak
berwali selain kepada Allah; (3) Tidak
berhukum selain kepada hukum Allah SWT. Semoga hal ini sudah ada dalam diri
kita.
Selanjutnya mari kita pelajari dengan seksama tentang apa apa saja yang
harus kita imani dari Allah SWT saat kita hidup di dunia ini. Hal yang paling
pertama dan paling utama yang harus kita imani adalah:
Pertama: Kita harus
mengimani bahwa Allah SWT itu ada dengan sendirinya sehingga Allah SWT yang pertama kali ada dan akan ada selamanya
dan Allah SWT mustahil tidak ada. Dan jika ini keadaannya berarti alam semesta
beserta isinya tidak akan pernah ada jika Allah SWT tidak ada.
Dan yang kedua: Iman kepada Allah SWT tidak bisa hanya diletakkan di dalam bibir saja
atau sebatas ucapan saja. Akan tetapi keimanan harus diletakkan di dalam hati
nurani, yang dilanjutkan dengan dibuktikan dalam perbuatan, sehingga antara kata
dan perbuatan selalu dalam kesesuaian. Adanya kondisi seperti ini maka keimanan dalam diri tidak bisa datang begitu
saja ke dalam jiwa (hati) seseorang. Iman tidak menjanjikan kemudahan namun
iman membutuhkan perjuangan untuk dimasukkan ke dalam hati. Iman juga tidak
akan menghadirkan kemewahan namun akan mendatangkan kesederhanaan bagi yang
memilikinya. Yang pada akhirnya iman dalam diri selalu akan menyediakan yang
terbaik bagi pemiliknya. Dan dengan adanya dua hal yang kami kemukakan di
atas maka terlihat dengan jelas bahwa diri ini harus dipaksa dalam kerangka
kebaikan dan juga untuk menunjukkan bahwa ajaran Diinul Islam memaksa
penganutnya agar:
1.
Meyakini semua kebenaran yang ditetapkan oleh Allah
dan RasulNya;
2.
Melaksanakan sepenuhnya hukum-hukum yang
disyariatkan-Nya;
3.
Mengamalkan pesan pesan agama tentang akhlak mulia,
dan:
4.
Menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya.
Sebagaimana konsekuensi dari mampunya diri kita beriman kepada Allah SWT
serta sebagai bukti dari keyakinan kita telah kokoh dalam melaksanakan keimanan
kepada Allah SWT, maka 3 (tiga) hal berikut ini menjadi buktinya, yaitu:
1. Selalu mempertimbangkan dan mendahulukan keridhaan
Allah dalam segala hal;
2. Mengembalikan segala urusan dan keputusan kepada
Allah dan RasulNya; dan;
3. Hanya memohon pertolongan kepada Allah dalam segala
situasi dan kondisi.
Dan kami berharap hal hal yang telah
kami kemukakan di atas bisa dipahami dengan baik dan benar dan semoga bisa
menjadi modal dasar diri bagi kita untuk mengimani Allah SWT saat hidup di muka
bumi ini baik selaku abd’ (hamba)-Nya dan juga selaku khalifah-Nya di muka
bumi. Amiin.
A. IMANI
BAHWA ALLAH SWT ADALAH MAHA PENCIPTA DAN
JUGA MAHA MEMILIKI.
Hal yang pertama yang harus kita imani adalah bahwa Allah SWT adalah Maha
Pencipta dan juga Maha Memiliki dalam satu kesatuan. Lalu apa yang diciptakan
oleh Allah SWT dan apa yang dimiliki oleh Allah SWT. Sekarang mari kita
pelajari keduanya, sebagaimana berikut ini:
1. Allah
SWT Adalah Pencipta dan Pemilik dari Alam Semesta.Untuk dapat
menciptakan sesuatu, atau untuk bisa melakukan sesuatu karya nyata maka
kita diharuskan memiliki 3(tiga) hal terlebih dahulu yaitu adanya kehendak,
adanya kemampuan dan adanya ilmu secara berbarengan dan juga sama-sama tinggi
kualitasnya. Apa maksudnya? Hal ini dikarenakan jika kita hanya memiliki
ilmu saja tanpa dibarengi dengan kehendak dan kemampuan, yang ada hanyalah
konsep semata. Jika yang ada hanyalah kemampuan saja tanpa dibarengi dengan
kehendak dan ilmu maka yang ada hanyalah omong kosong. Sedangkan jika yang ada
hanyalah kehendak saja tanpa dibarengi dengan ilmu dan kemampuan maka yang ada
hanyalah angan-angan belaka.
Sedangkan saat ini
langit, bumi, matahari, bulan, bintang, udara, air, hewan, tumbuhan, jin,
setan, malaikat, ada dihadapan diri kita. Timbul pertanyaan, wajibkah pencipta
dari itu semua memiliki ilmu, memiliki kehendak, dan memiliki kemampuan yang
sangat hebat? Akal sehat manusia (dalil aqli) akan mengatakan bahwa pencipta
langit, bumi, udara, air, hewan, tumbuhan, jin, syaitan, malaikat dan juga
manusia pasti memiliki ilmu, pasti memiliki kehendak (iradat) dan pasti
memiliki kemampuan (qudrat) dalam satu kesatuan yang hebat. Sehingga mustahil
di akal jika ciptaan ada mendahului penciptanya atau ciptaan yang menciptakan
penciptanya.
Sekarang siapakah
pencipta yang memiliki ilmu, kehendak dan kemampuan yang begitu hebat sehingga
mampu menciptakan segala sesuatu yang kami kemukakan di atas? Berdasarkan surat
Fushshilat (41) ayat 11-12 berikut ini: “kemudian Dia
menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami
datang dengan suka hati". Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua
masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit
yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha
mengetahui.” serta berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ath Thirmidzi yang kami
kemukakan berikut ini: Sabda Nabi
Muhammad SAW: “Ketika Allah menciptakan bumi terjadilah goncangan dan
getaran-getaran, maka Allah ciptakan gunung-gunung hingga bumi menjadi tenang
dan tetap. Malaikat kagum atas kehebatan gunung-gunung itu, mereka bertanya:
“Tuhan kami, adakah Engkau ciptakan satu ciptaan yang lebih hebat dari
gunung-gunung itu?” Firman Allah: “Ada yaitu Besi”. Adakah yang lebih hebat
dari Besi? “ Ada Api” Adakah yang lebih hebat dari Api? Ada! Yaitu Air, yang
lebih hebat dari semua itu ialah Anak Adam yang bersedekah tangan kanannya lalu
sembunyikan dari tangan kirinya. (Hadits
Riwayat Aththirmidzi).
Dan juga berdasarkan ketentuan
surat As Sajdah (32) ayat 4 yang kami kemukakan
berikut ini: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak
ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang
pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?.”
[1188]
Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai
dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189]
Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain
atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima
di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
Berdasarkan ketentuan ayat dan hadits di atas,
diketahui bahwa yang memiliki ilmu, yang memiliki kehendak dan yang memiliki
kemampuan yang sangat hebat secara berbarengan sehingga mampu menciptakan
langit dan bumi beserta isinya hanyalah Allah SWT semata. Sekarang jika
Allah SWT adalah pencipta dari langit dan bumi beserta isinya berarti yang paling ahli, yang paling tahu, yang paling
mengerti, yang memiliki konsep tentang langit dan bumi, yang paling paham
tentang itu semua adalah pencipta dari itu semua, dalam hal ini adalah Allah
SWT.
Lalu dapatkah
keberadaan langit dan bumi beserta isinya termasuk di dalamnya ada jin, iblis,
syaitan dan malaikat, dipisahkan begitu saja dengan ilmu, kehendak dan
kemampuan dari Allah SWT? Langit, dan bumi beserta isinya, jin, iblis, syaitan
dan malaikat sebagai ciptaan Allah SWT maka ia tidak akan mungkin dapat
dipisahkan dengan ilmu, kehendak dan kemampuan Allah SWT sampai kapanpun juga.
Sehingga keberadaan langit dan bumi,
syaitan, jin, iblis dan juga malaikat bukanlah sesuatu yang bersifat insidentil
namun sudah ada di dalam ilmu Allah SWT. Sekarang apakah langit dan bumi yang ada saat ini, hanya sekedar ciptaan Allah SWT
belaka, atau adakah hal-hal lainnya selain daripada itu? Di dalam setiap
ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT ketahuilah bahwa disana terdapat 2(dua)
dimensi lainnya yang terdapat di balik ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT,
yaitu:
a. Dimensi yang pertama adalah segala apa-apa yang diciptakan oleh Allah
SWT merupakan Tanda-Tanda dari Kebesaran
dan Kemahaan Allah SWT itu sendiri. Apa dasarnya? Adanya ciptaan merupakan
bukti dari adanya kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT yang sangat Maha dan
dengan kemahaan itulah diciptakanlah langit dan bumi beserta isinya, atau
dengan kata lain ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kehendak, kemampuan dan ilmu Allah SWT yang sudah
dituangkan ke alam semesta, sedangkan yang masih ada pada Allah SWT tidak akan
pernah berkurang sedikitpun karena Allah SWT Maha dan akan Maha selamanya.
b. Dimensi yang kedua adalah dibalik setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah
SWT, apakah itu langit dan bumi, apakah itu manusia, apakah itu jin, malaikat,
syaitan, tumbuhan, air, udara, disana ada Allah SWT sehingga Allah SWT
tersembunyi di balik keberadaan ciptaanNya sehingga dengan adanya kondisi ini
maka setiap ciptaan tidak akan bisa melepaskan diri dari kebesaran dan kemahaan
Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT akan selalu menyertai segala apa-apa
yang telah diciptakanNya.
Adanya 2 (dua) buah ketentuan di atas ini, menunjukkan bahwa Allah SWT
selaku pencipta langit dan bumi beserta isianya berarti hanya Allah SWT sajalah
yang paling ahli, yang paling paham serta yang paling mengerti tentang apa apa
yang telah diciptakan-Nya sehingga jika kita ingin belajar tentang ciptaanNya
maka kita harus belajar langsung kepada pencipta-Nya.
Dan jika saat ini kita sedang melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus juga adalah khalifah-Nya di muka bumi, sudah sejauh manakah kita
melihat dan menilai atas apa-apa yang telah diciptakan oleh Allah SWT :
1. Jika kita hanya mampu melihat
dan menilai bahwa apa-apa yang ada di langit dan muka bumi ini sebatas ciptaan
Allah SWT tanpa bisa melihat Tanda-Tanda Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT dan
juga tidak bisa mengimani dan meyakini bahwa
dibalik ciptaan ada Allah SWT
berarti diri kita baru masuk dalam kriteria tahap pertama yaitu baru masuk
tahap mengenal atau baru kenal dengan Allah SWT.
2. Jika kita sudah mampu melihat
dan menilai bahwa setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT merupakan
Tanda-Tanda dari Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT yang tidak lain merupakan
bukti dari adanya Kehendak, Kemampuan dan Ilmu Allah SWT yang berarti diri kita telah meningkat ke tahap
yang ke dua yaitu tahap mengerti tentang Allah SWT, atau mampu merasakan
kebenaran akan Allah SWT adalah pencipta.
3. Jika kita sudah dapat melihat
dan menilai bahwa di setiap ciptaan yang diciptakan oleh Allah SWT disana ada
Allah SWT yang akan selalu menyertai segala yang diciptakannya dan lalu kita
berusaha memperoleh Kebesaran dan Kemahaan Allah SWT berarti diri kita telah
meningkat ke tahap yang ke tiga yaitu meyakini bahwa Allah SWT pencipta yang
akan selalu bersama ciptaanNya sehingga cipataanNya tidak bisa melepaskan diri
dari keberadaan Allah SWT.
Timbul pertanyaan, sudahkah kita beriman kepada Allah SWT selaku Dzat
Yang Maha Menciptakan sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa
yang diciptakanNya, demikian sebaliknya di setiap ciptaan akan selalu diliputi
dengan kemahaan dan kebesaranNya? Semoga
kita termasuk orang orang yang telah mampu mengimani hanya Allah SWT sajalah
yang mampu menciptakan alam semesta ini selama hayat masih di kandung badan.
Sekarang siapakah yang memiliki langit dan
bumi beserta isinya? Jika kita mengacu kepada keberadaan pencipta, yang harus
ada terlebih dahulu sebelum ciptaannya diciptakan, maka pencipta dari ciptaan
dapat dipastikan adalah pemilik dari ciptaan itu sendiri, dalam hal ini adalah
Allah SWT. Buktinya ada pada surat An
Nuur (24) ayat 64 berikut ini; “ketahuilah Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di
bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya
(sekarang). dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu
diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha
mengehui segala sesuatu.” Dan juga pada surat Ibrahim (14) ayat 2 yang kami
kemukakan berikut ini: “Allah-lah yang memiliki segala
apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena
siksaan yang sangat pedih.” Serta dikemukakan pula dalam surat Al Hadiid (57) ayat 2 yang kami
kemukakan berikut ini: “kepunyaan-Nyalah
kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa
atas segala sesuatu.” Berdasarkan
ketentuan 3 (tiga) buah ayat di atas ini menunjukkan bahwa Allah SWT adalah
pemilik dari langit dan bumi beserta isinya dan yang berarti Allah SWT adalah
sangat berkuasa dan juga adalah penentu dari apa apa yang dimilikinya.
Dan jika sekarang Allah SWT adalah pencipta
dan juga pemilik dari langit dan bumi beserta segala isinya, timbul pertanyaan,
undang-undang siapakah, hukum siapakah, peraturan siapakah, ketentuan siapakah,
yang wajib berlaku di langit dan di bumi ini? Akal sehat manusia akan
menyatakan bahwa untuk menunjukkan bahwa Allah SWT adalah penguasa maka segala
bentuk undang-undang, segala bentuk hukum, segala bentuk peraturan, dan juga
segala bentu ketentuan yang wajib berlaku di langit dan di bumi adalah
undang-undang Allah SWT, hukum Allah
SWT, peraturan Allah SWT serta ketentuan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik
langit dan bumi ditambah Allah SWT juga paling mengetahui segala apa yang
diciptakan dan yang dimilikinya.
Lalu ada dimanakah undang undang, hukum,
peraturan, ketentuan Allah SWT saat ini? Undang undang, hukum, peraturan,
ketentuan Allah SWT saat ini telah menjadi AlQuran sehingga AlQuran itulah yang
sekarang menjadi kumpulan dari undang undang, hukum, peraturan dan ketentuan
yang berlaku di langit dan di muka bumi ini. Sekarang, sudahkah hal ini
kita sadari! Sudahkah hal ini kita pahami dengan sebaik mungkin sesuai dengan
kehendak Allah SWT dan selanjutnya sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus
khalifahNya yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT sudahkah kita
mengimaninya, sudahkah kita mempelajarinya dan juga memahaminya, sudahkah kita menghayatinya
dan juga melaksanakan isi dan kandungannya serta mengajarkan segala ketentuan
Allah SWT sebaik mungkin kepada sesama manusia tanpa ada yang disembunyikan.
Sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga sekaligus
khalifahNya di muka bumi, kita tidak bisa membuat aturan main untuk diri kita
sendiri karena langit dan bumi tempat kita tinggal bukan kita yang menciptakan
dan bukan pula kita yang memilikinya dan ini menunjukkan bahwa diri kita ini
hanyalah obyek. Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa tamu atau
orang yang menumpang di langit dan di bumi Allah SWT serta selaku obyek tidak
bisa merangkap sebagai pembuat undang-undang, pembuat aturan, pembuat hukum,
dan juga sebagai penilai atau sebagai wasit bagi dirinya sendiri ataupun
penilai bagi sesama tamu atau sesama yang menumpang karena yang berhak
menentukan itu semua adalah Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam
semesta ini. Untuk itu kita tidak bisa berbuat sekehendak hati kita di muka
bumi ini karena antara diri kita dengan sesama manusia dan juga langit dan bumi
sama-sama diciptakan oleh Allah SWT dan juga obyek bukanlah yang diperbolehkan
untuk menilai sesama obyek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar