Apabila kita sudah
menganggap apa yang dilarang oleh Allah SWT, apa yang sudah ditetapkan oleh
Allah SWT adalah sesuatu yang biasa
biasa saja, atau bahkan sudah bukan sebuah peringatan lagi yang berasal dari
Allah SWT sehingga kita mengabaikannya (melalaikannya) maka ketahuilah
resikonya, yaitu: (a) menjadikan diri kita menjadi orang yang tidak beriman karena
perbuatan dan tindak tanduk kita sudah sesuai dengan kehendak syaitan; (b)
menjadi manusia manusia pemakan bangkai saudaranya sendiri yang sudah mati
sebagaimana ketentuan surat Al Hujurat (49) ayat 12 di atas. Dan yang
terakhir, berlakulah ketentuan surat Al Isra’ (17) ayat 40 kepada diri kita, “sungguh,
kamu benar benar mengucapkan kata kata yang besar dosanya.”
Sekarang bertanyalah
kepada diri kita sendiri, termasuk yang berimankah kita sehingga sesuai dengan
kehendak Allah SWT ataukah yang tidak beriman (kafir) yang sesuai dengan
kehendak syaitan. Jika kita termasuk orang yang tidak beriman (kafir) maka
berlakulah ketentuan berikut ini kepada diri kita, sebagaimana firmanNya: “Sungguh,
orang orang yang kafir kepada ayat ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam
neraka. Setiap kali kulit mereka hangus. Kami ganti dengan kulit yang lain,
agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (surat
An Nisaa’ (4) ayat 56). Allah SWT akan memasukkan orang orang
mengabaikan AlQuran, orang orang yang tidak mau menerima AlQuran, orang orang
yang mengganti AlQuran dengan kitab yang lainnya sehingga mereka semua termasuk
dalam kategori kafir, maka kesemuanya akan dimasukkan ke dalam neraka dan di
dalam neraka Allah SWT akan mempertontonkan dan memperlihatkan kepada orang
kafir proses penggantian kulit yang tidak pernah berhenti agar rasa azab terus
dan terus bisa dirasakan selama lamanya bagi penghuni penghuni neraka.
1. Dipersamakan dengan
Anjing. Resiko
dan ancaman dari mengabaikan atau tidak mentaati, atau mendustakan ketentuan
yang berlaku dalam AlQuran berikutnya adalah dipersamakan dengan perilaku
anjing, atau dipersamakan dengan anjing. Sebuah perumpamaan yang sangat jelek
dan sangat menjatuhkan harga diri seorang manusia, dari seorang khalifah
menjadi hewan yang bernama anjing. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini:
“Dan
sekiranya kami menghendaki niscaya Kami tinggikan derajatnya dengan (ayat ayat)
itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang
rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan
lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga).
Demikianlah perumpamaan orang orang yang mendustakan ayat ayat Kami. Maka
ceritakanlah kisah kisah itu agar mereka berpikir. (surat Al A’raff (7) ayat
176). Allah SWT mempersamakan seorang manusia dengan perilaku
negatif dari anjing bukanlah tanpa sebab, melainkan ada dasarnya.
Untuk itu lihatlah
perilaku negatif anjing yang sama saja perilakunya ketika dihalau atau ketika
dibiarkan, anjing tetap menjulurkan lidah karena ia tidak bisa membedakan mana
yang dihalau dan mana yang dibiarkan semuanya dianggap sama. Hal yang samapun
berlaku bagi manusia, yang tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, mana yang membawa ke syurga dan mana yang membawa ke neraka, karena
hidup yang dijalaninya tanpa ada petunjuk, tanpa ada pedoman dan tanpa ada
tolak ukur. Dimana ketiga hal ini, petunjuk, pedoman dan tolak ukur, ada di
dalam AlQuran.
Rugikah Allah SWT
mempersamakan manusia dengan perilaku anjing? Bagi Allah SWT yang telah
menurunkan AlQuran untuk kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi, mau
dipersamakan ataupun tidak dipersamakan dengan anjing, tidak ada manfaat
bagiNya dan tidak akan menambah kemahaan yang dimilikiNya. Justru manusialah
yang sangat rugi karena bisa dipersamakan dengan anjing oleh karena perilakunya
sendiri yang memang sudah sesuai dengan perilaku anjing. Jadi semuanya
terpulang kepada diri kita masing masing, maukah menjadikan AlQuran sebagai
buku pedoman (manual handbook) saat diri kita menjadi khalifah di muka bumi.
2. Penghidupan yang
sempit (ma’isyatan dhanka) dan di Akhirat Dalam Keadaan Buta. Akibat lain dari
mengabaikan peringatan atau berpaling dari AlQuran, atau menganggap ketentuan
AlQuran tidak ada, atau mendustkan, atau melanggar apa yang telah diperintahkan
oleh Allah SWT yang telah termaktub dalam AlQuran adalah menjalani kehidupan
yang sempit baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kondisi ini sangatlah riskan
karena resiko hidup yang dijalaninya sudah tanpa ada cahaya, petunjuk dan
pedoman lagi, sebagaimana firmanNya berikut ini:“Dan barangsiapa berpaling dari
peringatanKu, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami
akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (surat Thaahaa (20)
ayat 124)
Di lain sisi, AlQuran
adalah cahaya, petunjuk dan pedoman bagi
manusia, ke arah jalan yang lurus dan paling benar, maka melupakan AlQuran,
mendustakan AlQuran, meniadakan AlQuran akan membuat seseorang melenceng dan
keluar dari kebenaran, namun masuk ke dalam kesalahan (jalan yang bengkok) yang
sesuai dengan kehendak syaitan. Akhirnya yang di dapat adalah penyesalan dan
neraka. Sempitnya hidup di dunia akibat dari berpaling dari peringatan Allah
SWT bisa bermakna ganda, yaitu:
a. Hidup di dunia secara dzahir menampakkan nikmat hidup,
mampu memakai pakaian apa saja yang ia sukai, memakan apa saja yang dia mau,
dia tinggal dimanapun yang ia suka, akan tetapi hidupnya tidak tenang dan tidak
lapang dadanya sehingga hatinya sempit karena kesesatannya. Hatinya selalu
dirundung resah dan gelisan dan dipenuh keraguan dan dikuasai kebimbangan. Dan
yang lebih parah lagi adalah sudahlah miskin hidupnya di dunia, miskin pula di
akhirat;
b. Saat di akhirat kelak, bukannya nikmat kubur yang didapat
melainkan adzab dan siksa kubur dirasakan akibat ulah diri sendiri yang
mengabaikan, mendustakan AlQuran. Selain dari pada itu, masih berdasarkan
ketentuan surat Thaahaa (20) ayat 124 di atas, Allah SWT akan mengumpulkan
orang orang yang mengabaikan, meniadakan, mendustakan, mengganti ketentuan yang
sudah ditetapkan oleh Allah SWT dalam AlQuran yaitu pada hari kiamat akan
dikumpulkan dalam kondisi dan keadaan buta. Buta di akhirat bermakna hilangnya
penglihatan, hilangnya arah, hilangnya petunjuk, dan kendali, sedangkan buta
juga bisa terjadi saat hidup di dunia seperti kaburnya penglihatan, buta dari
hujjah, buta terhadap arah kebaikan sehingg orang tersebut tidak memiliki
petunjuk untuk mencapai kebaikan.
Ini sesuatu yang
paling menakutkan lagi mengerikan. Di kehidupan dunia, kebutaan saja sudah
tidak mengenakkan dan membingungkan, walau banyak manusia yang dapat membantu
kita. Lalu, bagaimana kebutaan di akhirat, di mana manusia tidak bisa membantu
satu sama lainnya karena masing-masing bertanggung jawab atas amal dan dirinya
sendiri.Tidakkah hal ini membuat kita sadar betapa pentingnya AlQuran bagi
hidup dan kehidupan kita! Allah SWT berfirman: “Dan orang orang yang kafir serta
mendustakan ayat ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. (surat Al Maaidah
(5) ayat 86). Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, beranikah
kita menerima tantangan dan peringatan Allah SWT untuk menjadi penghuni neraka
kelak?
3. Lebih Dekat Dengan
Kehendak Syaitan dibandingkan Dengan Kehendak Allah. Resiko yang siap
diberikan oleh Allah SWT kepada orang orang yang mendustakan AlQuran, yang
mengingkari AlQuran, yang meniadakan AlQuran, yang mengganti ketentuan AlQuran
adalah dijauhkan dari kebenaran (dijauhkan dari jalan yang lurus) sehingga
merasakan kesesatan yang semakin mendalam karena berada di jalan yang bengkok. Sebagaimana
firman-Nya berikut ini: “Tidakkah engkau (Muhammad) memerhatikan
orang orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu
dan kepada apa yang yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan
ketetapan hukum kepada Thagut padahal mereka telah diperintahkan untuk
mengingkari Thagut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan)
kesesatan yang sejauh jauhnya. (surat An Nisaa’ (4) ayat 60)
AlQuran adalah
petunjuk dan pedoman hidup bagi semua manusia. Maka, ketika manusia berpaling
dari AlQuran dengan cara menjauh, dengan cara mendustakan, dengan cara
mengingkari AlQuran tentu mereka akan berpaling dari panduan hidup, sehingga
mereka akan tersesat dan jauh tersesat ke dalam keburukan sehingga semakin
mendekat kepada syaitan, atau semakin bersahabat dengan syaitan sang
laknatullah. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Dan barangsiapa berpaling dari
pengajaran Allah Yang Maha Pengasih, (AlQuran). Kami biarkan syaitan
(menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. (surat Az Zukhruf (43) ayat 36). Padahal
telah kita ketahui bahwa AlQuran telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai tameng
(wiqayah) untuk manusia dari gangguan syaitan yang terkutuk. Hal dikarenakan
ayat ayat AlQuran sangat menakutkan bagi syaitan.
Oleh karena itu
Rasullah SAW bersabda: “Sesungguhnya syaitan itu lari dari rumah
yang di dalamnya dibacakan surat Al Baqarah. (Hadits Riwayat Muslim) Maka,
sangat logis ketika manusia melupakan AlQuran, ketika manusia mendustakan
AlQuran, ketika manusia tidak mau membaca dan mempelajarinya lalu menjauhi
ajarannya yang akhirnya tidak mau menjadikannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup
dan kehidupan maka syaitan yang akan menjadi temannnya baik di kehidupan dunia
maupun menjadi tetangga syaitan di kampung kebinasaan dan kesengsaraan yang
bernama Neraka.
4. Syaitan menjadi Pemenang, Diri kita menjadi Pecundang. Kita diharuskan untuk bermusuhan dengan
syaitan sampai dengan kapanpun juga. Dan inilah sunnatullah yang harus kita
ketahui, kita pahami dan kita jalani.Adanya kondisi seperti ini maka jangan
pernah sekalipun menjadikan syaitan yang sudah ditetapkan sebagai musuh, justru
kita rubah posisinya menjadi kawan bagi diri kita, menjadi pahlawan bagi diri
kita, menjadi atasan bagi diri kita, menjadi pemimpin bagi diri kita, menjadi
konsultan bagi diri kita, atau menjadi guru bagi diri kita, dalam hidup dan
kehidupan yang kita jalani saat ini. Alangkah bodohnya diri kita jika ketetapan
Allah SWT yang menjadikan syaitan sebagai musuh kita rubah menjadi hal hal yang
kami kemukakan di atas, karena resikonya sangat berat. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al A’raaf (7) ayat 22 yang kami kemukakan berikut ini: “Maka syaitan membujuk
keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. tatkala keduanya telah
merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. kemudian Tuhan mereka menyeru
mereka: "Bukankah aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan
aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi kamu berdua?"
Memiliki ilmu tentang
syaitan merupakan salah satu jalan yang paling dikehendaki oleh Allah SWT jika
kita ingin mengalahkan syaitan. Syaitan sebagai musuh bukanlah musuh yang mudah
dikalahkan, syaitan tidak akan pernah putus asa di dalam mengganggu dan menggoda
musuhnya agar musuhnya kalah. Sebagai musuh daari syaitan maka sudah seharusnya
kita meniru langkah langkah syaitan terutama dari sisi kegigihannya dalam
menggoda dan menggangu diri kita. Jika sikap syaitan sudah seperti ini kepada
diri kita maka tidak ada jalan lain bagi diri kita yang ingin menang melawan
syaitan maka kita harus gigih pula untuk
mengalahkannya. Jangan pernah merasa
kalah kepada syaitan, kita harus terus berjuang untuk memenangkan pertarungan
ini sebab tujuan yang hakiki dari peperangan melawan syaitan bukanlah menjadi
diri kita mengalami kekalahan, melainkan kemenangan. Namun apalah daya,
bukan kemenangan atau menjadi pemenang yang kita peroleh, melainkan kekalahan
yang menghantarkan kita menjadi pecundang karena diri kita melalaikan AlQuran
sebagai buku buku panduan dan pedoman di dalam mengalahkan syaitan.
Untuk itu kita harus
segera mempersiapkan rencana yang baik agar menjadi pemenang dan juga harus
mengetahui pula apa posisi syaitan yang lainnya di dalam kerangka rencana besar
kekhalifahan di muka bumi ini. Syaitan diciptakan oleh Allah SWT bukan hanya
sebatas musuh bagi umat manusia yang harus dikalahkan. Syaitan juga dijadikan
Allah SWT sebagai sarana atau alat bantu untuk menseleksi secara adil dan
alamiah siapa yang berhak untuk masuk ke syurga dan siapa yang berhak masuk neraka.
Dengan kata lain, adanya syaitan dalam rencana besar kekhalifahan di muka bumi
maka lahirlah apa yang disebut menang masuk syurga dan juga kalah masuk neraka
yang hanya berlaku bagi umat manusia. Bagi syaitan menang atau kalah, ia tidak
akan masuk syurga. Syaitan asalnya dari api dan jika api kembali ke api bukanlah
sesuatu yang istimewa karena kampung halaman dari api adalah neraka. Yang
menjadi persoalan adalah kita yang sudah dikehendaki oleh Allah SWT sebagai
pemenang justru pulang kampungnya ke neraka akibat kalah melawan syaitan,
padahal kampung halaman asli diri kita adalah syurga. Jadi siapakah yang pintar
sekarang, manusia ataukah syaitan?
Adanya syaitan akan
melahirkan adanya nilai dari sebuah kemenangan dan juga nilai dari sebuah
kekalahan. Nilai inilah yang akan menghantarkan kita di tingkat berapa kita
berada di Syurga dan juga di tingkat berapa kita berada di Neraka. Untuk itu
jangan pernah merubah ketetapan Allah SWT yang ada di dalam AlQuran yaitu tetap
jadikan syaitan sebagai musuh karena hanya dengan adanya permusuhan ini akan
diketahui siapa yang berhak masuk ke syurga dan siapa yang berhak masuk neraka.
Syaitan selaku musuh
tidak akan mungkin bisa kita kalahkan jika kita tidak tahu apa kelemahannya dan
apa kekuatannya. Ingat, untuk mengalahkan musuh secara mudah harus melalui
kelemahannya, bukan melalui kekuatannya. Sekarang bagaimana kita memiliki ilmu
tentang syaitan selaku musuh abadi kita, jika kita sendiri tidak mengakui
AlQuran sebagai buku pandauan dan petunjuk saat menghadapi syaitan. Ayo segera
belajar AlQuran dalam kerangka memiliki ilmu tentang syaitan yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT agar syaitan menjadi pecundang, diri kita yang menjadi
pemenang.
5. Mudah dan Seringnya Umat dibuat Gaduh. Allah SWT sudah memperingatkan kepada seluruh umat manusia, terutama orang yang beriman, agar mampu memiliki ilmu dan pemahaman tentang kitabnya sendiri, atau mampu memiliki ilmu dan pemahaman tentang agamanya sendiri, dalam hal ini tentang AlQuran dan juga tentang Diinul Islam. Dan jika sampai umat ini tidak mampu memiliki pemahaman, atau memiliki pemahaman yang sangat rendah terhadap AlQuran dan juga terhadap Diinul Islam maka kondisi ini mendorong orang orang yang tidak bertanggungjawab baik dari kalangan umat Islam sendiri maupun dari kalangan di luar umat Islam untuk melakukan aksinya yang tidak terpuji sebagaimana telah dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmanNya yang terdapat dalam surat Fushilaat (41) ayat 26 berikut ini: “Dan orang orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) AlQuran ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya agar kamu dapat mengalahkan mereka.”
Adanya kekurangan umat Islam yang tidak mampu memahami kitabnya sendiri atau adanya sebagian orang yang beragama Islam tidak mampu memahami ajaran dari agamanya sendiri dengan baik dan benar maka kondisi ini akan mengundang dan juga memberi kesempatan dari kalangan (orang orang) yang tidak bertanggungjawab melakukan aksinya dengan membuat skenario yang disengaja untuk membuat kegaduhan terhadap AlQuran, terhadap Diinul Islam serta terhadap ajaran Islam yang dipahami secara salah. Akhirnya umat Islam mudah dikalahkan, umat Islam mudah diadu-domba, atau umat Islam mudah dipengaruhi dengan iming iming tertentu. Akhirnya energi umat ini terbuang percuma hanya untuk mengatasi kegaduhan yang seharusnya tidak terjadi dan yang terakhir rusaklah konsep dasar Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar