Langit dan bumi
diciptakan oleh Allah SWT dan juga dimiliki oleh Allah SWT dan ini berarti
segala ketentuan, segala aturan, segala hukum dan segala undang undang yang
berlaku di muka bumi ini pasti berasal dari yang menciptakannya dan yang
memilikinya, dalam hal ini Allah SWT. Sebagai khalifah di muka bumi, kita harus
bisa menempatkan diri dihadapan Allah SWT secara baik dan benar. Jika saat ini
kita masih hidup berarti kita adalah kita adalah “tamu” yang sedang melaksanakan tugas sedangkan Allah SWT adalah “tuan rumah”. Dan, sebagai tamu kita
tidak bisa mensejajarkan diri dengan tuan rumah.
Sebagai tamu kita
wajib menjunjung pepatah “dimana bumi
dipijak disitu langit dijunjung”. Sebagai tamu kita tidak bisa semena mena
seakan akan diri kita adalah tuan rumah. Tamu tetaplah tamu yang tidak bisa
menjadi tuan rumah, terkecuali sang tamu mampu menciptakan langit dan bumi
seperti yang diciptakan oleh Allah SWT. Sebagai tamu kita harus memahami bahwa
di muka bumi ini ada AlQuran yang tidak lain adalah buku manual (manual
handbook) yang berisi kumpulan ketentuan, hukum, aturan, undang undang yang
telah ditetapkan oleh tuan rumah selaku pencipta yang sekaligus pemilik langit
dan bumi.
Adanya kondisi ini
berarti saat diri kita hidup di muka bumi ini tidak bisa seenaknya saja, tidak
bisa semaunya saja, tidak bisa asal asalan melaksanakan penghambaan kepada-Nya
dan juga melaksanakan kekhalifahan di muka bumi ini. Hidup yang kita jalani
kesemuanya sudah ada kententuannya sebagaimana tertuang di dalam AlQuran. Untuk
itu, jika kita berkepentingan untuk diri kita sendiri sebagai hamba yang juga
khalifah yang sesuai dengan kehendak-Nya, atau menjadikan diri kita tamu yang
dibanggakan oleh tuan rumah maka kita harus memulainya dengan mengimani
AlQuran, mempelajari dan memahami AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT
lalu melaksanakannya, mengajarkannya, menyebarluaskannya kepada sesama umat
manusia.
Sebagai abd’
(hamba) dan juga khalifah di muka bumi yang juga adalah tamu, ketahuilah bahwa
saat kita hidup di muka bumi ini, kita terikat dengan dua buah skenario Allah
SWT yaitu:
a. Datang ke muka bumi dalam kondisi fitrah, lalu harus
kembali kepada Allah SWT dalam kondisi fitrah pula sehingga mampu menghantarkan
kita untuk bertemu langsung kepada Dzat Yang Maha Fitrah (Allah SWT) di tempat
yang fitrah (syurga);
b. Kita harus tahu diri, kita harus tahu aturan main
dan kita harus tahu tujuan akhir. Agar diri kita mampu melaksanakan dua
skenario Allah SWT ini, tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk melaksanakan
apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam buku manual-Nya, yaitu AlQuran
secara baik dan benar.
Namun, apabila kita
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang tertuang di dalam
AlQuran, maka ketahuilah bahwa resiko dan ancaman dari pelanggaran ketentuan
AlQuran, resiko mengabaikan ketentuan AlQuran, resiko mengganggap remeh
ketentuan AlQuran, resiko mengganti AlQuran dengan ketentuan yang lainnya,
resiko tidak mau mengimani AlQuran sebagai satu satunya buku manual penghambaan
dan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini, sangatlah luar biasa akibatnya baik
secara individual maupun keluarga, kelompok (masyarakat), bangsa dan negara. Dan inilah resiko yang dimaksud, yaitu:
A. RESIKO DAN ANCAMAN BAGI
YANG TIDAK MENGAKUI (MENGABAIKAN) ALQURAN.
Berikut ini akan kami kemukakan resiko dan juga ancaman yang diberikan
oleh Allah SWT kepada setiap orang baik individu maupun kelompok jika sampai
tidak mau mengakui AlQuran sebagai buku pedoman bagi penghambaan kepada Allah
SWT dan juga pelaksanaan kekhalifahan di muka bumi. Dan inilah resiko dan ancaman dimaksud,
yaitu:
1. Mudahnya Masyarakat
Ditipu Melalui Informasi dan Berita Bohong (Hoaks). Salah satu resiko dan
ancaman dari mengabaikan atau tidak mentaati ketentuan yang ada di dalam
AlQuran adalah mudahnya masyarakat dihasut, ditipu, dipengaruhi oleh oknum yang
tidak bertanggungjawab melalui informasi dan berita bohong (hoaks) yang
disebarkannya. Akhirnya baik individu dan masyarakat lebih mempercayai berita
dan informasi bohong ketimbang informasi dan berita yang benar dari sumber
aslinya. Jika ini yang terjadi, bisa kita bayangkan betapa mudahnya individu
dan masyarakat dihasut, dipengaruhi, diprovokatori atau bahkan ditipu di tempat
yang terang oleh sang oknum yang tidak bertanggung jawab, akhirnya terjadilah
apa yang dinamakan perbudakan spiritual akibat hasutan berita bohong yang
diulang secara terus menerus.
Akhirnya terjadilah
saling curiga mencurigai satu sama lain, merasa benar sendiri dan orang lain
salah, yang pada akhirnya mudahnya individu dan masyarakat main hakim sendiri,
merusak dan membakar apa yang dilihat dan dijangkaunya hanya karena informasi
dan berita bohong yang diterimanya tanpa melalui proses cek dan ricek. Akhirnya
setelah tahu duduk persoalan yang sebenarnya, lalu membuat pernyataan tertulis
yang isinya khilaf dan meminta maaf serta menyesal dan memohon agar proses
hukum tidak diberlakukan kepadanya.
Allah SWT selaku
pencipta dan pemilik kekhalifahan sudah mengingatkan dan sudah pula mewanti
wanti, jika kita termasuk orang yang beriman maka saat menerima informasi,
saat menerima berita, saat menerima
sesuatu hal apakah itu melalui sosial media seperti melalui instagram,
facebook, twitter, wa group, sms, youtube, tidak boleh diterima dan tidak boleh
ditelan mentah mentah. Kita diwajibkan oleh Allah SWT meneliti terlebih dahulu
kebenarannya, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Wahai orang orang yang beriman!
Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah
kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan
(kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (surat Al Hujurat
(49) ayat 6).
Allah SWT melalui
surat Al Hujurat (49) ayat 6 diatas, sudah menetapkan ciri dari orang yang
beriman adalah selalu meneliti dan selalu menelaah terlebih dahulu setiap
informasi dan berita yang masuk dan diterima olehnya. Tidak ada istilah asal
menerima langsung ditelan mentah mentah. Apalagi jika berita dan informasi yang
diterimanya itu akan diteruskan kepada orang lain. Namun, apabila yang terjadi
adalah kita langsung menerima informasi dan berita tanpa diiringi dengan proses
cek dan ricek terlebih dahulu, atau menerima informasi dan berita tanpa
diiringi dengan penelitian terlebih dahulu berarti diri kita sudah berada di
dalam kehendak syaitan, yang berarti kita telah keluar dari kehendak Allah SWT.
Padahal diri kita
telah diberikan modal dasar oleh Allah SWT untuk melakukan proses cek dan
ricek, untuk melakukan proses penelitian yang mendalam dengan diberikannya hubbul
istitlaq (rasa ingin tahu), ilmu, pendengaran dan penglihatan serta perasaan
dan akal yang diletakkan di dalam hati yang penggunaannya harus dalam satu
kesatuan. Terjadinya peristiwa penyebaran informasi dan berita bohong,
penyebaran pornoaksi dan pornografi yang marak saat ini disebabkan oleh
gagalnya diri kita mempergunakan modal dasar yang telah diberikan oleh Allah
SWT dalam satu kesatuan. Hal ini
tercermin dari dominannya penggunaan satu modal dasar saja, dalam hal ini
adalah mata (tempat diletakkannya penglihatan) kepada gadget (gawai) semata,
tanpa diiringi dengan penggunaan hubbul istitlaq (rasa ingin tahu), penggunaan
ilmu, telinga (tempat diletakkanya pendengaran) dan perasaan dan juga akal,
setelah menerima informasi dan berita yang sampai kepadanya.
Apabila kita mampu
mempergunakan modal dasar ilmu, pendengaran, penglihatan dan perasaan dan juga
akal sewaktu menerima dan memperoleh informasi dan berita apapun, maka setiap
informasi dan berita serta penyebaran pornoaksi dan pornografi yang masuk
kepada diri kita tidak serta merta kita terima dan kita tonton, namun akan kita
cek terlebih dahulu kebenarannya, keabsahannya serta mudharatnya. Jika
berdasarkan hasil penelaahan dan penilaian kita dengan mempergunakan hubbul
istitlaq, pendengaran, penglihatan, ilmu dan perasaan serta akal termasuk dalam
kategori bermanfaat bagi sesama, kita bisa bagikan kembali.
Namun jika kita pandang apa yang kita terima tidak
bermanfaat, selesai (berhenti) sampai di diri kita dengan menghapus informasi
dan berita yang kita terima tersebut. Dan jika memungkinkan kita bisa membuat
artikel (kajian) yang sebenarnya dengan kata kata yang baik dan mudah diterima
oleh orang banyak lalu bisa kita masukkan di blog pribadi kita atau melalui
sosial media yang kita miliki dengan catatan kita tidak boleh menyalah
nyalahkan artikel yang tidak baik itu dengan kata kata kotor dan kasar. Jika
ini kita lakukan, tidak ada bedanya diri kita dengan pembuat artikel berita dan
informasi sesat lagi menyesatkan dan juga menunjukkan inilah kondisi dan keadaan
jiwa kita yang fujur itu.
Sekarang pernahkah
kita membayangkan jika kita adalah orang yang turut menyebarkan informasi dan
berita bohong (hoaks) kemudian akibat dari berita dan informasi yang salah dan
menyesatkan ini membuat orang lain merugi, membayakan orang lain, menjadikan
seseorang menjadi tersangka, lalu dikucilkan oleh masyarakat. Akibat ulah diri
kita yang menyebarkan berita dan informasi bohong. Coba hitung berapa nilai
kerugian materiil dan non materiil yang diterima oleh orang yang menjadi korban
dan juga masyarakat luas yang menjadi korban akibat adanya berita dan informasi
bohong yang kita sebarkan? Yang jelas nilai kerugiannya tidak bisa dikalkulasi
dan dikonversi dalam bentuk mata uang (emas, perak) lalu sanggupkah kita
menanggung kerugiannya. Jika kerugian tidak bisa kita tanggung di dunia, di
akhirat akan diperhitungkan kembali oleh Allah SWT.
Saat ini, dengan
adanya teknologi internet yang memudahkan manusia untuk melakukan sosial media,
telah terjadi penambahan pepatah. Yang sebelumnya hanya ada “mulutmu adalah harimaumu”, sekarang
sudah ada tambahannya yaitu “ujung jarimu
adalah harimaumu”. Untuk itu berhati hatilah mempergunakan teknologi
internet terutama di dalam kemudahan bersosial media karena apa yang kita
lakukan akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak.
Sekali lagi kami
ingatkan bahwa hubbul istitlaq, pendengaran, penglihatan, ilmu dan perasaan
serta akal bukanlah barang gratisan yang bisa dipergunakan seenaknya, namun
akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT kelak di hari berhisab.
Selanjutnya agar diri kita terhindar (tidak menjadi korban) dari malapetaka
berita dan informasi sesat lagi menyesatkan, atau jangan sampai diri kita
menjadi pelaku pembuatan dan penyebaran berita dan informasi sesat, maka:
a. Jangan pernah membiasakan diri langsung percaya berita
dan informasi yang kita terima hanya berdasarkan judul (headline) semata. Baca
secara keseluruhan berita dan informasi yang kita terima, jangan pernah membaca
sepotong sepotong karena sering terjadi antara judul dan isinya tidak sesuai.
Kemudian pelajari sumber beritanya dari siapa, dari perorangan ataukah dari
kantor berita yang ternama. Jika berita dan informasi berasal dari perseorangan
yang bersifat diteruskan melalui aktifitas “copy paste” terima saja hal itu.
Lalu pergunakan modal dasar yang kita miliki untuk menganalisa berita dan
informasi yang kita terima agar sesuai dengan ketentuan surat Al Hujurat (49)
ayat 6 di atas. Setelah itu lakukan proses pengecekan silang kepada kantor
berita ternama, apakah itu detik.com; ccnindonesia.com; beritasatu.com; kompas.com;
republika.co.id; tempo.co; atau antaranews.com dan lain sebagainya.
b. Ingat, kita harus waspada saat menerima berita dan
informasi terutama dari perseorangan yang berasal dari WhatsApp group,
Instagram, Facebook, Youtube, SMS karena wahana (flatform) ini bukanlah kantor
berita yang bisa dijadikan rujukan atas berita dan informasi yang kita terima.
Akan tetapi sebuah wahana (platform) yang bisa dipergunakan untuk menyampaikan
informasi dan berita yang berasal dari siapapun juga, yang dikenal atau tidak
dikenal, yang baik atau yang buruk. sehingga kualitas dari informasi dan
beritanya belum tentu dapat dipertanggungjawabkan. Lalu dengan kualitas berita
dan informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu karena
penanggungjawabnya tidak jelas. Apakah kita harus bersusah susah untuk
menyebarkannya sehingga kita turut serta berbuat keburukan karena kemalasaan
diri kita yang tidak mau melaksanakan ketentuan surat Al Hujurat (49) ayat 6 di
atas.
c. Banyaknya berita dan informasi bohong (hoaks) dikarenakan
rendahnya tingkat literasi di masyarakat,
yang mengakibatkan informasi tidak terolah dengan baik dan juga miskin data dan
fakta serta konteks. Ditambah adanya fanatisme yang berlebihan sehingga
menjauhkan diri dari sikap adil dalam menilai padahal adil lebih dekat pada
akhlak yang mulia serta rendahnya budi pekerti karena jauh dari ajaran AlQuran.
d. Budayakan dalam diri tentang “konsep berpikir dahulu sebelum berbicara dan bertindak; berpikir dahulu
sebelum memposting sesuatu; berpikir dahulu sebelum berbuat dan mengatakan
sesuatu” merupakan pedoman saat diri kita bertindak dan berbuat karena apa
yang kita perbuat kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.
e. Ingat, jika sampai apa yang kita perbuat masuk di ranah
hukum, lalu kita divonis masuk penjara, ketahuilah masuk penjara dalam
kehidupan dunia tidak serta merta menghilangkan laporan pertanggungjawaban kita
atas modal dasar yang telah diberikan Allah SWT kepada diri kita karena adanya
perbedaan landasan hukum dunia dengan hukum yang diberlakukan oleh Allah SWT.
f. Jika memungkinkan buatlah blog pribadi dalam kerangka
untuk mengedukasi masyarakat melalui bahasa yang santun dan mudah dimengerti
dan semoga dengan aktif nya diri kita mengedukasi masyarakat menjadi teduhlah
kehidupan kita dan masyarakat luas terbantu melalui informasi yang kita
sampaikan.
Akhirnya, bijaklah
kita mempergunakan modal dasar yang telah diberikan Allah SWT kepada diri kita.
Lalu pergunakanlah media sosial sesuai dengan peruntukkannya. Jangan sampai
menyesal akibat ulah diri kita sendiri yang lalai dengan petunjuk Allah SWT
yang termaktub dalam AlQuran.
2. Berprasangka Buruk
dan Mencari Cari Kesalahan Orang Lain Menjadi Hal Biasa. Resiko dan ancaman
dari mengabaikan atau, mendustakan, tidak mentaati ketentuan yang berlaku dalam
AlQuran berikutnya adalah tumbuh suburnya kecurigaan di antara sesama dan juga
kepada kelompok masyarakat sehingga hilang rasa hormat, hilang rasa peduli serta
hilang rasa kasih sayang di antara sesama manusia akibat dilanggarnya ketentuan
yang terdapat di dalam surat Al Hujurat (49) ayat 12 sebagaimana berikut ini: “Wahai
orang orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya
sebagaian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang
lain, dan janganlah diantara kamu yang mengunjing sebagaian yang lain. Apakah
ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaramu yang sudah mati? Tentu
kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima
taubat, Maha Penyayang. (surat Al Hujurat (49) ayat 12)
Allah SWT melalui
surat Al Hujurat (49) ayat 12 sudah memberikan peringatan kepada orang yang
orang yang beriman bahwa aktifitas berikut ini bukanlah cerminan dari orang
orang yang beriman, yaitu:
a. Allah
SWT melarang diri kita untuk berprasangka buruk karena banyak berprasangka yang
belum tentu kebenarannya adalah perbuatan dosa;
b. Allah SWT juga
melarang diri kita untuk mencari cari (mengorek ngorek) kesalahan dan aib orang
lain yang seharusnya kita tutupi;
c. Allah
SWT juga melarang kita untuk menggunjing, memfitnah, mengumbar kesalahan serta
aib seseorang kepada siapapun juga hanya karena seseorang tidak sepemahaman
diri dan kelompoknya.
Inilah 3(tiga) buah
aktifitas yang dilarang oleh Allah SWT sebagaimana dikemukakan di atas dan yang
wajib dihindari bagi orang yang beriman. Dan
kenyataannya sekarang, ketiga aktifitas di atas justru sudah menjadi hal yang
dianggap biasa dan lumrah atau bahkan sudah menjadi menu harian bagi masyarakat
di tengah kebebasan menyampaikan pendapat sehingga ketiga larangan Allah SWT di atas bukan hal
yang tabu jika dilakukan dan bahkan yang lebih parah lagi sudah tidak ada lagi
etika di dalam berkomunikasi atau menyampaikan pendapat. Padahal Allah SWT
sudah mengemukakan tentang adanya etika dan adab berkomunikasi di dalam
AlQuran, yaitu:
a. Adanya etika dan adab Qaulan
Ma’rufan yaitu berkata kata yang baik lagi mudah dimengerti, sebagaiman
firman Allah SWT berikut ini: “dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik. (surat An Nisaa’ (4) ayat 5)
b. Adanya etika dan adab Qaulan
Sadiidan yaitu ucapan atau kata kata yang tepat sasaran, tidak bertele
tele, langsung kepada yang dituju (lurus tidak bohong, jelas), sebagaimana
firman Allah SWT berikut ini: “dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur
kata yang benar. (surat An Nisaa’ (4) ayat 9)
c. Adanya etika dan adab Qaulan
Baligan yaitu berkata kata/berbicara dengan kata kata yang meninggalkan
kesan, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “dan berilah mereka nasihat, dan
katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya. (surat An Nisaa’
(4) ayat 63)
d. Adanya etika dan adab Qaulan
Maysuran yaitu kata kata yang memberikan harapan dan lemah lembut,
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “dan jika engkau berpaling dari mereka untuk
memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada
mereka ucapan yang lemah lembut. (surat Al Isra’ (17) ayat 28)
e. Adanya etika dan adab Qaulan
Kariiman yaitu kata kata yang baik (ramah dan mulia), sebagaimana firman
Allah SWT berikut ini: “dan ucapkan kepada mereka perkataan yang
baik. (surat Al Isra’ (17) ayat 13)
f. Adanya etika dan adab Qaulan
Layyinan, yaitu kata kaya yang lemah lembut, sebagaimana firman Allah SWT
berikut ini: “maka berbicaralah kamu berdua kepada (Firaun) dengan kata kata yang
lemah lembut, mudah mudahan dia sadar atau takut. (surat Thaahaa (20) ayat 44)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar