Wahai
para pembelajar bahwa setelah diri kita giat belajar lalu memiliki ilmu bukan
berarti ilmu yang kita miliki dapat dikatakan sebagai ilmu yang bermanfaat jika
hanya kita yang memilikinya atau hanya sampai diri kita saja. Ilmu yang kita
miliki baru bisa dikatakan bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita
ajarkan kepada orang lain. Semakin banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak
manfaat yang dirasakan oleh orang banyak serta semakin baiklah diri kita
dihadapan Allah SWT, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya
(ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (surat At Taubah (9) ayat 122). Untuk
itu berhati hatilah jika kita telah memiliki ilmu dan pengetahuan, jangan
sampai ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi kebaikan bagi diri kita justru
menjadi bumerang karena kita tidak mau mengajarkan kepada sesama.
Dan
ingat ilmu pengetahuan yang kita miliki akan dimintakan pertanggungjawabannya
oleh Allah SWT dan jika sampai kita kita
tidak mau mengajarkan hal itu, bagaimana caranya kita akan mempertanggung
jawabkannya kepada Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini:
“Abu Hurairah ra, berkata: Nabi bersabda: “Orang yang ditanya tentang pengetahuan
dan menyembunyikannya, akan dikekang dengan kekangan api pada hari kiamat”. (Hadits
Riwayat Abu Dawud, Ath Thirmidzi, dan Ibnu Madjah), dan juga dikemukakan
dalam hadits berikut ini: “Abud Dhardaa ra, berkata: Nabi bersabda: “Sesungguhnya seburuk buruknya manusia pada hari kiamat ialah orang
pintar yang ilmu pengetahuannya tidak menguntungkan”. (Hadits Riwayat Adh
Darimi)
Sekarang
apa yang akan kita pertanggungjawabkan kelak jika saat ini kita hanya pasif
dengan hanya belajar tanpa pernah mengajarkan sesuatu kepada orang lain.
Apabila kita mampu mengajar atau berbagi ilmu pengetahuan ketahuilah semakin
kita berbuat maka semakin halus dan tajam serta semakin mendalam pula ilmu dan
pengetahuan yang kita miliki, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari
Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi bersabda: “Janganlah ingin seperti orang lain
kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan yang
berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah
SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia berperilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya
kepada orang lain”. (Hadits Riwayat Bukhari).
Bukanlah
sesuatu yang sangat berlebihan jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah
memerintahkan “carilah ilmu sejak dari
buaian hingga masuk liang lahat”. Adanya perintah untuk menuntut ilmu
berarti kita wajib untuk belajar dan belajar serta belajar tiada henti. Yang
menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan belajar maka
pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa apa
yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri
kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri.
Sedangkan
hadits berikut ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi: “Abu
Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang
mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang
didapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia
berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah
terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat
dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad). Jika saat ini kita masih hidup di
muka bumi ini berarti saat ini kita menjalani sisa usia yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan
tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu apakah disisa
usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar
tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan
dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama?
Lalu
kapan lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita
miliki jika tidak sekarang. Jangan sampai terlambat karena kita memiliki
keterbatasan usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta
keterbatasan kesempatan yang hanya datang satu kali. Untuk itu perhatikan
dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi
bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada
seribu orang yang shalat”.(Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah).” dimana syaitan mengalami kesukaran di dalam
mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan Diinul Islam dibanding
dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini kondisinya berarti orang yang
berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang laknatullah.
Agar
diri kita mampu menjadi orang yang diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak
bisa hanya belajar tanpa mengajar atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa
pernah merenungi dan memahami serta melaksanakan apa apa yang telah kita
pelajari. Apa dasarnya? Sekarang bisakah
kita mengimani, mempelajari, memahami, menjalankan, mengajarkan,
menyebarluaskan, membuka tabir rahasia yang bertingkat tingkat yang terdapat di
dalam AlQuran serta menjadikan AlQuran sebagai akhlak diri kita hanya melalui
proses membaca yang sesuai dengan tajwid dan tartil semata atau melalui hapalan
tanpa makna? Setiap manusia memang tidak akan dapat dipisahkan dengan
kegiatan membaca. Membaca dalam arti sempit adalah melihat tulisan atau
melisankan apa apa yang tertulis. Membaca dalam arti luas adalah melihat dan
mengerti segala apa yang tergelar di alam semesta ini sebagai tanda tanda atau
ayat ayat atau kalimat kalimat Allah SWT selaku pencipta segala sesuatu.
Dari
aktivitas membaca dalam arti luas, manusia akan memperoleh pengertian
pengertian yang akan memperluas pengalaman dan pengetahuannya. Sebagaimana hadits yang kami kemukakan berikut
ini:
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca AlQuran adalah seperti bunga utrujjah,
baunya harum dan rasanya lezat; orang mukmin yang tidak suka membaca AlQuran
adalah seperti buah kurma, baunya tidak begitu harum tetapi manis rasanya;
orang munafik yang membaca AlQuran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi
pahit rasanya, dan orang munafik yang tidak membaca AlQuran tidak ubahnya
seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali” (Hadits Riwayat
Bukhari Muslim).” Dengan kata lain, tanpa membaca manusia
tidak akan memperoleh pengertian dan pengetahuan. Tanpa membaca, manusia akan
bodoh, picik, terkebelakang, dan akan mudah tersesat dan disesatkan.
Sekarang
katakan diri kita sudah tahu tentang AlQuran lalu jangan pernah kita hanya
sibuk membaca AlQuran dalam arti yang sempit tanpa pernah tahu dan mengerti apa
arti dan makna yang sesungguhnya yang terdapat di dalam AlQuran. Dan jika kita hanya mampu membaca AlQuran
sebatas tulisannya saja maka tidak ada bedanya kita menonton televisi tanpa ada
volume suaranya. Alangkah ruginya jika kita sibuk dengan urusan membaca AlQuran
dalam arti sempit sehingga kita tidak pernah mengerti, kita tidak pernah tahu
makna yang terkandung di dalamnya, tidak pernah paham akan isi yang terkandung
di dalamnya yang bertingkat-tingkat.
Untuk
itu sudah saatnya di sisa usia kita, untuk tidak sekedar sibuk membaca AlQuran dalam
arti sempit. Akan tetapi kita harus bisa mengerti dan memahami, melaksanakan
segala arti serta maksud dan tujuan dari yang kita baca. Lalu jadikan AlQuran
menjadi akhlak diri kita atau jadikan diri kita AlQuran berjalan. Disinilah
salah satu letak betapa pentingnya kita membaca dan merenungi AlQuran yang
dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya lalu mengajarkannya kepada
orang lain.
Katakan
saat ini kita adalah kepala keluarga atau seorang guru yang yang mengajarkan
tentang Diinul Islam, lalu kita hanya mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna
yang terkandung di dalam Al Qur’an sedangkan dibelakang diri ada anak dan
keturunan kita atau ada murid kita? Untuk itu perhatikanlah dengan seksama
firman Allah SWT berikut ini: “dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
Perkataan yang benar. (surat An Nisaa’ (4) ayat 9).” Sudah pasti anak
dan keturunan kita atau murid yang kita ajarkan akan berkualiatas dan
berpemahaman yang rendah pula sesuai dengan kualitas dan pemahaman diri kita
atau gurunya.
Jika
sudah begini kondisinya berarti kita harus menjadikan hadits yang kami
kemukakan berikut ini: “Ibnu Amru bin alAsh berkata: Nabi bersabda:
‘Sesungguhnya Tuhan tidak mengambil (ilmu) pengetahuan manusia, melainkan
dengan mengambil orang yang berilmu, maka apabila tidak ada lagi orang berilmu,
manusia menjadi bodoh disebabkan karena mereka sendiri, dan mereka memutuskan
(sesuatu) tanpa ilmu, berarti menyalahkan diri mereka sendiri dan membawa orang
lain kepada kesalahan”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Aththirmidzi).” sebagai
bahan pembelajaran dan penggugah diri kita untuk ikut andil di dalam belajar
dan mengajar kepada sesama.
Sekarang
bayangkan jika orang orang berilmu (orang yang memiliki ilmu agama) telah
dipanggil oleh Allah SWT lalu orang yang masih hidup tidak mau belajar atau
tidak merubah pola berfikirnya tentang belajar dan mengajar terjadilah apa yang
dinamakan dengan penurunan kualitas sumber daya manusia. Jadi jangan pernah
salahkan anak dan keturunan kita jika mereka berkualitas dan berpemahaman
rendah jika kita sendiri hanya mau belajar tanpa pernah mau mengajar.
Sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya
di muka bumi tentu kita bercita-cita untuk hidup tenang mati senang berumur
panjang saat hidup di muka bumi sehingga kita mampu “datang
fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang
fitrah (syurga)” Agar maksud dan tujuan di atas ini menjadi kenyataan
(bukan mimpi di siang hari) maka ada tiga hal yang harus kita miliki dan pahami
yaitu: “kita harus tahu diri, kita
tahu aturan main dan kita harus tahu tujuan akhir (memiliki tujuan hidup).”
Dimana ketiganya harus dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Untuk itu,
jangan sampai kita hanya tahu diri tanpa diiringi dengan tahu aturan main serta
tanpa tahu tujuan akhir.
Kita juga tidak bisa hanya tahu aturan main tanpa
diiringi dengan tahu diri dan tanpa tahu tujuan akhir. Dan kita pun tidak bisa
hanya mengandalkan tahu tujuan akhir (memiliki tujuan hidup) tanpa ditunjang
dengan tahu diri dan juga tanpa tahu aturan main. Jika kita berkepentingan
dengan cita cita kita, yaitu datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu Allah
SWT di tempat yang fitrah (syurga), maka kita wajib memiliki ketiganya dalam
satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang kesemuanya harus sesuai dengan
kehendak Allah SWT.
Allah SWT selaku pencipta dan pemilik rencana besar
penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi, tentu sudah mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik dan benar, terutama mempersiapkan apa yang dinamakan
dengan buku manual, dalam hal ini adalah AlQuran. Yang mana buku manual ini diturunkan oleh Allah SWT untuk
kepentingan manusia. Sekali lagi kami tegaskan, Allah SWT menurunkan “AlQuran yang tidak lain adalah buku manual”
bukan untuk kepentingan-Nya, melainkan
untuk kepentingan manusia yang telah diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah
di muka bumi.
Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi dalam
kehidupan kita sehari hari, jika kita membeli mobil atau suatu produk dari
pabrikan tertentu maka kita akan diberikan buku manual oleh pabrikan. Adanya
buku manual yang diberikan oleh pabrikan merupakan suatu keharusan yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi oleh pabrikan. Buku manual harus diberikan kepada
pemakai atau konsumen, agar pemakai atau konsumen mobil bisa mempergunakan,
bisa merawat, bisa menjaga mobil yang telah dibelinya sesuai dengan konsep
dasar pembuatnya sehingga mobil yang kita beli mampu kita pergunakan dalam
jangka waktu yang lama.
Berdasarkan keadaan ini maka dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa keberadaan buku manual yang berasal dari pabrikan (subyek)
tidak bisa dipisahkan dengan suatu produk (obyek) sehingga keduanya merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Hal yang samapun berlaku dengan
keberadaan rencana besar kekhalifahan di muka bumi yang diciptakan dan yang
dimiliki oleh Allah SWT dengan AlQuran yang tidak lain adalah buku manual bagi
kepentingan rencana besar kekhalifahan di muka bumi.
Hal ini dimungkinkan karena setiap
manusia, siapa pun orangnya perlu menemukan jawaban yang benar atas enam
pertanyaan dasar dalam hidupnya, yaitu: “Siapa aku? Dari mana aku berasal? Dengan
siapa aku (tinggal)? Kemana aku berjalan? Kemana aku pergi setelah dari sini?
Mengapa aku disini?” Hanya Allah
SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan yang ada di muka bumi lah yang
dapat memberi jawaban melalui AlQuran yang telah diturunkannya ke muka bumi ini
secara baik dan benar karena manusia adalah makhluk pencari kebenaran.
Selain dari enam buah pertanyaan dasar di
atas, masih ada beberapa pertanyaan lagi yang harus kita jawab saat kita
menjalani hidup ini, terutama tentang hidup yang tidak bertentangan dengan
kehendak Allah SWT, yaitu:
1. Bisakah kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT jika tanpa ada
buku manual-Nya?;
2. Bisakah kita merawat, menjaga dan memelihara jasmani
yang diciptakan oleh Allah SWT jika caranya tidak sesuai dengan buku manual-Nya?;
3. Bisakah kita merawat, menjaga, mempertahankan
kefitrahan ruhani yang juga diciptakan oleh Allah SWT jika tata caranya tidak
sesuai dengan konsep yang ada di dalam buku manualNya?;
4. Bisakah kita melaksanakan apa apa yang dikehendaki
oleh Allah SWT jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan buku manual-Nya?;
5. Bisakah kita membuat Allah SWT tersenyum bangga
kepada diri kita jika tata laksananya tidak sesuai dengan konsep buku manual-Nya?;
6. Bisakah kita pulang kampung ke syurga sebagai
kampung kebahagiaan jika kita tidak mengetahui tata caranya yang sesuai dengan
konsep buku manual-Nya?
Adanya AlQuran yang tidak lain adalah buku manual
bagi konsep penghambaan dan konsep kekhalifahan di muka bumi, maka kita dapat
menjawab pertanyaan di atas bahwa segala sesuatunya harus dilaksanakan sesuai
dengan konsep yang berasal dari Allah SWT yang tertuang dalam AlQuran.
Untuk itu, jangan sampai diri kita mampu menyatakan
bahwa mandi adalah alat bantu atau sarana bagi manusia untuk merasakan sehat,
bersih dan segar serta bersemangat kembali setelah beraktifitas sehingga kita
sangat membutuhkan aktifitas mandi yang baik dan benar. Namun di lain sisi kita tidak mampu menyatakan bahwa AlQuran merupakan
sarana dan alat bantu bagi diri kita untuk menjadi khalifah yang dibanggakan-Nya,
mampu menjaga dan merawat jasmani dan ruhani secara baik dan benar yang sesuai
dengan kehendak-Nya dan juga mampu menghantarkan diri kita pulang kampung ke
syurga sehingga kita sangat membutuhkan AlQuran saat hidup di dunia. Untuk itu
jangan pernah sekalipun menjadikan AlQuran sebagai buku bacaan yang cukup hanya
dibaca saja, atau cukup dibaca saja dalam kerangka menghafal tanpa makna.
Karena hal ini bukanlah yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Dan sebagai pembuktian bahwa diri kita sangat
membutuhkan AlQuran saat hidup di muka bumi ini, ada beberapa pertanyaan yang
harus kita jawab sebagai bentuk bahwa kita telah memiliki AlQuran yang bukan
sekedar sebagai buku bacaan, yaitu:
1. Apakah kita sudah mengimani AlQuran, yang
dilanjutkan dengan sudah pernahkah kita membuktikan bahwa AlQuran itu wahyu
dari Allah SWT sehingga kita memiliki hujjah yang baik dan benar saat
melaksanakan syahadat terutama mempersaksikan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan
Allah SWT?
2. Sudah seberapa baik kita mengenal AlQuran, lalu
sudahkah kita tahu apa itu AlQuran yang sesungguhnya, apakah sekedar wahyu yang
diturunkan ataukah ada hal lain yang lebih utama? Lalu apakah kita telah
mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang tertuang di
dalam surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5?
3. Sudah seberapa mengerti kita tentang AlQuran, apakah
hanya sebatas bacaannya yang terdiri dari kumpulan huruf huruf yang diberi
tanda baca saja ataukah sudah sampai kepada arti yang sesungguhnya. Lalu apa
yang telah kita perbuat dengan AlQuran, apakah kita hanya sekedar berusaha
mempelajarinya tanpa pernah mengajarkannya kepada orang lain? Lalu sudahkah
kita mengetahui apa kata tokoh tokoh dunia yang beragama non Muslim terhadap
AlQuran lalu bagaimana sikap kita kepada AlQuran?
4. Lalu apa yang telah kita lakukan kepada AlQuran, lalu
sudahkah kita mengetahui untuk apa AlQuran itu diturunkan oleh Allah SWT.
Apakah kita yang merasa membutuhkan AlQuran, lalu sudahkah kita mengetahui apa
yang harus kita lakukan atau bagaimanakah kita harus bersikap kepada AlQuran
sehingga kebutuhan kita kepada AlQuran terpenuhi?
5. Apakah kita mempelajari AlQuran sebatas mencari
pahala membacanya, padahal tujuan diturunkan bukanlah sekedar buku bacaan untuk
mencari pahala? Sudahkah kita mengetahui hikmah dibalik diturunkannya AlQuran
oleh Allah SWT sehingga kita sangat membutuhkan AlQuran?
6. Lalu apa yang bisa kita jadikan patokan bahwa kita
sangat membutuhkan AlQuran, apakah kita sibuk menghabiskan waktu untuk membaca
AlQuran sampai dengan khatam lalu mengulanginya lagi terus dan terus tanpa
pernah berusaha untuk mengetahui apa isi yang terkandung di dalam AlQuran lalu
hal tersebut menunjukkan bahwa kita termasuk orang yang membutuhkan AlQuran?
Jika jawaban
dari pertanyaan di atas ini lebih banyak belum pahamnya, atau belum tahunya,
atau belum mengerti tentang AlQuran berarti kita belum bisa dan belum mampu
menjadikan AlQuran yang berasal dari Allah SWT sebagai sebuah kebutuhan diri. Dan adalah sebuah kenyataan dan benar adanya bahwa
AlQuran adalah kumpulan dari huruf huruf yang diberi tanda baca sehingga
menghasilkan bunyi (suara) tertentu yang sangat indah saat dibaca.
Namun apabila kita hanya sibuk dengan urusan huruf
huruf dan tanda bacanya yang menghasilkan bunyi tertentu, hal ini belumlah
cukup karena huruf, tanda baca dan bunyi (suara) yang indah (keindahan
sastranya) hanyalah salah satu bahagian yang terdapat di dalam kebesaran
AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi ini.
Dan masih banyak kebesaran AlQuran yang mencerminkan
kebesaran Allah SWT yang termaktub di dalam AlQuran yang tidak akan mungkin
kita dapatkan, yang tidak akan mungkin kita peroleh dan kita rasakan jika
AlQuran sebatas dibaca semata berdasarkan huruf, tanda baca dan bunyi (suara)
yang indah, yang akhirnya kita hanya mampu menghapalkannya tanpa makna.
Sekali lagi kami ingatkan, AlQuran tidak cukup dibaca saja, atau AlQuran tidak cukup dihapalkan
saja. Sebagai contoh, untuk
memperoleh dan mendapatkan sesuatu yang terdapat di dalam ayat-ayat kauniyah,
mengharuskan manusia untuk belajar teknologi, mewajibkan manusia belajar ilmu
astronomi, belajar ilmu biologi, belajar ilmu kesehatan dan lainnya, maka ayat
ayat kauniyah mulai bisa terkuak sedikit demi sedikit. Lalu apakah yang
tersembunyi di dalam AlQuran akan bisa
kita lihat dan kita dapatkan? Tidak semua yang tersembunyi di dalam AlQuran
akan terkuak, seperti masalah yang ghaib, yaitu urusan ruh, syurga dan neraka,
malaikat, jin, syaitan dan lain sebagainya.
AlQuran adalah
sesuatu yang luar biasa yang berasal langsung dari Allah SWT untuk kepentingan
kekhalifahanNya yang ada di muka bumi ini. Lalu sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga khalifah-Nya sudahkah kita
berusaha semaksimal mungkin untuk mempelajari AlQuran kepada Allah SWT melalui
para guru sehingga kita mampu membacanya, mampu memahaminya mulai dari yang
tersurat, yang tersirat dan yang tersembunyi, yang dilanjutkan dengan
melaksanakan apa apa yang telah dipelajari dan dipahaminya menjadi sebuah
ibadah bagi kepentingan diri dan juga bagi kemaslahatan orang banyak!
Dan alangkah
ruginya diri kita yang menyatakan bahwa AlQuran adalah kebutuhan diri namun
segala apa apa yang terdapat di dalam AlQuran tetap terpelihara dengan rapi di
dalam AlQuran itu sendiri dikarenakan kita tidak mampu memperoleh dan
mendapatkan makna yang terdalam yang berasal dari dalam AlQuran, selain hanya
memperoleh pahala dari membaca AlQuran.
Akhirnya, jangan sampai diri kita hanya mampu
menjadi seorang pengagum dan juga menjadi seorang komentator atas kebesaran dan
kehebatan AlQuran tanpa pernah merasakan rasa dari kebesaran dan kehebatan
AlQuran serta tanpa pernah merasakan rasa dari kemukjizatan AlQuran yang telah
diperuntukkan oleh Allah SWT untuk umat manusia.
Untuk itu,
setelah AlQuran diturunkan oleh Allah SWT kepada diri kita, maka AlQuran jangan
dijadikan buku bacaan yang sekedar hanya dibaca saja. AlQuran harus diimani,
harus dipelajari, harus dipahami, harus
diamalkan, harus dihafalkan, harus didakwahkan, jangan ditambah, jangan
dikurangi, harus disebarluaskan, dan harus dijadikan akhlak bagi diri kita
sehingga tampillah diri kita seperti AlQuran yang berjalan. Yang mana hal ini
hanya bisa raih melalui sebuah komitmen dalam sebuah kedisipilinan yang kuat
dalam diri kita untuk menjadikan AlQuran sebagai buku pedoman dan petunjuk
dalam melaksanakan penghambaan dan juga pelaksanaan kekhalifahan yang kita
laksanakan. Semoga hal ini menjadi kenyataan bagi diri kita, bagi keluarga
kita, anak dan keturunan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar