Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 01 April 2024

MUKADDIMAH INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (PART 2 of 2)


Wahai para pembelajar bahwa setelah diri kita giat belajar lalu memiliki ilmu bukan berarti ilmu yang kita miliki dapat dikatakan sebagai ilmu yang bermanfaat jika hanya kita yang memilikinya atau hanya sampai diri kita saja. Ilmu yang kita miliki baru bisa dikatakan bermanfaat jika ilmu yang kita miliki itu kita ajarkan kepada orang lain. Semakin banyak yang kita ajarkan akan semakin banyak manfaat yang dirasakan oleh orang banyak serta semakin baiklah diri kita dihadapan Allah SWT, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (surat At Taubah (9) ayat 122). Untuk itu berhati hatilah jika kita telah memiliki ilmu dan pengetahuan, jangan sampai ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi kebaikan bagi diri kita justru menjadi bumerang karena kita tidak mau mengajarkan kepada sesama.

 

Dan ingat ilmu pengetahuan yang kita miliki akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh  Allah SWT dan jika sampai kita kita tidak mau mengajarkan hal itu, bagaimana caranya kita akan mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Abu Hurairah ra, berkata: Nabi bersabda: “Orang yang ditanya tentang pengetahuan dan menyembunyikannya, akan dikekang dengan kekangan api pada hari kiamat”. (Hadits Riwayat Abu Dawud, Ath Thirmidzi, dan Ibnu Madjah), dan juga dikemukakan dalam hadits berikut ini:Abud Dhardaa ra, berkata: Nabi bersabda: “Sesungguhnya seburuk buruknya manusia pada hari kiamat ialah orang pintar yang ilmu pengetahuannya tidak menguntungkan”. (Hadits Riwayat Adh Darimi)

 

Sekarang apa yang akan kita pertanggungjawabkan kelak jika saat ini kita hanya pasif dengan hanya belajar tanpa pernah mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Apabila kita mampu mengajar atau berbagi ilmu pengetahuan ketahuilah semakin kita berbuat maka semakin halus dan tajam serta semakin mendalam pula ilmu dan pengetahuan yang kita miliki, sebagaimana hadits berikut ini: “Dari Abdullah ibnu Mas’ud berkata Nabi bersabda: “Janganlah ingin seperti orang lain kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan yang berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah SWT Alhikmah (pemahaman) dan ia berperilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain”. (Hadits Riwayat Bukhari).

 

Bukanlah sesuatu yang sangat berlebihan jika Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan “carilah ilmu sejak dari buaian hingga masuk liang lahat”. Adanya perintah untuk menuntut ilmu berarti kita wajib untuk belajar dan belajar serta belajar tiada henti. Yang menjadi persoalan adalah setelah kita belajar, belajar dan belajar maka pelajaran yang telah kita terima akan menjadi sebuah kesiasiaan jika apa apa yang telah kita pelajari hanya sampai pada diri kita sendiri dan jadilah diri kita orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri.

 

Sedangkan hadits berikut ini mengajarkan kepada kita untuk selalu berbagi: “Abu Hurairah ra, berkata, Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang dicapai oleh orang mukmin dari amal dan perbuatan sesudah matinya ialah: ilmu pengetahuan yang didapatnya dan disebarkan dan budi baik yang dia tinggalkan, atau buku yang ia berikan untuk diwarisi, atau tempat sembahyang yang ia bangun, atau sebuah terusan yang ia gali, atau derma ia lakukan dari kekayaannya selama ia sehat dan sakit”. (Hadits Riwayat Ahmad). Jika saat ini kita masih hidup di muka bumi ini berarti saat ini kita menjalani sisa usia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Berapa lama sisa usia kita saat ini? Kita tidak pernah tahu dan tidak akan pernah tahu karena Allah SWT sajalah yang tahu. Lalu apakah disisa usia yang tidak kita ketahui ini kita hanya sibuk belajar, belajar dan belajar tanpa pernah merasakan hasil dari pelajaran yang kita terima yang dilanjutkan dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada sesama?

 

Lalu kapan lagi kita mau berbuat kebaikan dengan ilmu dan pengetahuan yang kita miliki jika tidak sekarang. Jangan sampai terlambat karena kita memiliki keterbatasan usia dan juga keterbatasan kemampuan untuk berbagi serta keterbatasan kesempatan yang hanya datang satu kali. Untuk itu perhatikan dengan seksama hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata; Nabi bersabda: “Orang yang mengerti (agama) lebih sukar dipengaruhi syaitan daripada seribu orang yang shalat”.(Hadits Riwayat Aththirmidzi, Ibnu Majah).”  dimana syaitan mengalami kesukaran di dalam mempengaruhi orang yang mengerti atau paham dengan Diinul Islam dibanding dengan seribu orang yang shalat. Jika seperti ini kondisinya berarti orang yang berilmu sangat diperhitungkan oleh syaitan sang laknatullah.

 

Agar diri kita mampu menjadi orang yang diperhitungkan oleh syaitan maka kita tidak bisa hanya belajar tanpa mengajar atau tidak cukup hanya membaca saja tanpa pernah merenungi dan memahami serta melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari. Apa dasarnya? Sekarang bisakah kita mengimani, mempelajari, memahami, menjalankan, mengajarkan, menyebarluaskan, membuka tabir rahasia yang bertingkat tingkat yang terdapat di dalam AlQuran serta menjadikan AlQuran sebagai akhlak diri kita hanya melalui proses membaca yang sesuai dengan tajwid dan tartil semata atau melalui hapalan tanpa makna? Setiap manusia memang tidak akan dapat dipisahkan dengan kegiatan membaca. Membaca dalam arti sempit adalah melihat tulisan atau melisankan apa apa yang tertulis. Membaca dalam arti luas adalah melihat dan mengerti segala apa yang tergelar di alam semesta ini sebagai tanda tanda atau ayat ayat atau kalimat kalimat Allah SWT selaku pencipta segala sesuatu.

 

Dari aktivitas membaca dalam arti luas, manusia akan memperoleh pengertian pengertian yang akan memperluas pengalaman dan pengetahuannya. Sebagaimana hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Perumpamaan orang mukmin yang membaca AlQuran adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat; orang mukmin yang tidak suka membaca AlQuran adalah seperti buah kurma, baunya tidak begitu harum tetapi manis rasanya; orang munafik yang membaca AlQuran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit rasanya, dan orang munafik yang tidak membaca AlQuran tidak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali” (Hadits Riwayat Bukhari Muslim).” Dengan kata lain, tanpa membaca manusia tidak akan memperoleh pengertian dan pengetahuan. Tanpa membaca, manusia akan bodoh, picik, terkebelakang, dan akan mudah tersesat dan disesatkan.

 

Sekarang katakan diri kita sudah tahu tentang AlQuran lalu jangan pernah kita hanya sibuk membaca AlQuran dalam arti yang sempit tanpa pernah tahu dan mengerti apa arti dan makna yang sesungguhnya yang terdapat di dalam AlQuran. Dan jika kita hanya mampu membaca AlQuran sebatas tulisannya saja maka tidak ada bedanya kita menonton televisi tanpa ada volume suaranya. Alangkah ruginya jika kita sibuk dengan urusan membaca AlQuran dalam arti sempit sehingga kita tidak pernah mengerti, kita tidak pernah tahu makna yang terkandung di dalamnya, tidak pernah paham akan isi yang terkandung di dalamnya yang bertingkat-tingkat.

 

Untuk itu sudah saatnya di sisa usia kita, untuk tidak sekedar sibuk membaca AlQuran dalam arti sempit. Akan tetapi kita harus bisa mengerti dan memahami, melaksanakan segala arti serta maksud dan tujuan dari yang kita baca. Lalu jadikan AlQuran menjadi akhlak diri kita atau jadikan diri kita AlQuran berjalan. Disinilah salah satu letak betapa pentingnya kita membaca dan merenungi AlQuran yang dikehendaki oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya lalu mengajarkannya kepada orang lain.

 

Katakan saat ini kita adalah kepala keluarga atau seorang guru yang yang mengajarkan tentang Diinul Islam, lalu kita hanya mampu membaca tanpa pernah tahu apa makna yang terkandung di dalam Al Qur’an sedangkan dibelakang diri ada anak dan keturunan kita atau ada murid kita? Untuk itu perhatikanlah dengan seksama firman Allah SWT berikut ini: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (surat An Nisaa’ (4) ayat 9).” Sudah pasti anak dan keturunan kita atau murid yang kita ajarkan akan berkualiatas dan berpemahaman yang rendah pula sesuai dengan kualitas dan pemahaman diri kita atau gurunya.

 

Jika sudah begini kondisinya berarti kita harus menjadikan hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Amru bin alAsh berkata: Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan tidak mengambil (ilmu) pengetahuan manusia, melainkan dengan mengambil orang yang berilmu, maka apabila tidak ada lagi orang berilmu, manusia menjadi bodoh disebabkan karena mereka sendiri, dan mereka memutuskan (sesuatu) tanpa ilmu, berarti menyalahkan diri mereka sendiri dan membawa orang lain kepada kesalahan”. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Aththirmidzi).” sebagai bahan pembelajaran dan penggugah diri kita untuk ikut andil di dalam belajar dan mengajar kepada sesama.

 

Sekarang bayangkan jika orang orang berilmu (orang yang memiliki ilmu agama) telah dipanggil oleh Allah SWT lalu orang yang masih hidup tidak mau belajar atau tidak merubah pola berfikirnya tentang belajar dan mengajar terjadilah apa yang dinamakan dengan penurunan kualitas sumber daya manusia. Jadi jangan pernah salahkan anak dan keturunan kita jika mereka berkualitas dan berpemahaman rendah jika kita sendiri hanya mau belajar tanpa pernah mau mengajar.

 

Sebagai abd’ (hamba)Nya yang sekaligus khalifahNya di muka bumi tentu kita bercita-cita untuk hidup tenang mati senang berumur panjang saat hidup di muka bumi sehingga kita mampu  “datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Fitrah di tempat yang fitrah (syurga)” Agar maksud dan tujuan di atas ini menjadi kenyataan (bukan mimpi di siang hari) maka ada tiga hal yang harus kita miliki dan pahami yaitu: “kita harus tahu diri, kita tahu aturan main dan kita harus tahu tujuan akhir (memiliki tujuan hidup).” Dimana ketiganya harus dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Untuk itu, jangan sampai kita hanya tahu diri tanpa diiringi dengan tahu aturan main serta tanpa tahu tujuan akhir.

 

Kita juga tidak bisa hanya tahu aturan main tanpa diiringi dengan tahu diri dan tanpa tahu tujuan akhir. Dan kita pun tidak bisa hanya mengandalkan tahu tujuan akhir (memiliki tujuan hidup) tanpa ditunjang dengan tahu diri dan juga tanpa tahu aturan main. Jika kita berkepentingan dengan cita cita kita, yaitu datang fitrah kembali fitrah untuk bertemu Allah SWT di tempat yang fitrah (syurga), maka kita wajib memiliki ketiganya dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang kesemuanya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT.

 

Allah SWT selaku pencipta dan pemilik rencana besar penghambaan dan kekhalifahan di muka bumi, tentu sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan benar, terutama mempersiapkan apa yang dinamakan dengan buku manual, dalam hal ini adalah AlQuran. Yang mana buku manual ini diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan manusia. Sekali lagi kami tegaskan, Allah SWT menurunkan “AlQuran yang tidak lain adalah buku manual” bukan untuk kepentingan-Nya,  melainkan untuk kepentingan manusia yang telah diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah di muka bumi. 

 

Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari hari, jika kita membeli mobil atau suatu produk dari pabrikan tertentu maka kita akan diberikan buku manual oleh pabrikan. Adanya buku manual yang diberikan oleh pabrikan merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh pabrikan. Buku manual harus diberikan kepada pemakai atau konsumen, agar pemakai atau konsumen mobil bisa mempergunakan, bisa merawat, bisa menjaga mobil yang telah dibelinya sesuai dengan konsep dasar pembuatnya sehingga mobil yang kita beli mampu kita pergunakan dalam jangka waktu yang lama.

 

Berdasarkan keadaan ini maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa keberadaan buku manual yang berasal dari pabrikan (subyek) tidak bisa dipisahkan dengan suatu produk (obyek) sehingga keduanya merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Hal yang samapun berlaku dengan keberadaan rencana besar kekhalifahan di muka bumi yang diciptakan dan yang dimiliki oleh Allah SWT dengan AlQuran yang tidak lain adalah buku manual bagi kepentingan rencana besar kekhalifahan di muka bumi.

 

Hal ini dimungkinkan karena setiap manusia, siapa pun orangnya perlu menemukan jawaban yang benar atas enam pertanyaan dasar dalam hidupnya, yaitu: “Siapa aku? Dari mana aku berasal? Dengan siapa aku (tinggal)? Kemana aku berjalan? Kemana aku pergi setelah dari sini? Mengapa aku disini?”  Hanya Allah SWT selaku pencipta dan pemilik kekhalifahan yang ada di muka bumi lah yang dapat memberi jawaban melalui AlQuran yang telah diturunkannya ke muka bumi ini secara baik dan benar karena manusia adalah makhluk pencari kebenaran.

 

Selain dari enam buah pertanyaan dasar di atas, masih ada beberapa pertanyaan lagi yang harus kita jawab saat kita menjalani hidup ini, terutama tentang hidup yang tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT, yaitu:

 

1.   Bisakah kita menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi yang sesuai dengan kehendak Allah SWT jika tanpa ada buku manual-Nya?;

2.  Bisakah kita merawat, menjaga dan memelihara jasmani yang diciptakan oleh Allah SWT jika caranya tidak sesuai dengan buku manual-Nya?;

3.  Bisakah kita merawat, menjaga, mempertahankan kefitrahan ruhani yang juga diciptakan oleh Allah SWT jika tata caranya tidak sesuai dengan konsep yang ada di dalam buku manualNya?;

4.  Bisakah kita melaksanakan apa apa yang dikehendaki oleh Allah SWT jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan buku manual-Nya?;

5.  Bisakah kita membuat Allah SWT tersenyum bangga kepada diri kita jika tata laksananya tidak sesuai dengan konsep buku manual-Nya?;

6.   Bisakah kita pulang kampung ke syurga sebagai kampung kebahagiaan jika kita tidak mengetahui tata caranya yang sesuai dengan konsep buku manual-Nya?

 

Adanya AlQuran yang tidak lain adalah buku manual bagi konsep penghambaan dan konsep kekhalifahan di muka bumi, maka kita dapat menjawab pertanyaan di atas bahwa segala sesuatunya harus dilaksanakan sesuai dengan konsep yang berasal dari Allah SWT yang tertuang dalam AlQuran.

 

Untuk itu, jangan sampai diri kita mampu menyatakan bahwa mandi adalah alat bantu atau sarana bagi manusia untuk merasakan sehat, bersih dan segar serta bersemangat kembali setelah beraktifitas sehingga kita sangat membutuhkan aktifitas mandi yang baik dan benar. Namun di lain sisi kita tidak mampu menyatakan bahwa AlQuran merupakan sarana dan alat bantu bagi diri kita untuk menjadi khalifah yang dibanggakan-Nya, mampu menjaga dan merawat jasmani dan ruhani secara baik dan benar yang sesuai dengan kehendak-Nya dan juga mampu menghantarkan diri kita pulang kampung ke syurga sehingga kita sangat membutuhkan AlQuran saat hidup di dunia. Untuk itu jangan pernah sekalipun menjadikan AlQuran sebagai buku bacaan yang cukup hanya dibaca saja, atau cukup dibaca saja dalam kerangka menghafal tanpa makna. Karena hal ini bukanlah yang dikehendaki oleh Allah SWT.

 

Dan sebagai pembuktian bahwa diri kita sangat membutuhkan AlQuran saat hidup di muka bumi ini, ada beberapa pertanyaan yang harus kita jawab sebagai bentuk bahwa kita telah memiliki AlQuran yang bukan sekedar sebagai buku bacaan, yaitu:

 

1. Apakah kita sudah mengimani AlQuran, yang dilanjutkan dengan sudah pernahkah kita membuktikan bahwa AlQuran itu wahyu dari Allah SWT sehingga kita memiliki hujjah yang baik dan benar saat melaksanakan syahadat terutama mempersaksikan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT?

 

2.  Sudah seberapa baik kita mengenal AlQuran, lalu sudahkah kita tahu apa itu AlQuran yang sesungguhnya, apakah sekedar wahyu yang diturunkan ataukah ada hal lain yang lebih utama? Lalu apakah kita telah mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT yang tertuang di dalam surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5?

 

3.    Sudah seberapa mengerti kita tentang AlQuran, apakah hanya sebatas bacaannya yang terdiri dari kumpulan huruf huruf yang diberi tanda baca saja ataukah sudah sampai kepada arti yang sesungguhnya. Lalu apa yang telah kita perbuat dengan AlQuran, apakah kita hanya sekedar berusaha mempelajarinya tanpa pernah mengajarkannya kepada orang lain? Lalu sudahkah kita mengetahui apa kata tokoh tokoh dunia yang beragama non Muslim terhadap AlQuran lalu bagaimana sikap kita kepada AlQuran?

 

4.     Lalu apa yang telah kita lakukan kepada AlQuran, lalu sudahkah kita mengetahui untuk apa AlQuran itu diturunkan oleh Allah SWT. Apakah kita yang merasa membutuhkan AlQuran, lalu sudahkah kita mengetahui apa yang harus kita lakukan atau bagaimanakah kita harus bersikap kepada AlQuran sehingga kebutuhan kita kepada AlQuran terpenuhi?

 

5.    Apakah kita mempelajari AlQuran sebatas mencari pahala membacanya, padahal tujuan diturunkan bukanlah sekedar buku bacaan untuk mencari pahala? Sudahkah kita mengetahui hikmah dibalik diturunkannya AlQuran oleh Allah SWT sehingga kita sangat membutuhkan AlQuran?

 

6. Lalu apa yang bisa kita jadikan patokan bahwa kita sangat membutuhkan AlQuran, apakah kita sibuk menghabiskan waktu untuk membaca AlQuran sampai dengan khatam lalu mengulanginya lagi terus dan terus tanpa pernah berusaha untuk mengetahui apa isi yang terkandung di dalam AlQuran lalu hal tersebut menunjukkan bahwa kita termasuk orang yang membutuhkan AlQuran?

 

Jika jawaban dari pertanyaan di atas ini lebih banyak belum pahamnya, atau belum tahunya, atau belum mengerti tentang AlQuran berarti kita belum bisa dan belum mampu menjadikan AlQuran yang berasal dari Allah SWT sebagai sebuah kebutuhan diri. Dan adalah sebuah kenyataan dan benar adanya bahwa AlQuran adalah kumpulan dari huruf huruf yang diberi tanda baca sehingga menghasilkan bunyi (suara) tertentu yang sangat indah saat dibaca.

 

Namun apabila kita hanya sibuk dengan urusan huruf huruf dan tanda bacanya yang menghasilkan bunyi tertentu, hal ini belumlah cukup karena huruf, tanda baca dan bunyi (suara) yang indah (keindahan sastranya) hanyalah salah satu bahagian yang terdapat di dalam kebesaran AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi ini.

Dan masih banyak kebesaran AlQuran yang mencerminkan kebesaran Allah SWT yang termaktub di dalam AlQuran yang tidak akan mungkin kita dapatkan, yang tidak akan mungkin kita peroleh dan kita rasakan jika AlQuran sebatas dibaca semata berdasarkan huruf, tanda baca dan bunyi (suara) yang indah, yang akhirnya kita hanya mampu menghapalkannya tanpa makna.

 

Sekali lagi kami ingatkan, AlQuran tidak cukup dibaca saja, atau AlQuran tidak cukup dihapalkan saja.  Sebagai contoh, untuk memperoleh dan mendapatkan sesuatu yang terdapat di dalam ayat-ayat kauniyah, mengharuskan manusia untuk belajar teknologi, mewajibkan manusia belajar ilmu astronomi, belajar ilmu biologi, belajar ilmu kesehatan dan lainnya, maka ayat ayat kauniyah mulai bisa terkuak sedikit demi sedikit. Lalu apakah yang tersembunyi di  dalam AlQuran akan bisa kita lihat dan kita dapatkan? Tidak semua yang tersembunyi di dalam AlQuran akan terkuak, seperti masalah yang ghaib, yaitu urusan ruh, syurga dan neraka, malaikat, jin, syaitan dan lain sebagainya.

 

AlQuran adalah sesuatu yang luar biasa yang berasal langsung dari Allah SWT untuk kepentingan kekhalifahanNya yang ada di muka bumi ini. Lalu sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga khalifah-Nya sudahkah kita berusaha semaksimal mungkin untuk mempelajari AlQuran kepada Allah SWT melalui para guru sehingga kita mampu membacanya, mampu memahaminya mulai dari yang tersurat, yang tersirat dan yang tersembunyi, yang dilanjutkan dengan melaksanakan apa apa yang telah dipelajari dan dipahaminya menjadi sebuah ibadah bagi kepentingan diri dan juga bagi kemaslahatan orang banyak!

 

Dan alangkah ruginya diri kita yang menyatakan bahwa AlQuran adalah kebutuhan diri namun segala apa apa yang terdapat di dalam AlQuran tetap terpelihara dengan rapi di dalam AlQuran itu sendiri dikarenakan kita tidak mampu memperoleh dan mendapatkan makna yang terdalam yang berasal dari dalam AlQuran, selain hanya memperoleh pahala dari membaca AlQuran.

 

Akhirnya, jangan sampai diri kita hanya mampu menjadi seorang pengagum dan juga menjadi seorang komentator atas kebesaran dan kehebatan AlQuran tanpa pernah merasakan rasa dari kebesaran dan kehebatan AlQuran serta tanpa pernah merasakan rasa dari kemukjizatan AlQuran yang telah diperuntukkan oleh Allah SWT untuk umat manusia.

 

Untuk itu, setelah AlQuran diturunkan oleh Allah SWT kepada diri kita, maka AlQuran jangan dijadikan buku bacaan yang sekedar hanya dibaca saja. AlQuran harus diimani, harus  dipelajari, harus dipahami, harus diamalkan, harus dihafalkan, harus didakwahkan, jangan ditambah, jangan dikurangi, harus disebarluaskan, dan harus dijadikan akhlak bagi diri kita sehingga tampillah diri kita seperti AlQuran yang berjalan. Yang mana hal ini hanya bisa raih melalui sebuah komitmen dalam sebuah kedisipilinan yang kuat dalam diri kita untuk menjadikan AlQuran sebagai buku pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan penghambaan dan juga pelaksanaan kekhalifahan yang kita laksanakan. Semoga hal ini menjadi kenyataan bagi diri kita, bagi keluarga kita, anak dan keturunan kita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar