Sebagaimana telah
kita imani bahwa Allah SWT adalah pencipta dan juga pemilik dari langit dan
bumi beserta isinya. Allah SWT juga pencipta dan juga pemilik dari konsep
penghambaan dan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Sehingga segala
ketentuan, segala hukum, segala undang-undang yang berlaku di langit dan di
bumi serta yang berlaku pada konsep penghambaan dan kekhalifahan yang ada di
muka bumi adalah ketentuan, hukum, undang-undang Allah SWT. Lalu siapakah diri
kita saat ini? Diri kita saat ini kita bukanlah siapa-siapa, kita ada karena
diadakan Allah SWT sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi
untuk menjalankan segala perintah dan larangan dari Allah SWT.
Lalu sedang apakah
kita di langit dan di bumi Allah SWT ini? Jika saat ini kita masih hidup
berarti sedang terjadi tarik menarik kepentingan antara jasmani sang pembawa
nilai nilai keburukan dengan ruh sang pembawa nilai nilai kebaikan. Jika
jasmani yang menang maka jiwa kita masuk dalam kategori jiwa fujur, sedangkan
jika ruh yang menang maka jiwa kita masuk dalam kategori jiwa taqwa.
Selanjutnya punya apakah kita di langit dan di bumi Allah SWT ini? Di langit dan di bumi Allah SWT ini saat ini kita menumpang, saat ini kita sedang menjadi tamu dan kita ini juga miskin, kita ini tidak memiliki apa-apa, kita ini hina. Dan jika ini adalah kondisi dasar diri kita di langit dan di bumi Allah SWT, lalu sebagai orang yang menumpang, atau sebagai tamu di langit dan di bumi, apa yang harus kita lakukan? Jika kita ingin diberi predikat sebagai orang yang menumpang yang tahu diri, atau mau menjadi tamu yang tahu diri, yang tahu adab dan sopan santun di langit dan di bumi yang tidak pernah kita ciptakan, maka kita harus menghormati Allah SWT selaku tuan rumah, sehingga
kita tidak bisa
seenaknya saja di langit dan di bumi Allah SWT. Kita harus mentaati dan juga
harus melaksanakan segala ketentuan, segala hukum dan segala undang-undang yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Saat ini diri kita
sudah ada di langit dan di bumi Allah SWT dalam rangka menjadi abd’ (hamba)-Nya
yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi, lalu yang manakah diri kita, apakah
yang tahu diri, apakah yang mau menghormati Allah SWT, apakah yang mau mematuhi
ketentuan, hukum dan undang-undang Allah SWT atau apakah yang tidak tahu diri,
sudahlah menumpang lalu Allah SWT kita lawan? Hal yang harus kita ketahui adalah pilihan yang kita pilih tentu ada
konsekuensinya. Jika kita mau menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus
khalifah-Nya yang mampu menyenangkan hati tuan rumah berarti kita akan
memperoleh sesuatu yang menyenangkan dari tuan rumah.
Namun jika kita
ingin menjadi abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang tidak tahu
diri, berarti bersiap-siaplah menerima ancaman, atau resiko yang harus kita
tanggung saat hidup di muka bumi ini dan juga di akhirat kelak. Allah SWT
selaku pencipta dan juga pemilik dari konsep penghambaan dan konsep
kekhalifahan di muka bumi, tidak akan pernah menyianyiakan segala upaya diri
kita di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah
khalifah-Nya di muka bumi sehingga Allah SWT akan memberikan hikmah bagi setiap
orang yang mampu beriman kepadaNya.
Hal yang pertama
yang siap diberikan oleh Allah SWT adalah syurga sebagai kampung kebahagiaan.
Lalu seperti apakah kondisi dari kampung kebahagiaan itu? “Imam Al Ghazali” dalam
bukunya “Bahagia Senantiasa: Kimia Ruhani Untuk Kebahagiaan Abadi” telah
mengemukakan sebagaimana berikut ini: “Allah SWT berfirman, “Wahai manusia,
bagaimana engkau mencintai dunia yang fana dan kehidupan yang sementara,
padahal bagi mereka yang taat ada syurga? Mereka bisa masuk dari pintunya yang
berjumlah delapan. Pada setiap syurga ada tujuh puluh ribu taman. Pada setiap
taman ada tujuh puluh ribu istana yaqut. Pada setiap istana terdapat tujuh
puluh ribu tempat tinggal dari zamrud. Pada setiap tempat tinggal ada tujuh
puluh ribu rumah dari emas merah. Pada setiap rumah ada tujuh puluh ribu balai
dari perak putih. Pada setiap balai ada tujuh puluh ribu meja makan. Di atas meja
makan terdapat tujuh puluh ribu piring permata. Pada setiap piring terdapat
tujuh puluh ribu aneka makanan. Di sekitar masing masing balai terdapat tujuh
puluh ribu ranjang dari emas merah. Di atas setiap ranjang terdapat tujuh puluh
ribu selimut dari sutera dan permadani. Di sekitar ranjang ada tujuh puluh ribu
sungai dari air kehidupan, susu, madu, dan khamar. Di tengah tengah sungai
terdapat tujuh puluh ribu aneka buah.
Pada setiap rumah terdapat tujuh puluh ribu
kemah dari pohon kayu kecil, Di atas setiap ranjang ada bidadari bidadari yang
di hadapannya ada tujuh puluh ribu pelayan muda bagaikan kuningnya telur yang
tersimpan. Di atas setiap istana ada tujuh puluh ribu kubah. Pada setiap kubah
ada tujuh puluh ribu hadiah dari Tuhan yang tak pernah dilihat oleh mata, tak
pernah di dengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati manusia. “dan
buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka
inginkan. dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. sebagai
Balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. (surat Al Waaqiah (56) ayat 20,
21, 22, 23, 24). Mereka tidak
mati dan tidak pernah tua. Mereka tidak sedih, tidak puasa, tidak shalat, tidak
sakit, tidak pernah kencing, serta tidak pernah buang air besar. “mereka
tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan
daripadanya” (surat Al Hijr (15) ayat 48). Siapa yang menginginkannya,
mengingat kemurahan-Ku, bertetangga dengan-Ku, serta nikmat-Ku, maka
mendekatlah kepada-Ku secara tulus seraya meremehkan dunia dan merasa cukup
dengan yang sedikit.” Setelah membaca
dan merenungi kondisi dan keadaan syurga yang kami kemukakan diatas,
bertanyalah kepada diri sendiri, sudahkah kita mempersiapkan diri untuk
memperoleh tiket masuknya saat kita hidup di dunia ini.
Selain syurga,
masih ada hikmah lainnya yang juga siap diberikan oleh Allah SWT kepada umat-Nya,
yaitu:
A. ADANYA KEBERPIHAKAN ALLAH SWT KEPADA ORANG YANG BERIMAN
(MUKMIN)
Adanya keberpihakan Allah SWT kepada orang beriman (mukmin) menunjukkan
bahwa Allah SWT berkehendak kepada diri kita agar diri kita mampu melaksanakan
tugas sebagai abd’ (hamba)Nya yang juga khalifahNya di muka bumi yang sekaligus
menjadi makhluk yang terhormat, sehingga mampu pulang ke tempat yang terhormat
dengan cara yang terhormat untuk bertemu dengan Dzat Yang Maha Terhormat, dalam
suasana yang saling hormat menghormati. Dan selanjutnya untuk mempertegas
keberpihakan Allah SWT kepada orang beriman (mukmin) berikut ini akan kami
kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan Allah SWT kepada orang mukmin yang
terdapat di dalam AlQuran maupun yang ada di dalam hadits, yaitu:
1. Adanya Keberpihakan
Allah SWT kepada orang Beriman (Mukmin) Berdasarkan AlQuran. Berikut ini akan kami kemukakan 8 (delapan) bentuk dari keberpihakan
Allah SWT kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini tanpa
terkecuali, yang kesemuanya sudah dikemukakan oleh Allah SWT di dalam AlQuran,
yaitu:
a. Dilindungi dari
penipuan dan pengkhianatan. Allah SWT akan
selalu memberikan perlindungan kepada setiap orang mukmin dari segala bentuk
penipuan, dari segala bentuk pengkhianatan serta orang mukmin akan selalu
dibimbing oleh Allah SWT untuk selalu condong di dalam perdamaian, sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8)
ayat 61-62 berikut ini: “dan jika mereka condong
kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.dan jika mereka
bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu).
Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin.”
b. Allah SWT menjadi wali atau pelindung. Allah SWT akan menjadi wali atau pelindung bagi setiap orang yang mukmin,
atau Allah SWT akan menjadi pelindung dan penjaga bagi setiap orang beriman dan
beramal shaleh, tanpa terkecuali. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran
(3) ayat 68 berikut ini: “Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang
yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman
(kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman.
c. Hatinya diteguhkan dengan Iman dan diberikan ketenangan. Allah SWT menurunkan ketenangan bathin kepada setiap orang mukmin serta
hatinya diteguhkan, atau ditambahkan keimanan yang ada di dalam diri.
Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Fath (48) ayat 4 berikut ini: Dia-lah yang telah menurunkan
ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di
samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
[1394]
Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan
Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang,
angin taufan dan sebagainya,
Sedangkan bagi orang kafir, atau bagi orang yang tiak mau beriman, akan
ditanamkan dalam hati mereka yaitu sifat kesombongan jahiliyah, sehingga hidup
yang dijalaninya tidak pernah merasakan adanya kedamaian. Sebagaimana
dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati
mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan
ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan
kepada mereka kalimat-takwa[1404] dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa
itu dan patut memilikinya. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(surat Al Fath (48) ayat 26)
[1404]
Kalimat takwa ialah kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah.
d. Diselamatkan dari anak durhaka. Allah SWT akan menyelamatkan diri kita dari anak durhaka, atau anak yang
tidak mau berbakti kepada diri kita selaku orang tua, sepanjang diri kita masuk
dalam kategori orang mukmin, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Kahfi (18) ayat 80-81berikut ini: “dan Adapun anak muda itu,
Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan
mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. dan Kami
menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang
lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada
ibu bapaknya).” Adanya kondisi di atas ini, menunjukkan kepada diri
kita jika kita mampu menjadi orang mukmin maka modal awal untuk mencipatakan
keluarga sakinah sudah kita miliki.
e. Dikurniai, disucikan dan diajar oleh Allah SWT. Allah SWT akan memberikan karunianya kepada diri kita, sepanjang diri
kita beriman dan beramal shaleh, yang dilanjutkan Allah SWT juga akan
membersihkan jiwa kita serta mengajarkan diri kita Al kitab dan Al hikmah.
Sebagaimana dikemukakan dalam surat Ali Imran (3) ayat 164) berikut ini: “sungguh Allah telah memberi
karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka
seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
f. Ditinggikan
derajatnya.
Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang
beriman dan beramal shaleh serta memberikan rezeki dan nikmat yang mulia,
sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anfaal (8) ayat 4 berikut ini: “Itulah orang-orang yang
beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
g. Dibantu oleh tentara Allah SWT. Allah SWT akan menolong orang beriman dan beramal shaleh melalui bala
tentara-Nya yang tidak dapat kita lihat dengan mata sehingga memudahkan diri
kita melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi, sebagaimana dikemukakan
dalam surat At Taubah (9) ayat 26 berikut ini: “kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada
RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara
yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang
yang kafir, dan Demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
h. Disayang Allah SWT. Allah SWT akan memberikan kasih sayang-Nya kepada setiap orang yang
beriman dan beramal shaleh, sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Ahzab (33)
ayat 43 berikut ini: “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
(yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
Itulah delapan bentuk dari keberpihakan Allah SWT kepada orang mukmin, termasuk
keberpihakan kepada diri kita, sepanjang diri kita masuk kriteria sebagai orang
mukmin, yang kesemuanya telah dikemukakan oleh Allah SWT di dalam AlQuran, yang tidak lain adalah Kalam Allah
SWT itu sendiri. Selanjutnya sudahkah kita merasa haqqul yaqin dengan
keberpihakan Allah SWT yang telah kami kemukakan di atas ini? Semua terpulang
kepada diri kita masing-masing untuk menyikapi dengan baik hal-hal yang telah
dikemukakan oleh Allah SWT.
2. Adanya Keberpihakan
Allah SWT kepada orang yang beriman (mukmin) Berdasarkan ketentuan Hadits. Berikut ini akan kami kemukakan bentuk-bentuk dari keberpihakan Allah SWT
kepada setiap orang mukmin yang ada di muka bumi ini, yang terdapat di dalam
hadits, yaitu:
a. Allah SWT menunjukkan sikap-Nya kepada orang yang beriman yang mau
mendekat kepada-Nya. Apa maksudnya? Jika diri kita mendekat kepada Allah SWT
sejengkal, maka Allah SWT mendekati diri kita sehasta dan jika kita mendekat kepada Allah SWT sehasta, maka Allah
SWT mendekat kepada kita sedepa, dan
jika diri kita datang kepada Allah SWT
berjalan, maka Allah SWT mendekat kepada diri kita secara berlari. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut ini: “Anas dan Abuhurairah ra,
keduanya berkata: Nabi SAW bersaba: Allah ta’ala berfirman: Jika seorang hamba
mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta dan jika ia
mendekat kepada-Ku sehasta. Aku mendekat padanya sedepa, dan jika ia dating
kepada-Ku berjalan. Aku akan datang kepadanya berlari (Hadits Qudsi Riwayat
Bukhari, Athabarani meriwayatkan dari Salman ra, 272:12)
b. Salah satu bentuk keberpihakan Allah SWT kepada manusia adalah dengan
memberikan penilaian lebih tinggi kepada kebaikan yang kita perbuat
dibandingkan dengan keburukan, atau kejahatan yang kita buat, sebagaimana
hadits berikut ini: “Abuhurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman:
Apabila hamba-Ku merencanakan melakukan suatu amal kebajikan, kemudian tidak
jadi dilakukannya, maka tetap Aku mencatat baginya suatu kebajikan, tetapi bila
ia melaksanakannya, maka tetap Aku mencatat amalnya itu sepuluh kebajikan
sampai berganda tujuh ratus. Dan apabila ia merencanakan untuk melakukan suatu
kejahatan lalu tidak jadi dilaksanakannya, maka tidaklah Aku catat baginya,
tetapi ia tetap melaksanakannya Aku catat baginya sebagai kejahatan. (Hadits
Qudsi Riwayat Bukhari dan Muslim,
Attirmidzi dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah ra, 272:21). Hal ini terlihat dari besaran catatan amal yang diperbuat oleh diri kita,
jika kita berbuat kebaikan, maka Allah SWT memberikan pahala sepuluh kebajikan
sampai dengan tujuh ratus kebajikan. Sedangkan apabila diri kita berbuat
kejahatan hanya dicatat satu kejahatan. Tidak cukup dengan itu semua, Allah SWT
juga memberikan penilaian kebajikan walaupun kebaikan masih dalam niat untuk
dilaksanakan, sedangkan niat kejahatan baru dinilai jika kejahatan itu telah
dilakukan.
c. Allah SWT akan selalu menyertai diri kita sepanjang diri kita
mempersangkakan Allah SWT bersama diri kita dan Allah SWT akan selalu menyertai
diri kita jika diri kita selalu berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana hadits
berikut ini: “Anas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Hai
hamba-Ku, Aku berada menurut pikiranmu tentang diri-Ku dan Aku menyertaimu bila
engkau berdoa kepada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat Al Hakiem, 272:118).”
d. Allah SWT akan memberikan pengampunan kepada diri kita walaupun dosa yang
kita perbuat tidak dapat ditampung oleh seluruh wadah yang ada di muka bumi,
sepanjang diri kita tidak menyekutukan Allah SWT, sebagaimana hadits berikut
ini: “Abu
Dardaa ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Andaikan
hamba-Ku menghadap Aku dengan dosa-dosa sepenuh wadah-wadah yang ada di bumi,
namun ia tidak bersyirik menyekutukan sesuatu kepada-Ku, akan kuhadapinya
dengan pengampunan sepenuh wadah-wadah itu. (Hadits Qudsi Riwayat Aththabarani,
272:127).”
e. Allah SWT menyatakan perang kepada siapapun juga yang telah menghina Wali
Allah SWT, atau yang menghina Kekasih Allah SWT, sebagaimana hadits berikut
ini: “Abu
Hurairah ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Siapa yang
menghina wali-Ku (kekasih-Ku) berarti menyatakan perang kepada-Ku. Dan Aku
tidak ragu dalam segala perbuatan-Ku seperti raga-Ku untuk mencabut ruh
hamba-Ku yang mukmin. Ia tidak suka mati dan AKu tidak suka menganggunya, tetapi
tidak boleh tidak ia harus mati. (Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, 272:138)
f. Allah SWT akan selalu mengingat
diri kita sepanjang diri kita mau mengingat Allah SWT, sebagaimana hadits
berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman:
Wahai anak Adam, apabila engkau ingat kepada-Ku di dalam keadaan menyendiri
akan Ku-ingat kepadamu demikian pula dan bila engkau ingat kepada-Ku di dalam
himpunan orang banyak Aku akan ingat kepadamu
di dalam suatu himpunan yang lebih baik dari himpunan itu. (Hadits Qudsi
Riwayat Asysyairazi, 272:175)
g. Allah SWT akan memberikan pengampunan kepada anak dan keturunan Nabi Adam
as, sepanjang mereka meminta ampun kepada Allah SWT, sebagaimana hadits berikut
ini: “Abu Said
ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis kepada
Tuhannya: Demi keagungan dan kebesaran-Mu, akan aku sesatkan selalu anak-anak
Adam selama ruh dikandung badan mereka. Lalu Allah berfirman kepadanya: Demi
keagungan dan kebesaran-Ku akan Aku ampuni mereka selama mereka beristighfar
minta ampun pada-Ku. (Hadits Qudsi Riwayat
Abu Nua’im, 272:261)
Berdasarkan apa-apa yang telah kami kemukakan di atas baik yang ada di
dalam AlQuran dan juga hadits, menunjukkan kepada diri kita semua bahwa setiap
manusia yang masuk kriteria orang mukmin sudah diberikan modal dasar yang
begitu hebat oleh Allah SWT dalam rangka memudahkan dan melancarkan serta
mensukseskan diri kita di dalam melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)Nya yang
juga khalifahNya di muka bumi yang sekaligus makhluk yang terhornat.
Sekarang apa yang terjadi setelah diri kita hidup di muka bumi, atau apa yang terjadi setelah di dalam diri
kita terjadi pertarungan antara jasmani dengan ruh, apakah sesuai dengan
keberpihakan Allah SWT ataukah sesuai dengan kehendak syaitan? Berikut ini akan
kami kemukakan kondisi dan keadaan yang sering terjadi pada saat ini, yaitu :
a. Kita malah memperturutkan ahwa (hawa nafsu) yang
didukung oleh syaitan sehingga jiwa kita menjadi jiwa fujur, padahal aslinya
jiwa kita adalah jiwa taqwa.
b. Kita malah menjadi pecundang, sedangkan syaitan
malah menjadi pemenang di dalam permainan kekhalifahan di muka bumi ini.
c. Kita malah mau diajak oleh syaitan untuk pulang
kampung ke neraka Jahannam, padahal kampung asli diri kita adalah syurga.
d. Kita malah menjadikan diri sendiri sebagai orang
yang merugi karena selalu mengkotori jiwa kita sendiri (menjadikan jiwa kita
masuk dalam kategori jiwa fujur), padahal aslinya jiwa kita adalah jiwa yang
bersih (masuk dalam kelompok jiwa taqwa).
e. Kita malah bertuhankan kepada selain Allah SWT dan tidak mau mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, padahal
kita telah melaksanakan syahadat dengan mengatakan bahwa “Tiada Tuhan selain
Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW itu utusan Allah SWT”.
f. Kita malah menjadikan diri sendiri terhormat
dihadapan syaitan sanglaknatullah, ketimbang menjadi makhluk yang terhormat
dihadapan Allah Dzat Yang Maha Terhormat.
g. Kita malah lebih suka membeli tiket masuk ke neraka
Jahannam ketimbang membeli tiket masuk ke syurga. Padahal tiket masuk ke syurga
lebih murah dibandingkan dengan tiket masuk ke neraka.
h. Kita hanya mampu menjadikan diri ini hanya sebagai
penonton, hanya sebagai pengagum, hanya sebagai komentator atas kebesaran dan
kemahaan Allah SWT. Padahal kebesaran dan kemahaan dari Allah SWT bukan untuk
ditonton, bukan untuk dikagumi, apalagi untuk dikomentari, tetapi untuk kita
rasakan secara langsung melalui kenikmatan bertuhankan Allah SWT melalui iman
yang kita miliki.
i. Kita lebih suka membuat jarak dengan Allah SWT
karena kita salah persepsi, karena kita salah meyakini keberadaan Allah SWT,
padahal Allah SWT sendiri sudah tidak berjarak lagi dengan diri kita.
j. Kita hanya mampu melaksanakan perintah Allah SWT
sebatas ritual dan rutinitas belaka, namun kita tidak mampu memperoleh apa yang
terdapat dibalik makna hakiki dari setiap perintah yang telah diperintahkan
Allah SWT.
k. Kita lebih suka mendapatkan pahala, atau sibuk
mengejar pahala dibandingkan merasakan nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT.
Sehingga yang ada pada diri kita sibuk dengan tata cara melakukan ibadah, namun
lupa akan hakekat dari ibadah yang tidak melanggar syariat yang berlaku.
Jika syaitan pulang kampung ke api, karena kampung halamannya memang
disana, sehingga hal ini tidak menjadi persoalan bagi syaitan untuk pulang
kampung ke neraka Jahannam, karena api akan kembali ke api. Akan tetapi justru
kita yang kampung aslinya adalah syurga justru mau dihasut, mau diajak untuk
pulang kampung oleh syaitan ke neraka Jahannam dengan menukar syurga dengan neraka.
Jadi siapakah yang bodoh, jadi siapakah yang tidak tahu diri, jadi
siapakah yang lebih hebat, manusiakah ataukah syaitankah, yang pintar membodohi
diri kita, yang pintar mengakali diri kita, sehingga kita mau dengan sukarela
menjual tiket masuk ke syurga untuk membeli tiket masuk ke neraka Jahannam saat
hidup di dunia ini? Untuk itu jangan pernah sekalipun untuk menyalahkan,
apalagi menyudutkan Allah SWT yang telah begitu memihak kepada diri kita. Namun
karena kebodohan, karena ketidakpercayaan, karena ketidakyakinan diri kita
sendiri kepada Allah SWT, maka syaitan sanglaknatullah mampu menggoda, mampu
merayu diri kita sehingga kita menjadi tetangga syaitan di neraka Jahannam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar