Dan jika
saat ini kita masih hidup, berarti sekarang kita sudah menerima AlQuran yang
berasal dari wahyu Allah SWT dalam keadaan tertulis. Lalu, sudahkah kita
mengetahui apa itu AlQuran yang sesungguhnya, apakah hanya sekedar wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril as, ataukah
lebih dari sekedar wahyu?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, mari kita bercermin dengan kejadian yang kita alami
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu katakan kita membeli sebuah handphone merek
“BRB”, lalu di handphone tersebut disertakan sebuah buku manual. Timbul
pertanyaan, apakah buku manual itu? Buku
manual yang dibuat oleh pabrikan handphone memiliki makna multi dimensi. Buku
manual bisa bermakna sebagai petunjuk dan pedoman penggunaan handphone yang
sesuai dengan kualifikasi pabrikan. Buku manual juga bisa bermakna sebagai
sarana untuk menunjukkan pabrikan sebagai ahlinya handphone serta bagaimana
memperoleh after sales service jika handphone mengalami gangguan. Buku manual
juga bisa bermakna sebagai sarana untuk memperkenalkan pabrikan kepada
konsumen, dan Buku Manual juga bisa bermakna sebagai sarana untuk menunjukkan
kepada dunia bahwa inilah aku produsen handphone merek “BRB”.
Lalu
bisakah buku manual dipisahkan dengan keberadaan handphone merek “BRB”?
Berdasarkan keterangan di atas ini, buku manual suatu produk merupakan bagian
yang tidak terpisahkan antara produsen, produk yang dihasilkan dan juga dengan
konsumen selaku pemakai dan pengguna suatu produk.
Lalu,
bagaimana dengan AlQuran dalam konteks buku manual penghambaan kepada Allah SWT
dan juga pelaksanaan kekhalifahan di muka bumi? Hal yang samapun berlaku kepada
AlQuran, dimana AlQuran juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
Allah SWT dan juga dengan rencana besar penghambaan kepada Allah dan juga
pelaksanaan kekhalifahan yang ada di muka bumi
ini, sehingga antara Allah SWT dengan hamba-Nya dan juga dengan
khalifah-Nya dan juga dengan AlQuran yang diturunkan merupakan bagian yang tidak
bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dan
dengan adanya AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi maka
Allah SWT telah menunjukkan adanya pedoman yang baku untuk menjadi hamba-Nya
dan juga menjadi khalifah yang sesuai dengan kehendak-Nya dan bagaimana cara
untuk memperoleh pertolongan Allah SWT melalui cara cara yang dikehendaki oleh
Allah SWT. Sehingga setiap hambaNya
dan khalifahNya yang ada di muka bumi
ini pada prinsipnya tidak bisa melepaskan diri dari ketentuan yang ada di dalam
AlQuran dan juga dengan Allah SWT, terkecuali jika kita sendiri yang melepaskan
diri tidak mau berpedoman kepada AlQuran.
Sekarang
AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT sudah ada dihadapan diri kita dan
jika kita merasa terikat dengan segala ketentuan AlQuran sudahkah kita mengimani
hal ini? Lalu sudahkah kita mempelajarinya, lalu merenungi dan memahaminya,
yang dilanjutkan dengan mengamalkan, menghafalkan dan menyebarluaskannya serta
menjadikan diri kita menjadi AlQuran berjalan? Jika kita adalah abd’ (hamba) dan yang juga khalifah Allah SWT di muka
bumi maka kita tidak bisa hanya sebatas membaca AlQuran semata karena
keterikatan diri kita dengan Allah SWT dan juga dengan dijadikannya diri kita
menjadi hambaNya dan menjadi khalifahNya tidak selesai dengan mampunya diri
kita membaca AlQuran yang sesuai dengan
tartil dan tajwid yang baik dan benar.
Namun
masih ada lagi yang harus kita pahami tentang AlQuran, seperti sudahkah kita
memahami apa itu AlQuran yang sesungguhnya, seperti apakah isi dan kandungan
AlQuran yang masuk dalam kategori ayat ayat kauniyah dan juga ayat ayat
kauliyah itu, untuk apakah AlQuran itu diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi,
lalu apa yang harus kita perbuat dengan diturunkannya AlQuran dan apa resiko
jika kita tidak mengakuinya dan apa tantangan bagi orang yang tidak mau
mengakui AlQuan sebagai buku manual serta apa hikmah yang dapat kita peroleh
melalui turunnya AlQuran ke muka bumi ini.
Sekarang
mari kita bahas salah satu dari hal di atas ini yaitu tentang apa itu AlQuran
yang sesungguhnya, apakah sekedar wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT ataukah
adakah hal lain yang menunjukkan bahwa AlQuran itu sangat luar biasa, sehingga
mencerminkan Allah SWT selaku narasumber utama yang sangat luar biasa pula. Dan
inilah AlQuran yang sangat luar biasa itu:
A. ALQURAN
ADALAH AUTOBIOGRAFI ALLAH SWT.
AlQuran adalah Autobiografi Allah SWT. AlQuran
dikatakan sebagai autobiografi Allah SWT dikarenakan isi dan kandungan AlQuran
itu sendiri tidak lain adalah penjabaran, pemaparan, pengungkapan dari kemahaan
serta kebesaran Dzat Allah SWT, kemahaan Sifat Allah SWT dan kemahaan Asma Allah
SWT yang temaktub dalam nama namaNya yang indah lagi baik (asmaul husna).
Selain
daripada itu melalui AlQuran yang diturunkannya
Allah SWT sendirilah yang memperkenalkan NamaNya dan juga menunjukkan
keberadaanNya kepada umat manusia selain melalui ciptaanNya, melalui tanda
tanda kebesaran dan kemahaanNya sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan
ciptaanNya dan juga dengan tanda tanda keberasan dan kemahaanNya. Akhirnya melalui isi dan kandungan AlQuran akan
tercermin kehendak (iradat) Allah, kemampuan (qudrat) Allah dan ilmu Allah SWT
yang sangat luar bisa kemahaannya.
Untuk itu perhatikanlah dengan seksama isi dan
kandungan AlQuran, yang mana di dalam isi dan kandungan AlQuran itu, kita akan
menemukan serta akan mengetahui hal-hal sebagai berikut tentang Allah SWT,
yaitu:
1.
Apa itu Allah SWT. Apa itu Allah SWT? Jawaban dari pertanyaan ini ada
pada surat Thaahaa (20) ayat 14 berikut ini: “Sesungguhnya aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat aku.” Allah SWT adalah Dzat yang menamakan dirinya sendiri Allah SWT dimana
Allah SWT menerangkan diri-Nya sendiri dengan mengatakan bahwa Aku adalah Allah
SWT, tidak ada tuhan yang hak selain Aku.
Dan dengan adanya pernyataan Allah
SWT tentang Allah SWT itu sendiri, terlihat dengan jelas bahwa yang menamakan
diri Allah bukanlah siapa-siapa, akan tetapi Allah itu sendirilah yang
menamakan dirinya Allah. Sehingga dengan adanya pernyataan yang berasal dari
Allah SWT itu sendiri melalui AlQuran maka kita akan tahu dan mengerti apa dan
siapa itu Allah SWT yang sesungguhnya.
Adanya kondisi ini maka kita yang sedang menumpang di langit dan di bumi Allah
SWT, maka kita tidak diperkenankan untuk merubah, menambah, atau mengurangi
apalagi mengganti nama Allah SWT dengan sesuatu nama apapun juga, terkecuali
jika kita mau menjadi manusia yang tidak tahu diri sudahlah menumpang masih
pula melawan “Tuan Rumah”. Betapa tidak tahu dirinya kita!
2.
Inilah Allah
SWT. Untuk memudahkan kita memahami tentang Inilah
Allah SWT yang sesungguhnya. Kami akan mempergunakan 3(tiga) buah pendekatan
yang terdiri dari pendekatan atas DzatNya; pendekatan atas Sifat SalbiyahNya
dan Sifat Ma’aniNya dan melalui
pendekatan Af’al (Perbuatan) Allah SWT yang termaktub dalam nama namaNya yang
indah lagi baik (asmaul husna). Untuk itu perkenankan kami untuk mempergunakan
istilah 1.6.7.99. Sekarang apa yang
dimaksud dengan istilah 1.6.7.99 ? Adapun istilah dari 1.6.7.99 dapat kami
artikan sebagai berikut :
a.
Angka 1(satu) melambangkan Allah SWT yang tidak lain adalah Dzat yang
menamakan dirinya sendiri Allah SWT, dimana
Allah SWT adalah yang pertama kali ada dan akan ada sampai kapanpun juga
sehingga yang lain ada karena adanya Allah SWT, atau dengan kata lain Allah SWT
mustahil tidak ada.
b.
Angka 6 (enam) melambangkan Sifat Salbiyah yang dimiliki Allah SWT,
yaitu sifat yang hanya dimiliki oleh Allah SWT semata, yang terdiri dari sifat
Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu
Binafsih, sifat Wahdaniah.
c.
Angka 7 (tujuh) melambangkan Sifat Ma’ani dari Allah SWT yang terdiri
dari sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat
Ilmu, sifat Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat.
d.
Angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) melambangkan perbuatan (af’al) Allah
SWT yang mencerminkan nama nama yang indah lagi baik dari Allah SWT (atau
disebut juga dengan Asmaul Husna).
Hal yang harus kita perhatikan adalah ketentuan 1.6.7.99 bukanlah
ketentuan yang berdiri sendiri sendiri, melainkan ketentuan yang saling kait
mengkait satu dengan yang lainnya sehingga tidak bisa dipisahkan oleh sebab
apapun juga, dimana pendekatan Dzat tidak bisa dilepaskan dengan pendekatan
sifat salbiyah dan sifat ma’ani serta dengan af’al (perbuatan) Allah yang
termaktub dalam nama namaNya yang indah lagi baik. Sehingga konsep
1.6.7.99 merupakan konsep yang bermakna syahadat atau konsep
pernyataan sikap yang berbunyi: “Tidak
ada Tuhan yang 1 (satu) melainkan Allah, yang memiliki sifat Salbiyah yang 6 (enam),
yang memiliki sifat Ma’ani yang 7 (tujuh) dan yang memiliki af’al (perbuatan) yang
termaktub dalam 99 (sembilan puluh sembilan) nama namaNya yang indah lagi baik (asmaul
husna) dan itulah Allah SWT.”
Adanya AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT maka setiap manusia
memiliki informasi, ilmu dan pengetahuan
tentang Allah SWT dari tangan pertama, dalam hal ini dari Allah SWT itu
sendiri melalui AlQuran yang diturunkanNya. Akhirnya melalui isi dan kandungan
AlQuran kita bisa mengetahui siapa itu Allah SWT dan harus bagaimana kita
bersikap kepada Allah SWT dan juga kita akan mengetahui pula ada hubungan apa
kita dengan Allah SWT. Lalu, kita juga akan mengetahui dengan baik dan benar
apa hak hak Allah SWT kepada diri kita dan apa kewajiban kita kepada Allah SWT
yang pada akhirnya terjalinlah hubungan yang baik dan benar antara diri kita
dengan Allah SWT melalui petunjuk AlQuran.
3.
Siapa itu Allah SWT. Jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat Ibrahim
(14) ayat 2 berikut ini: “Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit
dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang
sangat pedih.” didapat jawaban
siapa Allah SWT itu, Allah SWT adalah pemilik dari langit dan bumi yang sedang
kita tempati saat ini dan jika langit dan bumi dimiliki oleh Allah SWT berarti
kita adalah orang yang menumpang, atau tamu yang harus mematuhi segala
ketentuan, hukum, undang-undang dari Allah SWT selaku pemilik dari langit dan
bumi. Selain daripada itu, berdasarkan surat As Sajdah (32) ayat 4-5 berikut
ini: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas
'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan
tidak (pula) seorang pemberi syafa'at[1189]. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan? Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu
naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu[1190].”
[1188]
Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai
dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1189]
Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain
atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima
di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.
[1190]
Maksud urusan itu naik kepadanya ialah beritanya yang dibawa oleh malaikat.
ayat ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagunganNya.
Allah SWT adalah pencipta dari langit dan bumi
beserta segala isinya dan ini berarti hanya Allah SWT sajalah yang paling tahu,
yang paling paham, paling mengerti, yang memiliki ilmu atas segala apa-apa yang
telah diciptakannya sehingga Allah SWT sangat berkuasa disegala apapun juga.
Selain daripada itu, Allah SWT adalah pengatur segala apa-apa yang ada di
langit dan di bumi beserta segala isinya. Jika ini kondisi dasar Allah SWT lalu
sudahkah kita menyadarinya! Allah SWT berfirman: “Dialah Allah yang
tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia,
Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang
Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala
Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah yang
Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul
Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (surat Al Hasyr (59) ayat 22, 23, 24).
Berdasarkan ketentuan surat Al Hasyr (59) ayat 22,
23, 24 yang kami kemukakan di atas, kita akan mengetahui bahwa Allah SWT adalah
Dzat Yang Maha Pemurah, Yang Maha
Penyayang, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha
Menciptakan dan lain sebagainya. Adanya informasi dan ilmu pengetahuan Allah
SWT di atas, maka kita harus bisa menempatkan dan meletakkan Allah SWT sesuai
dengan Kemahaan dan Kebesaran Allah SWT itu sendiri sehingga kita tidak bisa
mensejajarkan diri dengan Allah SWT sampai dengan kapanpun juga.
4.
Seperti apakah Allah SWT atau bagaimana
itu Allah SWT. Sebahagian dari
jawaban dari pertanyaan ini ada pada surat Faathir (35) ayat 38 berikut ini: “Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di
langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati.” Sedangkan berdasarkan surat Al Qashash (28) ayat 88 berikut ini: “janganlah kamu sembah di samping (menyembah)
Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala
penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” Allah SWT dengan tegas menyatakan mengetahui segala
sesuatu baik yang tersembunyi maupun yang nyata di langit dan di bumi termasuk
mengetahui apa yang tersembunyi di dalam hati manusia. Selain daripada itu
Allah SWT juga menyatakan bahwa segala sesuatu pasti akan binasa, terkecuali
Allah SWT itu sendiri serta Allah SWT adalah penentu akhir dari kekhalifahan
yang ada di muka bumi ini sehingga Allah SWT lah yang akan menentukan siapa
yang berhak menempati neraka dan siapa yang berhak menempati syurga.
5.
Dimana Allah SWT. Jawaban dimana
Allah SWT berada ada pada surat Yunus (10) ayat 3 sebagaimana berikut
ini: “Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang
akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah
Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?.” Dimana Allah SWT menyatakan bahwa langit dan bumi
diciptakan dalam enam masa oleh Allah SWT lalu Allah SWT bersemayam di Arsy
untuk mengatur seluruh ciptaannya tanpa terkecuali. Lalu
Allah SWT berfirman dalam surat Qaaf (50) ayat 16 berikut ini: “dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya,”
Allah SWT juga menyatakan bahwa keberadaannya lebih
dekat daripada urat leher. Hal yang harus kita pahami dengan benar tentang
ketentuan di atas adalah yang bersemayam di Arsy adalah Dzat-Nya Allah SWT,
seperti halnya Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan tetap di Ibukota
Negara yaitu Jakarta, dalam hal ini Istana Negara. Sedangkan yang lebih dekat
dengan urat leher bukannya Dzat-Nya Allah SWT adalah kemahaan Allah SWT, kebesaran Allah SWT,
pengawasan Allah SWT, kekuasaan Allah SWT yang kesemuanya tidak bisa dipisahkan
dengan apa apa yang diciptakanNya oleh sebab apapun juga.
Allah SWT bukanlah sesuatu yang bersifat
ghaib hal ini dikarenakan apa apa yang diciptakan oleh Allah SWT dapat kita
lihat dengan kasat mata dan dapat didengar langsung lewat telinga serta dapat
kita rasakan melalui adanya tanda tanda kebesaran dan kemahaan Allah SWT
melalui hati dan perasaan. Dan juga
Allah SWT selalu berada dan bersama ciptaanNya dan Allah SWT tidak bisa
dipisahkan dengan tanda tandaNya melalui rasa keimanan yang ada dalam diri
kita.
Apa
yang kami kemukakan akan menjadi sesuatu yang mustahil terjadi jika ada suatu
ciptaan dan jika ada suatu tanda-tanda dari kebesaran dan kemahaan tanpa ada
yang menciptakan dan tanpa ada yang memberikan tanda tanda sebagai manifestasi
kemahaan dan kebesaran dari pemilik tanda-tanda.
Kenyataan yang terjadi saat ini adalah ciptaannya dapat kita lihat dengan mata,
tanda tanda kebesaran dan kemahaannya dapat kita lihat melalui mata hati.
Adanya hal ini menunjukkan kepada diri kita melalui keimanan bahwa Allah SWT
pasti ada dibalik ciptaannya dan Allah SWT pasti ada dibalik tanda tandanya
sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan kedua hal tersebut sampai
kapanpun juga.
Jika
di setiap ciptaan yang ada di langit dan di muka bumi ini berlaku ketentuan
seperti yang kami kemukakan di atas maka dapat dipastikan Allah SWT pasti
berada di mana saja karena Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang
telah diciptakanNya dan Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan apa apa yang
dimilikiNya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan dalam surat Al Baqarah
(2) ayat 115 berikut ini: “dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka
kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.”
Allah
SWT berada di manapun, ada di barat, ada di timur, ada di utara, ada di selatan
sehingga Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan segala apa yang diciptakan-Nya.
Jika sekarang Allah SWT berada di setiap apa apa
yang diciptakanNya lalu diposisi manakah Allah SWT pada diri kita? Sepanjang
manusia termasuk diri kita adalah ciptaan Allah SWT maka sepanjang itu pula
keberadaan Allah SWT tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan diri kita. Yang menjadi persoalan adalah diri kita
sendiri yang sering melepaskan diri dari Allah SWT dan jika sudah demikian berarti
kita sendiri pula yang memberikan kesempatan bagi syaitan melaksanakan aksinya
kepada diri kita.
Sekarang sudahkah kita mampu melihat, berjumpa dan
merasakan Allah SWT yang sudah berada di manapun kita berada? Semoga kita mampu
merasakan kehadiran Allah SWT melalui rasa keimanan yang ada di dalam dada
sehingga saat diri kita beribadah terasa nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT
selalu menyertai diri kita. Kondisi ini baru akan terjadi jika ibadah yang kita
lakukan bukanlah untuk melepaskan kewajiban semata dan juga bukan untuk mencari
pahala melainkan kita melaksanakan ibadah karena ibadah itu kebutuhan diri
kita, lalu dilanjutkan dengan berbuat kebaikan dari waktu ke waktu sebagai
wujud dari pelaksanaan ibadah.
6.
Ada Berapa Allah SWT. Jawabannya ada pada surat Al Anbiyaa (21) ayat
108 berikut ini: “Katakanlah:
"Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu
adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)."Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa hanya satu Allah
SWT sehingga tidak ada tuhan selain Allah SWT yang mampu menciptakan dan yang
mampu memiliki alam semesta ini termasuk di dalamnya yang mampu menciptakan
kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Jika Allah SWT sendiri yang telah
menyatakan hanya ada satu Allah SWT, lalu apakah kita yang sedang menumpang,
yang sedang merantau, yang sedang menjadi tamu di muka bumi ini justru berani
mengatakan ada tuhan lain selain Allah SWT. Jika ini sampai terjadi pada diri
kita memang sudah sepantasnya kita menjadi penghuni Neraka karena tidak tahu
diri.
7.
Allah SWT Berada Dimanapun Kita Berada. Allah SWT menyatakan selalu berada di manapun diri
kita berada, atau sepanjang diri kita masih bernaung dan menjadi tamu di langit
dan di bumi yang diciptakan dan yang dimiliki Allah SWT maka pasti Allah SWT
akan selalu bersama diri kita dimanapun kita berada. Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam surat Al Hadiid (57) ayat 4 berikut ini, “Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas
´arsy[1453] Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454].
dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.
[1453] Bersemayam di atas 'Arsy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[1454] Yang dimaksud dengan yang naik kepada-Nya
antara lain amal-amal dan do´a-do´a hamba.
Hal yang harus kita ingat adalah yang bersama dengan
diri kita adalah bukanlah Dzat Allah SWT, akan tetapi yang selalu bersama diri
kita adalah sifat Ma’ani Allah SWT yang tujuh dan Asmaul Husna yang berjumlah
sembilan puluh sembilan. Adanya kondisi ini berarti dimanapun kita berada,
dalam kondisi apapun kita, kita dapat berkomunikasi dengan Allah SWT, kita
dapat meminta pertolongan kepada Allah SWT, kita dapat meminta petunjuk kepada
Allah SWT, dengan catatan sepanjang diri kita mau dan mampu menempatkan Allah
SWT adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, atau sepanjang diri kita
mau melaksanakan Diinul Islam yang secara menyeluruh (kaffah) serta menempatkan
Allah SWT dekat dengan diri kita, sebagaiman hadits berikut ini: “Tsauban ra,
berkata: Nabi SAW bersabda: Nabi Musa berdoa: Ya Rabbi, Dekatkah Engkau untuk
saya bercakap-cakap atau jauhkah untuk saya panggil? Saya merasakan dan
mendengarkan suara-Mu yang merdu, namun tidak bisa melihat-Mu, dimanakah
Engkau? Allah berfirman: “Aku berada di belakangmu, di depanmu, di sebelah
kananmu, dan di sebelah kirimu”. Wahai Musa, Aku teman hamba-Ku di waktu ia
menyebut nama-Ku dan Aku bersama dia bila dia berdoa kepada-Ku”. (Hadits Qudsi
Riwayat Addailami; 272:254).”
Dan jika kita termasuk orang yang telah Tahu Diri,
yaitu Tahu siapa diri kita yang sebenarnya dan Tahu siapa Allah SWT yang sesungguhnya,
maka sudah sepatutnya diri kita meminta pertolongan dan meminta petunjuk kepada
Allah SWT semata. Sekarang tergantung diri kita apakah yang sudah dekat dan
bersama diri kita ini kita jadikan berjarak. Ingat, Allah SWT ada di belakang
kita, Allah SWT ada di depan kita, Allah SWT ada di atas diri kita dan juga
Allah SWT ada dihadapan kita, Allah SWT ada di sebelah kanan kita, serta Allah
SWT ada di sebelah kiri kita. Adanya kondisi ini berarti kita semua sudah
berada di dalam kekuasaan Allah SWT, kita semua sudah berada di dalam
pengawasan Allah SWT, atau kita semua sudah berada bersama Allah SWT sehingga
kita tidak bisa melepaskan diri dari Allah SWT. Lalu mau kemana lagi kita mau
pergi?
Sebagai abd’ (hamba)Nya dan juga sebagai khalifahNya
yang sedang melaksanakan tugas di muka bumi, apakah kondisi Allah SWT yang
sudah bersama diri kita dimanapun kita berada, akan kita acuhkan begitu saja,
atau apakah segala fasilitas yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT untuk diri
kita kita sia-siakan berlalu, atau apakah segala kesempatan dari Allah SWT
berlalu begitu saja sehingga kita justru beralih meminta bantuan kepada syaitan
yang juga sudah dekat dengan diri kita, atau apakah memang kita tidak butuh
lagi dengan Allah SWT karena merasa sudah hebat?
8.
Allah SWT Mengetahui, Menyaksikan,
Memperhatikan Apapun Yang Ada Di langit Dan Yang Ada Di bumi. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam semesta
ini, pasti mengetahui apapun juga yang ada di langit dan yang ada di bumi
sepanjang semuanya diciptakan oleh Allah SWT. Jika ini kondisinya berarti Allah
SWT adalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Mengerti, Yang Maha Ahli dari apa-apa yang
diciptakannya, termasuk di dalamnya Yang Maha Ahli tentang diri kita, tentang
anak dan keturunan kita, tentang syaitan dan juga tentang ahwa (hawa nafsu),
tentang hewan, tentang tumbuhan dan lain sebagainya.
Hal ini sebagaimana
dikemukakan dalam firman-Nya: “Sesungguhnya
bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di
langit. (surat Ali Imran (3) ayat 5).” Selain itu Allah SWT juga berfirman dalam
surat Al An’am (6) ayat 59 berikut ini: “dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)." Dimana Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari
alam semesta ini telah menyatakan dengan tegas bahwa Allah SWT mampu
menyaksikan diri kita dimanapun diri kita berada.
Lalu kemanakah kita akan
bersembunyi, kemanakah kita akan lari? Untuk itu renungkanlah sekali lagi jika
kita ingin berbuat sesuatu hal yang berada di dalam koridor nilai-nilai
keburukan yang paling sesuai dengan kehendak syaitan sang laknatullah, karena
Allah SWT dapat dipastikan mampu menyaksikan apa yang kita lakukan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan dalam firman-Nya berikut ini: “tidakkah
kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan
di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau
lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah
mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (surat Al
Mujaadilah (58) ayat 7)
Inilah kondisi dasar dari Allah
SWT kepada seluruh apa yang diciptakan-Nya, untuk itu tempatkanlah sesuatu yang
tidak bisa dipisahkan dengan diri kita sebagaimana mestinya. Jangan sia-siakan
dekatnya Allah SWT kepada diri kita dengan berbuat keburukan dihadapan-Nya yang
mengakibatkan Allah SWT tidak menyukai sikap kita. Buatlah Allah SWT yang sudah
dekat dengan diri kita dengan perbuatan-perbuatan yang membuat Allah SWT bangga
dan senang dengan diri kita.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi, jangan sampai diri kita merasa aman tidak akan diketahui oleh Allah
SWT jika berbuat korupsi, jika menipu, atau merasa aman mengambil hak
orang lain baik sendiri-sendiri ataupun
berjamaah. Ingat Allah SWT pasti mengetahui apa yang kita perbuat. Apa
buktinya? Berdasarkan surat Thaahaa (20) ayat 46 berikut ini:"Janganlah
kamu berdua khawatir, Sesungguhnya aku beserta kamu berdua, aku mendengar dan
melihat". Allah SWT dengan
tegas menyatakan “Aku Mendengar dan Aku Melihat”, apa apa yang dilakukan oleh
setiap manusia.
Untuk itu jika saat ini kita sudah tidak malu-malu
lagi mengambil hak orang lain melalui korupsi, melalui kolusi dan melalui
nepotisme karena merasa Allah SWT tidak tahu dengan apa yang kita perbuat, ada
baiknya kita belajar kepada kucing yang malu jika mengambil makanan dengan cara
mencuri, atau carilah bumi dan langit lain diciptakan oleh selain Allah SWT
sehingga bebas berbuat sekehendak hati kita. Sekarang siapakah yang lebih tahu
diri dan tahu malu, antara kucing dengan manusia yang melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme saat hidup di muka bumi ini?
9.
Allah SWT Mengetahui Setiap Bisikan Hati
Kita. Hal ini telah dikemukakan oleh
Allah SWT dalam surat Qaaf (50) ayat 16 sebagaimana kami kemukakan berikut ini:
“dan
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari kekhalifaan
di muka bumi, sangat hebat sampai-sampai mampu mengetahui setiap bisikan hati
diri kita. Adanya kondisi ini
mengharuskan diri kita agar selalu berhati-hati di dalam mempergunakan
hati. Hati dapat diibaratkan sebagai “black box” yang bisa merekam jejak, yang
merekam segala aktifitas baik yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga
yang sesuai dengan kehendak syaitan.
Hati juga dapat
menjadi cermin bagi diri kita, jika cermin itu bersih dan bersinar karena tidak
ada noda akibat perbuatan dosa, maka akan terpancar menjadi aura bagi
seseorang. Demikian pula sebaliknya, jika hati kotor karena banyak noda akibat
perbuatan dosa maka akan tercermin di raut muka seseorang yang kelam, sering
mengeluh dan banyak mencerca kepada orang lain. Untuk itu berhati hatilah dalam
berbuat karena seluruh perbuatan yang kita lakukan dapat terekam dalam “black
box” diri dan hal itu tidak bisa disembunyikan dihadapan Allah SWT.
10. Allah
SWT Mengabulkan Doa Kita Jika Dilakukan Tanpa Perantara. Allah SWT dengan tegas menyatakan akan mengabulkan
doa yang dimohonkan kepada Allah SWT secara langsung tanpa melalui perantara.
Adanya kondisi ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT siap
bertanggung jawab kepada diri kita yang telah diutusnya ke muka bumi, atau
Allah SWT siap membuktikan untuk menolong, untuk membantu, serta siap menjadi
Tuhan bagi setiap hamba-Nya yang mau ditolong, yang mau dibantu oleh Allah SWT.
Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 186 yang kami kemukakan
berikut ini: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Berdasarkan ketentuan ayat di atas, Allah SWT
sendirilah yang menghendaki diri kita untuk berdoa kepada-Nya saja. Sekarang
coba kita bayangkan jika sampai Allah SWT tidak menghendaki diri kita untuk berdoa
hanya kepada-Nya saja, lalu apa yang bisa kita perbuat dalam kehidupan ini.
Padahal bantuan dan pertolongan Allah SWT sangat kita butuhkan saat
melaksanakan tugas di muka bumi ini. Agar doa dan permohonan yang kita ajukan
kepada Allah SWT dapat dikabulkan, syaratnya ada 3 (tiga) yaitu kita diwajibkan
oleh Allah SWT untuk mematuhi segala apa yang telah diperintahkannya, yang
dilanjutkan beriman kepada Allah SWT serta selalu berada di dalam kebenaran.
Sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga khalifah-Nya di muka bumi, sudahkah syarat
dan ketentuan ini kita penuhi sebelum mengajukan doa dan permohonan kepada Allah
SWT? Jika belum jangan pernah salahkan
Allah SWT jika doa dan permohonan kita tidak dikabulkan oleh Allah SWT.
Hal yang harus kita ketahui dan
pahami adalah meminta pertolongan langsung kepada Allah SWT melalui doa yang
kita panjatkan harus tanpa perantara. Kita diwajibkan memohon langsung secara
individual kepada Allah SWT karena sampai dengan kapanpun juga hanya Allah SWT
sajalah Yang Maha Tahu, Yang Maha Ahli, dan yang paling mengerti tentang diri
kita. Selain dari pada itu, alangkah naifnya, alangkah lucunya, jika sampai
diri kita meminta pertolongan kepada selain Allah SWT, sedangkan yang diminta
tolong tidak mampu menolong dirinya sendiri. Inilah ironi yang sering terjadi
di dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu sudah jelas bahwa hanya Allah SWT
saja yang mampu menolong diri kita, tetapi Allah SWT justru yang kita
tinggalkan, atau justru Allah SWT tidak kita yakini mampu untuk menolong diri
kita, atau malah kita berseberangan dengan
Allah SWT. Hasil akhir dari ini semua adalah Allah SWT pasti tidak akan
pernah mau menolong diri kita.
Adanya 10 (sebelas) buah informasi yang tegas di
dalam AlQuran tentang Allah SWT, maka tidaklah berlebihan jika AlQuran yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada diri kita selaku umat Nabi Muhammad SAW
merupakan media bagi Allah SWT untuk memperkenalkan Allah SWT itu sendiri
kepada umat manusia yang dituangkan ke dalam sebuah buku manual, dalam hal ini
adalah AlQuran dan benar pulalah bahwa AlQuran adalah Wahyu Allah SWT. Sekarang
semuanya terpulang kepada diri kita sendiri maukah menerima AlQuran yang
berasal langsung dari Allah SWT untuk kepentingan diri kita sendiri.
Selanjutnya masih ada hal lain yang sangat-sangat
penting tentang Allah SWT yang terdapat di dalam AlQuran, untuk itu mari kita
perhatikan dengan seksama surat Ali Imran (3) ayat 18 yang kami kemukakan
berikut ini: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Berdasarkan surat Ali Imran (3) ayat 18 yang kami
kemukakan di atas, Allah SWT selaku pencipta dan pemilik dari alam dari semesta
ini memberikan kesaksian atas dirinya sendiri. Bayangkan Allah SWT memberikan
kesaksian tentang dirinya sendiri di dalam AlQuran. Selaku pemberi kesaksian
tentu Allah SWT paham benar, mengerti benar tentang keadaannya sendiri,
dibandingkan dengan makhluknya yang memberikan kesaksian melalui syahadat.
Untuk itu tolong perhatikan dengan seksama beberapa pertanyaan di bawah ini?
1.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT
adalah Dzat yang menamakan dirinya sendiri Allah SWT, dimana Dzat itu ada tanpa
ada yang menyertainya ada?
2.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT
adalah Dzat yang memiliki Sifat Salbiyah yang enam (maksudnya memiliki sifat
Wujud, sifat Qidam, sifat Baqa, sifat Mukhalafah Lil Hawadish, sifat Qiyamuhu
Binafsih, sifat Wahdaniyah), yang tidak akan mungkin dimiliki oleh siapapun
juga?
3.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT adalah Dzat yang memiliki sifat
Ma’ani yang tujuh (maskudnya sifat Qudrat, sifat Iradat, sifat Ilmu, sifat
Sami’, sifat Bashir, sifat Kalam, sifat Hayat) yang kesemuanya tidak dapat
dipisahkan dengan sifat Salbiyah?
4.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT
adalah Dzat yang memiliki Af’al atau Perbuatan Allah SWT yang mencerminkan
Nama-Nama Allah SWT yang Indah yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) atau
Asmaul Husna?
5.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT
akan berada dan bersama seluruh ciptaannya dimanapun berada sehingga seluruh
ciptaan tidak mungkin dapat dipisahkan dengan Allah SWT?
6.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT
adalah pencipta dari seluruh alam semesta ini dan juga kekhalifahan yang ada di
muka bumi ini tanpa bantuan siapapun juga?
7.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT bahwa Allah SWT adalah pencipta Diinul Islam yang
tidak lain adalah satu-satunya konsep ilahiah yang berlaku di muka bumi ini
untuk kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi?
8.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT dengan segala
kebutuhan manusia, dengan segala problema manusia, baik saat menghadapi ahwa
dan syaitan?
9.
Sekarang
tahukah Allah SWT, mengertikah Allah SWT, pahamkah Allah SWT dengan segala azab
yang telah ditimpakan kepada manusia-manusia terdahulu akibat tidak mau beriman
kepada-Nya?
Allah SWT sampai dengan kapanpun juga dapat
dipastikan tahu, Allah SWT dapat dipastikan mengerti dan Allah SWT dapat
dipastikan paham betul dengan keberadaan dirinya sendiri. Allah SWT juga
mengerti dan paham betul dengan keberadaan ciptaannya sendiri, dengan
keberadaan manusia baik awal sampai dengan akhir, tanpa terkecuali termasuk
diri kita. Lalu untuk apa Allah SWT sampai mengemukakan kesaksian atas dirinya
sendiri kepada diri kita melalui AlQuran? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada
baiknya kita bercermin dengan sesuatu yang terjadi pada kehidupan kita
sehari-hari.
Sebagai orang tua, kita sering menceritakan
pengalaman hidup kepada anak-anak, lalu untuk apakah kita melakukan itu semua? Dengan menceritakan pengalaman hidup baik
suka ataupun duka, yang kita alami kepada anak, maka kita berharap anak-anak
mampu mengambil hikmah dan pelajaran yang terdapat dibalik cerita yang kita
kemukakan dan kita juga berharap agar anak tidak sombong dengan apa yang
telah dicapainya hari ini serta jangan sampai anak mengulangi hal-hal yang
tidak mengenakkan yang pernah kita alami serta mampu menjadikan diri kita
sebagai contoh yang baik saat menjalani kehidupan.
Sekarang bagaimana dengan Allah SWT? Allah SWT
menceritakan kesaksian atas dirinya di dalam AlQuran, agar setiap manusia yang
ada di muka bumi dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari Allah
SWT secara langsung sehingga dengan itu semua mampu menghantarkan diri kita
tetap menjadi makhluk yang terhormat, yang mampu pulang kampung ke tempat
terhormat, dengan cara terhormat, untuk bertemu dengan Yang Maha Terhormat,
dalam suasana yang saling hormat menghormati. Serta mampu pula mengambil hikmah
dan pelajaran dari umat-umat terdahulu sehingga kita tidak menjelma menjadi
firaun-firaun generasi baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Nuh generasi
baru, atau tidak menjelma menjadi umat Nabi Luth generasi baru, atau tidak
menjadikan diri kita menjadi qarun-qarun generasi baru di jaman nano technology.
Untuk itu mari kita perhatikan beberapa ketentuan
yang telah Allah SWT kemukakan di dalam AlQuran, yaitu :
1.
Allah SWT di
dalam AlQuran sudah mengemukakan bahwa syaitan adalah musuh bagi diri kita,
lalu apakah yang telah dikemukakan oleh Allah SWT di dalam AlQuran kita anggap
angin lalu saja sehingga syaitan kita jadikan teman?
2.
Allah SWT di
dalam AlQuran sudah menyatakan mintalah kepada Allah SWT, lalu apakah kemudahan
yang telah dikemukakan oleh Allah SWT kita buang begitu saja sehingga kita
lebih senang meminta bantuan Syaitan?
3.
Allah SWT di
dalam AlQuran sudah menyatakan bahwa jika berlindung kepada selain Allah SWT
berarti berlindung kepada sarang laba-laba, lalu apakah informasi ini kita
anggap tidak ada sehingga perlindungan Allah SWT kita tukar dengan sarang
laba-laba?
4.
Allah SWT di
dalam AlQuran sudah menyatakan bahwa Allah SWT itu dekat, lebih dekat dari urat
leher diri kita, lalu apakah Allah SWT sudah dekat justru kita campakkan
sehingga meminta bantuan kepada selain Allah SWT?
5.
Allah SWT di
dalam AlQuran sudah menyatakan untuk berbakti kepada kedua orang tua, lalu
sudahkah hal ini kita laksanakan dengan baik?
Sebagai abd’
(hamba)-Nya dan yang juga khalifah-Nya
yang sedang menumpang di langit dan di bumi sadarilah bahwa Allah SWT begitu
sayang dengan kepada diri kita, namun karena ulah diri kita sendiri yang tidak
menghiraukan apa-apa yang telah dikemukakan oleh Allah SWT di dalam AlQuran maka
jangan pernah sekalipun menyalahkan Allah SWT jika kita menjadi pecundang
sedangkan syaitan menjadi pemenang di dalam permainan kehidupan di muka bumi
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar