J. APAKAH ALLAH SWT
BERPUTRA, BERORANG TUA, BERKELUARGA atau BERKERABAT?
Apakah Allah SWT itu memiliki keluarga selayaknya manusia sehingga Allah
SWT berputra, memiliki orang tua dan juga berkeluarga dan berkerabat? Allah SWT
telah memberikan jawabannya melalui surat Al Ikhlas (112) ayat 1 sampai 4
sebagaimana berikut ini: “Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Berdasarkan Surat Al Ikhlas terdapat 4(empat) buah parameter yang bisa
kita gunakan untuk menilai keberadaan Tuhan Tuhan lain selain Allah SWT, yaitu:
(1) Tuhan Yang Maha Esa; (2) Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu; (3) Tuhan yang tidak beranak dan tidak
pula diperanakkan; (4) Tuhan yang tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Katakan
jika ada sesuatu atau ada orang yang mengaku dirinya Tuhan, maka kita bisa
mempergunakan 4 (buah) parameter yang terdapat di dalam surat Al Ikhlas di atas
secara keseluruhan. Jika yang mengaku Tuhan atau yang dianggap Tuhan tidak bisa
memenuhi 4 (empat) buah kriteria yang terdapat dalam surat Al Ikhlas di atas,
segera tinggalkan, segera buang, segera hapus dalam memori kita lalu segera
tenggelamkan Tuhan dimaksud karena ia bukanlah Tuhan yang sesungguhnya, yaitu
Allah SWT.
K. MUNGKINKAH ALLAH SWT BISA
DILIHAT?
Mungkinkah Allah SWT bisa dilihat dengan mata telanjang saat kita hidup
di dunia? Allah SWT melalui kalam Nabi Musa yang terdapat di dalam surat Al
A’raf (7) ayat 143 berikut ini memberikan jawabannya, yaitu: “dan tatkala Musa datang untuk (munajat
dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman
(langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri
Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman:
"Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu,
Maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat
melihat-Ku". tatkala Tuhannya Menampakkan diri kepada gunung itu[565],
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, Dia berkata: "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (surat Al A’raf (7) ayat 143)
[565] Para mufassirin ada yang
mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah,
dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah.
Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak
yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.
Berdasarkan cerita Nabi Musa as, Allah SWT tidak bisa dilihat. Lalu kapan
Allah SWT bisa dilihat? Saat kita hidup di dunia, selama dunia masih ada maka
kita tidak seorangpun akan bisa melihat DzatNya Allah SWT, yang bisa kita lihat
hanyalah ciptaanNya yang tidak lain adalah Tanda Tanda dari keberadaan Allah
SWT di alam semesta ini. Jika ini kondisinya berarti sangat berkesesuaian
dengan keadaan Allah SWT yang tidak mungkin dilukis atau digambar. Agar diri
kita bisa melihat Allah SWT secara jelas dan nyata keberadaannya, berusahalah
untuk pulang kampungnya ke syurga. Karena hanya penghuni penghuni syurgalah
yang akan diberikan kesempatan untuk melihat Allah SWT secara langsung. Ayo
berusaha agar kita bisa pulang kampung ke syurga untuk bisa melihat Allah SWT
sebagaimana firmanNya berikut ini: “bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya[686]. dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula)
kehinaan[687]. mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya. (surat
Yunus (10) ayat 26)
[686] Yang dimaksud dengan
tambahannya ialah kenikmatan melihat Allah.
[687] Maksudnya: muka mereka
berseri-seri dan tidak ada sedikitpun tanda kesusahan.
Untuk itu ketahuilah
wahai saudaraku! Saat diri kita sudah menempati syurga yang sesuai dengan
tingkatannya masing masing, ada satu episode yang paling luar biasa, yang
paling mengesankan, yang paling dinantikan, yang paling monumental, yang hanya
bisa diperoleh dan dirasakan oleh para ahli syurga. Episode apakah itu?
Berdasarkan hadits berikut ini: “Dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin
Sinan ra, Rasulullah SAW bersabda, “Jika penghuni syurga telah masuk syurga,
Allah ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan syurga
yang telah kalian peroleh)? Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami?
Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam syurga dan menyelamatkan kami dari
neraka? Kemudian Allah singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan mereka
mengatakan, “Tidak ada satupun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang
wajah Allah Ta’ala.” (Hadits Riwayat Muslim)”.
Allah SWT
berkesempatan untuk membuka singkap hijabNya (penutup wajahNya yang mulia)
hanya kepada ahli syurga semata yang sudah berada di dalam syurga. Lalu apa
yang terjadi? Para ahli syurga menyatakan “Tidak ada satupun kenikmatan yang lebih kami
cintai dari memandang wajah Allah SWT” Inilah peristiwa yang paling
monumental yang hanya bisa dinikmati oleh ahli syurga semata yang sudah berada
di dalam syurga, semoga kita semua bisa melihat wajah Allah SWT kelak di
syurga. Dan agar diri kita mampu melihat dan merasakan sebuah peristiwa yang
sangat monumental, Nabi Muhammad SAW melalui hadits berikut ini mengajarkan
sebuah doa kenikmatan memandang wajah Allah, yaitu:
“Rasulullah
mengajarkan doa memohon kenikmatan memandang wajah Allah: “Ya Allah, dengan
pengetahuan-Mu terhadap yang ghaib dan kekuasaan-Mu atas semua makhluk,
hidupkanah aku selama Engkau tahu kehidupan itu lebih baik bagi ku, dan matikanlah
aku jika Engkau tahu kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon rasa takut kepadaMu di saat sendiri maupun dalam keadaan
terang-terangan, aku memohon perkataan yang benar dalam keadaan baik maupun
marah, aku memohon kesederhanaan, baik dalam keadaan fakir maupun kaya, aku
memohon kenikmatan yang tak akan habis, dan aku memohon penyejuk hati yang tak
pernah berakhir. Aku memohon keridhoan atas ketetapanMu, aku memohon
ketentraman setelah kematian, dan aku memohon kenikmatan memandang wajah-Mu,
dan kerinduan bertemu dengan-Mu, bukan dalam kesusahan yang mebinasakan dan
cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan iman dan
jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memberi dan diberi petunjuk.” (Hadits
Riwayat. An-Nasai, Ahmad dan lainnya)”. Semoga melihat wajah Allah menjadi
kenyataan, bukan menjadi angan angan kosong bagi kami.
L. BAGAIMANA DENGAN
CIPTAANNYA?
Bagaimana dengan segala apa apa
yang diciptakan-Nya? Untuk menggambarkan bagaimana kondisi ciptaan-Nya
kita bisa memperhatikan apa yang dikemukakan Allah SWT dala surat Al Ahqaaf
(46) ayat 33 berikut ini: “dan Apakah
mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan
bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, Kuasa menghidupkan
orang-orang mati? Ya (bahkan) Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat ini Allah SWT mengemukakan tidak merasa payah dalam
menciptakan langit dan bumi dan Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu
termasuk menghidupkan orang orang yang mati. Lalu Allah SWT menantang kepada
sesembahan sesembahan atau Tuhan Tuhan yang lain untuk menunjukkan hasil
karyanya masing masing, sebagaimana dikemukakan dalam surat Luqman (31) ayat 11
berikut ini: “Inilah ciptaan Allah,
Maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh
sembahan-sembahan(mu) selain Allah. sebenarnya orang- orang yang zalim itu
berada di dalam kesesatan yang nyata.”
Dan melalui surat Al Infithaar (82) ayat 6 berikut ini: “Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun
tubuhmu.” Allah SWT mempertanyakan kepada orang orang yang tidak
beriman atau yang durhaka kepada Allah SWT kenapa sampai bisa terperdaya
padahal bukti ciptaan Allah SWT ada pada diri mereka sendiri melalui pernyataan
Allah, ‘Aku yang menciptaan kamu, lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan susunan tubuhmu seimbang’ Jika
sampai kita tidak menyadari hal ini berarti ada sesuatu yang salah dalam diri
kita.
M. APAKAH DIA PEMAAF?
Apakah Allah SWT itu Dzat Yang Maha Pemaaf? Inilah jawaban dari Allah SWT
tentang pertanyaan apakah Allah SWT itu pemaaf yang termaktub dalam surat Al
Hijr (15) ayat 49 berikut ini: “Kabarkanlah
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” Ayat ini dengan jelas mengemukakan tentang deklarasi bahwa
Sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Bayangkan Allah
SWT tidak hanya menyatakan bahwa Maha Pengampun namun juga Maha Penyayang.
Adanya hal ini menunjukkan bahwa Allah SWT begitu menegaskan bahwa Allah SWT
tidak hanya Maha Penyayang semata, namun Allah SWT juga Maha Pengampun. Lalu
apakah kita tidak mau mempercayainya?
N. KENAPA DIA MAHA
MENGETAHUI LAGI MAHA KUASA?
Allah SWT memberikan jawaban kepada mereka yang melontarkan pertanyaan
seperti ini dengan mengatakan, “Dia
tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.
(surat Al Anbiyaa (21) ayat 23). Adanya pernyataan ini menandakan Allah
SWT sangat berkuasa penuh karena Dialah yang menentukan segala aturan main yang
berlaku di alam semesta ini sehingga Allah SWT bukanlah sesuatu yang akan
ditanya tentang apa apa yang diperbuatnya. Akan tetapi manusialah yang ditanya
tentang apa apa yang telah diperbuatnya ketika hidup di dunia.
Adalah sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan jika pembuat aturan
main, dalam hal ini Allah SWT, yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan aturan main yang berlaku. Akhirnya setiap
manusia akan mempertanggungjawabkan segala apa apa yang telah dilakukakannya
saat hidup di dunia. Akhirnya segala sesuatu pada akhirnya pasti akan kembali
kepada Dia karena Allah yang telah mewujudkannya seperti itu adanya. Di lain
sisi, Allah SWT sendiri adalah Dzat Yang tidak dapat dijelaskan, karena itu tidaklah
mungkin melakukan upaya untuk menganalisisNya, menganalisis sifat sifatNya dan
menganalisis perbuatan perbuatanNya. Dikarenakan kemahaan dan kehebatan Allah
SWT sangat luar biasa sehingga segala apa yang telah ditetapkanNya berlaku
wajib dilaksanakan.
O. BAGAIMANA DIA?
Bagaimanakah Allah SWT itu? Untuk mampu menjawab dengan baik dan benar
tentang bagaimana Dia, dapat kami
kemukakan sebagaimana berikut: Pertama, berdasarkan surat Ar Rum (30) ayat 4
sebagaimana berikut ini: “dalam
beberapa tahun lagi[1164]. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang
yang beriman.” Ayat ini mengemukakan tentang urusan Allah SWT terhadap
suatu kejadian, baik sebelum ataupun setelah kejadian, yang mana hasilnya sudah
diketahui oleh Allah SWT.
[1164] Ialah antara tiga sampai
sembilan tahun. waktu antara kekalahan bangsa Rumawi (tahun 614-615) dengan
kemenangannya (tahun 622 M.) bangsa Rumawi adalah kira-kira tujuh tahun.
Kedua, berdasarkan surat Al Infithaar (82) ayat 19 sebagaimana berikut
ini: “(yaitu) hari (ketika) seseorang
tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. dan segala urusan pada hari
itu dalam kekuasaan Allah.” Ayat ini mengemukakan tentang sikap Allah
SWT di saat semua orang tidak berdaya untuk menolong siapapun, termasuk
menolong diri sendiri sehingga segala urusan yang terjadi pada saat itu di
dalam kekuasaan Allah. Disinilah Allah SWT menunjukkan kekuasaanNya sehingga
hanya Dialah yang akan menentukan hasil akhir dari seorang manusia.
P. KENAPA DIA MAHA
TERPUJI?
Untuk bisa menggambarkan Allah adalah Dzat Maha Terpuji maka Allah SWT
menjawabnya melalu firmanNya berikut ini: “Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin[1452]; dan
Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (surat Al Hadiid (57) ayat 3).” Ayat
ini menunjukkan tentang EksistensiNya, menunjukkan KekuasaanNya, KearifanNya
serta KemahaanNya bukanlah sesuatu yang tersembunyi, melainkan sesuatu yang
terang benderang dan jelas, sepanjang kita mau mengamati indikasi indikasinya dengan
teliti yang ada di alam semesta ini.
[1452] Yang dimaksud dengan:
yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang akhir ialah
yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata
adanya karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat
digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.
Akan tetapi bagaimana kondisi dasar dari kemahaan dan kebesaran Allah SWT
yang sesungguhnya tidak akan dapat dimengerti dan dipahami oleh manusia dengan
jelas walaupun orang tersebut sangat berpengetahuan dan juga cerdas. Hal ini
dikarenakan keberadaan Allah SWT bukanlah sesuatu untuk dianalisa, untuk
diteliti, dan juga bukan obyek untuk diekstraksi oleh manusia, melainkan untuk
diimani sebagai pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah.
Q. BAGAIMANA DENGAN
KEHENDAKNYA?
Bagaimakah kondisi dari kehendakNya? Untuk mengetahui kondisi dan keadaan
yang sesungguhnya dari kehendakNya, dapat kami kemukakan sebagai berikut:
Pertama, Kehendak Allah SWT
merupakan hukum yang harus kita laksanakan karena Dia yang paling tahu yang
terbaik bagi diri kita. Sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu),
kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (surat Al Insaan (76) ayat 30).”
Kedua, Kehendak Allah
SWT merupakan ketetapan yang berlaku bagi orang orang yang dikehendakiNya,
sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada
menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan Allah
menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan
Allah mempunyai karunia yang besar. (surat Al Baqarah (2) ayat 105).”
Ketiga, Kehendak Allah SWT
dapat bermakna keputusan yang harus kita laksanakan, sebagaimana firmanNya berikut ini: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka:
"Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka
menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah Kami, Padahal Kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan
yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah
memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang
perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui. (surat Al Baqarah (2)
ayat 247)
Keempat, Kehendak Allah SWT
dapat bermakna sesuatu yang hendak diberikan kepada Allah SWT kepada seseorang
yang telah memenuhi persyaratan tertentu, sebagaimana firmanNya berikut ini: “bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka
mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq)
siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan
(di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu
membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan
cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (surat Al Baqarah
(2) ayat 272)
Kelima, Kehendak Allah SWT
dapat juga bermakna ketetapan Allah SWT yang diberlakukan kepada sesuatu,
sebagaimana firmanNya berikut ini: “Dialah
yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. tak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (surat
Ali Imran (3) ayat 6)
Keenam, Kehendak Allah SWT
dapat juga bermakna sebagai sebuah pilihan yang akan diberlakukan oleh Allah
SWT kepada makhlukNya, sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai
rahmat. jika Dia menghendaki niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu
dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah
menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain. (surat Al An’am (6) ayat 133)
Berdasarkan 6 (enam) bentuk kehendak yang telah diperlihatkan oleh Allah
SWT di alam semesta ini, maka sudah seharusnya diri kita yang telah diangkat
sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus juga adalah khalifahNya di muka bumi
menjadi orang orang yang tahu diri, tahu menempatkan siapa diri kita yang
sesungguhnya dan siapa Allah SWT yang sebenarnya saat hidup di muka bumi.
R. BAGAIMANA PERINTAHNYA?
Seperti apakah perintahNya berlaku di alam semesta ini? Perintah Allah
SWT adalah perintah yang sangat berkesesuaian dengan kondisi dan keadaan dari
Kemahaan, Kebesaran, Kekuasaan yang dimilikiNya sehingga: Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", Maka jadilah ia. Sebagaimana
dikemukakanNya dalam surat Ghafir (40) ayat 68 berikut ini: “Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan,
Maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya:
"Jadilah", Maka jadilah ia.” Dan juga dikemukakanNya dalam surat
Yaasiin (36) ayat 82 sebagaimana berikut ini: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.” Allah SWT
dengan segala kekuasaan, kebesaran, kemahaan yang dimilikiNya tidak bisa dan juga
tidak akan pernah mengatakan "Jadilah!" Maka terjadilah ia.” Dan
jika ini yang dikatakan-Nya maka tercorenglah kemahaan dan kebesaran-Nya. Hal
ini mustahil terjadi dan tidak akan pernah terjadi. Di lain sisi, setiap
makhluk yang diciptakan-Nya selalu berfikir tentang sifat sifat-Nya, memuji dan
mengagungkan-Nya, maka Dia menurunkan ayat ayat berikut ini. Dalam ayat ayat
ini kita akan dapat menemukan jawaban yang terang dan jelas tentang Allah SWT.
Pertama, Allah SWT
menerangkan bahwa Dialah pemilik dari Asmaul Husna, sehingga tidak aka nada
Tuhan Tuhan Lain yang memiliki selain Dia, sebagaimana dikemukakanNya dalam
surat Al A’raaf (7) ayat 180 berikut ini: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], Maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. nanti mereka
akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Sebagai pemilik dari Asmaul Husna
lalu Allah SWT menegaskan bahwa bermohonlah kepadaKu dengan menyebut Asmaul
Husna serta tinggalkan orang orang yang menyalahgunakan Asmaul Husna karena
Akulah yang berkuasa bukan Asmaul Husnaku.
[585] Maksudnya: Nama-nama yang
Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah
dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan Nama-nama yang tidak sesuai
dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna,
tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk
Nama-nama selain Allah.
Kedua, Allah SWT
menegaskan bahwa hanya Akulah yang berhak disembah oleh umat manusia karena Akulah
pemilik dari Asmaul Husna, sebagaimana dikemukakannya dalam surat Thaahaa (20)
ayat 8 berikut ini: “Dialah Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul
husna (nama-nama yang baik), (surat Thaahaa (20) ayat 8)
Ketiga, Allah SWT
mengemukakan jika engkau menyeru kepadaKu melalui Asmaul Husna janganlah engkau
keraskan suaramu dan jangan pula engkau merendahkannya, tetapi carilah jalan
tengahnya, sebagaimana dikemukakan oleh Allah SWT dalam surat Al Israa’ (17)
ayat 110 berikut ini: “Katakanlah:
"Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu
seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah
kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870]
dan carilah jalan tengah di antara kedua itu". Inilah salah satu
adab yang berlaku jika engkau berseru kepadaKu, karena Aku dekat kepadamu
sehingga engkau tidak perlu teriak teriak kepadaKu. Dan jangan pula engkau
terlampau pelan bersuara kepadaKu karena bukan Aku tidak tahu apa yang engkau
seru kepadaKu namun hal ini tidaklah patut engkau lakukan kepadaKu.
[870] Maksudnya janganlah
membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi
cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma'mum.
Keempat, Allah SWT
menegaskan kepada umat manusia bahwa Akulah Tuhan yang mampu berbuat apapun
juga di alam semesta ini sehingga tunduk patuh dan bertasbih kepadaNya segala
apa yang ada di langit dan di bumi serta jangan pernah menyekutukan Aku dengan
sesuatu apapun juga, sebagaiman dikemukakanNya dalam surat Al Hasyr (59) ayat
23-24 berikut ini: “Dialah Allah yang
tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang
Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa,
yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk
Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan
bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sekarang katakan kita sudah mampu menjawab pertanyaan pertanyaan yang
sering ditanyakan tentang Allah SWT, lalu apakah hal itu sudah cukup? Jika kita
telah mampu menjawab dengan baik dan benar tentang Allah SWT di atas, itu semua
barulah permulaan atau langkah awal dari mata rantai menuju keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Hal ini dikarenakan jawaban dari pertanyaan di
atas adalah menunjukkan diri kita telah mampu mengenal dan berkenalan dengan
Allah SWT. Tidak akan mungkin kita akan beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
jika tidak dimulai dari mampu mengenal dan berkenalan dengan Allah SWT secara
baik dan benar. Setelah kita masuk dalam tingkatan ini maka langkah selanjutnya
adalah berusaha untuk mengakui telah merasakan nikmatnya bertuhankan kepada
Allah SWT. Jika hal ini sudah tercapai maka lanjutkan dengan meyakini akan
merasakan dan merasakan kembali nikmatnya bertuhankan kepada Allah SWT dari
waktu ke waktu, dari satu suasana yang satu ke suasana yang lainnya. Lalu
pertahankan hal ini dalam hidup dan kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar