Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Senin, 08 April 2024

APA YANG HARUS KITA LAKUKAN TERHADAP ALQURAN (PART 2 of 5)

 

C. MEMINTA PERLINDUNGAN ALLAH SWT DARI GANGGUAN SYAITAN  YANG TERKUTUK.

 

Allah SWT berkehendak kepada diri kita sebelum mempelajari AlQuran adalah berdoa kepadaNya untuk  meminta perlindungan dari gangguan dan godaan syaitan yang terkutuk pada seluruh proses mempelajari AlQuran, sebagaimana dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 98 yang kami kemukakan berikut ini: “Apabila kamu membaca AlQuran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” Adanya perlindungan dari Allah SWT kepada diri kita berarti kita telah berupaya agar Allah SWT turut terlibat secara langsung atas segala aktifitas pembelajaran Allah SWT yang tidak terbatas saat mempelajari AlQuran semata. Melainkan juga kita mengajak dan meminta kepada Allah SWT agar diberikan tambahan ilmu serta pemahaman AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga dimudahkannya diri kita untuk melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari dan juga saat mengamalkan isi dan kandungan AlQuran kepada khalayak. Apabila diri kita diganggu oleh syaitan saat mempelajari AlQuran maka segala proses yang kami kemukakan di atas bisa hilang sehingga kita hanya tahu AlQuran sebatas permukaan saja.

 

Di lain sisi, Allah SWT berfirman: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (surat Yaa Siin (36) ayat 60). Ayat ini menunjukkan kepada diri kita bahwa Allah SWT telah memerintahkan  dan juga mengingatkan serta telah pula menasehatkan kepada seluruh umat manusia bahwa syaitan adalah sungguh (innahu) musuh yang nyata bagimu. Allah SWT mengemukakan perintahnya, mengingatkan dan menasehati tentang syaitan sebagai musuh umat manusia bukanlah pernyataan yang bersifat main main, namun sesuatu yang bersifat sungguh sungguh.

 

Lalu pernahkah kita merenungkan, membayangkan, memikirkan atas dasar apa Allah SWT menyampaikan pernyataan di atas ini? Allah SWT melalui Rasulullah menjawabnya: Rasulullah SAW bersabda: “Syaitan beroperasi di dalam tubuh manusia (anak Adam) mengikuti aliran darah.” Adanya kondisi ini dalam permusuhan diri kita dengan syaitan, terbayangkah bagaimana syaitan melaksanakan aksinya kepada diri kita? Lalu jika Allah SWT sudah menyatakan dengan kata sungguh (innahu) berarti keberadaan syaitan beserta permusuhan yang ada di dalamnya harus kita jadikan nasehat yang paling berharga dari Allah SWT. Syaitan melakukan operasinya dalam diri manusia ketika manusia sepi dan lengah dari mengingat Allah (dzikrullah), tetapi syaitan akan segera keluar ketika manusia ingat Allah.

 

Sekarang mari kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh “Sulaiman Al Kumayi”, dalam bukunya, “Sehat dan Damai bersama Yasinmengemukakan tentang 9 (sembilan) jalan yang terbesar yang dipakai syaitan untuk memperdaya manusia agar mengikuti jalannya, yaitu: .

 

1.   Syaitan menerobos lewat pintu kerakusan dan keburukan berprasangka. Untuk melawannya manusia harus menangkisnya dengan keyakinan yang mantap pada janji Allah dan bersikap qanaah dan ingat akan firman Allah SWT, “dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua dijamin Allah rezekinya. (surat Huud (11) ayat 6).”

 

2. Syaitan akan menerobos lewat khayalan atau lamunan, maka ketika menghadapi perbuatan jenis ini, manusia harus segera mengerahkan pasukan Dzikrullah dan ingat akan maut yang senantiasa mengincar hidup manusia serta ingat akan peringatan Allah, “Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.(surat Luqman (31) ayat 34).”

 

3.   Syaitan menerobos lewat kecenderungan bersantai dan keinginan yang lezat lezat. Untuk menghalangi upaya syaitan lewat cara ini, manusia hjarus menyadari bahwa nikmat itu akan lenyap dan hisab kelak di hari kiamat adalah sangat berat, “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang senang dan dilalaikan angan angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui akibat perbuatannya. (surat Al Hijr (15) ayat 3).”

 

4.   Syaitan menerobos lewat rasa bangga atas keberhasilan usaha yang dicapai seseorang. Dalam kasus ini syaitan akan memperdaya manusia, sehingga mereka hanyut dalam arus kebanggaan akhirny lengah bersyukur kepada Allah, dan secara berangsur angsur dikendalikan olehnya. Untuk menangkis serangan syaitan ini, manusia harus mengingat bahwa semua prestasi yang diperolehnya semata mata karena karunia Allah dan takut akibat yang ditimbulkannya. Allah SWT berfirman: “Ketika hari itu datang, tidak seorangpun yang berbicara, kecuali dengan izinNya, maka di antara mereka ada yang sengsara da nada yang  berbahagia. (surat Hud (11) ayat 105).”

 

5.  Syaitan menerobos lewat mengecilkan atau menganggap remeh kawan dan menghinanya. Untuk menangkis model serangan ini, manusia harus kembali kepada prinsip saling menghargai dan saling menghormati mereka.

 

6.  Syaitan menyerbu lewat sifat dengki. Untuk menangkisnya manusia harus meyakini akan keadilan Allah dalam memberi rezeki kepada makhluknya. Allah SWT berfirman: “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia. (surat Az Zukhruf (43) ayat 32)

 

7.     Syaitan memperdaya manusia lewat sifat ingin dipuji. Untuk mematahkannya manusia harus menanamkan keikhlasan dalam beramal shaleh. Syaitan menyerang manusia lewat sifat sombong. Untuk menangkis serangan ini, manusia harus lebih mengedepankan rendah hati (tawadhu).

 

8. Syaitan akan menyerang manusia lewat sifat kikir maka manusia harus menggagalkannya dengan mengingat dan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di tangan pasti lepas dan binasa, “Apa yang disisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (surat An Nahl (16) ayat 96).”

 

9.  Syaitan menyerang manusia lewat sifat tamak, dan untuk menghadapinya manusia harus menanamkan benar benar dalam dirinya bahwa “berharap semata mata kepada Allah dan setiap harapan pada manusia putuskanlah, “dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada di sangka sangka. (surat At Thalaq (65) ayat 2, 3).”

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya dan yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi yang telah diperintahkan oleh bermusuhan dengan syaitan tentu kesembilan jalan ini harus sudah kita pahami dengan benar jika kita telah berketetapan hati untuk menjadi pemenang melawan syaitan. Dan ingat keberadaan syaitan di dunia ini ada karena memang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan rencana besar penghambaan kepada Allah SWT dan juga kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Sehingga syaitan ada karena memang sudah dipersiapkan keberadaannya oleh Allah SWT. Syaitan ada bukan semata mata menjadi musuh yang nyata bagi manusia. Keberadaan syaitan merupakan cara terbaik yang adil di dalam menseleksi siapa yang berhak masuk ke syurga dan siapa yang berhak manusia neraka. Tidakkah hal ini menjadikan diri kita selalu mawas diri!

 

Selanjutnya renungkanlah dengan seksama tentang hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah ta’ala berfirman: Berkata Iblis: Wahai Tuhan: Engkau telah menurunkan Adam (ke dunia) dan mengetahui akan ada kitab-kitab dan pesuruh-pesuruh, maka apakah kitab-kitab dan pesuruh-pesuruh mereka? Allah berfirman: Rasul-rasul mereka adalah malaikat para malaikat dan para nabi-nabi dari mereka sendiri, sedang kitab-kitabnya adalah “Taurat”, Injil, Zabur dan Al Furqan. Lalu Iblis bertanya: dan apakah kitabku? Allah berfirman: Kitabmu adalah “Alwasyem” (gambar-gambar di badan yang dibuat dengan jalan melukai). Pembacaanmu adalah syair-syair,rasul-rasulmu adalah para kahin (ahli nujum/dukun). Makananmu barang-barang yang tidak disebut nama Allah untuknya. Minumanmu adalah tiap barang memabukkan, katamu yang benar adalah dusta,rumahmu adalah kamar-kamar mandi,perangkap-perangkapmu adalah wanita,mu’adzinmu seruling dan masjidmu adalah pasar-pasar. (Hadits Riwayat Aththabarani, 272:260).” Hadits yang kami kemukakan ini, merupakan pedoman bagi syaitan di dalam menggoda, menggelincirkan diri kita dari jalan yang lurus sehingga kondisi inilah yang akan kita hadapi saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.

 

Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri, butuhkah diri kita dengan hikmah yang terdapat di dalam AlQuran saat diri kita melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka bumi? Jawaban pasti dari pertanyaan ini hanya diri kita sendirilah yang tahu, karena implikasi dari jawaban ini tidak lain adalah cerminan diri kita sendiri di dalam menghargai dan meletakkan AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT selaku narasumber utama AlQuran.

 

Pernahkah kita mempelajari lalu merenungkan berapa jarak antara diri kita dengan syaitan dibandingkan dengan berapa jarak antara diri kita dengan Allah SWT? Jarak antara kedunya, bukan syaitan yang menentukan dan bukan pula Allah SWT yang menentukan karena keduanya sudah sangat dekat dengan diri kita. Jika kita berkehendak untuk dekat dengan syaitan yang sudah ada di dalam aliran darah, caranya cukup mudah yaitu dengan melalaikan Allah SWT, lengah dari mengingat Allah SWT (dzikrullah) serta melupakan adanya Allah SWT yang juga sudah dekat dengan diri kita. Hal yang samapun berlaku dengan jarak diri kita dengan Allah SWT yang jaraknya ditentukan oleh lengah atau tidaknya diri kita dari mengingat Allah SWT dimanapun dan kapanpun. Jika hal ini kita lakukan maka jauh dekatnya diri kita dengan Allah SWT ditentukan oleh diri sendiri,  dalam hal ini melakukan proses mengingat Allah SWT (dzikrullah).  

 

Sekarang renungkanlah, bayangkanlah melawan musuh (mengalahkan syaitan) yang tidak kentara (tidak bisa dilihat dengan mata) namun sangat terasa gangguannya dan syaitannya sendiri sudah ada di dekat kita. Lalu bertanyalah kepada diri sendiri, sanggupkah diri kita mengalahkan syaitan sendirian tanpa bantuan Allah SWT walaupun kita sudah memiliki ilmu serta pengetahuan tentang kelemahan syaitan? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya mempelajari kembali 2 (dua) buah firman Allah SWT  yang kami kemukakan berikut ini:

 

“Dan apabila hamba hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)Ku dan beriman kepadaKu, agar mereka memperoleh kebenaran. (surat Al Baqarah (2) ayat 186).” Dan juga dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (surat Qaf (50) ayat 16).”

 

Semoga jawaban yang kita berikan atas pertanyaan di atas adalah jawaban yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, yaitu kita tidak bisa mengalahkan syaitan seorang diri dan untuk itu jadikan Allah SWT sebagai penolong, pelindung diri kita dimanapun kita berada. Apalagi Allah SWT sendiri yang berkehendak agar diri kita mengajukan perhomonan doa kepada Allah SWT.

 

D. PELAJARI DAN PAHAMI DAN AMALKAN ALQURAN SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH SWT

 

Setelah diri kita mampu mengimani dan meyakini bahwa AlQuran hanya dari Allah SWT semata, maka hal yang harus kita lakukan berikutnya adalah mempelajari AlQuran yang telah ada dihadapan diri kita dengan tetap memperhatikan adab dan ketentuan yang berlaku seperti yang telah kami kemukakan di atas ini. Adapun langkah awal untuk mempelajari AlQuran adalah dengan memulai belajar cara membaca AlQuran yang sesuai dengan tajwid yang berlaku karena dengan mampunya diri kita membaca AlQuran berarti jalan menuju ke pintu masuk kebesaran dan kemahaan AlQuran sudah mulai kita jalani. Dimana pintunya sendiri belum  terbuka karena masih terkunci rapat oleh sebab dari diri kita sendiri yang baru belajar atau sedang berusaha untuk membaca AlQuran, atau sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membaca AlQuran namun belum mampu memahami arti dari apa yang kita baca.

 

Sedangkan kita tahu bahwa kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran sangatlah luar biasa, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat kalimat Tuhanku, maka pastil habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (surat Al Kahfi (18) ayat 109). Bisakah kita membayangkan betapa luar biasanya AlQuran itu sedangkan AlQurannya sendiri sudah ada dihadapan diri kita? Lalu karena diri kita memiliki keterbatasan lalu kita berusaha untuk membatasi kebesaran AlQuran? Untuk itu buang jauh jauhlah pembatasan kebesaran AlQuran karena adanya keterbatasan diri kita. AlQuran memang sudah hebat dan lagi memiliki kebesaran, jangan sampai kita batasi kehebatan dan kebesaran AlQuran karena kita memiliki keterbatasan.

 

Jika saat ini kita mampu membuka pintu kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran melalui proses pembelajaran yang berkesinambungan  maka:

 

a.   Ayat apapun yang kita perhatikan, bukan hanya tidak bertentangan antara satu ayat dengan ayat yang lain, bahkan di antara ayat ayatnya saling melengkapi dan memperkaya, karena tiap tiap ayat tersebut menggambarkan bagian dari kebenaran tentang Allah SWT dan alam semesta:

 

b.    Adanya kesatuan dan struktur sistematis AlQuran dalam menyajikan banyak fakta tentang teologi, ilmu pengetahuan alam, manusia dan alam semesta, keputusan dan perintah, etika moral, dan kisah kisah, tidak meninggalkan keraguan bahwa ayat ayatnya bisa saling menafsirkan satu sama lain tanpa ada kontradiksi, dan masih banyak lagi.

 

Sekarang apalah artinya kebesaran dan kemahaan serta kemuliaan AlQuran yang sangat luar biasa isi dan maknanya, jika kita hanya mampu berdiri sampai di muka pintu tanpa pernah berusaha untuk membuka pintu kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran karena tidak bisa membaca AlQuran, atau sudah bisa membaca AlQuran namun enggan dan malas untuk mempelajari lebih jauh isi dan kandungan AlQuran, atau sudah merasa cukup dengan mampunya diri kita membaca AlQuran yang sesuai dengan tajwid yang belaku sehingga kita mampu hapal tanpa makna. Jika ini yang terjadi akhirnya sampai disitu pula kita memperoleh apa apa yang ada di dalam AlQuran. Apakah hal ini salah? Tidak ada yang salah, namun apa yang kita lakukan belum sesuai dengan kehendak Allah SWT atas diturunkannya AlQuran ke muka bumi ini.

 

Untuk itu, jika kita sangat membutuhkan AlQuran maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk segera berusaha dengan sepenuh hati untuk mulai membuka pintu kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran saat ini juga. Dengan berusaha mempelajari AlQuran bukan hanya terbatas dari belajar membaca AlQuran yang mempergunakan huruf arab yang sesuai dengan ketentuan tajwid semata.

 

Namun teruskan dengan berusaha untuk mengetahui dan memahami apa isi dan kandungan dari AlQuran yang telah kita baca, ayat demi ayat secara berkesinambungan dari waktu ke waktu. Lalu jangan pernah  jadikan belajar (mempelajari) AlQuran itu adalah titik, jadikan ia adalah koma, sehingga proses pembelajaran AlQuran tidak pernah berhenti selama hayat masih di kandung badan dan hanya berhenti saat ruh tiba di kerongkongan. Hal yang harus kita sadari dan ketahui dengan benar adalah AlQuran adalah asalnya dari Allah SWT sehingga Allah SWT adalah narasumber tunggal daripada AlQuran. Adanya hal ini menunjukkan dan mengharuskan diri kita untuk menempatkan Allah SWT sebagai guru utama di dalam mempelajari AlQuran dan juga kita harus belajar AlQuran hanya kepada Allah SWT semata.

 

Jangan sampai kita salah di dalam menempatkan hal ini, terutama menempatkan guru, ulama, kyai, ustadz, habaib, atau syaikh, yang seolah olah kedudukannya lebih tinggi daripada Allah SWT oleh orang orang yang akan belajar AlQuran. Hal ini dikarenakan masih adanya pandangan di masyarakat bahwa yang bisa mengajarkan AlQuran adalah mereka, bukan Allah SWT.  Posisi guru, ulama, kyai, ustadz, habaib atau syaikh  harus ditempatkan dan diletakkan sebagai perantara diri kita untuk belajar AlQuran sehingga saat diri kita hendak belajar maka kita harus memohon kepada Allah SWT dengan menyatakan: “Ya Allah, aku hendak belajar AlQuran kepadaMu melalui perantaraan guru, ulama, kyai, ustadz, habaib, atau syaikh (sebut namanya, jika perlu), tambahi ilmuku, pertinggi kecerdasanku serta berikan kami pehamanan tentang AlQuran yang sesuai dengan kehendakMu. Amien.

 

Jika ini yang kita lakukan berarti kita mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan posisi dan kedudukan yang sesungguhnya dengan benar dan juga menempatkan yang mengajarkan juga dalam posisinya yang benar, dalam hal ini sebagai perantara. Akan menjadi hal yang luar biasa jika yang mengajarkannya pun melakukan doa dan permohonan yang sama kepada Allah SWT sebelum mengajarkan AlQuran kepada diri kita dan juga orang lain. Untuk itu jika kita berniat untuk mau membuka pintu kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran yang sesungguhnya, tentunya tidak akan bisa kita lakukan jika konsep mempelajari AlQuran hanya dengan metode membaca semata.

 

Selanjutnya Allah SWT melalui surat Al Alaq (96) ayat 1,2,3,4,5 berikut ini telah mengemukakan cara untuk mempelajari AlQuran, yaitu: bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5).”  Kemudian cara dan metode yang telah dikemukakan oleh Allah di atas ini  telah dipertegas melalui firmanNya berikut ini: “Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca AlQuran mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (surat An Nahl (16) ayat 98). Inilah dua buah ketentuan yang harus menjadi persiapan bagi diri kita yang dikehendaki oleh Allah SWT sebelum diri kita mempelajari AlQuran.

 

Berdasarkan ketentuan di atas, dengan diri kita membaca dengan menyebut nama Tuhanmu, berarti secara langsung kita mengajak Allah SWT untuk mengajarkan diri tentang AlQuran dan juga kita secara tidak langsung sudah berada di dalam lindungan Allah SWT sehingga syaitan tidak dapat melaksanakan aksinya. Namun metode pembelajaran yang dikehendaki oleh Allah SWT bukanlah metode membaca semata. Allah SWT berkehendak akan mengajarkan diri kita sepanjang diri kita melaksanakan metode “bil qalam” atau disebut juga dengan metode tulis dan baca, atau metode yang mempergunakan pena, dimana proses belajarnya dilakukan secara  berkesinambungan, tidak putus sambung, sehingga kadang belajar kadang tidak. Apabila yang dikehendaki oleh Allah SWT mampu kita lakukan maka Allah SWT sendiri yang akan mengajarkan apa apa yang tidak kita ketahui.

 

Agar diri kita mampu membuka secara perlahan kunci pintu dari kemahaan dan kebesaran isi dan kandunganAlQuran maka kita harus memiliki sebuah semangat dan komitmen yang diikat dengan niat yang ikhlas untuk mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Adanya komitmen yang disertai niat yang ikhlas memberikan kekuatan bagi diri untuk tetap konsisten mempelajari AlQuran. Lalu setelah diri kita memulai mempelajari AlQuran dengan memulai membaca AlQuran lanjutkan dengan proses untuk mengetahui terjemahan dari apa yang kita baca sehingga kita mulai tahu isi dan kandungan AlQuran sebatas terjemahannya.  

 

Sekarang katakan setelah kita membaca satu ayat kita harus mencoba untuk mengetahui terjemahan ayat per ayat dari apa yang kita baca. Dengan diri kita melakukan hal ini maka kita sudah memulai proses membuka pintu akan kebesaran dan kemahaan dari isi dan kandungan secara berlahan melaluai arti yang tersurat. Jangan berhenti membaca dan mengetahui terjemahan AlQuran.

 

Dengan diri kita mulai mempelajari terjemahan AlQuran ayat demi ayat saat membaca dan mempelajari AlQuran maka akan ada sebuah perasaan yang mengemuka dalam diri, “seperti ini AlQuran itu”. Biarkan hal ini terjadi dalam diri. Lakukan terus aktivitas membaca AlQuran yang diikuti dengan mempelajari terjemahnya ayat demi ayat, lalu kita mulai mendapatkan sebuah keadaan bahwa ayat tentang hal ini ada di surat ini, lalu ada pula di surat yang lainnya. Atau kadang kita mendapatkan keterangan yang saling mendukung antar satu ayat dengan ayat  yang lainnya. Sampai akhirnya kita mampu mengkhatamkan AlQuran ayat per ayat yang diikuti terjemahnya dan juga keterangan keterangannya serta asbabunnuzulnya.

 

Saat diri kita mempelajari AlQuran maka jangan pernah lupa untuk mengajak Allah SWT, memohon kepada Allah SWT untuk mengajarkan diri kita apa yang tidak kita ketahui lalu rasakan rasa diajarkan langsung oleh Allah SWT. Jika kita terus dan terus berusaha dengan tetap dilandasi niat yang ikhlas dan tetap konsisten dengan apa yang kita lakukan maka Allah SWT secara perlahan lahan akan mulai mengajarkan diri kita tentang isi dan kandungan AlQuran secara perlahan dan pintu kebesaran dan kemahaan AlQuran mulai sedikit demi sedikit terbuka untuk kita. Lalu, rasakan betapa nikmatnya diajarkan oleh Allah SWT saat mempelajari AlQuran itu karena Allah SWT memiliki cara tersendiri untuk mengajarkan manusia tentang AlQuranNya, yang mana pengajaran yang diberikan oleh Allah SWT akan disesuaikan dengan niat, minat dan bakat serta perjuangan dari pembelajar AlQuran itu sendiri saat mempelajari AlQuran dan mengimani dan yakin bahwa Allah SWT akan mengajarkan dirinya apa apa yang tidak diketahui tentang AlQuran, sebagaiman firmanNya dalam surat Al Alaq (96) ayat 5 berikut ini: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

 

Hal yang harus kita pahami saat diri kita mulai mempelajari AlQuran ketahuilah bahwa AlQuran adalah kumpulan dari kata kata Allah SWT yang sudah dikatakanNya maka saat diri kita mulai mempelajari AlQuran berarti kita sedang melakukan percakapan dengan Allah SWT melalui bacaan AlQuran. Adanya hal ini maka pada saat itu mulailah terjadi proses perjuangan diri kita untuk memahami apa yang sesungguhnya yang dikatakan oleh Allah SWT. Dari sinilah kita akan memperoleh pemahaman AlQuran yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT.

 

Ini berarti saat diri kita mulai mempelajari AlQuran berarti kita sedang berusaha untuk mengadakan dialog melalui percakapan dengan Allah SWT melalui kata kata Allah SWT yang kita katakan kembali kepada Allah SWT dan jika hal ini kita dukung dengan berusaha secara konsisten untuk mengetahui arti dan makna yang terkandung dalam AlQuran, minimal kita mempelajari terjemahannya, maka kita sedang berjuang untuk memahami yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekali lagi kami tegaskan, memahami AlQuran haruslah sesuai dengan pemahaman yang Allah SWT kehendaki karena Allah STW dalam pemilik kata kata yang ada di dalam AlQuran.

 

Dan disinilah letak perjuangannya, semakin kita berusaha mendalami AlQuran maka kita akan memasuki pintu kebesaran dan kemahaan AlQuran yang tidak bertepi, semakin masuk semakin mendalam dan semakin terasa diri kita bodoh dan jika terjadi adalah kita merasa pintar setelah belajar makna yang hakiki dari AlQuran berarti ada sesuatu yang salah dalam diri kita. Adanya perjuangan yang kita lakukan untuk mempelajari AlQuran akhirnya kita akan mampu melihat betapa luar biasanya isi dan kandungan AlQuran dan semakin terlihat pula saling keterkaitan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya dan seterusnya tiada terhenti. 

 

Di lain sisi, isi dan kandungan AlQuran bukan hanya sebatas makna apa apa yang tersurat (yang tertulis) di dalam AlQuran. Akan tetapi isi dan kandungan AlQuran juga memiliki makna yang tersirat dan makna yang tersembunyi. Dimana untuk dapat memahami arti yang tersirat dan arti yang tersembunyi bukanlah perkara mudah, memerlukan waktu, membutuhkan perjuangan yang tidak sebentar serta harus dilandasi dengan niat yang ikhlas. Terutama niat mempelajari AlQuran bukan untuk kepentingan pribadi, atau hanya sampai di pribadi kita,  namun apa yang kita peroleh dari Allah SWT untuk kemaslahatan orang banyak karena diri kita  mengamalkan konsep setelah belajar tidak lupa untuk mengajarkan apa apa yang telah dipelajari.

 

Untuk memudahkan umat manusia, termasuk diri kita, untuk bisa mempelajari dan memahami AlQuran yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT maka Allah SWT sendiri telah mengemukakan dan telah pula menentukan caranya, sebagaimana tertuang dalam firmanNya berikut ini: “Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca AlQuran) karena hendak cepat cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesunguhnya Kami yang akan menjelaskannya. (surat Al Qiyamah (75) ayat 16,17, 18, 19).”

 

Allah SWT tidak memperkenankan siapapun juga yang belajar AlQuran untuk melaksanakan konsep cepat membaca AlQuran sehingga mampu cepat pula memahami AlQuran. Konsep ini tidak diperkenankan oleh Allah SWT. Allah SWT tidak memperkenankan hal ini dikarenakan pemahaman tentang AlQuran bukan diukur dari kecepatan membaca AlQuran yang sesuai dengan tajwidnya. Melainkan seberapa baik dan seberapa berkualitas pemahaman AlQuran yang telah dimasukkan ke dalam hati manusia oleh Allah SWT. Sekali lagi kami kemukakan bahwa ukuran seseorang mampu memahami AlQuran bukanlah terletak dari kecepatannya membaca AlQuran, atau kecepatan menghafalkan AlQuran, atau berapa kali ia telah mengkhatamkan AlQuran.

 

Adanya hati yang dijadikan tempat diletakkannya pemahaman AlQuran oleh Allah SWT maka kita wajib mempersiapkan hati terlebih dahulu sebelum kita diajarkan pemahaman AlQuran oleh Allah SWT. Untuk itu jangan pernah membutakan mata hati, jangan pernah pula menulikan telinga dan jangan pernah pula membutakan mata, saat diri kita mempelajari dan memahami AlQuran. Buka mata, buka telinga, buka mata hati (buka perasaan) agar segala apa yang kita baca dapat kita pahami, segala yang diajarkan dapat kita mengerti dan apa yang kita pahami dapat kita amalkan, ajarkan kepada sesama. Allah SWT berfirman: “Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (surat Al Hajj (22) ayat 46).”

 

Lalu bisakah pemahaman tentang AlQuran yang telah kita miliki bertambah terus jika kita terus mempelajari AlQuran? Allah SWT di dalam memberikan pemahaman AlQuran kepada hambaNya tidak bisa diukur dengan berapa lama kita mempelajari AlQuran, atau seberapa cepat kita membaca AlQuran. Ditambahkannya pemahaman oleh Allah SWT kepada diri kita sangat tergantung dengan hal hal sebagai berikut:

 

1.  Jika kita tetap mempertahankan konsep belajar AlQuran sebatas membaca tanpa diiringi dengan memahami atas apa apa yang kita baca maka sebatas itu pula kita memperoleh pemahaman, dalam hal ini hanya lancar membaca AlQuran, atau kita mampu menghafalkan ayat ayat AlQuran; Apakah hal ini salah? Tidak ada yang salah, namun hal ini belum sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah SWT;

 

2.    Pemahaman yang telah kita miliki tidak akan ditambah oleh Allah SWT jika pemahaman tentang AlQuran yang telah kita dapatkan (miliki) hanya kita simpan untuk kepentingan diri sendiri sehingga sampai disitu pula pemahaman yang kita miliki (pemahaman AlQurannya tidak berkembang). Allah SWT tidak berkehendak seperti ini karena sebaik baik orang yang belajar AlQuran adalah yang mampu mengajarkannya kembali;

 

3.    Allah SWT juga tidak akan menambah pemahaman AlQuran seseorang jika saat mengajarkan AlQuran, pengajarnya masih berusaha untuk metutup nutupi pemahaman yang dimilikinya sehingga tidak diajarkan secara tuntas karena takut ilmunya berkurang atau takut dikalahkan oleh muridnya, akhirnya ilmu dan pemahaman yang dimilikinya tidak berkembang sama sekali;

 

4.   Allah SWT sangat menyukai orang yang memegang prinsip sehabis belajar jangan lupa mengajarkan apa apa yang telah dipelajarinya sehingga ia tidak pernah menutupnutupi ilmu dan pemahaman yang dimilikinya kepada muridnya dan kalau perlu muridnya harus mampu mengalahkan dirinya. Jika prinsip ini yang diajarkan oleh sang pengajar maka Allah SWT akan terus menambah pemahaman tentang AlQuran kepada dirinya terus dan terus sehingga pemahamannya semakin mendalam dan semakin berkembang seiring waktu yang berjalan.  

 

Setiap orang yang membutuhkan AlQuran maka ia sangat membutuhkan pemahaman tentang AlQuran yang sesuai dengan pemahaman Allah SWT selaku pemilik AlQuran. Semakin kita sangat membutuhkan AlQuran maka kita akan membutuhkan pula pemahaman AlQuran yang berkualitas tinggi. Namun apabila kita biasa biasa saja bersikap kepada AlQuran berarti kita hanya membutuhkan yang biasa biasa saja dari AlQuran. Lalu yang manakah posisi diri kita?

 

Sebagai abd (hamba)Nya dan yang juga khalifahNya di muka bumi yang membutuhkan AlQuran tahukah kita bahwa AlQuran jika diteliti lebih dalam akan membuat takjub serta mendapatkan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya. Lalu apakah Allah SWT menghalangi diri kita untuk mempelajarinya? Allah SWT tidak pernah sekalipun menghalangi umat manusia untuk mempelajari AlQuran, sepanjang umat manusia mau mempelajarinya, siapapun orangnya, apakah ia beriman ataukah tidak, maka AlQuran siap dipelajari dan siap pula mengajari siapapun juga sepanjang diri kita tidak pernah membatasi kebesaran AlQuran karena adanya keterbatasan diri kita.

 

AlQuran sangat membutuhkan orang orang beriman lagi pandai (ulil albab), rajin, telaten, konsisten dan disiplin serta selalu mengajak Allah SWT saat belajar AlQuran agar diri kita diajarkan oleh Allah SWT atas apa apa yang tidak kita ketahui. Adanya kondisi ini berarti AlQuran sudah membuka diri untuk dipelajari, untuk dianalisa maupun untuk diajak berkolaborasi. Akan tetapi keterbukaan AlQuran menjadi hilang tidak berlaku jika kita malas malasan belajar AlQuran, hanya sesekali saja belajar AlQuran, tidak disiplin, tidak konsisten, yang akhirnya kita hanya mampu membaca AlQuran tanpa pernah tahu arti dan makna apa yang kita baca.

 

Sekarang katakan, kita telah merasakan isi dan makna yang terkandung di dalam AlQuran lalu kita merasakan betapa luar biasanya rasa bertuhankan kepada Allah SWT berdasarkan AlQuran.  Lalu apakah kita hanya berdiam diri saja tanpa berusaha untuk mengamalkannya atau mengajarkannya kepada orang lain terutama untuk generasi muda Islam? Jika kita mengacu kepada ketentuan hadits berikut ini: “Yang terbaik di antara kalian adalah yang mempelajari AlQuran dan mengajarkannya. (Hadits Riwayat Bukhari).” Ini berarti setelah diri kita mampu belajar AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT maka jangan berhenti sampai disitu saja, melainkan kita masih memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kembali kepada orang lain, tanpa harus diminta atau terpaksa.

 

Dengan mampunya diri kita belajar dan mengajarkan AlQuran maka kesempatan untuk menjadikan generasi muda Islam saat ini dan yang datan kemudian hari mampu menjadi avicena avicena (Ibnu Sina) generasi baru, menjadi Ibnu Rusyd Ibnu Rusyd generasi baru, menjadi Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun generasi baru, menjadi Al Kindi Al Kindi generasi baru, menjadi Al Farabi Al Farabi generasi baru, menjadi Jabir bin Hayyan Jabir bin Hayyan genersai baru, yang terbuka peluangnya oleh sebab diri kita mengambil peran di dalam dunia pendidikan dan juga karena kita tidak menyembunyikan ilmu yang kita miliki. Semakin cepat kita mengajarkan dan mengingatkan serta memotivasi generasi muda Islam tentang mempelajari AlQuran maka semakin cepat pula terjadinya regenerasi keilmuwan dan semakin cepat pula tumbuhnya ilmuwan ilmuwan Islam di negara kita ini, Indonesia yang dilandasi dengan iman dan taqwa. Semoga hal ini bukan khayalan, atau angan angan semata, namun menjadi kenyataan hendaknya.     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar