C. MEMINTA PERLINDUNGAN
ALLAH SWT DARI GANGGUAN SYAITAN YANG TERKUTUK.
Allah SWT berkehendak kepada diri kita sebelum
mempelajari AlQuran adalah berdoa kepadaNya untuk meminta perlindungan dari gangguan dan godaan
syaitan yang terkutuk pada seluruh proses mempelajari AlQuran, sebagaimana
dikemukakan dalam surat An Nahl (16) ayat 98 yang kami kemukakan berikut ini: “Apabila kamu membaca AlQuran hendaklah kamu meminta perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” Adanya perlindungan
dari Allah SWT kepada diri kita berarti kita telah berupaya agar Allah SWT
turut terlibat secara langsung atas segala aktifitas pembelajaran Allah SWT
yang tidak terbatas saat mempelajari AlQuran semata. Melainkan juga kita
mengajak dan meminta kepada Allah SWT agar diberikan tambahan ilmu serta
pemahaman AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan juga dimudahkannya
diri kita untuk melaksanakan apa apa yang telah kita pelajari dan juga saat
mengamalkan isi dan kandungan AlQuran kepada khalayak. Apabila diri kita
diganggu oleh syaitan saat mempelajari AlQuran maka segala proses yang kami
kemukakan di atas bisa hilang sehingga kita hanya tahu AlQuran sebatas
permukaan saja.
Di lain sisi, Allah
SWT berfirman: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar
kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu.”
(surat Yaa Siin (36) ayat 60). Ayat ini menunjukkan kepada diri kita
bahwa Allah SWT telah memerintahkan dan
juga mengingatkan serta telah pula menasehatkan kepada seluruh umat manusia
bahwa syaitan adalah sungguh (innahu)
musuh yang nyata bagimu. Allah SWT mengemukakan perintahnya, mengingatkan dan
menasehati tentang syaitan sebagai musuh umat manusia bukanlah pernyataan yang
bersifat main main, namun sesuatu yang bersifat sungguh sungguh.
Lalu pernahkah kita
merenungkan, membayangkan, memikirkan atas dasar apa Allah SWT menyampaikan
pernyataan di atas ini? Allah SWT melalui Rasulullah menjawabnya: Rasulullah
SAW bersabda: “Syaitan beroperasi di
dalam tubuh manusia (anak Adam) mengikuti aliran darah.” Adanya kondisi ini
dalam permusuhan diri kita dengan syaitan, terbayangkah bagaimana syaitan
melaksanakan aksinya kepada diri kita? Lalu jika Allah SWT sudah menyatakan
dengan kata sungguh (innahu) berarti keberadaan syaitan beserta permusuhan yang
ada di dalamnya harus kita jadikan nasehat yang paling berharga dari Allah SWT.
Syaitan melakukan operasinya dalam diri manusia ketika manusia sepi dan lengah
dari mengingat Allah (dzikrullah), tetapi syaitan akan segera keluar ketika
manusia ingat Allah.
Sekarang mari kita
perhatikan apa yang dikemukakan oleh “Sulaiman
Al Kumayi”, dalam bukunya, “Sehat
dan Damai bersama Yasin” mengemukakan tentang 9 (sembilan) jalan
yang terbesar yang dipakai syaitan untuk memperdaya manusia agar mengikuti
jalannya, yaitu: .
1. Syaitan menerobos lewat pintu kerakusan dan keburukan berprasangka.
Untuk melawannya manusia harus menangkisnya dengan keyakinan yang mantap pada
janji Allah dan bersikap qanaah dan ingat akan firman Allah SWT, “dan
tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua dijamin Allah
rezekinya. (surat Huud (11) ayat 6).”
2. Syaitan akan menerobos lewat khayalan atau lamunan, maka
ketika menghadapi perbuatan jenis ini, manusia harus segera mengerahkan pasukan
Dzikrullah dan ingat akan maut yang senantiasa mengincar hidup manusia serta
ingat akan peringatan Allah, “Dan tidak ada seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.(surat
Luqman (31) ayat 34).”
3. Syaitan menerobos lewat kecenderungan bersantai dan
keinginan yang lezat lezat. Untuk menghalangi upaya syaitan lewat cara ini,
manusia hjarus menyadari bahwa nikmat itu akan lenyap dan hisab kelak di hari
kiamat adalah sangat berat, “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan
bersenang senang dan dilalaikan angan angan (kosong) mereka, kelak mereka akan
mengetahui akibat perbuatannya. (surat Al Hijr (15) ayat 3).”
4. Syaitan menerobos lewat rasa bangga atas keberhasilan
usaha yang dicapai seseorang. Dalam kasus ini syaitan akan memperdaya manusia,
sehingga mereka hanyut dalam arus kebanggaan akhirny lengah bersyukur kepada
Allah, dan secara berangsur angsur dikendalikan olehnya. Untuk menangkis
serangan syaitan ini, manusia harus mengingat bahwa semua prestasi yang
diperolehnya semata mata karena karunia Allah dan takut akibat yang
ditimbulkannya. Allah SWT berfirman: “Ketika hari itu datang, tidak seorangpun
yang berbicara, kecuali dengan izinNya, maka di antara mereka ada yang sengsara
da nada yang berbahagia. (surat Hud (11)
ayat 105).”
5. Syaitan menerobos lewat mengecilkan atau menganggap remeh
kawan dan menghinanya. Untuk menangkis model serangan ini, manusia harus
kembali kepada prinsip saling menghargai dan saling menghormati mereka.
6. Syaitan menyerbu lewat sifat dengki. Untuk menangkisnya
manusia harus meyakini akan keadilan Allah dalam memberi rezeki kepada
makhluknya. Allah SWT berfirman: “Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia. (surat Az Zukhruf (43) ayat 32)
7. Syaitan memperdaya manusia lewat sifat ingin dipuji.
Untuk mematahkannya manusia harus menanamkan keikhlasan dalam beramal shaleh.
Syaitan menyerang manusia lewat sifat sombong. Untuk menangkis serangan ini,
manusia harus lebih mengedepankan rendah hati (tawadhu).
8. Syaitan akan menyerang manusia lewat sifat kikir maka
manusia harus menggagalkannya dengan mengingat dan menyadari bahwa segala
sesuatu yang ada di tangan pasti lepas dan binasa, “Apa yang disisimu akan lenyap
dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. (surat An Nahl (16) ayat 96).”
9. Syaitan menyerang manusia lewat sifat tamak, dan untuk
menghadapinya manusia harus menanamkan benar benar dalam dirinya bahwa
“berharap semata mata kepada Allah dan setiap harapan pada manusia putuskanlah,
“dan
barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada di sangka sangka. (surat At
Thalaq (65) ayat 2, 3).”
Sebagai abd’ (hamba)-Nya dan yang juga adalah khalifah-Nya di muka bumi
yang telah diperintahkan oleh bermusuhan dengan syaitan tentu kesembilan jalan
ini harus sudah kita pahami dengan benar jika kita telah berketetapan hati
untuk menjadi pemenang melawan syaitan. Dan ingat keberadaan syaitan di
dunia ini ada karena memang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan rencana
besar penghambaan kepada Allah SWT dan juga kekhalifahan yang ada di muka bumi
ini. Sehingga syaitan ada karena memang sudah dipersiapkan keberadaannya oleh
Allah SWT. Syaitan ada bukan semata mata menjadi musuh yang nyata bagi manusia.
Keberadaan syaitan merupakan cara terbaik yang adil di dalam menseleksi siapa
yang berhak masuk ke syurga dan siapa yang berhak manusia neraka. Tidakkah hal
ini menjadikan diri kita selalu mawas diri!
Selanjutnya renungkanlah dengan seksama tentang
hadits yang kami kemukakan berikut ini: “Ibnu Abbas ra, berkata: Nabi SAW bersabda: Allah
ta’ala berfirman: Berkata Iblis: Wahai Tuhan: Engkau telah menurunkan Adam (ke
dunia) dan mengetahui akan ada kitab-kitab dan pesuruh-pesuruh, maka apakah
kitab-kitab dan pesuruh-pesuruh mereka? Allah berfirman: Rasul-rasul mereka
adalah malaikat para malaikat dan para nabi-nabi dari mereka sendiri, sedang
kitab-kitabnya adalah “Taurat”, Injil, Zabur dan Al Furqan. Lalu Iblis
bertanya: dan apakah kitabku? Allah berfirman: Kitabmu adalah “Alwasyem”
(gambar-gambar di badan yang dibuat dengan jalan melukai). Pembacaanmu adalah
syair-syair,rasul-rasulmu adalah para kahin (ahli nujum/dukun). Makananmu
barang-barang yang tidak disebut nama Allah untuknya. Minumanmu adalah tiap
barang memabukkan, katamu yang benar adalah dusta,rumahmu adalah kamar-kamar
mandi,perangkap-perangkapmu adalah wanita,mu’adzinmu seruling dan masjidmu
adalah pasar-pasar. (Hadits Riwayat Aththabarani, 272:260).” Hadits yang kami kemukakan ini, merupakan pedoman bagi syaitan di dalam
menggoda, menggelincirkan diri kita dari jalan yang lurus sehingga kondisi
inilah yang akan kita hadapi saat menjadi abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya
di muka bumi.
Sekarang bertanyalah kepada diri kita sendiri,
butuhkah diri kita dengan hikmah yang terdapat di dalam AlQuran saat diri kita
melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba)-Nya yang sekaligus khalifah-Nya di muka
bumi? Jawaban pasti dari pertanyaan ini hanya diri kita sendirilah yang tahu,
karena implikasi dari jawaban ini tidak lain adalah cerminan diri kita sendiri
di dalam menghargai dan meletakkan AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT selaku narasumber utama AlQuran.
Pernahkah
kita mempelajari lalu merenungkan berapa jarak antara diri kita dengan syaitan
dibandingkan dengan berapa jarak antara diri kita dengan Allah SWT? Jarak
antara kedunya, bukan syaitan yang menentukan dan bukan pula Allah SWT yang
menentukan karena keduanya sudah sangat dekat dengan diri kita. Jika kita
berkehendak untuk dekat dengan syaitan yang sudah ada di dalam aliran darah,
caranya cukup mudah yaitu dengan melalaikan Allah SWT, lengah dari mengingat
Allah SWT (dzikrullah) serta melupakan adanya Allah SWT yang juga sudah dekat
dengan diri kita. Hal yang samapun berlaku dengan jarak diri kita dengan Allah
SWT yang jaraknya ditentukan oleh lengah atau tidaknya diri kita dari mengingat
Allah SWT dimanapun dan kapanpun. Jika hal ini kita lakukan maka jauh dekatnya
diri kita dengan Allah SWT ditentukan oleh diri sendiri, dalam hal ini melakukan proses mengingat
Allah SWT (dzikrullah).
Sekarang
renungkanlah, bayangkanlah melawan musuh (mengalahkan syaitan) yang tidak
kentara (tidak bisa dilihat dengan mata) namun sangat terasa gangguannya dan
syaitannya sendiri sudah ada di dekat kita. Lalu bertanyalah kepada diri
sendiri, sanggupkah diri kita mengalahkan syaitan sendirian tanpa bantuan Allah
SWT walaupun kita sudah memiliki ilmu serta pengetahuan tentang kelemahan
syaitan? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya mempelajari kembali 2
(dua) buah firman Allah SWT yang kami
kemukakan berikut ini:
“Dan
apabila hamba hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
berdoa kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)Ku dan beriman
kepadaKu, agar mereka memperoleh kebenaran. (surat Al Baqarah (2) ayat 186).” Dan juga dikemukakan
dalam firmanNya berikut ini: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat lehernya. (surat Qaf (50) ayat 16).”
Semoga
jawaban yang kita berikan atas pertanyaan di atas adalah jawaban yang sesuai
dengan kehendak Allah SWT, yaitu kita tidak bisa mengalahkan syaitan seorang
diri dan untuk itu jadikan Allah SWT sebagai penolong, pelindung diri kita
dimanapun kita berada. Apalagi Allah SWT sendiri yang berkehendak agar diri
kita mengajukan perhomonan doa kepada Allah SWT.
D. PELAJARI DAN PAHAMI
DAN AMALKAN ALQURAN SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH SWT
Setelah diri kita
mampu mengimani dan meyakini bahwa AlQuran hanya dari Allah SWT semata, maka
hal yang harus kita lakukan berikutnya adalah mempelajari AlQuran yang telah
ada dihadapan diri kita dengan tetap memperhatikan adab dan ketentuan yang
berlaku seperti yang telah kami kemukakan di atas ini. Adapun langkah awal
untuk mempelajari AlQuran adalah dengan memulai belajar cara membaca AlQuran
yang sesuai dengan tajwid yang berlaku karena dengan mampunya diri kita membaca
AlQuran berarti jalan menuju ke pintu masuk kebesaran dan kemahaan AlQuran
sudah mulai kita jalani. Dimana pintunya sendiri belum terbuka karena masih terkunci rapat oleh
sebab dari diri kita sendiri yang baru belajar atau sedang berusaha untuk
membaca AlQuran, atau sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membaca
AlQuran namun belum mampu memahami arti dari apa yang kita baca.
Sedangkan kita tahu
bahwa kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran sangatlah luar biasa,
sebagaimana firman Allah SWT berikut ini: “Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk
(menulis) kalimat kalimat Tuhanku, maka pastil habislah lautan itu sebelum
selesai (penulisan) kalimat kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula).” (surat Al Kahfi (18) ayat 109). Bisakah kita
membayangkan betapa luar biasanya AlQuran itu sedangkan AlQurannya sendiri
sudah ada dihadapan diri kita? Lalu karena diri kita memiliki keterbatasan lalu
kita berusaha untuk membatasi kebesaran AlQuran? Untuk itu buang jauh jauhlah
pembatasan kebesaran AlQuran karena adanya keterbatasan diri kita. AlQuran
memang sudah hebat dan lagi memiliki kebesaran, jangan sampai kita batasi
kehebatan dan kebesaran AlQuran karena kita memiliki keterbatasan.
Jika saat ini kita
mampu membuka pintu kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran melalui
proses pembelajaran yang berkesinambungan
maka:
a. Ayat apapun yang kita perhatikan, bukan hanya tidak
bertentangan antara satu ayat dengan ayat yang lain, bahkan di antara ayat
ayatnya saling melengkapi dan memperkaya, karena tiap tiap ayat tersebut
menggambarkan bagian dari kebenaran tentang Allah SWT dan alam semesta:
b. Adanya kesatuan dan
struktur sistematis AlQuran dalam menyajikan banyak fakta tentang teologi, ilmu
pengetahuan alam, manusia dan alam semesta, keputusan dan perintah, etika
moral, dan kisah kisah, tidak meninggalkan keraguan bahwa ayat ayatnya bisa
saling menafsirkan satu sama lain tanpa ada kontradiksi, dan masih banyak lagi.
Sekarang apalah
artinya kebesaran dan kemahaan serta kemuliaan AlQuran yang sangat luar biasa
isi dan maknanya, jika kita hanya mampu berdiri sampai di muka pintu tanpa
pernah berusaha untuk membuka pintu kebesaran dan kemahaan isi dan kandungan
AlQuran karena tidak bisa membaca AlQuran, atau sudah bisa membaca AlQuran
namun enggan dan malas untuk mempelajari lebih jauh isi dan kandungan AlQuran,
atau sudah merasa cukup dengan mampunya diri kita membaca AlQuran yang sesuai
dengan tajwid yang belaku sehingga kita mampu hapal tanpa makna. Jika ini yang
terjadi akhirnya sampai disitu pula kita memperoleh apa apa yang ada di dalam
AlQuran. Apakah hal ini salah? Tidak ada yang salah, namun apa yang kita
lakukan belum sesuai dengan kehendak Allah SWT atas diturunkannya AlQuran ke
muka bumi ini.
Untuk itu, jika
kita sangat membutuhkan AlQuran maka tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk
segera berusaha dengan sepenuh hati untuk mulai membuka pintu kebesaran dan
kemahaan isi dan kandungan AlQuran saat ini juga. Dengan berusaha mempelajari
AlQuran bukan hanya terbatas dari belajar membaca AlQuran yang mempergunakan
huruf arab yang sesuai dengan ketentuan tajwid semata.
Namun teruskan
dengan berusaha untuk mengetahui dan memahami apa isi dan kandungan dari
AlQuran yang telah kita baca, ayat demi ayat secara berkesinambungan dari waktu
ke waktu. Lalu jangan pernah jadikan belajar (mempelajari) AlQuran itu
adalah titik, jadikan ia adalah koma, sehingga proses pembelajaran AlQuran
tidak pernah berhenti selama hayat masih di kandung badan dan hanya berhenti
saat ruh tiba di kerongkongan. Hal yang harus kita sadari dan ketahui
dengan benar adalah AlQuran adalah asalnya dari Allah SWT sehingga Allah SWT
adalah narasumber tunggal daripada AlQuran. Adanya hal ini menunjukkan dan
mengharuskan diri kita untuk menempatkan Allah SWT sebagai guru utama di dalam
mempelajari AlQuran dan juga kita harus belajar AlQuran hanya kepada Allah SWT
semata.
Jangan sampai kita
salah di dalam menempatkan hal ini, terutama menempatkan guru, ulama, kyai,
ustadz, habaib, atau syaikh, yang seolah olah kedudukannya lebih tinggi
daripada Allah SWT oleh orang orang yang akan belajar AlQuran. Hal ini
dikarenakan masih adanya pandangan di masyarakat bahwa yang bisa mengajarkan
AlQuran adalah mereka, bukan Allah SWT.
Posisi guru, ulama, kyai, ustadz, habaib atau syaikh harus ditempatkan dan diletakkan sebagai
perantara diri kita untuk belajar AlQuran sehingga saat diri kita hendak
belajar maka kita harus memohon kepada Allah SWT dengan menyatakan: “Ya Allah, aku hendak belajar AlQuran
kepadaMu melalui perantaraan guru, ulama, kyai, ustadz, habaib, atau syaikh
(sebut namanya, jika perlu), tambahi ilmuku, pertinggi kecerdasanku serta
berikan kami pehamanan tentang AlQuran yang sesuai dengan kehendakMu. Amien.
Jika ini yang kita
lakukan berarti kita mampu menempatkan Allah SWT sesuai dengan posisi dan
kedudukan yang sesungguhnya dengan benar dan juga menempatkan yang mengajarkan
juga dalam posisinya yang benar, dalam hal ini sebagai perantara. Akan menjadi
hal yang luar biasa jika yang mengajarkannya pun melakukan doa dan permohonan
yang sama kepada Allah SWT sebelum mengajarkan AlQuran kepada diri kita dan
juga orang lain. Untuk itu jika kita berniat untuk mau membuka pintu kebesaran
dan kemahaan isi dan kandungan AlQuran yang sesungguhnya, tentunya tidak akan
bisa kita lakukan jika konsep mempelajari AlQuran hanya dengan metode membaca
semata.
Selanjutnya Allah
SWT melalui surat Al Alaq (96) ayat 1,2,3,4,5 berikut ini telah mengemukakan
cara untuk mempelajari AlQuran, yaitu: “bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan pena, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (surat Al Alaq (96) ayat 1 sampai 5).” Kemudian cara dan metode yang
telah dikemukakan oleh Allah di atas ini
telah dipertegas melalui firmanNya berikut ini: “Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca AlQuran mohonlah perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (surat An Nahl (16) ayat 98). Inilah
dua buah ketentuan yang harus menjadi persiapan bagi diri kita yang dikehendaki
oleh Allah SWT sebelum diri kita mempelajari AlQuran.
Berdasarkan
ketentuan di atas, dengan diri kita membaca dengan menyebut nama Tuhanmu,
berarti secara langsung kita mengajak Allah SWT untuk mengajarkan diri tentang
AlQuran dan juga kita secara tidak langsung sudah berada di dalam lindungan
Allah SWT sehingga syaitan tidak dapat melaksanakan aksinya. Namun metode
pembelajaran yang dikehendaki oleh Allah SWT bukanlah metode membaca semata.
Allah SWT berkehendak akan mengajarkan diri kita sepanjang diri kita
melaksanakan metode “bil qalam” atau disebut juga dengan metode tulis dan baca,
atau metode yang mempergunakan pena, dimana proses belajarnya dilakukan
secara berkesinambungan, tidak putus
sambung, sehingga kadang belajar kadang tidak. Apabila yang dikehendaki oleh
Allah SWT mampu kita lakukan maka Allah SWT sendiri yang akan mengajarkan apa
apa yang tidak kita ketahui.
Agar diri kita
mampu membuka secara perlahan kunci pintu dari kemahaan dan kebesaran isi dan
kandunganAlQuran maka kita harus memiliki sebuah semangat dan komitmen yang
diikat dengan niat yang ikhlas untuk mempelajari AlQuran yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Adanya komitmen yang disertai niat yang ikhlas memberikan
kekuatan bagi diri untuk tetap konsisten mempelajari AlQuran. Lalu setelah diri
kita memulai mempelajari AlQuran dengan memulai membaca AlQuran lanjutkan
dengan proses untuk mengetahui terjemahan dari apa yang kita baca sehingga kita
mulai tahu isi dan kandungan AlQuran sebatas terjemahannya.
Sekarang katakan
setelah kita membaca satu ayat kita harus mencoba untuk mengetahui terjemahan
ayat per ayat dari apa yang kita baca. Dengan diri kita melakukan hal ini maka
kita sudah memulai proses membuka pintu akan kebesaran dan kemahaan dari isi
dan kandungan secara berlahan melaluai arti yang tersurat. Jangan berhenti
membaca dan mengetahui terjemahan AlQuran.
Dengan diri kita
mulai mempelajari terjemahan AlQuran ayat demi ayat saat membaca dan
mempelajari AlQuran maka akan ada sebuah perasaan yang mengemuka dalam diri,
“seperti ini AlQuran itu”. Biarkan hal ini terjadi dalam diri. Lakukan terus
aktivitas membaca AlQuran yang diikuti dengan mempelajari terjemahnya ayat demi
ayat, lalu kita mulai mendapatkan sebuah keadaan bahwa ayat tentang hal ini ada
di surat ini, lalu ada pula di surat yang lainnya. Atau kadang kita mendapatkan
keterangan yang saling mendukung antar satu ayat dengan ayat yang lainnya. Sampai akhirnya kita mampu
mengkhatamkan AlQuran ayat per ayat yang diikuti terjemahnya dan juga
keterangan keterangannya serta asbabunnuzulnya.
Saat diri kita
mempelajari AlQuran maka jangan pernah lupa untuk mengajak Allah SWT, memohon
kepada Allah SWT untuk mengajarkan diri kita apa yang tidak kita ketahui lalu
rasakan rasa diajarkan langsung oleh Allah SWT. Jika kita terus dan terus
berusaha dengan tetap dilandasi niat yang ikhlas dan tetap konsisten dengan apa
yang kita lakukan maka Allah SWT secara perlahan lahan akan mulai mengajarkan
diri kita tentang isi dan kandungan AlQuran secara perlahan dan pintu kebesaran
dan kemahaan AlQuran mulai sedikit demi sedikit terbuka untuk kita. Lalu,
rasakan betapa nikmatnya diajarkan oleh Allah SWT saat mempelajari AlQuran itu
karena Allah SWT memiliki cara tersendiri untuk mengajarkan manusia tentang
AlQuranNya, yang mana pengajaran yang diberikan oleh Allah SWT akan disesuaikan
dengan niat, minat dan bakat serta perjuangan dari pembelajar AlQuran itu
sendiri saat mempelajari AlQuran dan mengimani dan yakin bahwa Allah SWT akan
mengajarkan dirinya apa apa yang tidak diketahui tentang AlQuran, sebagaiman
firmanNya dalam surat Al Alaq (96) ayat 5 berikut ini: “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Hal yang harus kita
pahami saat diri kita mulai mempelajari AlQuran ketahuilah bahwa AlQuran adalah
kumpulan dari kata kata Allah SWT yang sudah dikatakanNya maka saat diri kita
mulai mempelajari AlQuran berarti kita sedang melakukan percakapan dengan Allah
SWT melalui bacaan AlQuran. Adanya hal ini maka pada saat itu mulailah terjadi
proses perjuangan diri kita untuk memahami apa yang sesungguhnya yang dikatakan
oleh Allah SWT. Dari sinilah kita akan memperoleh pemahaman AlQuran yang sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Ini berarti saat
diri kita mulai mempelajari AlQuran berarti kita sedang berusaha untuk
mengadakan dialog melalui percakapan dengan Allah SWT melalui kata kata Allah
SWT yang kita katakan kembali kepada Allah SWT dan jika hal ini kita dukung
dengan berusaha secara konsisten untuk mengetahui arti dan makna yang
terkandung dalam AlQuran, minimal kita mempelajari terjemahannya, maka kita
sedang berjuang untuk memahami yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekali
lagi kami tegaskan, memahami AlQuran haruslah sesuai dengan pemahaman yang
Allah SWT kehendaki karena Allah STW dalam pemilik kata kata yang ada di dalam
AlQuran.
Dan disinilah letak
perjuangannya, semakin kita berusaha mendalami AlQuran maka kita akan memasuki
pintu kebesaran dan kemahaan AlQuran yang tidak bertepi, semakin masuk semakin
mendalam dan semakin terasa diri kita bodoh dan jika terjadi adalah kita merasa
pintar setelah belajar makna yang hakiki dari AlQuran berarti ada sesuatu yang
salah dalam diri kita. Adanya perjuangan yang kita lakukan untuk mempelajari
AlQuran akhirnya kita akan mampu melihat betapa luar biasanya isi dan kandungan
AlQuran dan semakin terlihat pula saling keterkaitan antara satu ayat dengan
ayat yang lainnya dan seterusnya tiada terhenti.
Di lain sisi, isi
dan kandungan AlQuran bukan hanya sebatas makna apa apa yang tersurat (yang
tertulis) di dalam AlQuran. Akan tetapi isi dan kandungan AlQuran juga memiliki
makna yang tersirat dan makna yang tersembunyi. Dimana untuk dapat memahami
arti yang tersirat dan arti yang tersembunyi bukanlah perkara mudah, memerlukan
waktu, membutuhkan perjuangan yang tidak sebentar serta harus dilandasi dengan
niat yang ikhlas. Terutama niat mempelajari AlQuran bukan untuk kepentingan
pribadi, atau hanya sampai di pribadi kita,
namun apa yang kita peroleh dari Allah SWT untuk kemaslahatan orang
banyak karena diri kita mengamalkan
konsep setelah belajar tidak lupa untuk mengajarkan apa apa yang telah
dipelajari.
Untuk memudahkan
umat manusia, termasuk diri kita, untuk bisa mempelajari dan memahami AlQuran
yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT maka Allah SWT sendiri
telah mengemukakan dan telah pula menentukan caranya, sebagaimana tertuang
dalam firmanNya berikut ini: “Jangan
engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca AlQuran) karena hendak cepat
cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu)
dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian sesunguhnya Kami yang akan menjelaskannya. (surat Al
Qiyamah (75) ayat 16,17, 18, 19).”
Allah SWT tidak
memperkenankan siapapun juga yang belajar AlQuran untuk melaksanakan konsep
cepat membaca AlQuran sehingga mampu cepat pula memahami AlQuran. Konsep ini
tidak diperkenankan oleh Allah SWT. Allah SWT tidak memperkenankan hal ini
dikarenakan pemahaman tentang AlQuran bukan diukur dari kecepatan membaca
AlQuran yang sesuai dengan tajwidnya. Melainkan seberapa baik dan seberapa
berkualitas pemahaman AlQuran yang telah dimasukkan ke dalam hati manusia oleh
Allah SWT. Sekali lagi kami kemukakan bahwa ukuran seseorang mampu memahami AlQuran
bukanlah terletak dari kecepatannya membaca AlQuran, atau kecepatan
menghafalkan AlQuran, atau berapa kali ia telah mengkhatamkan AlQuran.
Adanya hati yang
dijadikan tempat diletakkannya pemahaman AlQuran oleh Allah SWT maka kita wajib
mempersiapkan hati terlebih dahulu sebelum kita diajarkan pemahaman AlQuran
oleh Allah SWT. Untuk itu jangan pernah membutakan mata hati, jangan pernah
pula menulikan telinga dan jangan pernah pula membutakan mata, saat diri kita mempelajari
dan memahami AlQuran. Buka mata, buka telinga, buka mata hati (buka perasaan)
agar segala apa yang kita baca dapat kita pahami, segala yang diajarkan dapat
kita mengerti dan apa yang kita pahami dapat kita amalkan, ajarkan kepada
sesama. Allah SWT berfirman: “Maka
tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat
memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta,
tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (surat Al Hajj (22) ayat 46).”
Lalu bisakah
pemahaman tentang AlQuran yang telah kita miliki bertambah terus jika kita
terus mempelajari AlQuran? Allah SWT di dalam memberikan pemahaman AlQuran
kepada hambaNya tidak bisa diukur dengan berapa lama kita mempelajari AlQuran,
atau seberapa cepat kita membaca AlQuran. Ditambahkannya pemahaman oleh Allah
SWT kepada diri kita sangat tergantung dengan hal hal sebagai berikut:
1. Jika kita tetap mempertahankan konsep belajar AlQuran sebatas membaca
tanpa diiringi dengan memahami atas apa apa yang kita baca maka sebatas itu
pula kita memperoleh pemahaman, dalam hal ini hanya lancar membaca AlQuran,
atau kita mampu menghafalkan ayat ayat AlQuran; Apakah hal ini salah? Tidak ada
yang salah, namun hal ini belum sepenuhnya sesuai dengan kehendak Allah SWT;
2. Pemahaman yang telah kita miliki tidak akan ditambah oleh Allah SWT jika
pemahaman tentang AlQuran yang telah kita dapatkan (miliki) hanya kita simpan
untuk kepentingan diri sendiri sehingga sampai disitu pula pemahaman yang kita
miliki (pemahaman AlQurannya tidak berkembang). Allah SWT tidak berkehendak
seperti ini karena sebaik baik orang yang belajar AlQuran adalah yang mampu
mengajarkannya kembali;
3. Allah SWT juga tidak akan menambah pemahaman AlQuran seseorang jika saat
mengajarkan AlQuran, pengajarnya masih berusaha untuk metutup nutupi pemahaman
yang dimilikinya sehingga tidak diajarkan secara tuntas karena takut ilmunya
berkurang atau takut dikalahkan oleh muridnya, akhirnya ilmu dan pemahaman yang
dimilikinya tidak berkembang sama sekali;
4. Allah SWT sangat menyukai orang yang memegang prinsip sehabis belajar
jangan lupa mengajarkan apa apa yang telah dipelajarinya sehingga ia tidak
pernah menutupnutupi ilmu dan pemahaman yang dimilikinya kepada muridnya dan
kalau perlu muridnya harus mampu mengalahkan dirinya. Jika prinsip ini yang
diajarkan oleh sang pengajar maka Allah SWT akan terus menambah pemahaman
tentang AlQuran kepada dirinya terus dan terus sehingga pemahamannya semakin
mendalam dan semakin berkembang seiring waktu yang berjalan.
Setiap
orang yang membutuhkan AlQuran maka ia sangat membutuhkan pemahaman tentang
AlQuran yang sesuai dengan pemahaman Allah SWT selaku pemilik AlQuran. Semakin
kita sangat membutuhkan AlQuran maka kita akan membutuhkan pula pemahaman
AlQuran yang berkualitas tinggi. Namun apabila kita biasa biasa saja bersikap
kepada AlQuran berarti kita hanya membutuhkan yang biasa biasa saja dari
AlQuran. Lalu yang manakah posisi diri kita?
Sebagai
abd (hamba)Nya dan yang juga khalifahNya di muka bumi yang membutuhkan AlQuran
tahukah kita bahwa AlQuran jika diteliti lebih dalam akan membuat takjub serta
mendapatkan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya. Lalu apakah Allah SWT
menghalangi diri kita untuk mempelajarinya? Allah SWT tidak pernah sekalipun
menghalangi umat manusia untuk mempelajari AlQuran, sepanjang umat manusia mau
mempelajarinya, siapapun orangnya, apakah ia beriman ataukah tidak, maka
AlQuran siap dipelajari dan siap pula mengajari siapapun juga sepanjang diri
kita tidak pernah membatasi kebesaran AlQuran karena adanya keterbatasan diri
kita.
AlQuran sangat
membutuhkan orang orang beriman lagi pandai (ulil albab), rajin, telaten,
konsisten dan disiplin serta selalu mengajak Allah SWT saat belajar AlQuran
agar diri kita diajarkan oleh Allah SWT atas apa apa yang tidak kita ketahui. Adanya kondisi ini
berarti AlQuran sudah membuka diri untuk dipelajari, untuk dianalisa maupun
untuk diajak berkolaborasi. Akan tetapi keterbukaan AlQuran menjadi hilang
tidak berlaku jika kita malas malasan belajar AlQuran, hanya sesekali saja
belajar AlQuran, tidak disiplin, tidak konsisten, yang akhirnya kita hanya
mampu membaca AlQuran tanpa pernah tahu arti dan makna apa yang kita baca.
Sekarang
katakan, kita telah merasakan isi dan makna yang terkandung di dalam AlQuran
lalu kita merasakan betapa luar biasanya rasa bertuhankan kepada Allah SWT
berdasarkan AlQuran. Lalu apakah kita
hanya berdiam diri saja tanpa berusaha untuk mengamalkannya atau mengajarkannya
kepada orang lain terutama untuk generasi muda Islam? Jika kita mengacu kepada
ketentuan hadits berikut ini: “Yang terbaik di antara kalian adalah yang
mempelajari AlQuran dan mengajarkannya. (Hadits Riwayat Bukhari).” Ini
berarti setelah diri kita mampu belajar AlQuran yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT maka jangan berhenti sampai disitu saja, melainkan kita masih
memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kembali kepada orang lain, tanpa harus
diminta atau terpaksa.
Dengan mampunya diri
kita belajar dan mengajarkan AlQuran maka kesempatan untuk menjadikan generasi
muda Islam saat ini dan yang datan kemudian hari mampu menjadi avicena avicena
(Ibnu Sina) generasi baru, menjadi Ibnu Rusyd Ibnu Rusyd generasi baru, menjadi
Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun generasi baru, menjadi Al Kindi Al Kindi generasi
baru, menjadi Al Farabi Al Farabi generasi baru, menjadi Jabir bin Hayyan Jabir
bin Hayyan genersai baru, yang terbuka peluangnya oleh sebab diri kita
mengambil peran di dalam dunia pendidikan dan juga karena kita tidak
menyembunyikan ilmu yang kita miliki. Semakin cepat kita mengajarkan dan
mengingatkan serta memotivasi generasi muda Islam tentang mempelajari AlQuran
maka semakin cepat pula terjadinya regenerasi keilmuwan dan semakin cepat pula
tumbuhnya ilmuwan ilmuwan Islam di negara kita ini, Indonesia yang dilandasi
dengan iman dan taqwa. Semoga hal ini bukan khayalan, atau angan angan semata,
namun menjadi kenyataan hendaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar