Selanjutnya untuk lebih mempertegas tentang
belajar AlQuran yang dikehendaki oleh Allah SWT selaku narasumber tunggal dari
AlQuran. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa perumpamaan yang berasal dari
ahli hikmah yang berhubungan dengan pembelajaran AlQuran sebagaimana
dikemukakan oleh “Al Hakim Al Tirmidzi (205 – 310H)” dalam bukunya “Rahasia
Perumpamaan dalam Quran & Sunah”, berikut ini:
1. Pengagum Peti, Bukan
Isi.
Pembaca Kitabullah (AlQuran) yang lalai akan apa yang dibacanya ibarat orang
yang menghadapi beberapa peti. Dalam setiap peti tersimpan permata yang dikirim
oleh raja untuknya. Ada peti yang berisi yaqut merah, ada yang berisi yaqut
kuning, dan yang berisi yaqut biru. Peti peti lain berisi zamrud dan mutiara.
Yang ia lakukan hanyalah menghitung jumlah peti dihadapannya. Ia mengetahui
bahwa isi peti sangat berharga, tetapi ia tidak menikmatinya. Itu karena
matanya tertuju kepada peti, bukan isi peti. Apa yang terlihat oleh matanya
dianggap indah oleh jiwanya. Pengetahuan tentang nilai dan mahalnya permata
dalam isi peti sama sekali tidak menggerakkannya. Ia bagai orang ngantuk yang
nyaris tidur. Seandainya ia memeriksa isi peti dan melihat permata yang
bersinar, tentu ia sangat gembira dan hatinya pun terpikat. Bila melihat
namanya terukir di permata, kekagumannya bertambah besar. Ia semakin senang dan
bahagia. Ia pun bergumam, “Aku mendapat tempat di sisi raja. Beliau mengirim
permata berharga ini untukku dengan namaku tertera di atasnya. Seolah olah
beliau berkata, “Aku berikan semua permata ini untukmu dengan tera namamu
karena kedudukanmu yang mulia di sisiku serta perhatian dan cintaku kepadamu.”
Kitabullah (AlQuran) bagaikan permata itu. Ia
adalah kalam yang mulia. Huruf hurufnya ditata dan dirangkai oleh Tuhan alam
semesta dengan hikmahNya yang menjangkau Hari Penentuan. Dalam diri hamba yang
meresapinya, ia menjelma menjadi sebuah hikmah yang mencapai ilmu ketentuan
Tuhan. Barangsiapa telah meraih ilmu tersebut, ilmunya melimpah sebagaimana
terjadi pada Nabi Khidr as,. Beliau as, melintasi gurun sahara, menyelami
lautan, dan menyeberangi daratan pelajaran dengan ilmu ketentuan Tuhan. Dalam
hal, beliau as, melihat kekuasaan Tuhan Yang Mahaperkasa dan Mahagagah.
Kitabbullah (AlQuran) adalah “karya nyata”
Tuhan yang tidak dan tidak akan pernah mampu dibuat oleh para malaikat, rasul,
jin manusia dan seluruh makhluk. Pada setiap huruf, Dia meletakkan sesuatu
untuk hambaNya Dia mengetahui segala kebutuhan hamba-Nya. Karena itu, Dia
menyusun huruf huruf dengan hikmah tertentu di dalamnya. Melalui huruf huruf
itu Dia berbicara kepada hamba hambaNya, menyampaikan rahasia dan kabar
gembira, janji dan ancaman, peringatan dan pelajaran, dorongan dan rangsangan,
berita tentang sesuatu yang telah terjadi, serta seluruh informasi tentang
dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman: “Andaikan
manusia dan jin berkumpul untuk membuat (sesuatu) semisal AlQuran, sungguh
mereka tidak akan mampu membuat yang semisal dengannya walaupun mereka saling
membantu. (surat Al Israa’ (17) ayat 88)
Orang yang tidak memahami AlQuran tentu
bimbang akan hal ini. Barangkali ada yang mengklaim, “Bagaimana mungkin mereka
tidak mampu membuat yang serupa dengannya? Ia berbahasa Arab. Siapa pun yang
mau tentu bisa.” Ini adalah pikiran orang sakit dan ucapan orang linglung, yang
matanya tertutup. Mereka hanya mengaku, tetapi sebenarnya tidak, mengenal
Tuhan. Jin dan manusia tidak mampu membuat yang serupa dengannya, karena
seluruh kalamnya, yang tersusun dalam dua puluh Sembilan huruf, mengandung
hikmah pada setiap hurufnya. Allah SWT menyingkapkan hikmah hikmah itu kepada
hamba hamba istimewaNya seperti para nabi dan para wali. Barangsiapa
menghayatinya, ia akan mendapatkan cahaya agung. Apabila cahaya itu bersinar
dalam dadanya dan ia melihat kandungan setiap huruf, ia memahami bahwa ini
adalah firman Tuhan Sang Pencipta dan Pemelihara alam semesta.
Ada yang berkata, “Jelaskanlah kepada kami
sesuatu yang dapat membuat kami mengerti paparanmu,” Kami jelaskan dengan
contoh.
Misalnya firman Allah SWT: “Dengan nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Untuk itu perhatikanlah huruf, “ba,
sin dan mim” pada kata “bismi”.
Dimana pada huruf ba’ terdapat baha’uh (keagunganNya), pada huruf sin terdapat sana’uh (keluhuranNya), dan
huruf mim terdapat majduh (kemuliaanNya). Barangsiapa
terdapat lentera dalam hatinya dan lentera itu menyinari dadanya, lubuknya akan
melihat keagungan, keluhuran dan kemuliaanNya tersebut. Ia akan menyaksikan
keagungan, keluhuran, dan kemuliaan Tuhan yang berlaku di alam ini. Ia tak
ubahnya seperti orang yang menghadapi sejumlah peti dan mengetahui bahwa di
dalamnya terdapat permata berharga yang berkilau dan menggembirakan hati.
Menikmati isi peti, ia berada dalam puncak kebahagiaan. Ketika melihat permata
yang bersinar nyaris menyilaukan matanya, ia terpesona. Ketika melihat namanya
terukir di permata permata itu, jantungnya hamper copot karena begitu bahagia
mengetahui kedudukannya di sisi sang raja.
Ada yang bertanya, “Bisakah lebih diperjelas lagi?” Tuhan menurunkan
firmanNya secara berangsur angsur. Kitabullah adalah susunan kalam, dengan
setiap huruf mempunyai kandungan masing masing, yang difirmankan dan
diturunkanNya. Jika memahaminya, engkau akan terperanjat bahkan sebelum sampai
kepada intinya.
2. Membaca Surat
Kekasih. Orang
yang membaca AlQuran dengan rasa cinta kepada Allah SWT, seperti orang yang
sangat rindu kepada kekasih, lalu membaca surat sang kekasih. Rasa rindunya
seketika bergelora. Ia memandang dan menikmati goresan jemari kekasihnya.
Hatinya menjadi tenteram dan kerinduannya terpenuhi. Demikianlah orang yang
rindu kepada-Nya saat matanya tertuju kepada huruf huruf AlQuran. Kalam itu
terasa datang langsung dari Pemiliknya. Wahyu pun mengalir ke dalam dada dan
akalnya. Ia merasa tenteram dan menikmati bacaannya. Geloran rasa rindunya
menjadi tenang dengan meresapi kata kata dan kalamNya. AlQuran adalah kata kata
dan kalam-Nya.
3. Menjadikan Emas
sebagai Lonceng di Leher. Perumpamaan orang yang membaca Kitabullah (AlQuran) tanpa
memahaminya adalah seperti orang yang mengumpulkan perhiasan berharga dan
mahal. Ia meletakkan perhiasan itu dalam sebauh kantung dan digantung di
lehernya seperti lonceng unta. Bila ia berjalan beradunya perhiasan menimbulkan
suara. “Lonceng” tersebut begitu
berharga karena berisi perhiasan mahal, tetapi apakah manfaatnya? Gunanya tak
lain hanya menandakan bahwa “si unta”
sedang berjalan. Adapun perumpamaan lain orang yang membaca AlQuran tanpa
perenungan adalah seperti lonceng di leher sapi. Yang terdengar dari dirinya
hanyalah suara lonceng.
4. Menolak Permata. Perumpamaan orang
yang membaca AlQuran tanpa pemahaman adalah seperti orang yang diberi permata
di Irak. Kepadanya diperintahkan, “Bawalah permata ini ke Khurasan dengan upah
seribu dirham dan perdagangkanlah disana. Jika engkau menjualnya, hasilnya
untukmu. Permata ini bernilai emas sepenuh rumah.” Ketika sampai di Khuraan, ia
merasa cukup dengan upah yang telah diterimanya dan tidak mau memperdagangkan
permata yang dibawanya. Ia diberi upah sebesar seratus dirham atas upayanya
membawa permata itu. Akhirnya, tugas memperdagangkan permata dialihkan kepada
orang lain. Demikianlah orang yang membaca AlQuran tetapi tidak mau melakukan
transaksi dengan Allah atas permata yang terkandung dalam AlQuran. Ia
memperoleh upah atas usahanya membaca AlQuran, namun transaksi dan laba permata
tidak ia dapatkan.
Semoga
dengan adanya 4 (empat) buah rahasia perumpamaan AlQuran yang kami kemukakan di
atas, mampu mendorong diri kita belajar tentang AlQuran yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT.
E. JANGAN DIBANTAH,
JANGAN DIRUBAH, JANGAN DITAMBAH, JANGAN DIKURANGI, JANGAN DIPILAH PILAH.
Hal berikutnya yang harus kita lakukan kepada AlQuran adalah jangan
pernah membantah isi dan kandungan AlQuran sedikitpun oleh sebab apapun juga.
Jangan pernah pula meragukan isi dan kandungan AlQuran oleh sebab apapun juga,
apalagi menganggap AlQuran adalah dongengan dari umat umat terdahulu yang
dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW. AlQuran bukan dibuat oleh manusia,
melainkan Allah SWT yang menurunkannya, tetapi kita sangat membutuhkannya.
Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 65) berikut ini: “Hai ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah[198] tentang hal
Ibrahim, Padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim.
Apakah kamu tidak berpikir?.”
[198] Orang Yahudi dan
Nasrani masing-masing menganggap Ibrahim a.s. itu dari golongannya. lalu Allah
membantah mereka dengan alasan bahwa Ibrahim a.s. itu datang sebelum mereka.
Jika sampai kita melakukan hal itu berarti kita telah membantah, kita
telah meragukan atau kita telah menduakan wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SWT melalui perantaraan Malaikat Jibril as yang berasal dari inisiator,
pencipta dan sekaligus pemilik alam
semesta ini, padahal keberadaan diri kita di muka bumi ada karena Allah SWT dan
menumpang di langit dan bumi yang dimiliki dan diciptakan oleh Allah SWT.
Sebagai bahan perbandingan, saat diri kita membeli mobil baru, maka oleh
ATPM penjual mobil, kita diberikan buku manual yang diberikan dari pabrikan.
Sebagai pengguna mobil maka kita harus mempelajari buku manual tersebut lalu
melaksanakannya. Dan hal yang tidak diperkenankan oleh pabrikan adalah merubah
rubah ketentuan yang berlaku di dalam buku manual, dengan cara menambahkan atau
mengurangi ketentuan yang telah diberlakukan oleh pabrikan. Jika sampai kita
sebagai pengguna mobil melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan buku manual,
maka pabrikan akan lepas tangan jika terjadi kerusakan mobil akibat ulah diri
kita sendiri yang tidak mau melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
buku manual.
Jika buku manual pabrikan saja bisa seperti itu kepada konsumennya, maka
hal yang samapun berlaku kepada AlQuran yang telah diturunkan oleh Allah SWT
untuk kepentingan kekhalifahan yang ada di muka bumi ini. Dimana setiap hamba
yang sekaligus khalifah-Nya yang ada di muka bumi tidak memiliki kewenangan
untuk merubah, apalagi menambah, mengurangi isi dan kandungan yang terdapat di
dalam AlQuran. Sebagai abd’ (hamba) dan juga khalifah-Nya kita hanya memiliki
kewajiban kepada AlQuran untuk mengimani, untuk mempelajari, untuk memahami,
untuk mengamalkan dan menyebarluaskan dan seterusnya.
Inilah kontradiksi yang sering terjadi pada kehidupan manusia saat ini,
mau menumpang di langit dan di bumi Allah SWT, mau memakai dan mempergunakan
air, udara, tumbuhan, tanah yang dimiliki oleh Allah SWT. Akan tetapi Allah SWT selaku pemilik dan
pencipta langit dan bumi kita anggap tidak ada dengan cara tidak mengakui hukum
dan ketetapan Allah SWT yang telah ditetapkanNya dalam AlQuran sehingga
seolah-olah diri kitalah yang menjadi pencipta dan pemilik langit dan bumi
sedangkan Allah SWT yang menumpang. Dan yang lebih parah lagi adalah kita
berani menukar atau mengganti AlQuran dengan ajaran- ajaran yang dibuat oleh
manusia, sehingga perumpamaan berikut ini terjadi pada diri kita, yaitu
memiliki mobil merk Toyota lalu merawatnya dengan ketentuan mobil merk BMW.
“Apakah Kamu Tidak Berfikir” atau
memangnya diri kita siapa dibandingkan Allah SWT? Inilah salah satu bentuk
ungkapan atau pernyataan Allah SWT yang terdapat dalam surat Ali Imran (3) ayat
65 di atas, yang ditujukan kepada manusia, atau kepada orang-orang yang berani
membantah, meragukan, serta menduakan AlQuran dan juga kepada orang yang
mengganti AlQuran dengan ketentuan yang lainnya. Dan jika sampai kita
melakukannya maka ketahuilah Allah SWT akan lepas tangan dengan keberadaan diri
kita, lalu membiarkan diri kita dijadikan teman akrab syaitan sehingga bisa
pulang kampung menemani syaitan di neraka.
Sekarang jika kita termasuk orang yang mampu berfikir (karena kita telah
diberikan ilmu, akal dan perasaan serta Hubbul Istitlaq oleh Allah SWT yang
tidak lain adalah alat bantu bagi diri kita untuk berfikir) maka seharusnya
sindiran, ancaman serta teguran dari Allah
SWT di atas menjadikan diri kita sadar bahwa orang yang numpang di rumah orang
lain harus melaksanakan dan mematuhi ketentuan “Tuan Rumah” yang sesuai dengan
kehendak “Tuan Rumah”, terkecuali jika kita ingin dianggap penumpang yang tidak
tahu diri dan juga ingin merasakan panasnya api neraka.
Di lain sisi, Allah SWT telah menyatakan
bahwa AlQuran yang telah diturunkanNya telah lengkap dan terperinci sehingga jangan pernah
merubahnya, jangan pernah menambahnya, jangan pernah menguranginya, jangan
pernah memilah-milah AlQuran untuk kepentingan tertentu. Apalagi dalam,
kerangka mendangkalkan arti dan makna yang terkandung dalam AlQuran karena
keterbatasan yang kita miliki serta diperjualbelikan dengan harga yang sedikit
karena adanya kepentingan sesaat seperti untuk kepentingan politik praktis, sebagaimana
dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Maka Patutkah aku mencari hakim selain daripada
Allah, Padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (AlQuran) kepadamu dengan
terperinci? orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka
mengetahui bahwa AlQuran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka
janganlah kamu sekali-kali Termasuk orang yang ragu-ragu. telah sempurnalah
kalimat Tuhanmu (AlQuran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang
dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi
Maha mengetahui.” (surat Al An’am (6)
ayat 114-115).
Dan jika
saat ini kita telah mengimani AlQuran sebagai bagian dari pelaksanaan Rukun
Iman, berarti kita telah melaksanakan 4(empat) buah ketentuan Rukun Iman secara
sekaligus, yaitu:
1. Kita telah melaksanakan iman kepada Allah SWT selaku
narasumber utama dari AlQuran. Allah SWT selaku narasumber langsung dari
AlQuran pasti akan menyampaikan segala apa-apa yang mencerminkan kemahaan,
kebesaran, kemuliaan Allah SWT itu sendiri;
2. Kita telah melaksanakan iman kepada Malaikat, dalam
konteks ini adalah kepada Malaikat
Jibril as, selaku perantara penyampai wahyu Allah SWT. Malaikat Jibril as,
selaku malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu tentu akan menyampaikan wahyu
sesuai dengan aslinya, tanpa ada yang ditambah, dikurangi, dipilah-pilah sebab
Malaikat Jibril as, adalah malaikat Allah SWT yang memiliki predikat utama,
yaitu mulia, agung serta Ruhul Qudus;
3. Kita telah melaksanakan iman kepada Rasul, dalam konteks
ini kepada Nabi Muhammad SAW selaku penerima wahyu Allah SWT dan juga penyampai
wahyu kepada umat manusia. Adapun kondisi dasar dari wahyu Allah SWT yang
diterima oleh Nabi Muhammad SAW dapat dipastikan menerima wahyu dari Allah SWT
yang sesuai dengan aslinya. Hal ini dimungkinkan karena Malaikat Jibril as,
selaku penyampai wahyu merupakan malaikat yang paling terhormat sehingga ia
tidak akan mungkin melanggar apa-apa yang diperintahkan oleh Allah SWT;
4. Kita telah melaksanakan iman kepada Kitab Allah SWT,
dalam hal ini kepada AlQuran itu sendiri yang merupakan kumpulan dari wahyu
Allah SWT.
Selain
daripada itu, masih terdapat satu hal lainnya yang tidak dapat dipisahkan
dengan turunnya AlQuran yaitu tentang kondisi dasar Muhammad bin Abdullah
sebagai manusia biasa yang tidak pernah
belajar, tidak bisa membaca, tidak bisa menulis, ummi, yatim sejak
kecil,dihormati, terpercaya, jujur, miskin serta rajin. Adanya kondisi yang
seperti ini di dalam diri Muhammad bin Abdullah sebelum menerima wahyu dari Allah
SWT bukanlah tanpa maksud dan tujuan.
Allah
SWT melakukan hal ini dalam rangka menjaga kemurnian, kesucian, AlQuran hanya
berasal dari wahyu Allah SWT semata tanpa ada campur tangan dari apapun dan siapapun
juga termasuk di dalamnya tidak tercampur dengan pemikiran atau masukan yang
berasal dari diri Nabi Muhammad SAW itu sendiri. Adanya kondisi ini berarti Allah
SWT sudah membuat suatu skenario yang tidak memungkinkan atau yang tidak
memperbolehkan Nabi Muhammad SAW menambah, mengurangi isi dan kandungan
AlQuran.
Jika
Nabi Muhammad SAW tidak mempunyai kewenangan apapun terhadap wahyu Allah SWT
yang disampaikan kepadanya. Ini berarti Nabi Muhammad SAW hanyalah sebagai
penyampai atau penyambung lidah atas apa-apa yang diwahyukan Allah SWT
kepadanya tanpa ada perubahan sedikitpun oleh sebab apapun juga. Jika hal
terjadi berarti AlQuran yang ada pada saat ini sampai dengan hari kiamat kelak
adalah AlQuran yang suci dan murni yang berasal dari Allah SWT semata.
Sekarang
jika ada orang atau kelompok tertentu yang berani merubah, menambah,
mengurangi, memilah AlQuran untuk kepentingan diri atau kelompoknya, apakah hal
ini dibenarkan? Jika Nabi Muhammad SAW yang namanya sudah disandingkan oleh Allah
SWT di Arsy sebelum langit dan bumi diciptakan, tidak diperkenankan untuk
merubah, untuk menambah, untuk mengurangi, untuk meniadakan, untul menyesuaikan
AlQuran dengan untuk kepentingan diri dan kelompoknya, bagaimana dengan kita
sebagai umat dari Nabi Muhammad SAW? Seperti halnya konsumen yang tidak boleh
merubah atau mengurangi apa-apa yang telah tercantum di dalam buku manual, maka
kita sebagai umat dari Nabi Muhammad SAW juga tidak diperkenankan dan tidak
diperbolehkan melakukan itu semua walau dengan kondisi apapun juga.
AlQuran
wajib diterima secara utuh, suci, murni,
fitrah hanya dari Allah SWT, tanpa ada perubahan sedikitpun dan AlQuran wajib
diimani sebagai bagian dari Rukun Iman yang enam dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Rukun Islam dan Ikhsan. Jika sampai ada orang yang melakukan
itu semua berarti orang tersebut atau kelompok tersebut telah menjadi Penumpang
yang tidak tahu diri kepada Allah SWT, yaitu sudahlah menumpang di langit dan
di bumi yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT sekarang malah Allah SWT
sendiri yang dilawannya. Hasil akhir dari itu semua adalah Neraka Jahannam
sudah siap menantikan kedatangan mereka semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar