Label

MEMANUSIAKAN MANUSIA: INILAH JATIDIRI MANUSIA YANG SESUNGGUHNYA (79) SETAN HARUS JADI PECUNDANG: DIRI PEMENANG (68) SEBUAH PENGALAMAN PRIBADI MENGAJAR KETAUHIDAN DI LAPAS CIPINANG (65) INILAH ALQURAN YANG SESUNGGUHNYA (60) ROUTE TO 1.6.799 JALAN MENUJU MAKRIFATULLAH (59) MUTIARA-MUTIARA KEHIDUPAN: JALAN MENUJU KERIDHAAN ALLAH SWT (54) PUASA SEBAGAI KEBUTUHAN ORANG BERIMAN (50) ENERGI UNTUK MEMOTIVASI DIRI & MENJAGA KEFITRAHAN JIWA (44) RUMUS KEHIDUPAN: TAHU DIRI TAHU ATURAN MAIN DAN TAHU TUJUAN AKHIR (38) TAUHID ILMU YANG WAJIB KITA MILIKI (36) THE ART OF DYING: DATANG FITRAH KEMBALI FITRAH (33) JIWA YANG TENANG LAGI BAHAGIA (27) BUKU PANDUAN UMROH (26) SHALAT ADALAH KEBUTUHAN DIRI (25) HAJI DAN UMROH : JADIKAN DIRI TAMU YANG SUDAH DINANTIKAN KEDATANGANNYA OLEH TUAN RUMAH (24) IKHSAN: INILAH CERMINAN DIRI KITA (24) RUKUN IMAN ADALAH PONDASI DASAR DIINUL ISLAM (23) ZAKAT ADALAH HAK ALLAH SWT YANG HARUS DITUNAIKAN (20) KUMPULAN NASEHAT UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK (19) MUTIARA HIKMAH DARI GENERASI TABI'IN DAN TABI'UT TABIIN (18) INSPRIRASI KESEHATAN DIRI (15) SYAHADAT SEBAGAI SEBUAH PERNYATAAN SIKAP (14) DIINUL ISLAM ADALAH AGAMA FITRAH (13) KUMPULAN DOA-DOA (10) BEBERAPA MUKJIZAT RASULULLAH SAW (5) DOSA DAN JUGA KEJAHATAN (5) DZIKIR UNTUK KEBAIKAN DIRI (4) INSPIRASI DARI PARA SAHABAT NABI (4) INILAH IBADAH YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW (3) PEMIMPIN DA KEPEMIMPINAN (3) TAHU NABI MUHAMMAD SAW (3) DIALOQ TOKOH ISLAM (2) SABAR ILMU TINGKAT TINGGI (2) SURAT TERBUKA UNTUK PEROKOK dan KORUPTOR (2) IKHLAS DAN SYUKUR (1)

Sabtu, 06 April 2024

INILAH MUKJIZAT DAN KEBESARAN SERTA KISAH KEAJAIBAN ALQURAN (PART 7 of 7)


F.    ADANYA KETERPADUAN ANTARA DUA AYAT DALAM SATU SURAH.

 

Untuk dapat melihat dan memahami serta merenungkan keterpaduan antara dua ayat dalam satu surah, mari kita perhatikan dengan seksama ayat 1 dan ayat 2 dari surat Al Jumu’ah sebagaimana berikut ini: Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumu’ah (62) ayat 1 yang artinya, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah. Maha Raja, Maha Suci, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” Berdasarkan surat Al Jumu’ah (62) ayat 1 di atas ini, Allah SWT mempertunjukkan kepada apa yang ada di langit dan di bumi tentang Allah SWT yang memiliki 4 (empat) buah af’al (perbuatan) yang terdiri dari: (1) Al Malik (Yang Maha Raja); (2) Al Quddus (Yang Maha Suci);  (3) Al Azis (Yang Maha Perkasa);  dan (4) Al Hakim (Yang Maha Bijaksana)

 

Di lain sisi, Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Jumu’ah (62) ayat 2 yang artinya, “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat ayatNya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar benar dalam kesesatan yang nyata.” Sedangkan surat Al Jumu’ah (62) ayat 2 menerangkan tentang tugas dari seorang Rasul yang juga terdiri dari 4 (empat) hal seperti: (1) membacakan kepada mereka ayat ayat-Nya; (2) menyucikan (jiwa) mereka; (3) mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah) dan (4) menunjukkan kemahabijaksanaan Allah SWT dengan mengajarkan kepada sesama walaupun sebelumnya mereka benar benar dalam kesesatan.

 

Sekarang mari kita padukan antara af’al (perbuatan) Al Malik (Dzat Yang Maha Raja) dengan tugas Rasul, yaitu membacakan kepada mereka ayat ayat-Nya. Allah SWT selaku Al Malik maka Allah SWT adalah satu satunya yang berkuasa penuh atas penciptaan dan kepemilikan dari alam semesta ini sehingga hanya Allah SWT sajalah yang paham dan yang mengerti tentang ciptaan-Nya dan juga yang menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan ciptaan-Nya termasuk menentukan ketentuan, hukum, dan undang undang yang  berlaku di alam semesta ini. Inilah kondisi dasar Allah SWT. Lalu dimanakah tugas dari Rasul itu? Tugas Rasul ada pada ayat ke dua surat Al Jumu’ah yang menyatakan bahwa Rasul bertugas untuk menyampaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah SWT dengan membacakan ayat ayat-Nya sehingga dapat diketahui oleh seluruh umat manusia. Berdasarkan perpaduan ini terlihat bahwa seorang rasul hanya bertugas menyampaikan (penyampai) risalah berupa peringatan dan juga kabar gembira.  

 

Lalu bagaimana dengan af’al atau perbuatan Allah SWT yang bernama Al Quddus (Yang Maha Suci) dan yang dimaksud dengan AlQuddus adalah Dia bersih dari segala macam macam kekurangan dan aib’ serta kesalahan, yang berarti Allah sangat jauh dari sifat sifat jelek dan lebih pantas menyandang sifat sifat baik nan mulia. Adanya kondisi Allah SWT yang memiliki sifat AlQuddus  maka kondisi ini mengharuskan diri kita untuk menyesuaikan diri dengan kesucian dan kemuliaan Allah SWT sehingga dengan adanya persamaan kesucian yang kita miliki terbukalah pintu sehingga memudahkan diri kita untuk berkomunikasi dengan Allah SWT.

 

Agar manusia mudah melakukan komunikasi dengan Allah SWT maka Allah SWT menugaskan rasul-Nya untuk mengajarkan kepada umat manusia agar jiwa mereka tetap suci, atau mengajarkan kepada umat manusia tentang tata cara untuk menyucikan jiwa mereka, dalam hal ini mengajarkan tentang Thaharah. Akhirnya terjadilah kesesuaian kesucian diri manusia dengan kesucian Allah SWT, yang pada akhirnya manusialah yang diuntungkan dengan keadaan ini.

 

Sekarang bagaimana dengan af’al atau perbuatan Allah SWT yang bernama Al Azis (Yang Maha Perkasa). Al-Aziz merupakan kata dalam bahasa Arab berakar dari huruf A-Z-Z yang berarti ‘Sangat Kuat’, ‘Kuat’, atau ‘Terhormat’. Al-Aziz dapat merujuk pada Al-Aziz, salah satu Asmaul Husna atau nama baik Allah yang tercantum di dalam Kitab Suci AlQuran. Pengertian Al Aziz juga bisa dimaknai bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Perkasa, yang tidak bisa dikalahkan oleh sesuatupun, Maha Kuat dan mengalahkan segala sesuatu.

 

Dan salah satu bukti keperkasaan Allah SWT yang menunjukkan Allah SWT sangat berkuasa maka Allah SWT sajalah yang berhak menentukan hukum, undang undang, ketentuan yang berlaku di alam semesta ini. Dan untuk membuktikannya, dan memberitahukan kepada umat manusia tentang adanya hukum, undang undang dan ketentuan yang telak ditetapkan berlaku oleh Allah SWT  maka Allah SWT menugaskan rasul-Nya untuk mengajarkan umat manusia tentang AlQuran dan juga Alhikmah (sunnah) sehingga diketahuilah keperkasaan Allah SWT itu oleh umat manusia. 

 

Al Hakim (Yang Maha Bijaksana) artinya maha bijaksana, sangat tepat dalam mengukur dan sangat baik dalam mengatur. Allah SWT bersih dari segala perbuatan yang tidak sesuai dengan keagungan dan kesempurnaanNya. Sedangkan kondisi manusia sangat bertolak dengan keadaan dan kondisi Allah SWT. Untuk itulah Rasul ditugaskan oleh Allah SWT untuk menunjukkan kemahabijaksanaan Allah SWT dengan mengajarkan kepada mereka walaupun sebelumnya mereka benar benar dalam kesesatan, atau mengalami kondisi yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Adanya af’al (perbuatan) Al Hakim menunjukkan Allah SWT masih memberikan kesempatan ke dua kepada setiap umat manusia dan yang menandakan bahwa Allah SWT sayang kepada umatNya. Apakah kesempatan itu akan kita sia siakan berlalu dihadapan diri kita!


Dan dengan adanya 4 (empat) kesesuaian yang kami kemukakan di atas tentang Allah SWT dan juga tentang tugas tugas kerasulan, menunjukkan kepada kita bahwa Allah SWT begitu sempurna mempersiapkan AlQuran ini, Allah SWT juga sangat teliti menurunkan ayat ayat-Nya yang menjadi AlQuran. Lalu sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang membutuhkan AlQuran, sudahkah kita memperhatikan kondisi yang sedemikian sempurna ini sehingga mampu menambah keimanan dan ketaqwaan diri kita kepada Allah SWT!


G.    BERTASBIHNYA MAKHLUK KEPADA ALLAH SWT.


Saat diri kita hidup di muka bumi ini, kita hidup tidak sendirian. Namun ada makhluk makhluk lainnya yang juga diciptakan oleh Allah SWT seperti langit, bumi, gunung, hewan, tumbuhan, air, udara, virus, bakteri serta makhluk lainnya yang kesemuanya ada karena memang diciptakan oleh Allah SWT. Dimana semua makhluk yang diciptakan dan dimiliki oleh Allah SWT tersebut, berdasarkan surat Al Israa’ (17) ayat 44 berikut ini: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.” Semuanya bertasbih kepada Allah SWT dengan memanjatkan segala puji pujian kepada Allah SWT yang mana segala tasbih yang dilakukannya tidak pernah kita mengerti seperti apa.Hanya Allah SWT sajalah yang tahu seperti apa bertasbihnya makhluk di luar manusia itu.

 

Allah SWT merahasiakan bentuk tasbih makhluk lainnya yang ada di langit dan di bumi tentu ada rahasia yang tersembunyi di balik itu semua. Lalu pernahkah kita mencoba untuk meneliti dan merenungkan bertasbihnya makhluk itu? Apakah bertasbihnya makhluk mengeluarkan suara seperti yang manusia lakukan? Jika kita mengacu kepada makhluk yang memiliki suara, katakan seekor burung cucak rawa, apakah  suaranya yang merdu menunjukkan itu adalah bentuk bertasbihnya burung cucak rawa kepada Allah SWT? Bisa saja suara burung cucak rawa yang merdu bukanlah bentuk bertasbihnya burung cucak rawa. Namun yang menunjukkan bentuk bertasbihnya burung cucak rawa melalui isi yang terkandung di dalam suara burung cucak rawa dan inilah yang manusia tidak pernah ketahui.  

 

Lalu apakah hanya dari sisi suara saja suatu makhluk dapat dikatakan telah bertasbih kepada Allah SWT? Suara memang bisa saja dijadikan sebuah indikator bahwa suatu makhluk telah melakukan prosesi bertasbih kepada Allah SWT. Namun hal itu bukanlah satu-satunya tolak ukur dari bertasbihnya makhluk. Bisa saja, tolak ukur dari bertasbihnya makhluk ditinjau dari aspek adanya keteraturan melalui patuh dan taatnya bumi, bulan, matahari serta bintang yang beredar di dalam orbitnya masing masing. Bisa saja, tolak ukur dari bertasbihnya makhluk ditinjau dari aspek patuhnya lebah hanya mencari makanan yang baik baik dan memberikan sesuatu yang baik-baik kepada umat manusia. Demikian pula dengan lalat yang hanya suka dengan yang buruk-buruk sehingga lalat selalu memberikan keburukan dan menyebarkan bibit penyakit.

 

Bisa saja, tolak ukur dari bertasbihnya tumbuhan atau pepohonan yang mengambil yang buruk-buruk, dalam hal ini “carbon dioksida”, lalu diprosesnya saat malam hari lalu melepaskan  “oksigen” pada pagi hari yang dibutuhkan oleh manusia. Bisa saja, tolak ukur dari sesuatu benda atau dzat tertentu yang dipadukan dalam ukuran tertentu, sehingga menjadi sebuah benda atau dzat tertentu. Dalam hal ini katakan, jika Hidrogen dipadukan dengan Oksigen dengan perbandingan dua berbanding satu, menjadi H2O, atau disebut juga dengan air. Dan masih banyak lagi bentuk bentuk bertasbihnya makhluk yang lainnya yang memang kita tidak pernah tahu bentuknya.

  

Pernahkah kita merenung dan memikirkan jika sampai makhluk yang ada di langit dan di bumi tidak mau bertasbih dengan tidak mau tunduk patuh kepada Allah SWT, lalu apakah yang dapat kita jadikan pelajaran tentang hal ini? Hasil dari bertasbihnya makhuk dengan tunduk dan patuhnya makhluk kepada Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk kemaslahatan dan kebaikan seluruh makhluk yang di muka bumi, termasuk untuk kebaikan umat manusia. Bertasbihnya makhluk, tunduk patuhnya makhluk, menjadikan adanya keteraturan yang mendatangkan kebaikan serta memberikan kepastian akan adanya suatu ketetapan tentang sesuatu, seperti madu untuk kebaikan, berjalannya matahari, bulan, bumi dalam orbitnya masing yang memberikan kepastian adanya waktu dan perbedaan malam dan siang, dan lain sebagainya.

 

Sekarang, jika makhluk makhluk selain manusia telah mampu menunjukkan kualitas dari tasbih, patuh dan taatnya mereka kepada Allah SWT. Lalu bagaimana dengan kualitas tasbih, patuh dan taatnya diri kita kepada Allah SWT jika dibandingkan dengan makhluk makluk lainnya yang sama sama hidup, bahkan berdampingan serta membutuhkan mereka, di langit dan di bumi yang dimiliki  Allah SWT? Jika sampai kualitas diri kita kalah dengan kualitas makhluk makhluk lainnya, terjadilah sebuah ketidakharmonisan dalam kehidupan ini karena ulah diri kita sendiri.

 

Madu yang seharusnya baik bagi kesehatan kita, justru menjadi penyakit bagi diri kita karena lebah yang menghasilkan madu tidak rela dan ridha kepada madu yang dihasilkannya jika dikonsumsi oleh orang yang tidak beriman kepada Allah SWT. Padi lebih suka dimakan oleh hama wereng, dibandingkan dengan manusia yang kufur kepada Allah SWT, atau hujan yang seharusnya menjadi berkah kepada umat manusia justru menjadi bencana alam yang menyusahkan manusia. Tidakkah kita menyadari hal ini!

 

H.    KISAH KISAH KEAJAIBAN ALQURAN.

 

Sekarang kami akan mengemukakan beberapa kisah keajaiban AlQuran sebagaimana dikemukakan oleh “Musthafa Muhammadi Ahwazi” dalam bukunya “Kisah Kisah Keajaiban AlQuran” yang kesemuanya menunjukkan adanya kemukjizatan AlQuran, yaitu:

 

1.  Mukjizat Basmallah. Pada suatu hari Rasullah SAW keluar dari kota Madinah dan melihat seorang Badui di depan sumur sedang mengambil air untuk untanya. Rasulullah SAW berkata kepadanyan, ‘Apa engkau may menyewa jasa seseorang untuk memberikan air pada untamu?” Orang tersebut menjawab, “Ya, setiap embernya aku akan bayar tiga butir kurma.” Rasulullah SAW setuju dengan kesepakatan itu. Lalu beliau mengambil ember dan menimba air dari sumur. Ketika sampai pada ember ke delapan, tiba tiba tali sumur itu putus dan ember pun jatuh ke dalam sumur. Orang Badui itu menjadi sangat marah, dan dengan beraninya menampar wajah mulia Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memasukkan tangannya ke dalam sumur tersebut dan mengambil ember yang jatuh. Lalu beliau kembali pulang ke Madinah.

 

Si Badui tersentak melihat kesabaran dan akhlak mulia Rasulullah SAW. Dengan pisau yang ia miliki, ia memotong tangan yang ia gunakan untuk menampar wajah mulia Rasulullah SAW. Ia pun akhirnya pingsan dan jatuh tersungkur ke tanah. Kebetulan sekelompok kafilah melintasi jalan itu. Mereka melihatnya dan kemudian membasuh wajahnya dengan air agar ia sadar. Ia pun akhirnya sadar, dan mereka bertanya, ‘Apa yang terjadi padamu?’ Ia menjawab, “Aku telah menampar wajah mulia Rasulullah SAW. Aku takut tertimpa bencana dan dosa”.

 

Akhirnya ia bangkit, dan dengan tangan yang satunya ia membawa tangannya yang telah terputus menuju Madinah untuk menjumpai Rasulullah SAW. Sampai di Madinah, ia berjumpa dengan Salman al Farisi. Salman membawanya ke rumah Fathimah az Zahra. Ketika ia sampai di rumah Fathimah, ia melihat Rasulullah SAW sedang duduk sambil memanggku cucunya, Al Husain. Ia pun segera menghampiri Rasulullah SAW dan meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan beliau bertanya, “Mengapa engkau potong tanganmu?” Ia menjawab, “Aku tidak lagi menginginkan tangan yang telah kupakai untuk menampar wajah muliamu.” Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah agama Islam yang mengajarkan tentang keesaan Tuhan!” Ia menjawab, “Jika engkau bersama kebenaran maka sambungkan dan sembuhkanlah kembali tanganku yang terpotong ini seperti sediakala.” Rasulullah SAW meletakkan tangan yang terputus itu pada tempatnya semua seraya berucap, “Bismillahir rahmanir rahim”. Beliau juga menutup tangan tersebut sambil mengusapkan tangan mulianya. Akhirnya tangan si Badui tersebut kembali seperti sedia kala. Ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan akhirnya memeluk Islam.

 

2.       AlQuran Pemberi Rezeki. Dinukil oleh sejumlah sejarawan bahwa seseorang selalu datang ke rumah Umar bin Khattab untuk meminta bantuan. Umar pun lelah menghadapinya, ia berkata, “Wahai fulan, apakah engkau berhijrah ke rumah Umar ataukah ke rumah Allah? Pergi dan bacalah AlQuran serta pelajarilah ajaran ajarannya sehingga engkau tidak perlu lagi datang ke rumah Umar.” Akhirnya orang itu pun pergi. Berbulan bulan telah berlalu, orang itu tidak pernah datang lagi ke rumah Umar. Umar piun tidak pernah melihatnya lagi. Umar mendengar kabar bahwa orang tersebut telah menarik diri dari masyarakat dan sibuk dengan ibadah. Ia meminta kesusahan dari Allah untuk mendapatkan makanan yang halal dan juga memohon kepadaNya untuk menjamin kehidupannya.

 

Umar pun pergi mencarinya, akhirnya ia berjumpa dengan orang tersebut dan berkata, “Aku rindu ingin berjumpa denganmu. Aku datang untuk menanyakan keadaanmu. Beri tahu aku apa yang menyebabkan engkau menjauh dari kami (masyarakat)?’  Ia pun menjawab, “Aku telah membaca AlQuran. AlQuran telah mengajarkan padaku bahwa aku tidak membutuhkan Umar dan keluarganya.” Umar berkata, “Ayat mana yang mengajarkan hal itu padamu sehingga engkau berkeyakinan begitu?” Ia lalu membacakan ayat AlQuran, “Dan di langit terdapat sebab sebab rezekimu dan terdapat pula apa yang dijanjikan kepadamu”. (surat Adz Dzariyat ayat 22). Orang itu melanjutkan, “Akhirnya aku menyadari bahwa aku adalah orang yang paling celaka dan hina karena aku mengetahui rezekiku ada di langit namun aku malah mencarinya di bumi.”

 

3.  Perbuatan Buruk Akan Kembali Kepada Pelakunya.Pada masa kenabian Rasulullah SAW, turunlah wahyu Allah yang berbunyi, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu telah berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (surat Al Isra (17) ayat 7).” Salah seorang sahabat Rasulullah SAW terpukau oleh keindahan makna ayat tersebut. Siang dan malam ia selalu melantunkan ayat tersebut. Salah seorang wanita dari kaum musyrik datang menemuinya dengan penuh kebencian dan hasud, ia ingin mencelai sahabat Rasulullah SAW itu. Ia membuat manisan yang dicampur dengan racun, kemudian ia berikan kepada sahabat Rasulullah SAW itu.

 

Sahabat Rasulullah SAW tersebut lalu membungkus manisan itu dan membawanya sebagai bekal dalam melintasi padang pasir. Tak berapa lama kemudian, ia melihat dua orang pemuda yang tengah pulang dari perjalanan jauh dan tampak lelah. Ia pun menawarkan manusia tersebut kepada keduanya seraya berkata, “Apakah kalian berdua mau manisan?” Kedua pemuda tersebut menjawab, “Ya” Keduanya kemudian memakan manisan itu. Di tengah tengah makan, kedua pemuda tersebut jatuh lalu meninggal dunia. Kabar tersebut tersebar di kota Madinah. Akhirnya sang sahabat pun ditangkap, kemudian dihadirkan ke hadapan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Dari mana engkau peroleh manisan itu?” Ia pun menjawab, “Dari seorang wanita.” Rasulullah SAW meminta agar wanita tersebut dihadirkan. Ketika wanita itu tiba, ia melihat kedua pemuda yang telah meninggal dunia tersebut, yang tak lain adalah anaknya sendiri.

 

Wanita tersebut akhirnya bersimpuh di kaki Rasulullah SAW sambil berkata, “Kebenaran ayat itu telah membuka mataku bahwa setiap perbuatan buruk yang aku lakukan akan kembali kepada diriku. Dan aku pun menyadari bahwa yang kembali kepadaku (meninggalnya kedua putraku) sebagai akibat dari apa yang telah aku lakukan adalah realisasi dari ayat itu.

 

4.    Saya Juga Telah Menjadi Seorang Muslim. Thufail bin Amr adalah seorang penyair yang piawai dan pandai serta disegani di kabilahnya. Suatu saat ia memasuki kota Makkah. Bagi orang orang Quraisy, orang seperti Thufail bin Amr adalah sekutu yang sangat penting. Oleh karena itu, para pemuka Quraisy dan para pemain politik Quraisy menyambut kedatangannya sambil berkata, “Lelaki ini (Rasulullah SAW) yang sedang melakukan shalat di samping Ka,bah, dengan membawa ajaran baru telah memporak porandakan persatuan kami, dan dengan sihirnya telah memecah belah kami! Kami takut akan terjadi perpecahan di dalam kabilah Anda. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika Anda tidak berbicara dengannya!”

 

Thufail berujar, “Ucapan mereka telah berhasil menakut nakutiku. Oleh karena itu aku telah memutuskan untuk tidak berbicara dengannya (Rasulullah SAW), takut terpengaruh sihir penjelasannya. Aku juga tidak ingin mendengar ucapannya. Dan untuk menghindari pengaruh sihirnya, maka ketika thawaf aku menutup kedua telingaku dengan kapas agar jangan sampai aku mendengar bisikan bisikan AlQuran dan bacaan shalatnya. Di pagi hari aku memasuki Masjidil Haram dalam keadaan kedua kuping tersumbat kapas. Aku sama sekali tidak memiliki keinginan dan ketertarikan untuk mendengar ucapannya. Aku tidak tahu bagaimana bisa terjadi, suatu kali sebuah ucapan yang sangat manis telah menyusup ke telingaku. Dan aku merasa telah mencapai puncak kelezatan yang melebih batas.

 

Kemudian aku bicara pada diriku sendiri, “Demi ibuku! Engkau adalah seorang penyair dan pandai. Lantas, gerangan apa yang menghalangimu untuk mendengarkan ucapan orang tersebut? Jika setiap ucapannya mengandung kebaikan, maka ambillah; jika keburukan maka tolaklah. Kemudian, agar aku tidak terlihat menjumpainya, aku sabar sejenak sampai Rasulullah SAW berjalan menuju rumahnya dan masuk ke rumahnya. Aku pun meminta izin masuk ke rumahnya. Aku pun masuk ke rumahnya. Aku berbicara kepadanya tentang apa yang telah terjadi dari awal sampai akhir. Aku pun berkata kepadanya, ‘Orang orang Quraisy… demikianlah mereka membicarakan Anda, dan pada awalnya saya tidak memiliki keinginan untuk berjumpa dnegan Anda. Akan tetapi alunan ayat AlQuran yang telah Anda bacakan telah menarik saya kepada Anda. Sekarang saya ingin Anda menjelaskan kepada saya tentang ajaran Anda dan bacakanlah sedikit AlQuran kepada saya!’

 

Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan kepadanya tentang ajaran ajaran yang beliau bawa dan membacakan beberapa ayat AlQuran kepadanya. Lalu Thufail pun berujar, “Demi Tuhan aku bersumpah, aku tidak pernah mendengar satu ucapan pun yang lebih indah dari AlQuran, dan aku tidak pernah melihat satu ajaran pun yang paling seimbang melebihi ajaran tersebut. Lau, aku berkata kepada Rasulullah SAW, “Saya adalah seorang yang dikenal dan memiliki pengaruh di kabilah saya. Saya akan berusaha untuk menyebarkan ajaran Anda.” Ibnu Hisyam menuturkan, “Hingga perang Khaibar meletus, Thufail masih berada di tengah tengah kabilahnya dan sibuk menyebarkan ajaran Islam. Peristiwa Khaibar tersebut, Thufail beserta 70 sampai 80 keluarga Muslim bergabung dengan Rasulullah SAW. Dan ia tegar berjuang untuk Islam sampai wafatnya Rasulullah SAW. Pada masa khalifahm ia meneguk, air kesyahidan dalam perang Yamamah.

 

5.  Kamilah Yang Menjaga-Nya. Yahya bin Aktsam bertutur, Ma’mun salah seorang khalifah bani Abbasiyah, setelah mendapatkan tongkat kekhalifahan, memiliki tempat perkumpulan diskusi. Pada suatu hari datanglah seorang Yahudi yang berparas menawan, wangi aroma tubuhnya, dan indah pakaiannya, memasuki tempat berkumpul tersebut. Kemudian, ia mulai bicara dengan tutur yang menarik dan tersusun rapi. Ketika majelis tersebut berakhir dan hadirun telah berkurang, Ma’mun meminta kepadanya seraya berkata, “Pilihlah agama Islam dan jadilah seorang Muslim sehingga aku bisa berbuat banyak untukmu!. Ia (si Yahudi) pun berkata, “Agamaku adalah agama ayah ayahku, maka janganlah menekan dan memaksaku untuk melepaskan agamaku.”

 

Lewatlah masa satu tahun. Orang Yahudi tersebut diketahui telah memeluk agama Islam. Kemudian, ia mulai berbicara tentang fikih dengan baik dan sempurna. Lalu, setelah majelis tersebut berakhir, Ma’mun berkata kepadanya, “Bukankah engkau musuh kami yang tahun lalu dating ke tempat ini, dan kepadamu aku tawarkan Islam akan tetapi engkau menolaknya?” Ia pun menjawab, “Benar.

 

Aku adalah orang yang pandai menulis. Ketika aku pergi dari tempat ini, aku menulis tiga lembar Taurat dan aku telah mengubahnya dengan memberikan penambahan dan pengurangan di dalamnya. Kemudian, aku membawanya ke pasar dan menjualnya. Lalu, terjuallah tiga lembar (Taurat buatan) tersebut. Kemudian, aku menulis tiga lembar Injil dan ketika aku menulisnya, aku memberikan penambahan dan pengurangan di dalamnya. Dan tiga lembar Injil tersebut pun terjual.

 

Lalu aku mulai melirik AlQuran dan aku menulis tiga lembar AlQuran. Akupun melakukan pengurangan dan penambahan terhadapnya. Aku membawanya ke para penjual buku di pasar, akan tetapi mereka membuka buka sejumlah AlQuran dan memperhatikan dengan seksama. Dan tatkala mereka mengetahui terjadi pengurangan dan penambahan ayat, maka mereka mencampakkan dan melemparkan AlQuran (ayat ayat) buatan ke arah saya. Dari kejadian tersebut saya yakin bahwa AlQuran adalah kitab yang terjaga dan tidak diserahkan kepada tangan tangan pencuri dan karena itulah aku memeluk Islam.” Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan AlQuran dan sesungguhnya Kami benar benar yang memeliharanya. (surat Al Hijr (15) ayat 9)

 

Sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang sangat membutuhkan AlQuran dimana AlQuran itu adalah sesuatu yang bersifat original yang berasal hanya dari Allah SWT semata, tentunya apa yang apa yang kami kemukakan tentang kemukjizaran AlQuran di atas seharusnya mampu menghantarkan diri kita semakin mengimani AlQuran, sehingga mampu mendorong diri kita untuk mempelajarinya, untuk memahaminya, untuk mengamalkan dan menyebarluaskannya dan mampu pula menjadikan AlQuran sebagai akhlak bagi diri.

 

Lalu apakah AlQuran sesuatu yang bersifat original dari Allah SWT semata akan kita sia-siakan begitu saja dengan cara membiarkan, mengabaikan isi dan kandungannya  karena kita sibuk menjadikan AlQuran sebatas buku bacaan yang cukup dibaca semata atau kita sibuk menghapalkan AlQuran tanpa makna. Jika sampai ini terjadi berarti kita tidak butuh dengan yang original karena telah memilih sesuatu yang bersifat imitasi (hanya sampai permukaannya saja) yang pada akhirnya pernyataan Borgese di atas menjadi kenyataan bagi generasi yang datang di kemudian hari. Semoga hal ini tidak terjadi oleh sebab diri kita yang belajar dan juga mengajarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar