F. ADANYA KETERPADUAN
ANTARA DUA AYAT DALAM SATU SURAH.
Untuk dapat melihat
dan memahami serta merenungkan keterpaduan antara dua ayat dalam satu surah,
mari kita perhatikan dengan seksama ayat 1 dan ayat 2 dari surat Al Jumu’ah
sebagaimana berikut ini: Allah SWT berfirman dalam surat Al Jumu’ah (62) ayat 1
yang artinya, “Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih
kepada Allah. Maha Raja, Maha Suci, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” Berdasarkan
surat Al Jumu’ah (62) ayat 1 di atas ini, Allah SWT mempertunjukkan kepada apa
yang ada di langit dan di bumi tentang Allah SWT yang memiliki 4 (empat) buah
af’al (perbuatan) yang terdiri dari: (1) Al Malik (Yang Maha Raja); (2) Al
Quddus (Yang Maha Suci); (3) Al Azis
(Yang Maha Perkasa); dan (4) Al Hakim
(Yang Maha Bijaksana)
Di lain sisi, Allah
SWT juga berfirman dalam surat Al Jumu’ah (62) ayat 2 yang artinya, “Dialah
yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat ayatNya, menyucikan (jiwa) mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (sunnah), meskipun sebelumnya
mereka benar benar dalam kesesatan yang nyata.” Sedangkan surat Al
Jumu’ah (62) ayat 2 menerangkan tentang tugas dari seorang Rasul yang juga
terdiri dari 4 (empat) hal seperti: (1) membacakan
kepada mereka ayat ayat-Nya; (2) menyucikan
(jiwa) mereka; (3) mengajarkan kepada
mereka kitab dan hikmah (sunnah) dan (4) menunjukkan kemahabijaksanaan Allah SWT dengan mengajarkan kepada sesama
walaupun sebelumnya mereka benar benar dalam kesesatan.
Sekarang mari kita
padukan antara af’al (perbuatan) Al Malik (Dzat Yang Maha Raja) dengan tugas
Rasul, yaitu membacakan kepada mereka ayat ayat-Nya. Allah SWT selaku Al Malik
maka Allah SWT adalah satu satunya yang berkuasa penuh atas penciptaan dan
kepemilikan dari alam semesta ini sehingga hanya Allah SWT sajalah yang paham
dan yang mengerti tentang ciptaan-Nya dan juga yang menentukan segala sesuatu
yang berhubungan dengan ciptaan-Nya termasuk menentukan ketentuan, hukum, dan
undang undang yang berlaku di alam
semesta ini. Inilah kondisi dasar Allah SWT. Lalu dimanakah tugas dari Rasul
itu? Tugas Rasul ada pada ayat ke dua surat Al Jumu’ah yang menyatakan bahwa
Rasul bertugas untuk menyampaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah
SWT dengan membacakan ayat ayat-Nya sehingga dapat diketahui oleh seluruh umat
manusia. Berdasarkan perpaduan ini terlihat bahwa seorang rasul hanya bertugas
menyampaikan (penyampai) risalah berupa peringatan dan juga kabar gembira.
Lalu bagaimana dengan
af’al atau perbuatan Allah SWT yang bernama Al Quddus (Yang Maha Suci) dan yang
dimaksud dengan AlQuddus adalah Dia bersih dari segala macam macam kekurangan
dan aib’ serta kesalahan, yang berarti Allah sangat jauh dari sifat sifat jelek
dan lebih pantas menyandang sifat sifat baik nan mulia. Adanya kondisi Allah
SWT yang memiliki sifat AlQuddus maka
kondisi ini mengharuskan diri kita untuk menyesuaikan diri dengan kesucian dan
kemuliaan Allah SWT sehingga dengan adanya persamaan kesucian yang kita miliki
terbukalah pintu sehingga memudahkan diri kita untuk berkomunikasi dengan Allah
SWT.
Agar manusia mudah melakukan komunikasi dengan Allah SWT
maka Allah SWT menugaskan rasul-Nya untuk mengajarkan kepada umat manusia agar
jiwa mereka tetap suci, atau mengajarkan kepada umat manusia tentang tata cara
untuk menyucikan jiwa mereka, dalam hal ini mengajarkan tentang Thaharah.
Akhirnya terjadilah kesesuaian kesucian diri manusia dengan kesucian Allah SWT,
yang pada akhirnya manusialah yang diuntungkan dengan keadaan ini.
Sekarang bagaimana
dengan af’al atau perbuatan Allah SWT yang bernama Al Azis (Yang Maha Perkasa).
Al-Aziz merupakan kata dalam bahasa Arab berakar dari huruf A-Z-Z yang berarti ‘Sangat
Kuat’, ‘Kuat’, atau ‘Terhormat’. Al-Aziz dapat merujuk pada Al-Aziz, salah satu
Asmaul Husna atau nama baik Allah yang tercantum di dalam Kitab Suci AlQuran. Pengertian
Al Aziz juga bisa dimaknai bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Perkasa, yang
tidak bisa dikalahkan oleh sesuatupun, Maha Kuat dan mengalahkan segala
sesuatu.
Dan salah satu bukti
keperkasaan Allah SWT yang menunjukkan Allah SWT sangat berkuasa maka Allah SWT
sajalah yang berhak menentukan hukum, undang undang, ketentuan yang berlaku di
alam semesta ini. Dan untuk membuktikannya, dan memberitahukan kepada umat
manusia tentang adanya hukum, undang undang dan ketentuan yang telak ditetapkan
berlaku oleh Allah SWT maka Allah SWT
menugaskan rasul-Nya untuk mengajarkan umat manusia tentang AlQuran dan juga
Alhikmah (sunnah) sehingga diketahuilah keperkasaan Allah SWT itu oleh umat
manusia.
Al Hakim (Yang Maha
Bijaksana) artinya maha bijaksana, sangat tepat dalam mengukur dan sangat baik
dalam mengatur. Allah SWT bersih dari segala perbuatan yang tidak sesuai dengan
keagungan dan kesempurnaanNya. Sedangkan kondisi manusia sangat bertolak dengan
keadaan dan kondisi Allah SWT. Untuk itulah Rasul ditugaskan oleh Allah SWT
untuk menunjukkan kemahabijaksanaan Allah SWT dengan mengajarkan kepada mereka
walaupun sebelumnya mereka benar benar dalam kesesatan, atau mengalami kondisi
yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Adanya af’al (perbuatan) Al Hakim
menunjukkan Allah SWT masih memberikan kesempatan ke dua kepada setiap umat
manusia dan yang menandakan bahwa Allah SWT sayang kepada umatNya. Apakah
kesempatan itu akan kita sia siakan berlalu dihadapan diri kita!
Dan dengan adanya 4 (empat) kesesuaian yang kami kemukakan di atas tentang Allah SWT dan juga tentang tugas tugas kerasulan, menunjukkan kepada kita bahwa Allah SWT begitu sempurna mempersiapkan AlQuran ini, Allah SWT juga sangat teliti menurunkan ayat ayat-Nya yang menjadi AlQuran. Lalu sebagai abd’ (hamba)-Nya yang juga adalah khalifah-Nya yang membutuhkan AlQuran, sudahkah kita memperhatikan kondisi yang sedemikian sempurna ini sehingga mampu menambah keimanan dan ketaqwaan diri kita kepada Allah SWT!
G.
BERTASBIHNYA MAKHLUK
KEPADA ALLAH SWT.
Saat diri kita hidup
di muka bumi ini, kita hidup tidak sendirian. Namun ada makhluk makhluk lainnya
yang juga diciptakan oleh Allah SWT seperti langit, bumi, gunung, hewan,
tumbuhan, air, udara, virus, bakteri serta makhluk lainnya yang kesemuanya ada
karena memang diciptakan oleh Allah SWT. Dimana semua makhluk yang diciptakan
dan dimiliki oleh Allah SWT tersebut, berdasarkan surat Al Israa’ (17) ayat 44
berikut ini: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tidak sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya,
tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.”
Semuanya bertasbih kepada Allah SWT dengan memanjatkan segala puji pujian kepada Allah SWT
yang mana segala tasbih yang dilakukannya tidak pernah kita mengerti seperti
apa.Hanya Allah SWT sajalah yang tahu seperti apa bertasbihnya makhluk di luar
manusia itu.
Allah SWT
merahasiakan bentuk tasbih makhluk lainnya yang ada di langit dan di bumi tentu
ada rahasia yang tersembunyi di balik itu semua. Lalu pernahkah kita mencoba
untuk meneliti dan merenungkan bertasbihnya makhluk itu? Apakah bertasbihnya
makhluk mengeluarkan suara seperti yang manusia lakukan? Jika kita mengacu
kepada makhluk yang memiliki suara, katakan seekor burung cucak rawa,
apakah suaranya yang merdu menunjukkan
itu adalah bentuk bertasbihnya burung cucak rawa kepada Allah SWT? Bisa saja
suara burung cucak rawa yang merdu bukanlah bentuk bertasbihnya burung cucak
rawa. Namun yang menunjukkan bentuk bertasbihnya burung cucak rawa melalui isi
yang terkandung di dalam suara burung cucak rawa dan inilah yang manusia tidak
pernah ketahui.
Lalu apakah hanya
dari sisi suara saja suatu makhluk dapat dikatakan telah bertasbih kepada Allah
SWT? Suara memang bisa saja dijadikan
sebuah indikator bahwa suatu makhluk telah melakukan prosesi bertasbih kepada
Allah SWT. Namun hal itu bukanlah satu-satunya tolak ukur dari bertasbihnya
makhluk. Bisa saja, tolak ukur dari bertasbihnya makhluk ditinjau dari aspek
adanya keteraturan melalui patuh dan taatnya bumi, bulan, matahari serta
bintang yang beredar di dalam orbitnya masing masing. Bisa saja, tolak ukur
dari bertasbihnya makhluk ditinjau dari aspek patuhnya lebah hanya mencari
makanan yang baik baik dan memberikan sesuatu yang baik-baik kepada umat
manusia. Demikian pula dengan lalat yang hanya suka dengan yang buruk-buruk
sehingga lalat selalu memberikan keburukan dan menyebarkan bibit penyakit.
Bisa saja, tolak ukur
dari bertasbihnya tumbuhan atau pepohonan yang mengambil yang buruk-buruk,
dalam hal ini “carbon dioksida”, lalu diprosesnya saat malam hari lalu
melepaskan “oksigen” pada pagi hari yang
dibutuhkan oleh manusia. Bisa saja, tolak ukur dari sesuatu benda atau dzat
tertentu yang dipadukan dalam ukuran tertentu, sehingga menjadi sebuah benda
atau dzat tertentu. Dalam hal ini katakan, jika Hidrogen dipadukan dengan
Oksigen dengan perbandingan dua berbanding satu, menjadi H2O, atau disebut juga
dengan air. Dan masih banyak lagi bentuk bentuk bertasbihnya makhluk yang
lainnya yang memang kita tidak pernah tahu bentuknya.
Pernahkah kita
merenung dan memikirkan jika sampai makhluk yang ada di langit dan di bumi
tidak mau bertasbih dengan tidak mau tunduk patuh kepada Allah SWT, lalu apakah
yang dapat kita jadikan pelajaran tentang hal ini? Hasil dari bertasbihnya makhuk dengan tunduk dan patuhnya makhluk
kepada Allah SWT bukanlah untuk kepentingan Allah SWT melainkan untuk
kemaslahatan dan kebaikan seluruh makhluk yang di muka bumi, termasuk untuk
kebaikan umat manusia. Bertasbihnya makhluk, tunduk patuhnya makhluk,
menjadikan adanya keteraturan yang mendatangkan kebaikan serta memberikan
kepastian akan adanya suatu ketetapan tentang sesuatu, seperti madu untuk
kebaikan, berjalannya matahari, bulan, bumi dalam orbitnya masing yang
memberikan kepastian adanya waktu dan perbedaan malam dan siang, dan lain
sebagainya.
Sekarang, jika
makhluk makhluk selain manusia telah mampu menunjukkan kualitas dari tasbih,
patuh dan taatnya mereka kepada Allah SWT. Lalu bagaimana dengan kualitas
tasbih, patuh dan taatnya diri kita kepada Allah SWT jika dibandingkan dengan
makhluk makluk lainnya yang sama sama hidup, bahkan berdampingan serta
membutuhkan mereka, di langit dan di bumi yang dimiliki Allah SWT? Jika sampai kualitas diri kita
kalah dengan kualitas makhluk makhluk lainnya, terjadilah sebuah
ketidakharmonisan dalam kehidupan ini karena ulah diri kita sendiri.
Madu yang seharusnya
baik bagi kesehatan kita, justru menjadi penyakit bagi diri kita karena lebah
yang menghasilkan madu tidak rela dan ridha kepada madu yang dihasilkannya jika
dikonsumsi oleh orang yang tidak beriman kepada Allah SWT. Padi lebih suka
dimakan oleh hama wereng, dibandingkan dengan manusia yang kufur kepada Allah
SWT, atau hujan yang seharusnya menjadi berkah kepada umat manusia justru
menjadi bencana alam yang menyusahkan manusia. Tidakkah kita menyadari hal ini!
H.
KISAH KISAH KEAJAIBAN
ALQURAN.
Sekarang kami akan mengemukakan beberapa
kisah keajaiban AlQuran sebagaimana dikemukakan oleh “Musthafa Muhammadi Ahwazi”
dalam bukunya “Kisah Kisah Keajaiban AlQuran” yang kesemuanya menunjukkan
adanya kemukjizatan AlQuran, yaitu:
1. Mukjizat Basmallah. Pada suatu hari
Rasullah SAW keluar dari kota Madinah dan melihat seorang Badui di depan sumur
sedang mengambil air untuk untanya. Rasulullah SAW berkata kepadanyan, ‘Apa
engkau may menyewa jasa seseorang untuk memberikan air pada untamu?” Orang
tersebut menjawab, “Ya, setiap embernya aku akan bayar tiga butir kurma.”
Rasulullah SAW setuju dengan kesepakatan itu. Lalu beliau mengambil ember dan
menimba air dari sumur. Ketika sampai pada ember ke delapan, tiba tiba tali
sumur itu putus dan ember pun jatuh ke dalam sumur. Orang Badui itu menjadi
sangat marah, dan dengan beraninya menampar wajah mulia Rasulullah SAW.
Kemudian Rasulullah SAW memasukkan tangannya ke dalam sumur tersebut dan
mengambil ember yang jatuh. Lalu beliau kembali pulang ke Madinah.
Si Badui tersentak
melihat kesabaran dan akhlak mulia Rasulullah SAW. Dengan pisau yang ia miliki,
ia memotong tangan yang ia gunakan untuk menampar wajah mulia Rasulullah SAW.
Ia pun akhirnya pingsan dan jatuh tersungkur ke tanah. Kebetulan sekelompok
kafilah melintasi jalan itu. Mereka melihatnya dan kemudian membasuh wajahnya
dengan air agar ia sadar. Ia pun akhirnya sadar, dan mereka bertanya, ‘Apa yang
terjadi padamu?’ Ia menjawab, “Aku telah menampar wajah mulia Rasulullah SAW.
Aku takut tertimpa bencana dan dosa”.
Akhirnya ia bangkit,
dan dengan tangan yang satunya ia membawa tangannya yang telah terputus menuju
Madinah untuk menjumpai Rasulullah SAW. Sampai di Madinah, ia berjumpa dengan
Salman al Farisi. Salman membawanya ke rumah Fathimah az Zahra. Ketika ia
sampai di rumah Fathimah, ia melihat Rasulullah SAW sedang duduk sambil
memanggku cucunya, Al Husain. Ia pun segera menghampiri Rasulullah SAW dan
meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan beliau bertanya, “Mengapa engkau
potong tanganmu?” Ia menjawab, “Aku tidak lagi menginginkan tangan yang telah
kupakai untuk menampar wajah muliamu.” Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah agama
Islam yang mengajarkan tentang keesaan Tuhan!” Ia menjawab, “Jika engkau
bersama kebenaran maka sambungkan dan sembuhkanlah kembali tanganku yang
terpotong ini seperti sediakala.” Rasulullah SAW meletakkan tangan yang
terputus itu pada tempatnya semua seraya berucap, “Bismillahir rahmanir rahim”.
Beliau juga menutup tangan tersebut sambil mengusapkan tangan mulianya.
Akhirnya tangan si Badui tersebut kembali seperti sedia kala. Ia pun
mengucapkan dua kalimat syahadat dan akhirnya memeluk Islam.
2.
AlQuran Pemberi
Rezeki. Dinukil
oleh sejumlah sejarawan bahwa seseorang selalu datang ke rumah Umar bin Khattab
untuk meminta bantuan. Umar pun lelah menghadapinya, ia berkata, “Wahai fulan,
apakah engkau berhijrah ke rumah Umar ataukah ke rumah Allah? Pergi dan bacalah
AlQuran serta pelajarilah ajaran ajarannya sehingga engkau tidak perlu lagi
datang ke rumah Umar.” Akhirnya orang itu pun pergi. Berbulan bulan telah
berlalu, orang itu tidak pernah datang lagi ke rumah Umar. Umar piun tidak
pernah melihatnya lagi. Umar mendengar kabar bahwa orang tersebut telah menarik
diri dari masyarakat dan sibuk dengan ibadah. Ia meminta kesusahan dari Allah
untuk mendapatkan makanan yang halal dan juga memohon kepadaNya untuk menjamin
kehidupannya.
Umar
pun pergi mencarinya, akhirnya ia berjumpa dengan orang tersebut dan berkata,
“Aku rindu ingin berjumpa denganmu. Aku datang untuk menanyakan keadaanmu. Beri
tahu aku apa yang menyebabkan engkau menjauh dari kami (masyarakat)?’ Ia pun menjawab, “Aku telah membaca AlQuran.
AlQuran telah mengajarkan padaku bahwa aku tidak membutuhkan Umar dan
keluarganya.” Umar berkata, “Ayat mana yang mengajarkan hal itu padamu sehingga
engkau berkeyakinan begitu?” Ia lalu membacakan ayat AlQuran, “Dan
di langit terdapat sebab sebab rezekimu dan terdapat pula apa yang dijanjikan
kepadamu”. (surat Adz Dzariyat ayat 22). Orang itu melanjutkan,
“Akhirnya aku menyadari bahwa aku adalah orang yang paling celaka dan hina
karena aku mengetahui rezekiku ada di langit namun aku malah mencarinya di
bumi.”
3. Perbuatan Buruk Akan
Kembali Kepada Pelakunya.Pada masa kenabian Rasulullah SAW, turunlah wahyu Allah
yang berbunyi, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu telah berbuat baik bagi dirimu
sendiri, dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.”
(surat Al Isra (17) ayat 7).” Salah seorang sahabat Rasulullah SAW
terpukau oleh keindahan makna ayat tersebut. Siang dan malam ia selalu melantunkan
ayat tersebut. Salah seorang wanita dari kaum musyrik datang menemuinya dengan
penuh kebencian dan hasud, ia ingin mencelai sahabat Rasulullah SAW itu. Ia
membuat manisan yang dicampur dengan racun, kemudian ia berikan kepada sahabat
Rasulullah SAW itu.
Sahabat
Rasulullah SAW tersebut lalu membungkus manisan itu dan membawanya sebagai
bekal dalam melintasi padang pasir. Tak berapa lama kemudian, ia melihat dua
orang pemuda yang tengah pulang dari perjalanan jauh dan tampak lelah. Ia pun
menawarkan manusia tersebut kepada keduanya seraya berkata, “Apakah kalian
berdua mau manisan?” Kedua pemuda tersebut menjawab, “Ya” Keduanya kemudian
memakan manisan itu. Di tengah tengah makan, kedua pemuda tersebut jatuh lalu
meninggal dunia. Kabar tersebut tersebar di kota Madinah. Akhirnya sang sahabat
pun ditangkap, kemudian dihadirkan ke hadapan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW
bertanya kepadanya, “Dari mana engkau peroleh manisan itu?” Ia pun menjawab,
“Dari seorang wanita.” Rasulullah SAW meminta agar wanita tersebut dihadirkan.
Ketika wanita itu tiba, ia melihat kedua pemuda yang telah meninggal dunia
tersebut, yang tak lain adalah anaknya sendiri.
Wanita
tersebut akhirnya bersimpuh di kaki Rasulullah SAW sambil berkata, “Kebenaran
ayat itu telah membuka mataku bahwa setiap perbuatan buruk yang aku lakukan
akan kembali kepada diriku. Dan aku pun menyadari bahwa yang kembali kepadaku
(meninggalnya kedua putraku) sebagai akibat dari apa yang telah aku lakukan
adalah realisasi dari ayat itu.
4. Saya Juga Telah
Menjadi Seorang Muslim. Thufail bin Amr adalah seorang penyair yang piawai dan
pandai serta disegani di kabilahnya. Suatu saat ia memasuki kota Makkah. Bagi
orang orang Quraisy, orang seperti Thufail bin Amr adalah sekutu yang sangat
penting. Oleh karena itu, para pemuka Quraisy dan para pemain politik Quraisy
menyambut kedatangannya sambil berkata, “Lelaki ini (Rasulullah SAW) yang
sedang melakukan shalat di samping Ka,bah, dengan membawa ajaran baru telah
memporak porandakan persatuan kami, dan dengan sihirnya telah memecah belah
kami! Kami takut akan terjadi perpecahan di dalam kabilah Anda. Oleh karena
itu, alangkah baiknya jika Anda tidak berbicara dengannya!”
Thufail
berujar, “Ucapan mereka telah berhasil menakut nakutiku. Oleh karena itu aku
telah memutuskan untuk tidak berbicara dengannya (Rasulullah SAW), takut
terpengaruh sihir penjelasannya. Aku juga tidak ingin mendengar ucapannya. Dan
untuk menghindari pengaruh sihirnya, maka ketika thawaf aku menutup kedua
telingaku dengan kapas agar jangan sampai aku mendengar bisikan bisikan AlQuran
dan bacaan shalatnya. Di pagi hari aku memasuki Masjidil Haram dalam keadaan
kedua kuping tersumbat kapas. Aku sama sekali tidak memiliki keinginan dan
ketertarikan untuk mendengar ucapannya. Aku tidak tahu bagaimana bisa terjadi,
suatu kali sebuah ucapan yang sangat manis telah menyusup ke telingaku. Dan aku
merasa telah mencapai puncak kelezatan yang melebih batas.
Kemudian
aku bicara pada diriku sendiri, “Demi ibuku! Engkau adalah seorang penyair dan
pandai. Lantas, gerangan apa yang menghalangimu untuk mendengarkan ucapan orang
tersebut? Jika setiap ucapannya mengandung kebaikan, maka ambillah; jika
keburukan maka tolaklah. Kemudian, agar aku tidak terlihat menjumpainya, aku
sabar sejenak sampai Rasulullah SAW berjalan menuju rumahnya dan masuk ke
rumahnya. Aku pun meminta izin masuk ke rumahnya. Aku pun masuk ke rumahnya.
Aku berbicara kepadanya tentang apa yang telah terjadi dari awal sampai akhir.
Aku pun berkata kepadanya, ‘Orang orang Quraisy… demikianlah mereka
membicarakan Anda, dan pada awalnya saya tidak memiliki keinginan untuk
berjumpa dnegan Anda. Akan tetapi alunan ayat AlQuran yang telah Anda bacakan
telah menarik saya kepada Anda. Sekarang saya ingin Anda menjelaskan kepada
saya tentang ajaran Anda dan bacakanlah sedikit AlQuran kepada saya!’
Kemudian
Rasulullah SAW menjelaskan kepadanya tentang ajaran ajaran yang beliau bawa dan
membacakan beberapa ayat AlQuran kepadanya. Lalu Thufail pun berujar, “Demi
Tuhan aku bersumpah, aku tidak pernah mendengar satu ucapan pun yang lebih
indah dari AlQuran, dan aku tidak pernah melihat satu ajaran pun yang paling
seimbang melebihi ajaran tersebut. Lau, aku berkata kepada Rasulullah SAW,
“Saya adalah seorang yang dikenal dan memiliki pengaruh di kabilah saya. Saya
akan berusaha untuk menyebarkan ajaran Anda.” Ibnu Hisyam menuturkan, “Hingga
perang Khaibar meletus, Thufail masih berada di tengah tengah kabilahnya dan
sibuk menyebarkan ajaran Islam. Peristiwa Khaibar tersebut, Thufail beserta 70
sampai 80 keluarga Muslim bergabung dengan Rasulullah SAW. Dan ia tegar
berjuang untuk Islam sampai wafatnya Rasulullah SAW. Pada masa khalifahm ia
meneguk, air kesyahidan dalam perang Yamamah.
5. Kamilah Yang Menjaga-Nya.
Yahya bin Aktsam bertutur, Ma’mun salah seorang khalifah
bani Abbasiyah, setelah mendapatkan tongkat kekhalifahan, memiliki tempat
perkumpulan diskusi. Pada suatu hari datanglah seorang Yahudi yang berparas
menawan, wangi aroma tubuhnya, dan indah pakaiannya, memasuki tempat berkumpul
tersebut. Kemudian, ia mulai bicara dengan tutur yang menarik dan tersusun
rapi. Ketika majelis tersebut berakhir dan hadirun telah berkurang, Ma’mun
meminta kepadanya seraya berkata, “Pilihlah agama Islam dan jadilah seorang
Muslim sehingga aku bisa berbuat banyak untukmu!. Ia (si Yahudi) pun berkata,
“Agamaku adalah agama ayah ayahku, maka janganlah menekan dan memaksaku untuk
melepaskan agamaku.”
Lewatlah masa satu tahun. Orang Yahudi tersebut
diketahui telah memeluk agama Islam. Kemudian, ia mulai berbicara tentang fikih
dengan baik dan sempurna. Lalu, setelah majelis tersebut berakhir, Ma’mun
berkata kepadanya, “Bukankah engkau musuh kami yang tahun lalu dating ke tempat
ini, dan kepadamu aku tawarkan Islam akan tetapi engkau menolaknya?” Ia pun
menjawab, “Benar.
Aku adalah orang yang pandai menulis. Ketika aku
pergi dari tempat ini, aku menulis tiga lembar Taurat dan aku telah mengubahnya
dengan memberikan penambahan dan pengurangan di dalamnya. Kemudian, aku
membawanya ke pasar dan menjualnya. Lalu, terjuallah tiga lembar (Taurat
buatan) tersebut. Kemudian, aku menulis tiga lembar Injil dan ketika aku
menulisnya, aku memberikan penambahan dan pengurangan di dalamnya. Dan tiga
lembar Injil tersebut pun terjual.
Lalu aku mulai melirik AlQuran dan aku menulis tiga
lembar AlQuran. Akupun melakukan pengurangan dan penambahan terhadapnya. Aku
membawanya ke para penjual buku di pasar, akan tetapi mereka membuka buka
sejumlah AlQuran dan memperhatikan dengan seksama. Dan tatkala mereka
mengetahui terjadi pengurangan dan penambahan ayat, maka mereka mencampakkan
dan melemparkan AlQuran (ayat ayat) buatan ke arah saya. Dari kejadian tersebut
saya yakin bahwa AlQuran adalah kitab yang terjaga dan tidak diserahkan kepada
tangan tangan pencuri dan karena itulah aku memeluk Islam.” Allah SWT
berfirman: “Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan AlQuran dan sesungguhnya Kami benar benar yang memeliharanya. (surat
Al Hijr (15) ayat 9)
Sebagai abd’ (hamba)-Nya dan juga sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang
sangat membutuhkan AlQuran dimana AlQuran itu adalah sesuatu yang bersifat
original yang berasal hanya dari Allah SWT semata, tentunya apa yang apa yang
kami kemukakan tentang kemukjizaran AlQuran di atas seharusnya mampu
menghantarkan diri kita semakin mengimani AlQuran, sehingga mampu mendorong
diri kita untuk mempelajarinya, untuk memahaminya, untuk mengamalkan dan
menyebarluaskannya dan mampu pula menjadikan AlQuran sebagai akhlak bagi diri.
Lalu apakah AlQuran sesuatu
yang bersifat original dari Allah SWT semata akan kita sia-siakan begitu saja
dengan cara membiarkan, mengabaikan isi dan kandungannya karena kita sibuk menjadikan AlQuran sebatas
buku bacaan yang cukup dibaca semata atau kita sibuk menghapalkan AlQuran tanpa
makna. Jika sampai ini terjadi berarti kita tidak butuh
dengan yang original karena telah memilih sesuatu yang bersifat imitasi (hanya
sampai permukaannya saja) yang pada akhirnya pernyataan Borgese di atas menjadi
kenyataan bagi generasi yang datang di kemudian hari. Semoga hal ini tidak
terjadi oleh sebab diri kita yang belajar dan juga mengajarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar