Lalu dimanakah letak keberadaan wahyu itu dan dimanakah pula
letaknya bukti kenabian dari Nabi Muhammad SAW itu? Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya AlQuran itu benar-benar firman
(Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan,
yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arsy, yang ditaati
di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (surat At Takwiir (81)
ayat 19-20-21).” Dalam
rangka menjadikan langit dan bumi tidak hancur lebur akibat tidak sanggup
menahan kemahaan Allah SWT maka Allah SWT mengutus Malaikat Jibril as, untuk
menyampaikan hal-hal yang dibutuhkan bagi manusia pilihan-Nya seperti ilmu dan
pengetahuan dan apa-apa yang disampaikan melalui perantaraan Malaikat Jibril
as, itulah yang dinamakan wahyu atau kalam yang berasal dari Allah SWT, yang
menjadikan Muhammad bin Abdullah mampu menceritakan, mampu menerangkan, mampu
menjabarkan, mampu melaksanakan, mampu menjadi panutan dan tauladan umat, mampu
mencontohkan suatu ajaran, seperti yang telah kami uraikan di atas.
Berdasarkan uraian di atas,
sesungguhnya Muhammad bin Abdullah dalam setiap bertindak, dalam setiap
melangkah, saat memberi contoh pada prinsipnya melaksanakan apa-apa yang Allah SWT perintahkan melalui wahyu yang
disampaikan Malaikat Jibril a.s. Sehingga jadilah Muhammad bin Abdullah sebagai
wakil ataupun utusan Allah SWT di muka bumi untuk menyampaikan risalah kepada
seluruh umat manusia setelah diterimanya wahyu atau kalam Allah SWT kepada
dirinya. Adanya Muhammad bin Abdullah sebagai penerima wahyu dan adanya
Malaikat Jibril as, sebagai perantara dalam menyampaikan wahyu maka terjadilah
hal-hal sebagai berikut:
1.
Muhammad bin Abdullah
telah menjadi utusan Allah SWT di muka bumi atau Muhammad bin Abdullah telah
resmi diangkat menjadi Nabi dan juga Rasul.
2.
Adanya perubahan dari kondisi dasar dari Manusia
Biasa yang Ummi, Tidak Pernah Belajar, Tidak Bisa Menulis, Tidak Bisa Membaca,
Miskin, Yatim dari Kecil, Jujur dari Kecil, Berwibawa dari Kecil, Dihormati dan
Rajin serta Terpercaya. Lalu menjadi manusia pilihan Allah SWT yang memiliki ketaqwaan, bakat dan kemampuan jiwa
besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak, kehalusan perasaan, jujur, berbudi
luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi, kekuatan ingatan yang tinggi,
kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan kedewasaan emosional yang sempurna
serta terpercaya.
3.
Setelah seluruh wahyu
dikumpulkan menjadi satu maka jadilah kumpulan wahyu tersebut menjadi kitab suci AlQuran yang akan berlaku sampai
dengan hari kiamat kelak.
Untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bukan hanya Nabi
semata akan tetapi juga sebagai Rasul, maka ke tiga hal yang kami kemukakan di
atas ini harus dihubungkan dengan ketentuan yang terdapat di dalam surat Shaad
(38) ayat 87-88 yang kami kemukakan berikut ini: “AlQuran
ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. dan Sesungguhnya kamu
akan mengetahui (kebenaran) berita AlQuran setelah beberapa waktu lagi[1305].”
[1305] Kebenaran
berita-berita Al Quran itu ada yang terlaksana di dunia dan ada pula yang
terlaksana di akhirat; yang terlaksana di dunia seperti kebenaran janji Allah
kepada orang-orang mukmin bahwa mereka akan menang dalam peperangan dengan kaum
musyrikin, dan yang terlaksana di akhirat seperti kebenaran janji Allah tentang
Balasan atau perhitungan yang akan dilakukan terhadap manusia.
AlQuran yang tidak lain adalah kumpulan wahyu Allah SWT yang
diturunkan melalui perantaraan Malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad SAW
merupakan peringatan bagi seluruh alam. Dan jika ini adalah maksud dan tujuan
dari diturunkannya AlQuran maka Nabi Muhammad SAW sebagai utusan dari Allah SWT, atau sebagai Duta Besar Allah SWT
di muka bumi memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menyampaikannya kepada
seluruh alam, untuk melaksanakannya, untuk menyebarluaskan AlQuran kepada
seluruh umat manusia sehingga dengan demikian resmi pulalah Nabi Muhammad SAW
menjadi Nabi dan Rasul Allah SWT di muka bumi dan akhirnya mampu menjadikan
AlQuran sebagai akhlaknya.
Saat ini sampai dengan hari kiamat kelak, Nabi Muhammad SAW sudah menjadi panutan dan
tauladan bagi umat manusia, dimana beliau memiliki kriteria sebagai pribadi
yang memiliki ketaqwaan yang tinggi, pribadi yang memiliki
bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak,
kehalusan perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi,
kekuatan ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan
kedewasaan emosional yang sempurna serta terpercaya, apa yang harus kita lakukan?
Kita
tidak pernah dilarang oleh Allah SWT untuk menjadikan kualitas diri kita
seperti halnya kualitas kepribadian Nabi Muhammad SAW yang memiliki ketaqwaan yang tinggi, memiliki
sifat yang mulia, pribadi yang memiliki
bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikiran, ketajaman otak, kehalusan
perasaan, jujur, berbudi luhur, mempunyai kepribadian yang tinggi, kekuatan
ingatan yang tinggi, kecepatan tanggapan, kekerasan kemauan dan kedewasaan
emosional yang sempurna serta terpercaya.
Hal yang tidak diperkenankan oleh Allah SWT adalah menjadikan
diri kita sebagai Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad SAW tiada, atau
menjadikan diri kita sebagai pengganti Nabi karena Allah SWT tidak akan pernah
memberikan titel Nabi dan Rasul baru setelah Nabi Muhammad SAW tiada karena
Nabi Muhammad SAW adalah penutup dari para Nabi sehingga tidak ada lagi Nabi dan
Rasul baru setelah Nabi Muhammad SAW tiada. Sekarang bagaimana jika ada orang
yang mengaku-ngaku Nabi setelah Nabi Muhammad SAW tiada? Jika sampai ada orang
yang mengaku-ngaku nabi berarti ada yang salah di dalam diri orang tersebut.
Hal dikarenakan ia tidak tahu diri, tidak tahu siapa dirinya yang sesungguhnya
dan tidak tahu siapa Allah SWT yang
sesungguhnya. Selain daripada itu, orang yang telah mengaku-ngaku sebagai nabi
ia telah menjadi tamu yang tidak tahu diri, tamu yang tidak memiliki sopan
santun, tamu yang kurang ajar, karena ketentuan Allah SWT yang berlaku di muka
bumi ini sudah dilanggar.
Dan ingat orang yang mengaku-ngaku Nabi itu bukanlah orang
yang menciptakan dan yang memiliki langit dan bumi sehingga ia harus tunduk
patuh dengan ketentuan Allah SWT selaku pencipta dan pemilik langit dan bumi.
Lalu bagaimana dengan orang yang percaya dengan keberadaan nabi palsu tersebut?
Orang yang percaya dengan nabi palsu kedudukannya sama dengan nabi palsu dan
semoga kita tidak menjadikan diri kita sebagai nabi palsu dan juga mempercayai
adanya nabi palsu serta sampai hal ini terjadi pada diri kita maka kondisi
inilah yang paling dikehendaki oleh syaitan sang laknatullah.
Untuk
dapat menjadikan kepribadian diri kita seperti kepribadian yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW kita tidak dapat memperolehnya
seperti Nabi Muhammad SAW memperolehnya. Jika Nabi Muhammad SAW melalui wahyu melalui perantaraan
Malaikat Jibril as, sedangkan untuk manusia termasuk untuk diri kita dapat
melalui maunah, firasat, ilham ataupun melalui petunjuk Allah SWT yang masih di
dalam kekuasaan Allah SWT. Dan untuk maksud tersebut kita diharuskan
melaksanakan hal-hal yang akan kami kemukakan di bawah ini, yaitu:
1. Jika kita ingin merubah kualitas diri menjadi lebih baik
lagi atau menjadikan diri kita sesuai dengan kehendak Allah SWT maka hendaklah kita mengerjakan
amal yang shaleh serta jangan pernah sekalipun untuk menyekutukan Allah SWT
dengan sesuatu apapun juga. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al
Kahfi (18) ayat 110 berikut ini: “Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya". jika kita ingin
merubah kualitas diri menjadi lebih baik lagi atau menjadikan diri kita sesuai
dengan kehendak Allah SWT maka hendaklah
kita mengerjakan amal yang shaleh serta jangan pernah sekalipun untuk
menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun juga.
2.
Jika kita ingin memperoleh
seperti apa yang diperoleh Nabi Muhammad SAW maka lakukanlah apa-apa yang
difardhukan atau yang diwajibkan ditambah dengan melaksanakan amal-amal
tambahan terutama amalan sunnah. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari
berikut ini: “Orang-orang yang
merasa dekat kepadaKu, tidak hanya melaksanakan apa yang aku fardlukan kepada
mereka, malah si hamba itu merasa dekat kepadaKu dengan melaksanakan amal-amal
nawafil (tambahan) hingga Akupun mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya,
Akulah menjadi pendengarannya yang dengan itulah dia mendengar, Akulah menjadi penglihatannya
yang dengan itulah ia melihat, Akulah yang menjadi lidahnya yang dengan itulah
ia berkata-kata. Aku menjadi tangannya
yang dengan itu ia memegang, Akulah yang menjadi kakinya yang dengan itu ia
berjalan dan Aku pulalah yang menjadi hatinya yang dengan itu ia berdlomir
(bercita-cita).”
3.
Jika kita ingin memperoleh seperti apa-apa
yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW maka kita diharuskan
untuk beriman serta masuklah/laksanakanlah Diinul Islam secara kaffah serta
jauhilah langkah-langkah syaitan. Hal
ini sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Baqarah (2) ayat 208 berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
4. Untuk
dapat memperoleh, atau untuk dapat meningkatkan kualitas kepribadian diri kita,
atau kefitrahan diri maka penuhilah segala apa-apa yang dikehendaki oleh Allah
SWT kepada diri kita serta lakukanlah itu semua dengan iklhas karena Allah SWT
semata.
5. Jika
salah satu Istri Nabi Muhammad SAW (maksudnya Siti Aisyah rah,) telah
menyatakan bahwa Akhlaq Nabi Muhammad SAW adalah AlQuran maka Akhlaq kitapun
harus seperti Akhlaq Nabi Muhammad SAW yaitu AlQuran. Hal yang harus kita
perhatikan adalah kita tidak pernah diperintahkan oleh Allah SWT, selaku
pengutus Nabi Muhammad SAW untuk meniru penampilan phisik Beliau, tetapi
jadikan sifat dan perilaku Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dengan
mencontoh akhlaq & ketaqwaan Nabi Muhammad SAW yaitu AlQuran.
6. Mampu
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah saat menjadi khalifah di muka bumi
serta hasilnya mampu dirasakan oleh masyarakat luas dalam bentuk
kebaikan-kebaikan sehingga mampu dinikmati tidak hanya oleh generasi saat ini
tetapi juga untuk generasi yang datang dikemudian hari.
Sekarang
bagaimana dengan diri kita? Sepanjang diri kita mampu melaksanakan ketentuan yang
kami kemukakan di atas, segala apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah SWT
dapat kita raih dan rasakan. Yang menjadi persoalan saat ini adalah sudah
sejauh manakah kita mampu melaksanakan itu semua dan yang pasti Allah SWT tidak
akan pernah ingkar janji atas janji-janji-Nya.
Saat ini kita telah bisa membuktikan bahwa AlQuran adalah wahyu Allah SWT berarti kita telah memiliki hujjah saat melaksanakan syahadat terutama saat diri kita mempersaksikan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT. Dan sebagai Khalifah di muka bumi, ketahuilah kita tidak diperbolehkan sama sekali, kita tidak diperkenankan sama sekali untuk memilah-milah antara kesaksian kepada Allah SWT dengan kesaksian kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah SWT dengan cara hanya melaksanakan kesaksian Tiada Tuhan selain Allah SWT kemudian meniadakan kesaksian Nabi Muhammad SAW itu Utusan Allah SWT, atau sebaliknya kita tidak mau melaksanakan kesaksian kepada Allah SWT tetapi mau melaksanakan kesaksian Nabi Muhammad SAW itu utusan Allah SWT. Jika ini yang kita laksanakan berarti syahadat yang kita lakukan belum sempurna, atau tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Untuk itu jika kita melaksanakan syahadat maka kita harus melaksanakan kesaksian secara satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan menyatakan bahwa Tiada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar