C. MAMPU MEMAHAMI DAN MENGETAHUI KONDISI DASAR RUH
DAN TUJUAN HIDUP.
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa
ketentuan dasar dari ruh yang harus kita ketahui dan pahami, yaitu:
1. Ruh adalah Jati Diri Manusia Yang Sesungguhnya
Asalnya Dari Allah SWT. Ruh
asalnya dari Allah SWT sebagaimana firmanNya: dan mereka bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang roh. Katakanlah, “Roh itu urusan Tuhanku, sedangkan
sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit. (surat Al Israa’ (17) ayat 85)
dan ketahuilah bahwa ruh/ruhani memiliki ketentuan “datang fitrah kembali harus fitrah” maka ruh sangat membutuhkan
sesuatu yang berasal dari Allah SWT dalam hal ini adalah sebuah konsep Ilahiah
berupa Diinul Islam yang harus dilaksanakan secara kaffah (menyeluruh dalam
satu kesatuan), yang di dalamnya adalah AlQuran yang tidak lain adalah buku
manual bagi kekhalifahan yang ada di muka bumi. Selain daripada itu, ruh adalah
jati manusia yang sesungguhnya karena ruh selamanya tidak akan mati serta ruh
ini pulalah yang akan menerima azab dan nikmat di kehidupan akhirat. Jika ruh
kembali tidak fitrah maka azab yang dirasakannya karena masuk neraka sedangkan
jika ruh kembali fitrah maka nikmat yang akan dirasakannya karena masuk syurga.
2. Kualitas Ruh sangat berhubungan erat dengan
pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah. Kemampuan
ruh tidak berhubungan langsung dengan tua atau mudanya seseorang, melainkan sejauh mana kita mampu
melaksanakan Diinul Islam secara kaffah. Semakin kaffah (khusyu’) kita
melaksanakan Diinul Islam maka semakin berkualitas atau semakin fitrah ruh
seseorang dari waktu ke waktu. Untuk itu jangan pernah menjadikan ruh mengikuti
sunnatullah yang berlaku bagi jasmani, yaitu “semakin tua semakin berkurang
kemampuannya.” Untuk itu cukup jasmani saja yang menjadi tua atau
berkurang kemampuannya karena faktor bertambahnya usia, namun kondisi ruh
haruslah tetap muda (maksudnya tetap berkualitas, atau tetap fitrah sesuai
dengan kehendak Allah SWT) walaupun usia bertambah, atau jadilah seperti kelapa
semakin tua semakin berminyak, semakin tua semakin kembali fitrah.
3. Jangan Sampai Kualitas (Kefitrahan) Ruh
Mengikuti bertambahnya Usia Jasmani. Sebagai
khalifah di muka bumi ketahuilah jangan sampai tuanya jasmani diikuti dengan
tuanya ruh (maksudnya jangan sampai penurunan kualitas jasmani yang dipengaruhi
oleh semakin bertambahnya usia, diikuti dengan menurunnya kefitrahan ruh) dan
jika sampai ini terjadi maka sesuailah diri kita dengan kehendak setan. Karena
akan memudahkan setan melaksanakan aksinya kepada diri kita melalui lemahnya
ruh dan juga lemahnya jasmani. Disinilah letak permainan yang sesungguhnya,
yaitu di tengah semakin berkurangnya fungsi fungsi jasmani karena faktor usia,
dimana kita harus bisa tetap istiqamah dalam beribadah terutama mampu
melaksanakan ibadah secara hakekat tanpa melanggar syariat. Yang mana hal ini
hanya bisa kita laksanakan jika ruh tetap dalam kondisi fitrah yang sesuai
dengan kehendakNya sehingga walaupun tubuh semakin tua namun ruhani tetap dalam
kefitrahannya maka semakin tua semakin
nikmat beribadah kepada Allah SWT sehingga tuanya jasmani bukanlah penghalang bagi
diri kita untuk terus dan tetap
istiqamah dalam beribadah dan bermanfaat bagi orang banyak.
4. Ruh Yang Berkualitas (Fitrah) Mampu Menyehatkan
Jasmani. Ruh yang tetap dalam kondisi
fitrah (terjaga kefitrahannya) akan sangat membantu kondisi dan keadaan jasmani
yang sedang mengalami penurunan kemampuan (sakit), sehingga kita tetap mampu
hidup berkualitas dari waktu ke waktu serta mampu bermanfaat bagi orang banyak
walaupun usia dan kemampuan jasmani sudah mengalami penurunan fungsinya (sakit)
sehingga diri kita masih mampu melaksanakan konsep keshalehan diri yang
tercermin dalam keshalehan sosial dari waktu ke waktu selama hayat di kandung
badan.
5. Hati-Hati Dengan Ahwa
(Hawa Nafsu) dan Setan. Sekarang bagaimana dengan diri
kita yang sesungguhnya (dalam hal ini ruhani) yang tidak bisa melepaskan diri
dari pengaruh buruk ahwa (hawa nafsu) dan setan serta harus pula mampu
melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) yang sekaligus khalifah Allah SWT di
muka bumi serta harus pula mempertahankan kefitrahan ruhani dari waktu ke waktu
sampai kembali kepada Allah SWT kelak? Agar diri kita mampu melepaskan diri
dari pengaruh buruk ahwa (hawa nafsu) dan juga setan serta mampu sukses
melaksanakan tugas sebagai abd’ (hamba) dan khalifah di muka bumi maka kita
tidak bisa bertindak secara sembrono, apalagi melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi diri kita untuk
melaksanakan konsep Ilahiah yang telah diciptakan oleh Allah SWT untuk
kepentingan manusia baik itu untuk kepentingan ruhani juga untuk kepentingan
jasmani manusia, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (surat Ali Imran (3)
ayat 19) yang mana harus dilaksanakan sesuai dengan firmanNya
sebagaimana berikut ini: “Wahai orang
orang yeng beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah
kamu ikuti langkah langkah syaitan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. (surat
Al Baqarah (2) ayat 208)
Berdasarkan dua uraian di atas baik yang berhubungan
dengan kondisi dasar jasmani dan juga dengan kondisi dasar ruhani, yang mana
keduanya memiliki cara dan perlakuan yang berbeda (tidak bisa disamakan). Kita
tidak bisa hanya mementingkan ruhani semata dengan mengabaikan kepentingan
jasmani, atau sebaliknya kita juga tidak bisa hanya mementingkan jasmani semata
dengan mengabaikan kepentingan ruhani. Kita diwajibkan oleh Allah SWT menjaga
dan merawat keduanya secara seimbang dan berkesinambungan sesuai dengan
kehendak Allah SWT yang tertuang dalam surat Al Baqarah (2) ayat 143: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan
kamu (umat Islam) umat pertengahan…..”. Lalu seperti apakah kita
merawat dan memeliharanya, mari kita lanjutkan pembelajaran ini.
Setiap
manusia pasti terdiri dari jasmani dan juga ruh dan ini berarti diri kira
adalah makhluk dwidimensi. Adanya ketentuan bahwa setiap manusia adalah makluk
dwidimensi maka baik jasmani maupun ruh harus dijaga dan harus dirawat dari
waktu ke waktu yang tentunya harus sesuai dengan konsep Sang Maha Pencipta.
Untuk menjaga kesehatan jasmani maka kita harus mempelajari dan melaksanakan
ketentuan ilmu kesehatan dan juga ilmu gizi serta olahraga. Allah SWT
berfirman: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah setan. Sungguh
setan itu musuh yang nyata bagimu. (surat Al Baqarah (2) ayat 168), yang
dilanjutkan dengan membaca Basmallah dan Doa sebelum mengkonsumsi sesuatu serta
makanlah dikala lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Sedangkan
untuk menjaga kesehatan ruh maka kita harus mempelajari dengan seksama apa yang
diperintahkan Allah SWT dalam surat Ar Ruum (30) ayat 30 berikut ini: “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui[1168],(surat Ar Ruum (30) ayat 30) yaitu jangan pernah
keluar dari konsep Diinul Islam yang berasal dari fitrah Allah SWT dan diri
kitapun juga diciptakan dari fitrah Allah SWT.
[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah.
manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Dan agar pengabdian
diri kita kepada Allah SWT selaku abd’ (hamba)Nya dan juga sebagai khalifahNya di muka bumi berhasil dengan baik
dan benar maka kita harus menjaga, merawat kesehatan jasmani dan ruh secara
seimbang. Lalu bayangkan betapa nikmatnya beribadah jika jasmani sehat dan ruh
fitrah secara bersamaan.
Dan agar hidup dan kehidupan yang kita jalani
sesuai dengan konsep Allah SWT maka hidup yang kita jalani saat ini harus memiliki tujuan. Lalu, bagaimana kita bisa menemukan tujuan hidup?
Beruntunglah diri kita yang telah menyatakan diri sebagai seorang muslim,
karena telah memiliki tujuan hidup, yang kesemuanya sudah ada di dalam kitab
suci AlQuran. Berikut
ini penjelasan dari tujuan hidup manusia menurut AlQuran.
1. Jika kita diciptakan
oleh Pencipta, maka pastilah Pencipta memiliki alasan, tujuan, dalam
menciptakan kita. Karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui tujuan
penciptaan manusia, termasuk keberadaan diri kita. Islam adalah respons
terhadap pencarian manusia akan makna. Tujuan penciptaan bagi semua pria dan
wanita selama ini adalah: untuk mengenal dan menyembah Tuhan. Allah SWT melalui
AlQuran telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap manusia dilahirkan sadar
akan adanya Tuhan dan telah bertuhankan kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya
berikut ini: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab,
"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.”(Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan),
atau agar kalian tidak mengatakan, 'Sesungguhnya orang tua-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami ini adalah anak-anak
keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu'?” (surat Al A’raf (7) ayat
172-173). Allah SWT berbicara langsung kepada jiwa (ruh) manusia,
sehingga membuat jiwa (ruh) manusia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan bagi jiwa
(ruh) setiap manusia. Karena Allah SWT telah membuat semua jiwa (ruh) umat
manusia bersumpah dengan menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, sehingga setiap
seorang anak yang dilahirkan ke muka bumi sudah memiliki keyakinan alamiah
(fitrah) tentang Keesaan Allah SWT.
2. Tentang tujuan hidup
manusia, AlQuran juga telah memaparkannya dengan sangat jelas. Allah SWT
berfirman: “Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.” (surat Al-Bayyinah (98) ayat 5). Berdasarkan ketentuan ini
manusia diciptakan Allah untuk suatu tujuan yang besar dan misi yang penting
yaitu beribadah kepada Allah SWT semata. Dimana pengertian ibadah sangatlah
luas dan tidak hanya terbatas pada ritual-ritual khusus semata. Semua aktivitas
manusia yang dilakukan dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT dan
sejalan dengan ridha Allah maka ia termasuk ibadah. Ibadah juga dapat
dijelaskan sebagai segala sesuatu dalam Islam yang dilakukan seseorang untuk
cinta dan kesenangan Allah. Ini sama sekali tergantung pada tindakan yang
benar atau tidak benar dari seseorang yang mencakup poin-poin kekuatan berikut:
(a)
Keyakinan agama; (b) Kegiatan sosial; (c) Kontribusi untuk kesejahteraan
masyarakat dan sesama manusia.
3. Orang-orang Mukmin sangat percaya bahwa Allah SWT
menurunkan AlQuran dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan kita
bagaimana menyenangkan dan menyembah Sang Pencipta yang sesuai dengan kehendak
Allah SWT: "... sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan Kitab
yang menjelaskan, dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang
mengikuti keridhaanNya ke jalan keselamatan dan (dengan Kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izinNya, dan
menunjukkan ke jalan yang lurus. (surat Al Maaidah (5) ayat 15-16).”
Allah SWT juga
berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 31 berikut ini: “Katakanlah (hai Muhammad), jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, dan Allah akan mencintaimu
dan mengampuni dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
Berdasarkan ketentuan ini dikemukakan bahwa jika kita benar-benar
mencintai-Nya, maka ikutilah rasul-Nya. Adanya kondisi ini menunjukkan bahwa
Allah SWT telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan saat diri
kita hidup di dunia ini. Adanya suri tauladan akan memudahkan diri kita
melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
4. Tujuan hidup manusia
adalah melakukan perbuatan baik dan benar dalam kerangka ibadah ikhsan termasuk
di dalamnya memberikan dan berbuat amal shaleh, membebaskan budak, berdoa,
menepati janji, dan bersabar selama kesulitan. Allah SWT berfirman: “Bukanlah
kebenaran bahwa kamu memalingkan wajahmu ke timur atau barat. Tetapi
adalah kebenaran untuk percaya kepada Tuhan, dan Hari Terakhir, dan para
Malaikat, dan Kitab, dan para Utusan; untuk menghabiskan harta Anda,
karena cinta untuk-Nya, untuk sanak saudara Anda, untuk yatim piatu, untuk yang
membutuhkan, untuk musafir, untuk mereka yang meminta, dan untuk tebusan
budak; untuk tabah dalam doa, dan mempraktekkan kasih amal biasa, untuk
memenuhi kontrak yang telah kamu buat; dan untuk menjadi tegas dan sabar,
dalam kesakitan (atau penderitaan) dan kesulitan, dan di semua periode
panik. Demikianlah orang-orang yang benar, yang takut akan Allah.” (surat
Al Baqarah (2) ayat 177). Selain daripada itu, bekerja untuk menjaga
perdamaian atau berusaha untuk mendamaikan diantara orang-orang adalah
perbuatan besar yang lebih baik daripada amal, puasa, dan doa. Nabi
Muhammad (saw) berkata: “Apakah Anda tahu apa yang lebih baik
daripada amal dan puasa dan doa? Itu menjaga perdamaian dan hubungan yang
baik antara orang-orang, karena pertengkaran dan perasaan buruk menghancurkan
umat manusia.” (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim)
5. Adanya peringatan untuk kemanusiaan, dimana AlQuran dan
juga Hadits sudah memberikan peringatan bagi umat manusia bahwa mereka akan
mempertanggung jawabkan setiap tindakan yang mereka lakukan dalam kehidupan
ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman berikut ini: “Katakan, 'Tuhanlah yang
memberimu hidup, lalu membuatmu mati; dan pada akhirnya Dia akan
mengumpulkanmu pada Hari Kebangkitan (kedatangan) yang tidak diragukan, tetapi
kebanyakan orang tidak mengerti. Kepunyaan Tuhan adalah kerajaan langit
dan bumi. Dan pada hari itu ketika kiamat datang, pada hari itu semua
orang yang menolak untuk beriman adalah orang-orang yang merugi. Dan kamu
akan melihat semua orang tertatih-tatih berlutut, karena semua orang akan
dipanggil untuk (menghadapi) catatan mereka: 'Hari ini kamu akan mendapat
balasan atas semua yang pernah kamu lakukan. Ini adalah catatan Kami, ini
berbicara tentang Anda dalam semua kebenaran; karena Kami telah mencatat
semua yang kamu lakukan. (surat Al Jasiyah (45) ayat 26,27, 28,29).”
Allah juga SWT
berfirman: "Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atom, ia akan
melihatnya, dan barangsiapa berbuat jahat terhadap atom, akan melihat
(balasannya)." (surat Az Zalzalah (99) ayat 7,8).” Adanya
ketentuan untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang kita lakukan kelak
dihadapan Allah SWT, menunjukkan bahwa hidup yang kita jalani tidak bisa
dilaksanakan seenaknya saja tanpa melihat aturan main yang telah ditetapkan
berlaku oleh Allah SWT selaku Tuan Rumah. Berdasarkan uraian di atas ini
berarti salah satu tujuan hidup yang harus kita laksanakan adalah bagaimana
kita berupaya sebaik mungkin agar laporan pertanggungjawaban kita dapat
diterima oleh Allah SWT dengan sebaik baiknya.
6. Nabi Muhammad SAW
sebagai suri tauladan kita juga telah menggemakan (mengingatkan) kepada umatnya
tentang pesan pertanggungjawaban, sebagaimana hadits berikut ini: “Seorang
pria akan ditanya mengenai lima (hal) pada Hari Kebangkitan: tentang hidupnya
dan bagaimana ia menghabiskannya, tentang masa mudanya dan bagaimana ia menjadi
tua, tentang kekayaannya: di mana ia memperolehnya dan dengan cara apa ia
menghabiskannya, dan apa yang dia lakukan dengan pengetahuan yang dia miliki.
"(Hadits Riwayat Ath Thirmidzi). Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
“Tiga hal mengikuti almarhum: anggota keluarganya, kekayaannya dan tindakannya. Dua
dari mereka kembali dan satu tetap bersamanya. Anggota keluarga dan
kekayaannya kembali, dan tindakannya tetap bersamanya.” (Hadits Riwayat
Bukhari, Muslim).” Berdasarkan ketentuan hadits ini, tujuan hidup
seorang pria adalah bagaimana bersikap dan berbuat terhadap apa apa yang
dimilikinya, seperti harta, ilmu serta waktu. Lalu bagaimana memperolehnya
serta untuk apa harta, ilmu dan waktu yang dimilikinya, apakah untuk
kepentingan duniawi semata ataukah untuk kepentingan akhirat?.
Hal yang harus kita
jadikan pedoman adalah bahwa Allah SWT memiliki kriteria sendiri di dalam
menilai seseorang sebagaimana hadits berikut ini: Nabi SAW menyatakan, Allah Yang
Mahakuasa menghakimi kamu bukan dari wajahmu atau kekayaanmu, tetapi oleh
kemurnian hatimu dan perbuatanmu." (Hadits Riwayat Muslim).
Berdasarkan ketentuan ini, penampilan, kekayaan, keturunan, harta kekayaan,
pangkat dan jabatan, pendidikan warna kulit yang kita miliki bukanlah kriteria yang
akan dipergunakan oleh Allah SWT untuk menilai keberhasilan diri kita.
Adanya konsep tujuan
hidup di atas, akhirnya kita akan dihadapkan dengan konsep hidup adalah
kesempatan dan juga pilihan serta hidup adalah perjalanan. Kesempatan untuk
melaksanakan apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT berlaku kepada diri
kita atau tidak mau melaksanakan apa apa
yang telah ditetapkan berlaku. Sehingga hidup yang kita jalani saat ini adalah
pilihan, pilihan memilih apa yang baik atau apa yang buruk, mau masuk ke syurga
atau mau masuk ke neraka, mau menjadikan hati yang hidup lagi sehat atau mau
menjadikan hati yang mati lagi sakit, mau jalan kebaikan atau mau jalan
keburukan, mau jiwa yang fitrah atau mau jiwa yang fujur. Pilihan dan
konsekuensi dari pilihan yang kita ambil akan menentukan hasil akhir sehingga
sebab bukanlah karena akibat.
Dan yang pasti setiap manusia, siapapun dia,
apapun kedudukannya, dapat dipastikan ia pasti akan bercita cita untuk masuk
syurga. Karena tidak ada satupun yang ingin masuk neraka. Akan tetapi
ketahuilah berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 214 berikut ini: “Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam
cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya
pertolongan Allah itu Amat dekat. (surat Al Baqarah (2) ayat 214)”.
Untuk bisa masuk syurga tidak serta merta
begitu saja dapat kita raih. Kita akan diuji dengan cobaan/kesulitan terlebih
dahulu. Sekarang tahukah kita dengan syarat dan ketentuan ini? Adalah sesuatu
yang mustahil diakal jika kita ingin masuk syurga namun kita sendiri yang
menentukan aturan mainnya, padahal kita hanyalah pemain (obyek, ciptaan, tamu)
semata yang tidak memiliki apapun saat hadir ke muka bumi ini.
Sedangkan berdasarkan surat Al Mu’minuun (23)
ayat 115 berikut ini: “Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada kami?”. Allah SWT dengan tegas mengatakan bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
termasuk manusia dengan sungguh sungguh, bukan secara main main. Lalu
seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah SWT atau dengan kata lain “dari Allah SWT akan kembali kepada Allah SWT”.
Inilah salah satu konsep dasar dari rencana
besar kekhalifahan di muka bumi yang harus kita ketahui dan pahami dengan baik
dan benar. Allah SWT selaku pencipta dan pemilik rencana besar
kekhalifahan di muka bumi, tentu sudah mempersiapkan segalanya dengan baik dan
benar, terutama mempersiapkan apa yang dinamakan dengan buku manual, dalam hal
ini adalah AlQuran. Yang mana buku
manual ini diturunkan oleh Allah SWT untuk kepentingan manusia. Sekali lagi
kami tegaskan, Allah SWT menurunkan “AlQuran
yang tidak lain adalah buku manual” bukan untuk kepentinganNya, melainkan untuk kepentingan manusia yang
telah diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah di muka bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar