Sebagai
orang yang telah beragama Islam, tentu kita tidak akan pernah berani mengatakan
baik langsung maupun tidak langsung bahwa AlQuran itu bukan wahyu Allah SWT.
Kita pasti mengatakan dengan gagah berani bahwa AlQuran itu wahyu Allah SWT.
Lalu pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri, atas dasar apakah kita berani
menyatakan dengan gagah berani bahwa AlQuran itu adalah wahyu yang berasal dari
Allah SWT. Selama ini kita hanya tahu sebatas AlQuran itu adalah wahyu Allah
SWT, tanpa memiliki hujjah untuk memperkuat pernyataan yang telah kita buat,
atau kita hanya berani mengatakan AlQuran adalah wahyu Allah SWT tanpa memiliki
dasar dan alasan yang mendukung atas pernyataan yang telah kita kemukakan di
atas.
Banyak
sebab kenapa kita tidak memiliki hujjah, banyak alasan kenapa kita tidak
memiliki dasar untuk menyatakan bahwa benar AlQuran itu adalah wahyu Allah SWT.
Hal ini karena kita memang tidak tahu, atau karena kita tidak pernah mau
mempertanyakan hal itu, atau karena tidak ada orang yang mau mengemukakan
kebenaran AlQuran adalah Wahyu dari Allah SWT, atau karena tidak adanya orang
yang memiliki kemampuan untuk menerangkan kebenaran AlQuran adalah Wahyu Allah
SWT melalui “dalil Aqli dan dalil Naqli”
atau karena kita malu untuk
mempertanyakan hal ini kepada yang mengerti, atau bisa juga karena kita takut
dianggap berdosa jika mempertanyakan hal ini.
Jika
kondisi ini sampai berlarut-larut berarti akan terjadi dua kemungkinan, yang
pertama adalah kita telah memberikan kesempatan berharga bagi syaitan untuk
menggoyang keimanan diri kita kepada AlQuran sehingga memudahkan syaitan
melaksanakan aksinya agar diri kita tidak bisa melaksanakan rukun iman yang
enam dan berarti pula kepercayaan diri kita atas buku panduan dan pedoman yang
berasal langsung dari Allah SWT saat melaksanakan kekhalifahan di muka bumi
menjadi sangat rendah, atau bahkan kita tidak mau mempercayai AlQuran sebagai
bagian dari pelaksanaan Diinul Islam secara kaffah.
Yang
kedua adalah kita telah memberikan kesempatan bagi orang kafir melaksanakan
aksinya sebagaimana termaktub dalam surat Fushilaat (41) ayat 26 berikut ini: “Dan
orang orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) AlQuran
ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya agar kamu dapat mengalahkan mereka.”. Akhirnya
alangkah buruknya diri kita, alangkah
tidak tahu dirinya diri kita, yang tidak tahu tentang kitabnya sendiri.
Sekarang,
kami ingin mengajak jamaah sekalian untuk membuktikan sendiri tentang kebenaran
AlQuran adalah wahyu Allah SWT. Bukan karena kata atau pernyataan dari orang
lain, melainkan dari pembelajaran langsung yang kita laksanakan melalui
bukti-bukti ilmiah sehingga kita bisa membuktikan benar AlQuran wahyu Allah
SWT. Akhirnya dengan mampunya diri kita
membuktikan AlQuran adalah wahyu Allah SWT maka kita memiliki hujjah sebagai
dasar atas pernyataan syahadat yang kita persaksikan, baik kepada Allah SWT
maupun kepada Nabi Muhammad SAW sehingga mampu menambah keimanan dan semangat
untuk mempelajari AlQuran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT dan akhirnya
kita mengetahui konsep dasar dari kitab suci yang kita butuhkan ini.
Untuk
memulai pembahasan tentang hal ini, perkenankan kami untuk mempergunakan
pendekatan, yang kami istilahkan dengan pendekatan Muhammad bin Abdullah. Pendekatan Muhammad bin Abdullah adalah
sebuah pendekatan yang mempergunakan kriteria atau batasan atau kondisi saat
Nabi Muhammad SAW belum diangkat menjadi Nabi dan Rasul, yang mana Beliau masih
berstatus sebagai manusia biasa, sehingga masih bernama Muhammad bin Abdullah. Adapun
yang dimaksud dengan Muhammad bin Abdullah itu sendiri adalah : “Manusia
Biasa yang usianya atau berusia antara 1 (satu) hari sampai dengan berusia 40
(empat puluh) tahun, atau manusia biasa yang belum menerima wahyu dari Allah SWT
melalui perantaraan Malaikat Jibril as, sehingga belum diangkat menjadi Nabi
dan Rasul sehingga belum mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan Risalah yang diterimanya kepada umat manusia”.
Timbul pertanyaan, kenapa
kami harus membedakan antara Muhammad
bin Abdullah dengan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul? Hal ini kami lakukan
dalam rangka untuk memudahkan pembahasan serta untuk membedakan kondisi saat
masih sebagai Muhammad bin Abdullah
dengan kondisi setelah Beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Dan yang harus
kita perhatikan adalah setelah kita mampu membuktikan bahwa benar Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul Allah SWT, atau benar bahwa AlQuran itu adalah Wahyu Allah SWT maka kita tidak boleh lagi
memberlakukan hal itu kepada Nabi Muhammad SAW, apalagi menganggap bahwa Nabi
Muhammad SAW memiliki kondisi seperti Muhammad
bin Abdullah.
Muhammad bin Abdullah, berdasarkan
sejarah dan sumber sumber informasi Islam yang ada saat ini dan juga menurut
penanggalan para ahli sejarah Islam, dilahirkan pada tanggal 12 Rabiulawal
tahun Gajah atau pada tanggal 20 April 571 Masehi di kota Makkah. Pada saat dilahirkan Muhammad
sudah dalam keadaan yatim, karena bapaknya yang bernama Abdullah telah
meninggal dunia, 7 (tujuh) bulan sebelum Beliau dilahirkan. Nama ibu Muhammad
adalah Siti Aminah. Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya yang bernama Abdul
Muthalib, dimana pada saat itu nama Muhammad belum pernah ada sebelumnya.
Muhammad bin Abdullah adalah
keturunan dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin
Hasyim bin Abdulmanaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari golongan Arab Bani
Ismail. Sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdulmanaf bin Zuhrah
bin Kilab bin Murrah, disinilah silsilah keturunan ayah dan ibu Muhammad bin
Abdullah bertemu.
Baik keluarga dari pihak
bapak maupun ibu kandungnya termasuk golongan bangsawan dan terhormat dalam
kalangan kabilah-kabilah Arab dan masih menurut sumber-sumber informasi Islam
lainnya, kota Makkah pada waktu Muhammad bin Abdullah dilahirkan adalah suatu
tempat yang paling terbelakang, jauh dari pusat perdagangan, jauh dari pusat
seni maupun pusat ilmu pengetahuan. Dimana kehidupan masyarakat pada waktu itu
masih bersifat jahiliah atau masih bersifat terbelakang jauh dari sentuhan
teknologi atau peradaban baru.
Lalu seperti apakah kondisi
dasar dan keadaan Muhammad bin Abdullah itu sebelum menerima wahyu atau sebelum
beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul oleh Allah SWT? Berikut ini akan kami
kemukakan keterangan-keterangan atau dalil-dalil atau fakta-fakta yang terdapat
di dalam kitab suci AlQuran yang sangat berhubungan erat dengan Muhammad bin
Abdullah, yaitu :
A. MANUSIA
BIASA.
Kondisi
dasar dari Muhammad bin Abdullah adalah manusia biasa, dimana secara phisik
kondisi dasar Beliau sama dengan kondisi diri kita. Tidak ada perbedaan yang
mencolok, atau tidak ada perbedaan yang khusus antara phisik atau jasmani diri
kita dengan phisik atau jasmani Muhammad bin Abdullah baik sebelum diangkat
menjadi Nabi dan Rasul ataupun sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul oleh Allah SWT. Dan jika ini adalah
kondisi dasar dari Muhammad bin Abdullah sebelum diangkat menjadi Nabi dan
Rasul oleh Allah SWT berarti keadaan Muhammad bin Abdullah benar-benar manusia
biasa yang tidak dibedakan oleh Allah SWT.
Sebagaimana
dikemukakan dalam surat Fushshilat (41) ayat 6 berikut ini: “katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang
manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan
Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan
mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaanlah yang besarlah bagi orang-orang
yang empersekutukan-(Nya),”. Dan juga berdasarkan surat Al Kahfi (18)
ayat 110 yang kami kemukakan berikut ini: “Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya". Selanjutnya apa yang dimaksud dengan manusia
biasa itu atau apa yang dimaksud dengan manusia pada umumnya?
Setiap
manusia pasti terdiri dari unsur jasmani dan juga unsur ruh, yang dalam hal ini
ruh berasal langsung dari Allah SWT.
Jika ruh dipersatukan dengan jasmani maka hiduplah manusia dan jika ruh dipisahkan
dengan jasmani maka meninggallah manusia sehingga selesai sudah hidup kita di
muka bumi, sebagaimana dikemukakan dalam surat As Sajdah (32) ayat 7-8-9 yang
kami kemukakan berikut ini: “Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina (mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Ruh
setelah dipisahkan dengan jasmani untuk sementara akan kembali atau pulang ke
alam Barzah untuk menunggu sampai datangnya hari kiamat sedangkan unsur jasmani
kembali ke tanah, dalam hal ini dikubur.
Jika
ini kondisi dasar dari setiap manusia, maka hal yang samapun berlaku juga
kepada Muhammad bin Abdullah, dimana Beliau juga terdiri dari unsur jasmani dan
unsur ruh dan juga menunjukkan bahwa setiap manusia adalah makhluk dwidimensi. Setelah
memiliki apa yang dinamakan dengan unsur jasmani dan juga unsur ruh, maka
setiap manusia tanpa terkecuali tanpa memandang apakah ia muslim ataukah non muslim,
apakah ia Nabi dan Rasul ataukah manusia biasa, akan memiliki apa-apa yang akan
kami kemukakan di bawah ini, yaitu:
1. Setiap
manusia akan memiliki modal dasar yang berasal dari sifat Ma’ani Allah SWT
(seperti sifat qudrat, sifat iradat,
sifat kalam, sifat hayat, sifat ilmu, sifat sami’, sifat bashir) atau yang kami istilahkan dengan
Amanah yang 7, yang kesemuanya akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah
SWT di hari kiamat kelak.
2. Setiap
ruh telah disibghah atau telah disifati dengan sifat sifat ilahiah yang berasal
dari Nama Nama Allah SWT yang indah lagu
baik yang mencerminkan Nilai Nilai Kebaikan. Sedangkan jasmani memiliki sifat
sifat alamiah yang mencerminkan Nilai Nilai Keburukan sehingga pada saat
keduanya bersatu terjadilah apa yang dinamakan dengan tarik menarik (saling
pengaruh mempengaruhi) antara kepentingan ruh yang mencerminkan nilai nilai
kebaikan dengan kepentingan jasmani yang mencerminkan nilai nilai keburukan.
Adanya
pertarungan kepentingan antara jasmani dengan ruh di dalam diri manusia akan
mengakibatkan timbulnya apa yang dinamakan dengan kondisi kejiwaan manusia,
dimana jiwa manusia dapat digolongkan menjadi 2(dua) yaitu: jiwa fujur (seperti jiwa hewani, jiwa amarah, jiwa mushawwilah)
dan jiwa taqwa (seperti
jiwa lawwamah & jiwa uthmainnah).
Dan setiap manusia telah diberikan apa yang dinamakan dengan af’idah atau perasaan serta akal,
ketentraman, kenyamanan yang diletakkan di dalam hati nurani.
3. Adanya
Hubbul (keinginan) sebagai
motor penggerak untuk berbuat dan bertindak seperti Hubbul Syahwat (ingin
berhubungan dengan lawan jenis), Hubbul
Hurriyah (ingin bebas), Hubbul
Istitlaq (ingin tahu), Hubbul
Jam’i (ingin berkumpul), Hubbul
Maal (ingin harta), Hubbul
Maadah (ingin dipuji) dan Hubbul
Riasah (ingin jadi pemimpin).
4. Adanya
syaitan yang selalu menyertai setiap manusia termasuk juga kepada Nabi dan
Rasul dan juga adanya malaikat pencatat atau adanya malaikat pengawas pada diri
setiap manusia.
Selain daripada itu, setiap manusia tanpa
terkecuali termasuk juga yang terjadi pada diri kita dan juga yang juga pasti dialami oleh Muhammad bin
Abdullah, baik sebagai manusia biasa dan juga setelah menjadi Nabi dan Rasul,
adalah:
1.
Setiap manusia tidak ada yang kekal atau
abadi selamanya hidup di dunia ini. Sehingga setiap manusia dapat dipastikan
akan mengalami apa yang dinamakan dengan kematian yaitu saat berpisahnya antara
jasmani yang berasal dari alam dengan ruh yang berasal dari Allah SWT dimana jasmani akan kembali ke alam
yaitu masuk ke dalam liang lahat (tanah) sedangkan ruh akan kembali kepada
Allah SWT atau untuk sementara waktu ruh akan ditempatkan di alam barzah sampai
dengan hari kiamat kelak. Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Anbiyaa (21)
ayat 34 yang kami kemukakan berikut: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang
manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?.”
2.
Setiap
manusia tanpa terkecuali dapat dipastikan memerlukan makanan dan minuman untuk
kepentingan jasmani atau phisik. Tanpa adanya asupan makanan dan minuman bagi
kepentingan jasmani, maka phisik atau jasmani manusia akan menjadi lemah dan
tidak mempunyai tenaga saat menjadi khalifah di muka bumi. Hal yang samapun
berlaku juga kepada Muhammad bin Abdullah baik sebelum diangkat menjadi Nabi
dan Rasul maupun sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Sebagaimana
dikemukakan dalam surat surat Al Mu’minuun (23) ayat 33 yang kami kemukakan
berikut ini: “Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara
kaumnya dan yang men dustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah
Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: “(orang) ini tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa
yang kamu minum.”
3.
Setiap manusia diciptakan dari tanah
atau dari saripati tanah melalui saripati makanan dan minuman yang di konsumsi
oleh bapak dan ibu kita, demikian pula dengan Muhammad bin Abdullah yang juga
berasal dari saripati tanah untuk jasmaninya dan dari Allah SWT untuk ruh nya.
Sebagaimana dikemukakan dalam surat Al Hijr (15) ayat 28 yang kami kemukakan
berikut ini: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah
liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Apa-apa yang kami kemukakan di atas adalah
kondisi dasar dari setiap manusia secara umum. Sekarang apakah hal itu berlaku
juga bagi Muhammad bin Abdullah? Hal yang sama juga berlaku kepada Muhammad bin
Abdullah sehingga dapat dikatakan Muhammad bin Abdullah kondisinya sama dengan
kondisi dan keadaan diri kita ini. Sehingga dapat dipastikan Muhammad bin
Abdullah pasti memiliki jasmani dan ruh beserta perlengkapan-perlengkapan atau
perhiasaan yang diberikan Allah SWT seperti Amanah yang 7 (qudrat, iradat,
ilmu, sami’, bashir, kalam, dan hayat), Hubbul yang 7 (hubbul syahwat, hubbul
maal, hubbul hurriyah, hubbul jam’i, hubbul istitlaq, hubbul riasah,dan hubbul
maadah), akal serta perasaan, adanya pertarungan antara kepentingan jasmani yang
membawa nilai nilai keburukan dengan kepentingan ruh yang membawa nilai nilai
kebaikan, mempunyai ajal & diciptakan dari tanah atau dari saripati tanah
serta membutuhkan makan dan minum. Adanya
kondisi seperti ini yang dimiliki oleh Muhammad bin Abdullah maka penampilan
atau tampilan phisik Muhammad bin Abdullah sama dengan manusia biasa, sebab
tidak ada perbedaan yang khusus pada diri Muhammad bin Abdullah walaupun yang
bersangkutan akan dijadikan Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul, atau menjadi
Utusan Allah SWT di muka bumi.
B. UMMI.
Ummi
yang dialami atau ummi yang dimiliki atau ummi yang dijalani oleh Muhammad bin
Abdullah adalah ciri khas, atau ciri khusus yang hanya dimiliki oleh Muhammad
bin Abdullah dibandingkan dengan Nabi dan Rasul Allah SWT yang lainnya yang
pernah ada dan yang telah pernah diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini.
Hal
yang harus kita ingat adalah bahwa pengertian, kata, maupun sebutan ummi yang
disebutkan dalam surat Al A’raaf (7)
ayat 158 yang kami kemukakan berikut ini: “Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan
dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi
yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". adalah
penilaian yang berasal dari Allah SWT kepada Muhammad baik sebagai manusia biasa
dan juga sebagai Nabi dan Rasul. Sehingga penilaian Ummi ini tidak berlaku bagi
penilaian manusia kepada Muhammad baik sebagai manusia biasa maupun Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul. Hal ini dikarenakan AlQuran itu adalah Kalam yang
berasal dari Allah SWT bukan Kalam yang berasal dari manusia.
Pengertian
dari “Ummi” bagi Muhammad bin
Abdullah adalah suatu kondisi dimana Muhammad bin Abdullah yang belum
memperoleh pengajaran baik melalui tulisan maupun bacaan dari siapapun juga
sehingga kondisi Muhammad bin Abdullah dapat dikatakan sebagai manusia biasa
yang masih polos, yang belum pernah menerima masukan, belum pernah menerima
pengajaran apapun dan dari siapapun juga sehingga Muhammad bin Abdullah dapat
dikatakan seperti “kertas putih” yang belum ternoda oleh apapun juga.
C. TIDAK
PERNAH BELAJAR.
AlQuran
akan sangat mudah dipahami dan sangat mudah dimengerti bagi orang-orang yang
berilmu. Tanpa Ilmu yang memadai, maka isi dan kandungan AlQuran tidak akan
mudah didapatkan dan diketemukan. Hal ini dikarenakan isi dan kandungan AlQuran
jika diteliti dan ditelaah secara mendalam akan terdiri dari 3(tiga) buah isi
dan kandungan yaitu isi dan kandungan yang tersurat, isi dan kandungan yang
tersirat serta isi dan kandungan yang tersembunyi, dalam hal ini disebut juga
dengan istilah ayat-ayat Muhkamat dan ayat-ayat Mutasyabihat.
Inilah
kondisi dasar dari AlQuran yang akan diturunkan oleh Allah SWT ke muka bumi
melalui perantaraan Malaikat Jibril as, yang akan dijadikan buku pedoman (manual
handbook) bagi kekhalifahan di muka bumi. Sekarang lihatlah, perhatikanlah,
renungkanlah keadaan diri dari Muhammad bin Abdullah, dimana Beliau tidak
pernah belajar secara formal maupun informal dan juga Ummi.
Dan
jika kita melihat kondisi di atas dibandingkan dengan apa yang terdapat di
dalam surat Al Ankabuut (20) ayat 43 berikut ini: “Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
maka akan terdapat dua kutub sangat yang
berlawanan. Di satu sisi AlQuran membutuhkan orang yang berilmu. Di sisi lainnya orang yang diberi tanggung
jawab oleh Allah SWT untuk menerima wahyu kondisinya manusia biasa yang “Ummi”
dan tidak pernah belajar. Disinilah letak kekuasaan Allah SWT kepada Muhammad
bin Abdullah dalam rangka melaksanakan skenario Allah SWT, terutama untuk
menjaga keaslian, kesucian, keutuhan serta kemurnian dari AlQuran yang hanya
berasal dari Allah SWT serta tidak ada masukan apapun dari diri Muhammad bin
Abdullah itu sendiri kepada AlQuran yang diturunkan oleh Allah SWT untuk
kepentingan manusia.
D. TIDAK BISA MENULIS.
Tidak
bisa menulis juga merupakan ciri khusus yang ada di dalam diri Muhammad bin
Abdullah. Hal ini dikemukakan oleh Allah SWT dalam firmannya yang terdapat di
dalam surat Al Jumu’ah (62) ayat 2 berikut ini: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah).
Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Adanya
kondisi ini menunjukkan bahwa Muhammad bin Abdullah sudahlah tidak pernah
belajar, ia juga tidak bisa menulis sehingga di dalam perkembangannya Al-Qur’an
yang diturunkan oleh Allah SWT tidak pernah sekalipun ditulis langsung oleh
Muhammad bin Abdullah.
Sekarang
apa jadinya jika Muhammad bin Abdullah bisa dan mampu menulis, kemudian Beliau
sendiri yang menuliskan apa-apa yang telah diwahyukan kepadanya melalui
perantaraan Malaikat Jibril as, maka hal-hal sebagai berikut mungkin akan
terjadi setelah AlQuran menjadi kitab suci yang berlaku, yaitu: (a) Siapakah yang berani mengoreksi Beliau jika terjadi kesalahan
penulisan; (b) siapakah yang tahu
kelebihan ataupun kekurangan dari AlQuran itu sendiri; (c) Akan menimbulkan fitnah/sanggahan dikemudian hari sebab
teknologi ataupun media untuk menulis belum secanggih saat ini.
Kenyataan yang terjadi
adalah setiap wahyu yang diterima
oleh Nabi Muhammad SAW selalu ditulis oleh orang lain dan selalu dihafalkan
oleh banyak orang serta Beliau sendirilah yang langsung menjadi penilai akhir dari apa yang ditulis
maupun apa yang telah dihafalkan oleh para sahabatnya pada waktu-waktu tertentu
selama Beliau hidup di dunia.
E. TIDAK BISA MEMBACA.
Muhammad bin
Abdullah selain tidak bisa menulis, Beliau juga tidak dapat membaca sehingga dengan demikian Muhammad bin Abdullah dapat dikatakan dengan buta aksara, atau tidak bisa membaca
dan tidak bisa menulis sebelum menerima wahyu. Untuk apa semua ini dilekatkan
di dalam diri Muhammad bin
Abdullah? Disinilah letak kekuasaan Allah SWT dengan menjadikan Muhammad bin Abdullah dalam kondisi ummi serta buta aksara agar kemurnian,
kesucian dan keutuhan AlQuran dapat terjaga sejak awal dan sampai kapanpun
juga, termasuk tidak ada masukan apapun yang berasal dari diri Muhammad bin
Abdullah. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam firmanNya berikut ini: “Katakanlah: "Hai
manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah
dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat
petunjuk". (surat Al A’raaf (7)
ayat 158).”
Sekarang coba kita bayangkan jika Muhammad bin Abdullah tidak ummi dan tidak pula buta aksara dan kemudian wahyu
yang diterima dari Allah SWT itu ditulis langsung oleh Beliau serta serta jika
terjadi kesalahan, lalu siapakah yang mampu dan berani memprotes Beliau. Selain
daripada itu, dapatkah kita mengetahui jika wahyu yang diterima oleh Muhammad bin Abdullah telah ditambah, atau telah dikurangi oleh Beliau sendiri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar